madiun Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/madiun/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 01 Aug 2024 22:30:18 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 madiun Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/madiun/ 32 32 135956295 Menengok Peninggalan-Peninggalan Kolonial yang Tersisa di Kota Madiun https://telusuri.id/menengok-peninggalan-peninggalan-kolonial-yang-tersisa-di-kota-madiun/ https://telusuri.id/menengok-peninggalan-peninggalan-kolonial-yang-tersisa-di-kota-madiun/#respond Fri, 02 Aug 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42445 Tiba-tiba main ke Madiun. Begitu kira-kira kalimat yang pas untuk perjalanan singkat saya kali ini. Tujuan utama adalah melihat sejarah masa lalu di sekitaran alun-alun kota. Saya menempuh perjalanan dengan kereta api dari Solo. Setibanya...

The post Menengok Peninggalan-Peninggalan Kolonial yang Tersisa di Kota Madiun appeared first on TelusuRI.

]]>
Tiba-tiba main ke Madiun. Begitu kira-kira kalimat yang pas untuk perjalanan singkat saya kali ini. Tujuan utama adalah melihat sejarah masa lalu di sekitaran alun-alun kota. Saya menempuh perjalanan dengan kereta api dari Solo.

Setibanya di Madiun sekitar pukul 08.10 pagi, saya lekas menikmati sarapan sepincuk pecel legendaris khas Madiun. Usai sarapan dan melihat pameran kereta api di kantor Daerah Operasi (Daop) 7 Madiun, saya melangkahkan kaki sejauh 35 menit ke arah selatan, menuju alun-alun kota.

Saya ditemani Andrik Akira, pegiat sejarah dan putra asli Madiun. Selama penelusuran, lensa kamera tak henti mengabadikan peninggalan kolonial di Jalan Pahlawan.

Mengunjungi Kerkop Seniman Musik dan Film di Kota Madiun

Tujuan pertama saya ada di kerkop Madiun, Kecamatan Manguharjo. Ada sekitar 10 makam berbeda di sini, tetapi hanya satu yang membuat mata saya berpaling. Tanpa inskripsi nama, hanya batu blok besar.

Ternyata, batu nisan ini milik seorang perempuan kelahiran Jonggrangan, Klaten tahun 1868, yakni Mary Emmie Josephine Manuel. Ia putri dari pasangan Joseph August Manuel dan Elisabeth Janseen. Mereka tinggal di Madiun karena J. August  Manuel pindah tugas sebagai pengawas jalur kereta api Madiun–Solo. 

Mereka tinggal di Jalan Pahlawan, hingga orang tua Emmie J. Manual wafat. Ia pun lantas menjadi pewaris tunggal kediaman tanpa memiliki suami, keluarga, dan pelayan. Sampai dianggap perempuan aneh dan pelit, walau sejatinya tidak.

Menengok Peninggalan-Peninggalan Sejarah yang Tersisa di Kota Madiun
Tempat peristirahatan terakhir Mary Emmie Josephine Manuel di Kerkop Madiun tanpa nama dan nisan/Ibnu Rustamadji

Merujuk catatan yang Andrik temukan, Emmie J. Manuel penyumbang dana pengembangan balai kota dan pembangunan Schouwburg (teater atau gedung pertunjukan) Madiun. Ia juga memiliki saham sebesar 80.000 gulden di Indische Leening dan permata seharga 5.000 gulden.

Saking kayanya, ia pernah kerampokan permata dua kali. Semasa hidup ia dikenal sebagai seniman musik dan film yang eksentrik, sering bergaun panjang dengan korset ketika menonton film. Ia pandai bermain piano dan tergabung dalam Madiun Kunstkring atau Seniman Madiun. Sering kali ia bermain piano di tengah malam, diterangi lampu temaram.

Nasib tidak selamanya mujur. Emmie J. Manuel ditemukan wafat keesokan harinya oleh jongos—yang akan bekerja untuknya—tanpa diketahui sebabnya. Ketika dilakukan penyelidikan, ditemukan sepucuk surat wasiat di atas meja kamar tidur.

