malioboro Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/malioboro/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 23 Sep 2024 09:18:59 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 malioboro Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/malioboro/ 32 32 135956295 Menengok Wajah Baru Museum Benteng Vredeburg https://telusuri.id/menengok-wajah-baru-museum-benteng-vredeburg/ https://telusuri.id/menengok-wajah-baru-museum-benteng-vredeburg/#respond Mon, 23 Sep 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42721 Museum dulunya identik dengan kata-kata “kuno”, “jadul”, dan “tua”. Memang benar museum mempunyai tugas menjaga dan merawat benda-benda yang mempunyai nilai sejarah. Namun, selain itu museum juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan pariwisata. Oleh...

The post Menengok Wajah Baru Museum Benteng Vredeburg appeared first on TelusuRI.

]]>
Museum dulunya identik dengan kata-kata “kuno”, “jadul”, dan “tua”. Memang benar museum mempunyai tugas menjaga dan merawat benda-benda yang mempunyai nilai sejarah. Namun, selain itu museum juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan pariwisata. Oleh karenanya saat ini banyak museum yang berbenah mengikuti perkembangan zaman, termasuk Museum Benteng Vredeburg.

Museum Benteng Vredeburg tidak pernah sepi pengunjung karena terletak di lokasi yang strategis, tepatnya Jalan Margomulyo No. 6, Yogyakarta. Berada di kawasan Titik Nol Jogja. Untuk memberikan pelayanan terbaik, Museum Benteng Vredeburg melakukan beberapa perbaikan dalam infrastruktur dan pelayanannya. Kini Museum Benteng Vredeburg berada di bawah naungan Indonesian Heritage Agency (IHA), yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kemendikbudristek. 

IHA mengelola 18 museum dan galeri, serta 34 cagar budaya yang ada di Indonesia. Agensi ini didirikan dengan tujuan mengimajinasikan ulang kekayaan sejarah dan budaya bangsa secara inklusif dan kolaboratif. IHA secara resmi diluncurkan ke publik pada Kamis, 16 Mei 2024. Acara tersebut berlokasi di Museum Benteng Vredeburg yang telah direnovasi, dengan dihadiri secara langsung oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, dan beberapa figur publik nasional lainnya.

Menengok Wajah Baru Museum Benteng Vredeburg
Halaman Museum Benteng Vredeburg (virtualtourvredeburg.id)

Sejarah Benteng Vredeburg Sebelum Menjadi Museum

Benteng ini menjadi saksi akan sejarah yang pernah terjadi di Yogyakarta. Pada awalnya benteng didirikan pada 1760 sebagai tempat istirahat para tentara kolonial dan pejabat kolonial beserta keluarga. Maka dahulu disebut sebagai Rustenburg yang berarti benteng peristirahatan. Lalu berubah nama menjadi Vredeburg yang berarti perdamaian, karena pihak kolonial bisa berdamai dengan Keraton Yogyakarta.

Niat awal pembangunan Benteng Vredeburg adalah untuk menjaga keamanan Keraton Yogyakarta. Namun, pada faktanya tujuan utamanya adalah untuk mengawasi pergerakan keraton dan menjadi benteng perlawanan terhadapnya. Peristiwa Geger Sepoy, Perang Jawa, dan konflik-konflik lainnya antara pihak kolonial dan Keraton Yogyakarta selalu melibatkan Benteng Vredeburg sebagai salah satu basis pertahanan pihak kolonial.

Ketika masa penjajahan Jepang, Benteng Vredeburg dijadikan markas Kempeitai (unit polisi Jepang), gudang mesiu, dan rumah tahanan bagi orang-orang Belanda dan Indo-Belanda serta kaum politisi RI yang menentang Jepang. Setelah kemerdekaan, benteng diambil alih oleh militer Republik Indonesia meski pada 1948 Belanda sempat menguasai lagi karena Agresi Militer Belanda II. Benteng Vredeburg baru dialihfungsikan sebagai sebuah museum setelah Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengizinkan pengadaan perubahan bangunan sesuai dengan kebutuhan. 

