laskar pelangi Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/laskar-pelangi/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 28 Jun 2022 15:57:44 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 laskar pelangi Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/laskar-pelangi/ 32 32 135956295 Dari Bangka ke Belitung, Melawat ke Replika SD Laskar Pelangi https://telusuri.id/dari-bangka-ke-belitung-melawat-ke-replika-sd-laskar-pelangi/ https://telusuri.id/dari-bangka-ke-belitung-melawat-ke-replika-sd-laskar-pelangi/#respond Tue, 12 Apr 2022 02:37:21 +0000 https://telusuri.id/?p=33405 Laskar Pelangi, lekat dengan Belitung. Lekat dengan SD Muhammadiyah Gantong atau yang kita sebut sebagai SD Laskar Pelangi. Ada beberapa moda dan jalur transportasi menuju ke sini jika menyambanginya dari Pulau Bangka. Jalur laut dan...

The post Dari Bangka ke Belitung, Melawat ke Replika SD Laskar Pelangi appeared first on TelusuRI.

]]>
Laskar Pelangi, lekat dengan Belitung. Lekat dengan SD Muhammadiyah Gantong atau yang kita sebut sebagai SD Laskar Pelangi.

Ada beberapa moda dan jalur transportasi menuju ke sini jika menyambanginya dari Pulau Bangka. Jalur laut dan jalur udara. Jalur laut terbagi dua, melalui Pelabuhan Pangkal Balam,  Pangkal Pinang; dan Pelabuhan Tanjung Sadai di Tukak Sadai, Toboali, Bangka Selatan. Sementara jalur udara, kita bisa melalui Bandara Depati Amir dengan rute ke Bandara Internasional H.A.S. Hanandjoeddin.

Dan dari beberapa pilihan itu, saya memilih jalur paling minim bujet dan paling ujung di selatan. Meski paling lama waktu tempuhnya, namun cukup menyenangkan dan menenangkan. Pelabuhan Tanjung Sadai menyambut kedatangan saya, sebuah pelabuhan yang menghubungkan beberapa wilayah di sekitarnya; Pulau Lepar dan Pulau Pongok. 

Setelah turun dari bus angkutan saya langsung menuju pos penjualan tiket. Saat itu Februari 2020, pelabuhan tampak ramai dominan masyarakat lokal dan masyarakat pulau yang tengah menunggu kapal. Harga tiket kapal penyeberangan dari Pelabuhan Tanjung Sadai menuju Pelabuhan Tanjung Rhu di Belitung yakni Rp95.000,00 untuk dewasa dan Rp65.000,00 untuk anak-anak.

Gapura Pelabuhan Tanjung Rhu/Raja Syeh Anugrah

Kurang lebih sedari saya turun hingga menantikan kapal merapat, berkisar 2-3 jam. Diinformasikan kapal akan merapat pukul 17.00 WIB. Kapal hanya melayani penyeberangan untuk jalur Bangka–Belitung dua kali dalam satu pekan, begitu juga sebaliknya. Hal ini karena waktu tempuh yang lumayan, 10-12 jam dengan jarak 82 mil.

Jenis kapal yang disediakan ASDP yakni KMP Gorare berukuran 236 GT, dapat memuat sebanyak 80 orang dan 14 kendaraan. Selain itu, Pelabuhan Tanjung Sadai pun kabarnya tengah dalam pembangunan dan digadang-gadang akan menjadi poros maritim Bangka Selatan karena akses yang dekat dengan perlintasan Singapura dan Jakarta.

Kapal feri roro di Pelabuhan Tanjung Sadai/Raja Syeh Anugrah

Menjelang semburat senja di ufuk barat tenggelam, saya bersama penumpang lain telah menaiki kapal. Mobil-mobil mulai termuat dan beberapa di antaranya menyusun barang bawaan. Dalam perjalanan itu, saya secara tak sengaja berjumpa dengan jamaah tablig. Mereka bilang, setelah dari Belitung akan bertolak menuju Pontianak, Kalimantan Barat.