Inti isi surat menyatakan, Emmie J. Manuel mewariskan semua harta kepada pemerintah Madiun dan kediaman diwakafkan untuk pembangunan Schouwburg. Jika pemerintah tidak bisa menyanggupi, warisan akan diserahkan ke Panti Asuhan Gereja Katolik Madiun. Ia juga meminta agar pemerintah menjadi penanggung jawab pemakamannya dan meminta ia dikubur satu pusara bersama sang ibu.

Setelah dikabulkan oleh pemerintah, warisan dibagi dua dengan panti asuhan gereja Katolik. Pemerintah bertanggung jawab atas pemakaman dan meminta perusahaan marmer Ai Marmi Italiani Surabaya sebagai penyedia batu marmer untuk obelisk Emmie J. Manuel dan sang ibu seharga 2.000 gulden.

Makam Emmie J. Manuel dan sang ibu sejatinya berupa obelisk dengan hiasan guci di bagian atas, lalu bagian tengah bertuliskan inskripsi “Hier Rusten Mary Emmie Jozephine Manuel en haar Moeder Elisabeth Jensen”. Namun, sekarang tinggal bongkahan nisan besar berinskripsi “Ai Marmi Italiani” dan angka 622 yang setia menemani.

Kantor Bakorwil dan Tapak Jejak Benteng Tua yang Hilang

Bagi warga Madiun, kantor Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan (Bakorwil) 1 adalah istana merdeka-nya Madiun. Dianggap memiliki kemiripan dengan Istana Merdeka di Jakarta, tetapi berbeda fungsi dan masa lalunya.

Istana Merdeka dulunya bernama Paleis Koningsplein atau Istana Kerajaan, sedangkan Bakorwil I Madiun dahulu bernama Resident Huiz atau Rumah Residen. Tempat residen Belanda yang ditugaskan mengawasi wilayah Karesidenan Madiun. Residen Madiun yang pertama kali menempati adalah Loudewijk De Launy. Menurut data yang Andrik miliki, rumah Residen Madiun ini dibangun tahun 1831 di atas benteng tua di tepi Sungai Madiun.  

Menengok Peninggalan-Peninggalan Sejarah yang Tersisa di Kota Madiun
Tampak depan gedung Bakorwil 1 Madiun/Ibnu Rustamadji

Rumah residen dibangun bergaya indische empire dengan beranda lebar, ditopang pilar bergaya Yunani dengan balutan lantai marmer. Sebagai simbol hubungan dan legitimasi, bagian dalam dibangun aula dengan lukisan raja dan ratu Belanda.

Situasi rumah residen kala itu masih sepi, dikelilingi sawah yang berbatasan dengan hutan jati dan lereng Gunung Wilis. Ada sebuah catatan menarik yang ia temukan, yakni catatan seorang geolog Belanda bernama Franz Wilhelm Junghuhn. 

Dalam catatannya, tertanggal 13 Juni 1838, ia (Franz W. Junghun) menginap di sebuah bangunan kompleks kediaman residen yang serupa dengan benteng kecil. Kondisi saat itu masih sangat sepi, hanya ditinggali tiga orang Eropa. Menurutnya, kondisi demikian layaknya peternakan di Eropa yang dikelilingi padang rumput.

Ada juga catatan perjalanan pelancong Eropa lain yang menulis sebaliknya.  Tahun 1840, rumah residen yang berada di tepi Sungai Madiun bangunannya paling indah, tetapi kurang bersih. Lalu catatan tahun 1849 menyatakan rumah residen sangat indah dengan halaman luas.

Menengok Peninggalan-Peninggalan Sejarah yang Tersisa di Kota Madiun
Beranda depan berhias kolom bergaya Yunani/Ibnu Rustamadji

Namun, sayang keindahan rumah residen harus terkoyak ketika dilanda angin kencang pada Februari 1852. Perbaikan dilakukan setelahnya. Seorang pelancong Eropa bernama Van Gelder menuliskan rumah residen berada di kampung Eropa di Patoman Madiun dan merupakan bangunan yang sangat indah.

Lokasi rumah residen Madiun dulu adalah benteng pertahanan guna menghalau serangan pasukan Diponegoro ketika pecah Java Oorlog atau Perang Jawa 1825–1830. Benteng dibangun atas inisiatif Pierre Medard Diard, seorang tuan tanah dari Yogyakarta.

