lombok timur Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/lombok-timur/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 27 Jul 2021 05:25:02 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 lombok timur Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/lombok-timur/ 32 32 135956295 Harapan dari Ekas https://telusuri.id/harapan-dari-ekas/ https://telusuri.id/harapan-dari-ekas/#respond Sat, 03 Jul 2021 04:59:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28533 “Buanglah Sampah pada tempatnya!” Seruan ini tentu kita sangat familiar di telinga kita. Kita tahu bersama bahwa sampah merupakan persoalan besar yang kita hadapi saat ini. Kali ini saya tidak akan bercerita tentang bagaimana persoalan sampah...

The post Harapan dari Ekas appeared first on TelusuRI.

]]>
“Buanglah Sampah pada tempatnya!” Seruan ini tentu kita sangat familiar di telinga kita. Kita tahu bersama bahwa sampah merupakan persoalan besar yang kita hadapi saat ini. Kali ini saya tidak akan bercerita tentang bagaimana persoalan sampah di negara kita, saya akan bercerita tentang bagaimana sampah bisa menjadi sebuah kelas literasi.

Hari itu Sabtu 13 maret 2021 saya dan salah seorang teman berangkat untuk mengunjungi Dusun Ekas Buana, Desa Ekas, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Ekas sebelumnya desa yang cukup populer karena keindahan alamnya dan menjadi salah satu tempat pelepasan benur tahun 2020 lalu. Tujuan kami ke Ekas bukan untuk berwisata, kami ke sana ingin mendengar langsung sebuah cerita yang sangat inspiratif. 

Menggunakan kendaraan roda dua kami berangkat dari Praya. Perjalanan yang kami tempuh menuju lokasi kira-kira menghabiskan waktu sekitar satu jam. Jalan yang kita lalui cukup mulus karena sudah tersentuh oleh tangan pemerintah, kita tak perlu risau tak tahu arah sabab Google Map akan menunjukkan jalan sampai tempat tujuan dan terdapat penanda  pada setiap persimpangan. Suasana asri khas pedesaan akan kita temui sepanjang jalan. Sawah yang terbentang luas dan bukit-bukit yang ditanami pohon jagung sejauh mata memandang.

Jalan/Nirma Sulpiani

Sesampainya di sana, kami dibuat takjub oleh suasana alam yang ada, pantulan sinar matahari membuat warna laut semakin indah, warna yang tercipta menjadi biru berkilauan. Keiindahnnya warnanya semakin indah dengan terparkirnya puluhan perahu warna warni yang menghiasi Pantai Ekas Buana.

Terdapat juga rumah-rumah kecil yang dijadikan nelayan menjadi rumah singgah saat melepaskan benur, atapnya memiliki warna yang berbeda menjadikan pantai ini memiliki keindahan dan keunikannya sendiri.  Pasir putih di bibir pantai juga semakin terlihat berkilau dengan paparan sinar dari mentari. 

Setelah beberapa saat menikmati keindahan alam Ekas Buana, kami disambut dengan hangat oleh Ruth Seran. Ia akrab disapa teacher Noy. Noy kemudian mengajak kami berbincang di Panorama Cottage, villa yang dibangun sejak tahun 2018 bersama sang suami, Massimo Otto seorang warna negara Italia.

Perempuan kelahiran Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) itu sudah tinggal di Ekas sejak tahun 2018 silam bersama suaminya. Pada tahun 2018 ini pula Noy mulai mengajak masyarakat khususnya anak-anak untuk penduli terhadap lingkungan dan menjaga kebersihan pantai. Tak jarang Noy sering mengadakan lomba untuk anak-anak, sebagai pemacu semangat mereka.  

“Kami mulai pada tahun 2018 dengan mengadakan lomba membersihkan pantai,” tutur Noy.

Kegiatan membersihkan pantai terus berlangsung hingga pada Desember 2020 terbesit keinginan pada Noy untuk membuat sebuah kelas belajar. Ide ini muncul karena Noy melihat minimnya kegiatan yang dilakukan anak-anak akibat pandemi COVID-19. Dalam proses pembelajaran Noy mengajak anak-anak didiknya belajar di bawah pohon waru yang ada di pinggir pantai. Dan dari sinilah kelas belajar Noy diberi nama Tree of Hope Ekas atau Pohon Harapan Ekas.  

Belajar bersama/Nirma Sulpiani

Setelah berbincang cukup lama, satu persatu dari tiga puluh murid Tree of Hope Ekas datang. Dari belakang pintu masuk suaranya sudah terdengar, “Good afternoon teacher.” Wajah bahagia dari Noy mendengar murid-muridnya datang untuk belajar tak bisa disembunyikan, Noy langsung berdiri dari tempat duduknya dan menyambut mereka. Sayangnya, siang itu angin tertiup cukup kencang dan langit ditutupi oleh awan-awan gelap, sehingga memaksa pembelajaran dialihkan ke restoran villa yang saat ini tutup karena pandemi. 