Selain ruang istirahat dengan jejeran bangku, tersedia pula toilet, kafetaria, dan musala kecil untuk penumpang. Atap kapal juga ikut berfungsi sebagai tempat melaksanakan ibadah salat dan beristirahat. Namun tetap diingatkan oleh nahkoda agar tetap berhati-hati. Juga bersiaga dengan kemungkinan cuaca dan gelombang ombak yang cukup tinggi.

Selama 10-12 jam saya dan penumpang lain terombang-ambing gelombang. Kemudian pagi hari, kapal KMP Gorare baru bersandar di Pelabuhan Tanjung Rhu, Belitung. Tanjung Rhu hadir dalam keadaan sunyi. Tiada orang-orang berjualan. Sepintas saya mengira pelabuhan ini pasti pelabuhan kecil sebab angkutan lokal menuju Tanjung Pandan atau Manggar di Belitung Timur tidak tampak.

Di tengah kebingungan akan kondisi. Salah satu jamaah tablig yang telah menjadi kawan perjalanan saya selama di kapal menawarkan untuk menumpang mobil milik komunitasnya. Saya mengiyakan. Bersamanya, kami bertolak menuju Sijuk, tak jauh dari Tanjung Pandan. 

Beberapa waktu saya merehatkan badan, berkenalan dan bertegur sapa dengan saudara baru di jamaah tablig. Tak lama setelah itu hujan mulai reda, salah satu orang yang dituakan dan kenalan dari paman kawan saya siap mengantarkan ke Belitung Timur tempat SD Muhammadiyah Gantong atau SD Laskar Pelangi berada.

Perjalanan ke SD Laskar Pelangi

Saya takjub ketika sampai di negeri impian yang belakangan hanya dapat dinikmati lewat trilogi novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, penulis asal Belitung yang membangun Rumah Kata di sana. Buku ini menjadi novel fenomenal yang digandrungi banyak kalangan terutama remaja dan pendidik sebab bermuatan edukasi, lalu diangkat ke layar lebar yang disutradarai oleh Riri Riza (2008).

Bayangan saya, SD Muhammadiyah Gantong atau SD Laskar Pelangi berada dekat pesisir pantai. Namun seketika imajinasi saya buyar ketika tiba di sana. SD Muhammadiyah Gantong ternyata tidak dekat dengan pantai, melainkan dikelilingi oleh beberapa desa. 

Belitung Timur sesudah hujan menyisakan udara lembab dan bau tanah yang mengandung timah. Dari parkir tempat saya diturunkan oleh paman—yang saya sapa ustad itu—saya melangkah menuju SD Muhammadiyah Gantong. Sebelum masuk, saya terlebih dahulu membayar tiket sebesar Rp5.000,00 ke penjaga.

Melangkah ke dalam, kontur tanah perlintasan berganti pasir pantai khas Belitung. Saat itu saya melihat beberapa wisatawan yang saat ditanyai berasal dari Jakarta. Tak jauh dari sana, di sudut ada pondokan yang tengah diduduki oleh empat anak kecil yang di sekujur badan dan wajahnya terdapat coretan putih kapur.

Perlahan saya menghampiri empat anak tersebut. Pikiran saya sekelebat terbawa kembali ke trilogi novel Laskar Pelangi yang sudah saya tamatkan dan filmnya yang sudah acap kali ditonton; Arai, Ikal, Mahar, dan Lintang. Keempat tokoh yang saya kagumi, untuk kemudian menjelma anak-anak yang memelototi saya sepanjang menuju ke pondokan.