Setelahnya Ronggo Prawirodiningrat, bupati Madiun kala itu, menugaskan Raden Tumenggung Sosronegoro—seorang pegawai pajak di Madiun—untuk mendirikan benteng di Kartoharjo. Proses pembangunan dilaksanakan dengan dua bastion menghadap selatan dan utara untuk mengawasi rumah bupati.

Benteng selesai dibangun pada 1826 dengan empat bastion dan bernama Fort Blokhuis. Pasca Perang Jawa, benteng tidak difungsikan dan berubah menjadi rumah residen yang kelak disebut Bakorwil I Madiun.

Jalan Pahlawan di depan Bakorwil I Madiun, di masa lalu adalah bagian dari Jalan Pos (Postweg Daendels) Pantai Utara. Jalan Pahlawan dibangun untuk mempermudah akses pedalaman Jawa. 

Balai Kota Madiun, Jejak Karya Maestro Art Deco di Madiun

Gedung Balai Kota Madiun pertama kali ditempati seorang Asisten Residen Madiun bernama W. M. Ingenluyff pada 20 Juni 1919. Perencanaan awalnya dimulai 10 Oktober 1919, tetapi karena keterbatasan lahan dan biaya, rencana pembangunan ditangguhkan selama 10 tahun. 

Selama itu, kegiatan pemerintahan tetap aktif di kantor asisten residen. Puncaknya pada 27 Maret 1929, dengan menggandeng AIA Bureau Fremont-Buyer dari Batavia, di bawah pengawasan dinas permukiman Kota Madiun, rencana pembangunan balai kota kembali didengungkan. 

Pada Sabtu pagi (30 November 1929), digelar upacara peletakan batu pertama pembangunan balai kota oleh istri Hendrik Cornelis van den Bosch (residen Madiun saat itu) yang bernama  E. L. E. van den Bosch. Turut hadir pula pejabat pemerintah Madiun dan Batavia, lalu dilanjutkan doa bersama. 

Menengok Peninggalan-Peninggalan Sejarah yang Tersisa di Kota Madiun
Balai Kota Madiun bergaya art deco karya Marius Hulswit Freymont en Cuyper/Ibnu Rustamadji

Melalui laporan kegiatan pembangunan, perusahaan marmer italia Ai Marmi Italiani perwakilan kantor Surabaya dan Mevrouw Mia Lyons turut serta menyumbang ide desain interior gedung. Mia Lyon merupakan pelukis kenamaan Yogyakarta beraliran realisme. Ia juga turut menyempurnakan rancangan balai kota Madiun bersama rekan kerjanya di Yogyakarta. Salah satunya memberikan lukisan 12 zodiak pada bagian panel jendela dan lampu gantung warna. Sementara Ai Marmi Italiani bertugas menghias seluruh bangunan dengan lantai marmer. 

Ruang kerja dirancang sangat tenang dengan hiasan panel kayu jati setinggi dua meter dan berhias lampu kaca patri. Tanpa kendala berarti, gedung balai kota Madiun akhirnya selesai dan upacara peresmian digelar pada 1 Januari 1930 dengan jamuan santap siang dan gelaran musik Eropa.

H. C. van den Bosch, dalam catatan yang Andrik miliki, berharap balai kota Madiun menjadi gedung terindah di Karesidenan Madiun. Ia mengucapkan terima kasih atas karya ketiga maestro tersebut hingga akhirnya berdiri megah di selatan rumah residen (kantor Bakorwil I Madiun).

Jejak Kediaman Kapitan Tionghoa yang Tersisa di Madiun

Tujuan akhir perjalanan ini adalah kediaman kapitan Tionghoa Madiun, Njoo Swie Lian, tepat di selatan alun-alun. Njoo Swie Lian, selain menjabat sebagai kapitan, juga bekerja di perusahaan perkebunan jati di Madiun dan pengawas jalur kereta api di Bangil.