Di tahun 1987, museum Benteng Vredeburg baru dibuka untuk umum dan berdasarkan SK Mendikbud No. 0475/0/1992 tanggal 23 November 1992, Museum Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional. 

Menengok Wajah Baru Museum Benteng Vredeburg
Sudut foto di selatan Museum Benteng Vredeburg dengan pemandangan terbuka ke kawasan Titik Nol Yogyakarta/Imam Basthomi

Koleksi-koleksi Museum Benteng Vredeburg

Sebagai salah satu cagar budaya di Indonesia, koleksi utama adalah bangunan Benteng Vredeburg itu sendiri. Tidak seperti Benteng Vastenburg yang ada di Surakarta, Benteng Vredeburg masih terawat baik dengan ruang-ruang yang ada di dalamnya. Di dalam benteng kita bisa melihat bekas parit, jembatan, pintu gerbang benteng. Di sana juga masih berdiri bangunan-bangunan bekas kantor, barak tentara, tempat tinggal perwira, gudang senjata, kamar untuk tamu, dapur, tempat pengadilan, penjara, dan klinik.

Bangunan tempat tinggal perwira sekarang dimanfaatkan sebagai Diorama I dan II. Diorama I berisi koleksi realia dan minirama yang mengisahkan perjuangan dari masa Perang Diponegoro sampai kolonialisme Jepang. Sementara Diorama II berisi koleksi-koleksi yang menjelaskan peristiwa perjuangan pasca kemerdekaan hingga Agresi Militer Belanda I.

Di sebelah utara Diorama II adalah Diorama III yang dahulu merupakan barak para tentara. Di dalam diorama tersebut kita akan melihat koleksi-koleksi yang mengisahkan peristiwa sejarah dari Perjanjian Renville hingga adanya pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS). Beralih ke sisi timur Diorama III, ada Diorama IV yang dulunya tempat dansa atau hiburan para perwira. Di sana kita akan disajikan koleksi-koleksi yang merepresentasikan peristiwa sejarah sejak terbentuknya NKRI hingga masa Orde Baru.

  • Menengok Wajah Baru Museum Benteng Vredeburg
  • Menengok Wajah Baru Museum Benteng Vredeburg

Apa yang Baru dari Museum Benteng Vredeburg?

Setelah direnovasi dan dipugar, banyak hal baru di Museum Benteng Vredeburg. Sekarang museum memiliki parkir motor dan mobil yang berada di sisi selatan benteng. Dengan adanya parkir ini, para pengunjung tidak perlu bingung lagi untuk mencari tempat parkir kendaraan. Sementara di sebelah selatan juga ada spot taman dengan tempat duduk yang mana bisa menikmati suasana benteng, mengunjungi Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, atau melihat gedung Bank Indonesia dan Kantor Pos Besar Yogyakarta.

Museum Benteng Vredeburg saat ini buka sampai malam. Hari Senin–Kamis buka dari pukul 08.00–20.00 WIB, lalu akhir pekan (Jumat, Sabtu, Minggu) museum buka sampai pukul 22.00 WIB. Pengunjung bisa masuk dengan mendapatkan tiket di loket lalu pindai barcode tiket untuk masuk ke lingkungan museum. Dari pintu masuk bagian barat kita bisa memilih untuk langsung ke dalam benteng atau minum cokelat dulu di Kafe Rustenburg. 

Ada beberapa hal yang baru pascarenovasi museum. Pertama, ada Souvenir Shop yang menggantikan ruang Mini Studio yang digunakan untuk memutar film-film dokumenter atau profil museum. Di Souvenir Shop kita bisa membeli oleh-oleh, seperti kaus, mug, gantungan kunci, tote bag, dan stiker. Kedua, di dalam museum kini juga ada kantin (minimarket), sehingga pengunjung yang merasa lapar dan haus setelah menjelajah seluruh museum bisa membeli makanan ringan dan minuman di kantin tersebut. Lokasinya berada di sebelah utara Diorama II.