Di depan SD Muhammadiyah Gantong/Raja Syeh Anugrah

SD Muhammadiyah Gantong terletak di Desa Lenggang, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. SD Muhammadiyah Gantong yang kini saya sambangi berstatus sebagai replika SD Laskar Pelangi. Bentuknya sangat mirip dengan bangunan asli yang ada di dalam film. Konon bangunan yang dijadikan sebagai representasi sekolah Andrea Hirata menimba ilmu itu sudah lama roboh. Dan sejak tahun 2010, bangunan ini tegak kembali secara kukuh dengan dua batang pohon khas yang menopang dinding sekolahnya untuk dijadikan kebutuhan pariwisata.

Menyaksikan bangunan sederhana di hadapan mata, saya kembali berimajinasi mengenai kisah Ikal, Arai, Mahar, Lintang dan teman-temannya menimba ilmu di SD yang diragukan kelayakannya. Dengan dedikasi tinggi Ibu guru Muslimah dan Pak Arfan beserta cerita Nabi Nuh-nya, SD yang dikatakan mirip kandang sapi itu menjelma ruang pengabdian atas cerminan sikap teladan pengajarnya.

Meski SD Muhammadiyah Gantong sekadar replika SD Laskar Pelangi, SD Muhammadiyah Gantong tetaplah mengundang decak kagum sebab tampil beda dengan mengedepankan nilai edukasi di era ketika pariwisata menggeliat. 

Adapun yang membuat daya tarik ialah ruang kelas yang digunakan Ikal, Arai, Mahar, Lintang dan teman-temannya dengan tampilan sederhana. Terlihat dari lantai kelas yang masih tanah. Bangku dan meja lusuh, sebuah lemari, papan tulis dan gambar Hamengkubuwono serta Cut Nyak Dien di dinding kayunya.

Kendati demikian wisatawan tak perlu khawatir. Sebab di dalam kawasan SD Laskar Pelangi terdapat musala, parkir yang luas, kamar mandi dan toilet, kedai dan warung makan, galeri lukis Laskar Pelangi dan juga toko cinderamata. Maka dengan begitu wisatawan akan nyaman berlama-lama menikmati seluk-beluk replika Laskar Pelangi ini.

Tak lupa sebelum beranjak, saya mengabadikan momen bersama adik-adik di SD Laskar Pelangi dalam sebentuk foto dan video. Foto dan video ini kemudian saya arsipkan sebagai kenang-kenangan. 

Di sebuah papan yang digantung pada tiang bangunan tertulis saya membaca, “Bermimpilah tentang apa yang kamu impikan.” Tertanggal 27 November 2010 di Linggang Gantung, Belitung Timur.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Dari Bangka ke Belitung, Melawat ke Replika SD Laskar Pelangi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/dari-bangka-ke-belitung-melawat-ke-replika-sd-laskar-pelangi/feed/ 0 33405
Bernyanyi di Sekolah Laskar Pelangi https://telusuri.id/bernyanyi-di-sekolah-laskar-pelangi-belitung/ https://telusuri.id/bernyanyi-di-sekolah-laskar-pelangi-belitung/#respond Sun, 30 Jul 2017 05:04:07 +0000 http://telusuri.org/?p=1327 Bagaimana caranya agar sebuah destinasi wisata ramai dikunjungi? Buatlah buku atau film dengan latar belakang tempat itu. Setelah dirilis, niscaya akan banyak orang mengantre untuk datang dan melihat langsung. Korea Selatan contohnya. Negeri di Asia...

The post Bernyanyi di Sekolah Laskar Pelangi appeared first on TelusuRI.

]]>
Bagaimana caranya agar sebuah destinasi wisata ramai dikunjungi? Buatlah buku atau film dengan latar belakang tempat itu. Setelah dirilis, niscaya akan banyak orang mengantre untuk datang dan melihat langsung.

Korea Selatan contohnya. Negeri di Asia Timur itu menyadari betul hal tersebut. Tanpa henti sineas-sineas Korea Selatan menelurkan film atau serial televisi yang mengangkat keindahan alam negeri itu sehingga para penonton menjadi tertarik untuk mengunjungi negara itu.