Ia memiliki beberapa istri, satu di antaranya Njoo Hong Siang. Njoo Swie Lian wafat di usia 55 tahun pada 17 Februari 1930. Upacara pelepasan jenazah digelar pada 26 Februari 1930, pukul 08.15 pagi di kediamannya saat ini. Prosesi pemakaman digelar pukul 10.00 di pemakaman Tionghoa Mangoenharjo, Madiun.

Menengok Peninggalan-Peninggalan Sejarah yang Tersisa di Kota Madiun
Bekas kediaman kapitan Madiun Njoo Swie Lian/Ibnu Rustamadji

Kabar duka itu disampaikan sang istri yang menyusul wafat lima tahun kemudian. Satu hal yang menarik dari masa lalu rumah ini adalah cerita wafatnya Njoo Hong Siang di tahun 1935.

Upacara pelepasan dan pemakaman dihadiri ratusan peziarah, di antaranya Pangeran Hangabehi beserta sang istri, Raden Ayu R. M. A Josodipoero mewakili Sunan Pakubuwono X. Turut hadir pula Raden Ayu Hardjosoebroto mewakili Pangeran Arya Mangkunegara IX. Dari pihak pemerintah Belanda yang hadir antara lain residen dan asisten residen, ketua landraad Madiun, pengurus pabrik gula Madiun, bupati Magetan, dan bupati Ngawi. Karangan bunga berjejer rapi memenuhi halaman.

Iring-iringan pembawa jenazah berangkat dari rumah duka menggunakan kereta layon atau kereta duka. Jenazah Njoo Hong Siang dimakamkan di samping mendiang suami.

Saat ini, bentuk asli kediaman sang kapitan masih dipertahankan. Namun, kini sudah beralih fungsi menjadi coffee shop kekinian.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menengok Peninggalan-Peninggalan Kolonial yang Tersisa di Kota Madiun appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menengok-peninggalan-peninggalan-kolonial-yang-tersisa-di-kota-madiun/feed/ 0 42445
Monumen Kresek dan Kisahnya https://telusuri.id/monumen-kresek-dan-kisahnya/ https://telusuri.id/monumen-kresek-dan-kisahnya/#respond Sun, 18 Apr 2021 08:12:51 +0000 https://telusuri.id/?p=27581 Suatu hari, saya dan salah seorang kawan ditugasi untuk survei tanah wakaf yang ada di Madiun. Tanah ini akan digunakan untuk pembangunan Masjid Kampus Urup, Pusat Pembelajaran Gratis. Siang hari kami berangkat dari Malang menuju...

The post Monumen Kresek dan Kisahnya appeared first on TelusuRI.

]]>
Suatu hari, saya dan salah seorang kawan ditugasi untuk survei tanah wakaf yang ada di Madiun. Tanah ini akan digunakan untuk pembangunan Masjid Kampus Urup, Pusat Pembelajaran Gratis. Siang hari kami berangkat dari Malang menuju Nganjuk menggunakan bus. Meski dalam keadaan pandemi, bus masih beroperasi, mengantarkan kami yang hendak melakukan perjalanan. Tentu dengan menggunakan protokol kesehatan, seperti memakai masker, hand sanitizer, dan lain-lain. 

Kami sampai di Terminal Nganjuk sore hari, kawan saya langsung menelpon dua orang teman untuk menjemput kami dan dibawa ke rumahnya untuk beristirahat menunggu pagi tiba, rencana pagi harinya kami akan melanjutkan misi ke Madiun, kota yang lekat dengan guru bangsa Hos Tjokroaminoto. 

Berada di bus, dari Malang menuju Ngajuk/Atmaja Wijaya

Pagi harinya, setelah sarapan, kami pun bersiap-siap untuk mencari lokasi tanah wakaf tersebut. Bermodalkan Google Maps kami meluncur dengan motor Karisma yang sudah lumayan tua, sekira keluaran tahun 2000an. Motor Karisma tua itu melaju dengan kecepatan cukup kencang, berada diantara bus-bus yang berseliweran di jalan raya dari Nganjuk-Madiun. Setelah menempuh perjalanan 1 jam lebih dengan jarak 60-an km/jam, kami sampai di Madiun.