Sebelum proses pembelajaran  dimulai, anak-anak tersebut tampak membuat lingkaran kemudian menyanyikan lagu anak-anak seperti Naik-Naik ke Puncak Gunung, Cicak-Cicak di Dinding yang sudah dialih bahasakan ke bahasa asing. Semangat mereka untuk belajar terdengar sangat jelas dari bagaimana mereka bernyanyi, suaranya lantang dan keras.

Setelah selesai menyanyi mereka kemudian duduk rapi beralaskan tikar. Sebelum Noy menanyakan tentang tugas mereka, mereka sudah mengangkat tangan dan tak sabar ingin menceriatkan cerpen yang telah mereka baca.

Noy menyampaikan kepada kami bahwa proses pembelajaran harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan, sebab anak-anak yang ikut kelas Tree of Hope Ekas dimulai dari usia PAUD sampai SD. 

Bersama Masimo, Noy mengarahkan fokus pembelajaran bahasa asing. Terdapat lima bahasa yang diajarkan yaitu Bahasa Inggris, Italia, Spanyol, Korea, dan bahasa Jepang. Noy mengungkapkan pembelajaran bahasa asing fokus pada Bahasa Inggris dan Bahasa Italia.

Meskipun proses pembelajaran masih terbilang baru bulan, namun Noy murid-muridnya sudah menunjukkan perkembangan pesat. Mereka sudah mampu mengucapkan salam dari beberapa bahasa dan sudah mampu menggambarkan situasi dan kondisi alam yang ada di Ekas.

“Ciao, Valentino Rossi! Noi siamo I bambini di Ekas in Lombok! Dai Vieni a trovarci: Ia nostra seiagigia e’ bianhissma, il mare e’ azzurro e tutto il villaggio ti aspetta (Halo Valentino Rossi! Kami adalah anak-anak Ekas di Lombok! Datang dan kunjungi kami, pantai kami sangat putih, lautnya biru dan seluruh desa menunggu anda)” kata  Salwa salah seorang murid Tree of Hope Ekas dalam Bahasa Italia.

Laut memperlihatkan rumah kecil/Nirma Sulpiani

Apa yang dilakukan oleh Noy dan Massimo ini, tak lain karena mereka ingin melihat anak-anak didiknya tidak canggung saat bertemu dengan wisatawan asing. Mereka percaya, anak-anak Tree of Hope Ekas mampu memperkenalkan keindahan Ekas ke kancah dunia. Sebab Ekas diyakini sebagai penyangga pantai Kuta Mandalika lokasi Sirkuit Moto GP 2021.

Noy dan Massimo berharap Tree of Hope Ekas memiliki sebuah taman baca yang dapat menunjang pembelajaran, Ia juga berharap pemerintah setempat dapat menyediakan bak sampah di area pantai.

The post Harapan dari Ekas appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/harapan-dari-ekas/feed/ 0 28533
Menenun, Warisan Budaya dari Pringgasela Selatan https://telusuri.id/tenun-pringgasela-khas-lombok-timur/ https://telusuri.id/tenun-pringgasela-khas-lombok-timur/#respond Mon, 04 Dec 2017 02:30:16 +0000 http://telusuri.id/?p=3952 Sambil melangkah pelan menelusuri gang, saya sesekali mengucapkan kata “tabik”¹ pada bapak-bapak yang sedang bersantai di teras rumah. Gang yang berada di Desa Pringgasela Selatan, Lombok Timur, itu hanya cukup untuk satu motor—itu pun harus...

The post Menenun, Warisan Budaya dari Pringgasela Selatan appeared first on TelusuRI.

]]>
Sambil melangkah pelan menelusuri gang, saya sesekali mengucapkan kata “tabik”¹ pada bapak-bapak yang sedang bersantai di teras rumah. Gang yang berada di Desa Pringgasela Selatan, Lombok Timur, itu hanya cukup untuk satu motor—itu pun harus ekstra hati-hati. Di teras sejumlah rumah tampak peralatan menenun.

Eci, salah seorang kawan yang memang tinggal di desa ini, memimpin berjalan di depan. Sementara saya yang baru pertama kali berkunjung memilih untuk di belakang saja sambil celingak-celinguk ke hampir ke setiap rumah yang kami lewati.

tenun pringgasela

Bahan-bahan pewarna alami/Syukron

Suara anak-anak yang bermain, bunyi motor yang berjalan pelan melewati gang, dan juga suara “kletak!” yang berasal dari gedogan (alat tenun dari kayu) yang sedang diadu ibarat kicau burung yang saling bersahutan.

Langkah Eci terhenti di lorong sebuah rumah. Sudah ada beberapa ibu dan remaja perempuan yang menunggu kami. Di Lombok memang ada beberapa desa perajin tenun. Selain Pringgasela, ada Desa Sade dan Desa Sukarara yang juga tersohor tenunannya. Namun Desa Pringgasela Selatan menawarkan cerita tenun yang menarik untuk digali.