Pada Diorama I-IV kini menggunakan pintu masuk otomatis. Koleksi-koleksi di dalamnya diatur dan ditata ulang, serta dilengkapi dengan papan-papan interaktif yang modern dan lebih canggih. Lalu selain membuat taman patriot yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi, pihak museum juga merenovasi kids corner dan mengadakan dream corner untuk kebutuhan pengunjung dari kalangan anak-anak. Untuk hari Senin–Rabu, keduanya hanya dibuka sampai pukul 12.00 WIB.

Yang tak kalah seru, museum kini memiliki event pertunjukan Video Mapping dan Musikoloji. Keduanya hanya ada ketika hari Jumat, Sabtu, dan Minggu saja. Pengunjung dapat menikmati permainan musik-musik tradisional dan modern, serta dapat melihat metamorfosis perjalanan sejarah bangunan museum.

Menengok Wajah Baru Museum Benteng Vredeburg
Pertunjukkan Video Mapping saat malam/Imam Basthomi

Bagi pengunjung Museum Benteng Vredeburg, jangan lupa untuk tetap mematuhi aturan-aturan yang ada seperti berikut:

  1. Anak di bawah 10 tahun harus dalam pendampingan orang dewasa;
  2. Dilarang membawa senjata api, senjata tajam, dan obat-obatan terlarang;
  3. Dilarang membawa hewan peliharaan;
  4. Dilarang merokok dalam jenis apa pun;
  5. Dilarang menyentuh dan bersandar pada benda koleksi dan vitrin kaca;
  6. Dilarang makan dan minum di dalam ruangan;
  7. Dilarang membawa tas ransel besar di dalam ruang pamer. Tas bisa dititipkan di pos keamanan;
  8. Dilarang membawa mainan di dalam ruang pamer;
  9. Dilarang berlarian di dalam ruang pamer;
  10. Dilarang berbicara keras di dalam ruang pamer; dan
  11. Dilarang membuang sampah sembarangan.

Bagaimana, tertarik untuk berkunjung ke Museum Benteng Vredeburg?

* * *

Museum Benteng Vredeburg
Jl. Margo Mulyo No.6, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55122
Instagram: @museum.benteng.vredeburg
Website: vredeburg.id

Jam operasional
Senin–Kamis: 08.00–20.00 WIB
Jumat–Minggu: 08.00–22.00 WIB

Harga tiket
Senin–Kamis (08.00–20.00 WIB)
Anak-anak (maksimal 12 tahun): Rp10.000
Dewasa: Rp15.000
Foreigner: Rp30.000

Jumat–Minggu (08.00–15.30 WIB)
Anak-anak (maksimal 12 tahun): Rp15.000
Dewasa: Rp20.000
Foreigner: Rp40.000

Jumat–Minggu (16.00–22.00 WIB)
Anak-anak (maksimal 12 tahun): Rp20.000
Dewasa: Rp25.000
Foreigner: Rp50.000


Foto sampul: Halaman Museum Benteng Vredeburg (virtualtourvredeburg.id)


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menengok Wajah Baru Museum Benteng Vredeburg appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menengok-wajah-baru-museum-benteng-vredeburg/feed/ 0 42721
The Manifestations of Overtourism in Indonesia https://telusuri.id/the-manifestations-of-overtourism-in-indonesia/ https://telusuri.id/the-manifestations-of-overtourism-in-indonesia/#respond Tue, 06 Feb 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41097 Indonesia’s increasing focus in the tourism sector has brought with it the very real threat of overtourism. The environmental degradation caused by tourism activities are not just a hypothetical concern. Recently, there was much public...

The post The Manifestations of Overtourism in Indonesia appeared first on TelusuRI.

]]>
Indonesia’s increasing focus in the tourism sector has brought with it the very real threat of overtourism. The environmental degradation caused by tourism activities are not just a hypothetical concern. Recently, there was much public discourse surrounding the government’s “super premium tourism” initiative targeting Komodo Island. This proposal sparked protests from various groups, raising issues such as the potential eviction of local residents and the shrinking habitat of the Komodo dragon. Additionally, popular tourist destinations like mountains experience overcrowding during peak seasons like the August 17th Independence Day celebration. This influx of visitors not only poses an environmental threat but also increases the risk of COVID-19 transmission.