Efek berantainya, operator travel kebanjiran order perjalanan ke lokasi syuting film atau serial televisi tersebut.

Belitung yang menjadi ramai setelah kemunculan Laskar Pelangi

Potensi itu juga dimiliki indonesia. Contohnya juga sudah ada. Setelah novel laris “5 cm” diangkat ke layar lebar, Semeru menjadi semakin ramai. Lebih baru lagi, ada “Ada Apa dengan Cinta 2” yang mengangkat objek-objek wisata Yogyakarta. Barangkali tak sampai sehari setelah film itu dirilis, di Instagram sudah banyak beredar promo-promo yang menjual paket wisata Ada Apa dengan Cinta 2.

Namun, jauh sebelum dua film itu keluar, “Laskar Pelangi” yang diangkat dari novel Andrea Hirata sudah lebih dahulu mengangkat derajat pulau yang sebelumnya hanya dianggap sebagai tempat jin buang anak, yakni Belitung. Setelah Laskar Pelangi ditonton jutaan orang, lanskap pariwisata Pulau Belitung tak lagi sama.

Berfoto di depan Museum Kata Andrea Hirata/Dheo

Menurut Ali yang berprofesi sebagai pemandu wisata di Belitung, dulu industri pariwisata di sini tak seramai sekarang.

Dulu, tempat-tempat wisata yang ada hanya ramai dikunjungi wisatawan lokal. Belitung di masa lalu lebih dikenal sebagai tambang timah ketimbang destinasi wisata. (Tengoklah dari pesawat, danau-danau buatan bekas penggalian timah tersebar di mana-mana.)

Sekarang sudah berubah. Belitung yang sepi menjadi riuh berkat film Laskar Pelangi. Kaos bertuliskan Laskar Pelangi seperti menjadi seragam tak resmi pulau ini. Wisatawan berdatangan untuk mengagumi batu-batu besar yang berjejeran di pinggir pantai, atau sudut-sudut kotanya yang imun terhadap perubahan zaman. Rumah-rumah kayu dan deretan warung kopi khas Belitung sekarang ditemani oleh jalan-jalan mulus, kantor-kantor biro perjalanan, serta hotel dan resor-resor anyar.

Saya datang ke Belitung membawa imajinasi dari potongan-potongan film Laskar Pelangi, seperti halnya wisatawan lain yang ingin napak tilas tempat-tempat yang menjadi lokasi pengambilan gambar film itu, mulai dari pantai hingga sekolah Muhammadiyah Bu Muslimah yang legendaris itu.

Museum Kata Andrea Hirata

Dalam perjalanan panjang selama lebih dari satu jam dari Tanjung Pandan ke Gantong—sekitar 100 km—barulah saya paham bahwa ternyata SD Muhammadiyah yang akan saya kunjungi bukanlah sekolah yang asli, melainkan replika.

Setelah syuting, bangunan replika ini sengaja dibiarkan agar tetap berdiri. Entah memang direncanakan atau tidak, sekarang replika SD Muhammadiyah Gantong ini sudah menjadi salah satu ikon wisata Pulau Belitung. SD aslinya sendiri sudah direnovasi sehingga menjadi lebih layak dan lokasinya pun berada di tempat yang berbeda dengan SD replika.

Tapi itulah manusia, hanya perlu sebuah cerita yang penuh drama untuk membuat orang berbondong-bondong mengujungi sebuah destinasi. Sekadar untuk memuaskan dahaga imajinasi.

Museum Kata terletak di Jalan Raya Laskar Pelangi/Dheo

Akhirnya kami tiba di Gantong. Tempat yang pertama kami tuju adalah Museum Kata Andrea Hirata. Jalan di depan museum itu bernama Jalan Raya Laskar Pelangi. Saya tak tahu dahulunya jalan itu bernama apa, namun saya berani bertaruh bahwa nama jalan itu sengaja diubah menjadi Jalan Laskar Pelangi untuk memperkuat kesan bahwa di tempat inilah cerita-cerita Laskar Pelangi berasal.