Jalan yang kami tempuh kebanyakan jalan kecil dan terjang, sekira sepanjang 15 km jalan sepi dan gersang. Kiri kanannya dipenuhi tanaman pohon jati. Konon, katanya pohon jati ini adalah proyek pemerintah yang suatu waktu tanah tersebut bisa di klaim menjadi milik pemerintah, itu salah satu pembicaraan kami di sembari mengendara sepeda motor.

Rasa haus dan ngantuk dengan perjalanan yang kami tempuh membuat kami memutuskan untuk beristirahat sebentar di warung milik warga, cukup minum es cappucino berharap rasa ngantuk kami hilang. Kami pun langsung melanjutkan perjalanan, menuju lokasi yang terlihat tinggal beberapa kilometer lagi pada layar Google Maps.

Sesampai di lokasi sesuai petunjuk, kawan saya menerima telepon bahwa tanah yang akan diwakafkan belum bisa di survei. Katanya tanah itu belum selesai dibicarakan dengan keluarganya. Jadilah kami tak tahu harus kemana lagi.

Mengunjungi Monumen Kresek

Beberapa menit kami menunggu di sebuah gubuk tepi sawah, kami pun diperintah untuk melanjutkan survei untuk mencari tempat DIKSARNAS atau Pendidikan Dasar Nasional, sebuah pendidikan bagi kaum muda dari Yayasan Peneleh Jang Oetama tempat kami dibina. Kami diminta melakukan survei ke Monumen Kresek.

Melihat lokasi yang tidak jauh dari tempat kami istirahat, kami langsung menuju ke sana, akan tetapi jalan yang ditunjukkan Google Maps ini tetap jalan kecil dan terjal, di kiri kanan hanya ada satu dua rumah warga dan jarak antar rumah yang satu dengan yang lain pun cukup berjauhan.

15 menit dalam perjalanan, kami sampai di Monumen Kresek, di Desa Kresek, Kecamatan Dungus, Kabupaten Madiun. Monumen Kresek dijadikan tempat wisata bersejarah, tak sedikit orang yang mengunjungi. Saat tiba, kami bertemu dengan orang-orang yang berduyungan datang pergi sekeluarga besar meski hanya untuk sekedar makan bersama. 

Tugu Monumen Keresek/Atmaja Wijaya

Monumen Kresek merupakan salah satu peninggalan bersejarah, menjadi saksi bisu atas kejadian pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Monumen ini dibangun dengan tujuan mengenang peristiwa tersebut dan juga mengenang jasa para korban.

Di sini terdapat rekam jejak para korban kekejaman PKI yang berjumlah 17 orang. Mulai dari TNI sampai pamong desa. Daftar nama-nama korban tertulis pada sebuah di area monumen yang dekat dengan sepasang gapura. Sedangkan tepat di depan tugu terdapat ornamen patung yang menggambarkan bagaimana PKI melukai para korban.

Monumen Kresek
Lorong keluar Area monumen/Atmaja Wijaya

Tak jauh dari tugu, terdapat sebuah pendapa berukuran sekitar 6 x 2 meter, berlantai keramik hitam. Di sini kami mengamati dua patung dengan makna yang berbeda. Untuk dapat melihat lebih dekat, kami harus menaiki tangga.

Patung tersebut menggambarkan kisah seorang kiai atau pemuka agama yang mengalami kekejaman oleh PKI. Diceritakan, PKI banyak menyerang pesantren dan membunuh kiai lantaran mereka tidak suka pada otoritas seorang kiai.

Di bawah patung terdapat aliran air langsung tersambung dengan kolam di bagian bawahnya. Dekat dengan area monumen terdapat taman-taman berisi gobuk-gobuk ramai diduduki pengunjung. Hiasan di jalan lorong jalan keluar area monumen menggunakan payung-payung gantung warna-warni. 

Selepas mengamati dan mempelajari sedikit cuplikan sejarah di Monumen Kresek ini, kami beranjak pulang ke Nganjuk, tempat kami menginap semalam. Sekira magrib, kami tiba di penginapan yang berjarak kurang lebih 60 km dari lokasi survei tadi.

The post Monumen Kresek dan Kisahnya appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/monumen-kresek-dan-kisahnya/feed/ 0 27581