Here are several tourist attractions in Indonesia currently experiencing overtourism:

1. Borobudur

The Manifestations of Overtourism in Indonesia
Borobudur Temple via TEMPO/Abdi Purnomo

This iconic Central Javanese monument is a favorite among cultural tourists. As one of Indonesia’s architectural masterpieces, it’s no surprise that Borobudur highly attracts both local and international visitors. In 2019, the annual number of visitors reached 4.39 million, which is equal to an average of 12,000 daily visitors.

Coordinating Minister for Maritime and Investment Affairs , Luhut Pandjaitan, expressed concern that the surge in visitors has negatively impacted the temple’s structure. As reported by TEMPO on March 21, 2021, Borobudur has implemented “quality tourism” measures in accordance with the 1979 master plan.

2. Mount Semeru

The Manifestations of Overtourism in Indonesia
Climbers at the peak of Mount Semeru via TEMPO/Fajar Januarta

Mountains in Indonesia are generally experiencing overcrowding due to the ever-increasing number of visitors. The allure of aesthetic mountain photos shared on social media entices new climbers to attempt the ascent. Semeru, the highest mountain on the island of Java, is no exception. Its popularity boomed after a film featuring young climbers was released. Since then, Semeru has become increasingly crowded with visitors.

Fortunately, the management has taken steps to address the surge by implementing an online booking system that limits climbing quotas. Regular and occasional closures also help manage visitor numbers and allow ecosystems to recover from the impact of climbing activities.

3. Komodo Island

The Manifestations of Overtourism in Indonesia
Tourists photograph Komodo dragons on Komodo Island, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) via TEMPO/Rully Kesuma

The sole habitat of the Komodo dragon, which is also part of the UNESCO World Heritage Site attracts tourists from all corners of the globe. However, the continuous rise in tourist arrivals poses a threat to this unique ecosystem.

The government’s declaration of Komodo Island as a super premium destination has sparked controversy. The massive construction of a “Jurassic Park”—themed development project is believed to disrupt the Komodo dragons’ habitat, which has already been negatively affected by the increasing popularity of the tourist attraction. Protests from various entities, including UNESCO, have called for a review of the potential environmental impact of this project.

4. Malioboro

The Manifestations of Overtourism in Indonesia
During the pandemic, Malioboro was still full of visitors via ANTARA/Andreas Fitri Atmoko

The icon of Yogyakarta is always bustling with tourists inevitably making a stop at Malioboro. Situated in the heart of Yogyakarta City, it has become a natural center for crowd gathering. While the economy thrives in this area, the excessive busyness has taken its toll. Malioboro suffers from issues like disorganized parking and numerous cases of stalls charging exorbitant prices due to fierce competition.

5. Bali

The Manifestations of Overtourism in Indonesia
Kuta Beach, Bali via ANTARA/Fikry Yusuf

Bali remains the top destination for both international and domestic tourists visiting Indonesia. Tourism businesses flourish here, and it is the primary source of income for many. However, this rapid growth has had negative consequences for local residents. Excessive resource consumption by the tourism industry has led to a decline in the quality and quantity of water throughout Bali. Land scarcity is another growing issue, as rice fields that were once abundant in urban areas have been converted into business centers. Moreover, coastal abrasion continues to threaten Bali’s beaches, causing them to erode at an alarming rate.

Written by: M. Irsyad Saputra
Translated by: Novrisa Briliantina


Cover photo:
Borobudur Temple in Magelang, Java Timur. Uncontrolled crowds of visitors can cause the temple to increasingly lose its capacity/TEMPO-Abdi Purnomo


Get to know your Indonesia better through our Instagram and Facebook Fanpage.
Interested in sharing your story? Come on, submit your writing.