Museum Kata terlihat mencolok dengan dinding warna-warni yang membuatnya tampak jauh berbeda dibanding rumah-rumah lain. Sayang sekali kami tiba terlampau sore; tempat ini ternyata sudah tutup dari tadi. Mobil-mobil orang-orang yang senasib dengan kami berjejeran di pinggir jalan. Sebagian dari mereka mengobati rasa kecewa dengan berfoto-foto di bagian depan Museum Kata Andrea Hirata.

Bertandang ke sekolah Bu Muslimah

Kami pun meneruskan perjalanan ke replika SD Muhammadiyah Gantong. Jalan berpasir yang kami lalui itu tampak sedikit becek, sebab tadi hujan memang turun sebentar. Tidak banyak orang saat kami tiba. Barangkali karena belum masuk masa liburan—atau karena kami datang sudah terlampau sore.

Di jalan sebelum bangunan SD banyak terdapat bangunan baru berupa kios cenderamata dan warung makan. Namun saat kami datang tidak banyak kios yang buka. Kalau kami datang saat musim liburan, pasti jalan masuk SD ini akan riuh seperti pasar. Tapi harap dimaklumi; atraksi wisata memang tidak akan lepas dari yang namanya pedagang. Hukum bisnis: di mana ada keramaian, di sana ada duit yang berputar.

Jalan menuju SD sedikit menanjak karena memang tempatnya adalah bekas galian timah yang pasirnya ditumpuk hingga membentuk sebuah bukit. Tampak dari luar, bangunan ini sudah doyong seperti mau roboh. Ajaibnya, nasibnya hanya disangga dua batang kayu dari samping.

Replika SD Muhammadiyah Gantong/Dheo

Menyanyi lagu “Laskar Pelangi” di Bumi Laskar Pelangi

Di antara sepinya sore, terlihat tiga anak kecil yang sedang bermain di depan sekolah. Sepertinya mereka tinggal di sekitar sini. Melihat kehadiran saya beserta kawan-kawan, mereka menghampiri kami.

“Bang. Nyanyi Laskar Pelangi, Bang!” ajak anak paling gempal yang dengan yakinnya memberikan saya selembar kertas. Menerima kertas itu, saya bingung. Saya intip tulisan di kertas itu. Ternyata isinya lirik lagu OST Laskar Pelangi yang dinyanyikan oleh Nidji.

“Kalian saja yang nyanyi … nanti saya rekam. Oke?” saya menawar. Saya kira mereka akan kebingungan dan malu-malu—tapi ternyata tidak.

Mereka seakan sudah tahu komposisi yang paling tepat untuk direkam. Membelakangi SD, bak paduan suara tanpa dirigen mereka menyanyikan bait-bait lagu Laskar Pelangi dengan lancar. Anak-anak ini mengamen di tempat yang tepat. Mereka menunggu pengunjung datang, menawarkan diri untuk menyanyi, dan berharap mendapat bayaran setelah menuntaskan konser mini lagu Laskar Pelangi.

Rasa-rasanya baru sebentar saya bermain dengan anak-anak ini. Bang Ali pemandu kami mengingatkan saya dan kawan-kawan untuk segera bergegas ke mobil untuk melanjutkan perjalanan. Kami mengemas kamera dan beranjak pergi meninggalkan anak-anak itu, yang kembali bermain—mungkin sambil menunggu wisatawan selanjutnya.

Saat mobil keluar dari gerbang Sekolah Laskar Pelangi, saya baru sadar kalau saya lupa melihat bagian dalam replika SD Laskar Pelangi.

The post Bernyanyi di Sekolah Laskar Pelangi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bernyanyi-di-sekolah-laskar-pelangi-belitung/feed/ 0 2221