Tenun Pringgasela ala Nine Penenun

Eci kemudian bercerita bahwa mereka ini adalah anggota dari kelompok Nine Penenun. Terbentuk sekitar awal tahun 2016, Nine Penenun menjadi semacam koperasi kain tenun Pringgasela.

“’Nine’ itu artinya perempuan, karena memang menenun itu sangat identik dengan perempuan,” jelas Eci.

Sebelum ada kelompok Nine Penenun, perempuan di sini lebih sering meminjam modal dan menjual hasil tenunan ke tengkulak. Perputaran ekonomi yang tergantung pada tengkulak inilah yang menimbulkan keresahan dan kurangnya kesejahteraan. Karena itulah mereka berinisiatif membuat kelompok koperasi untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada penenun. Mereka sadar bahwa kain tenun adalah sumber perekonomian.

tenun pringgasela

Mewarnai benang/Syukron

Tenun Pringgasela yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai salah satu seragam dinas PNS di Lombok Timur ini memiliki kekhasan dari segi desain dan motif.

Beberapa motif yang menjadi favorit antara lain Ragi Sari Menanti dan Pucuk Rebung. Keduanya menggunakan pewarna alami yaitu potongan kasar kayu banten untuk mendapatkan warna merah, kayu nangka untuk warna kuning, dan dedaunan untuk mendapatkan warna hijau.

tenun pringgasela

Para perajin Pringgasela yang tetap setia menggunakan peralatan tradisional/Syukron

Tenun dibuat melalui proses yang panjang, dari memintal kapas jadi benang, mengurai benang kapas menjadi benang bola yang siap ditenun, kemudian mencelup benang, mengikat benang, baru ditenun. Itulah kenapa harga produk tenun bisa mahal: karena memang dari alat hingga proses pembuatannya masih tradisional dan, yang terpenting, ada cerita-cerita tersendiri di balik motif-motifnya.

“Pada akhirnya Nine Penenun bertujuan untuk melestarikan (tradisi) tenun Pringgasela Selatan, saat ini kami masih terus belajar bagaimana mempromosikan melalui media sosial,” begitu kata Eci.

Percakapan serba tenun

Seperti ibu rumah tangga pada umumnya, sehabis melakukan rutinitas seperti mencuci dan memasak mereka akan berkumpul dan bergosip ria. Bedanya, di sini mereka bercengkerama sambil melakukan aktivitas yang berhubungan dengan menenun. Selain menenun dengan gedogan, ada yang memintal benang, merebus akar atau batang, atau menjemur dedaunan untuk jadi pewarna alami

Perempuan dan tenun memang sudah menjadi kesatuan. Dalam tenun ada kesabaran dan ketekunan para perempuan yang membuatnya. Bagaimana tidak; untuk menyelesaikan selembar kain tenun saja perlu waktu sekitar satu bulan.

tenun pringgasela

Menenun sambil bercengkerama/Syukron

Tenun sudah merasuk dalam budaya Pringgasela. Dulu, sebelum menikah seorang perempuan mesti dipastikan bisa menun.

Apa yang mereka lakukan ini adalah bentuk kemandirian sekaligus penghargaan untuk keluarganya. Tak terkecuali bagi Nurul Aini atau Inak Wan. Perempuan berumur sekitar 50 tahun itu telah menenun semenjak remaja. Baginya menenun bukanlah profesi, bukan pekerjaan, melainkan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan.

“Dulu seorang perempuan wajib bisa menenun sebagai syarat menikah, tapi sekarang kewajiban itu sudah bukan lagi hal yang utama,” cerita Inak Wan. Tentu nilai ekonominya juga ada. Kemampuan menenun mendatangkan pemasukan tambahan bagi keluarga.

tenun pringgasela

Para perajin dan hasil karya mereka/Syukron

Tak ada niatan dalam diri Inak Wan untuk meninggalkan tradisi dan berganti profesi. Menurutnya, tenun adalah proses kehidupannya, juga yang menjadi alasan untuk bersosialisasi dengan sekitar.

Tenun seperti permainan berkelompok. Walaupun kegiatan menenun dilakukan sendiri, selalu ada kebersamaan. Menurut Inak Wan masih banyak yang jauh lebih tua darinya dan masih setia menenun. Perubahan zaman memang terasa sekali. Alat yang mereka pakai sudah mulai menua dan usang. Walaupun banyak alat tenun modern, perajin Pringgasela tetap memakai cara lama yang diturunkan nenek moyang mereka sebagai tradisi.

Tradisi mengikat mereka dan menjadi budaya. Budaya menjadi pegangan mereka untuk terus berjalan. Tenun Pringasela lebih daripada selembar kain. Ia warisan budaya.


[1] Tabik berarti “permisi,” jamak dipakai di Indonesia bagian tengah dan timur—ed.

The post Menenun, Warisan Budaya dari Pringgasela Selatan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/tenun-pringgasela-khas-lombok-timur/feed/ 0 3952