The post The Manifestations of Overtourism in Indonesia appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/the-manifestations-of-overtourism-in-indonesia/feed/ 0 41097
Selasar Malioboro dan Perjalanan yang Berputar-putar https://telusuri.id/selasar-malioboro-dan-perjalanan-yang-berputar-putar/ https://telusuri.id/selasar-malioboro-dan-perjalanan-yang-berputar-putar/#respond Sat, 17 Sep 2022 02:48:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35259 Selepas keluar dari Stasiun Tugu, kaki yang kurang lebih satu seperempat jam berdiri dalam kereta harus sesegera mungkin melangkah ke Kawasan Malioboro. Cuaca semakin terik. Pagi menjelang siang, Yogyakarta kala itu memang cukup menyengat. Orang...

The post Selasar Malioboro dan Perjalanan yang Berputar-putar appeared first on TelusuRI.

]]>
Selepas keluar dari Stasiun Tugu, kaki yang kurang lebih satu seperempat jam berdiri dalam kereta harus sesegera mungkin melangkah ke Kawasan Malioboro. Cuaca semakin terik. Pagi menjelang siang, Yogyakarta kala itu memang cukup menyengat. Orang lalu lalang, banyak yang terlihat sebagai pendatang dan wisatawan. Oksigen rasa-rasanya menipis.

Keluar dari Stasiun Tugu
Keluar dari Stasiun Tugu/Rosla Tinika S

“Kangelan ambegan,” (susah bernafas) ucap salah seorang kawan.

“Rebutan karo wong akeh ngene,” (rebutan [oksigen] sama banyak orang) sahut kawan saya yang lain. 

Mengingat bahwa perbekalan akan segera dingin, bergegaslah kami mencari tempat untuk menikmatinya. Tepat setelah berbelok ke kiri dari pintu keluar stasiun, ada tempat mumpuni untuk sekadar numpang istirahat, malah jauh lebih baik dari ekspektasi kami. Namun, baru berjalan beberapa langkah menuju ke sana, kami menjumpai deretan bangunan dengan warna putih yang lebih nyaman untuk tempat singgah. “Slasar Malioboro,” begitu nama tempat yang tertera pada sebuah pathok informasi jalan berwarna hijau.

Mampir di Slasar Malioboro

Jalan di ujung pedestrian Slasar Malioboro
Jalan di ujung pedestrian Slasar Malioboro/Rosla Tinika S

Kawasan Slasar Malioboro ini mengusung konsep heritage yang menunjukkan Jogja klasik. Perpaduan warna putih gading sepanjang bangunan merepresentasikan Yogyakarta tempo dulu, namun dengan sentuhan modern. Selayaknya arti namanya, Slasar Malioboro merupakan area transisi dari luar menuju Malioboro. Menjadi welcoming area para pengunjung serta sebagai penghubung antara stasiun terbesar di sini. Area yang berada di sebelah utara jantung Kota Yogyakarta ini juga asyik untuk nongkrong.

Sayangnya, karena banyak sekali pengunjung, kami agak kesulitan mendapatkan kursi. Apalagi saat ini banyak pengunjung yang sudah sepuh, jadi kami memprioritaskan kursi untuk mereka. Kami akhirnya duduk di emperan sebuah retail, dengan alas plastik wadah roti yang kami beli di stasiun.

Di sini ada pula Angkringan Kopi Jozz kang tansah kondang kaloka di Jogja, yang kini terlihat lebih estetik dan modern. Tetap eksis dengan setiap sajiannya, lumrah jika banyak pembeli yang sliwar-sliwer.

Slasar Malioboro hadir bersama 18 retail dan 30 UMKM dengan harapan mendongkrak perekonomian masyarakat. Selain itu, segala kebutuhan pengunjung Malioboro utamanya penumpang kereta bisa terpenuhi dengan adanya retail yang ada. Mulai dari makanan, minuman, buah tangan hingga kebutuhan lain. Oleh karenanya, setelah dua orang kawan saya sambat kehausan dan seret saat makan roti, saya anjurkan untuk membeli minuman di salah satu retail minimarket untuk membeli beberapa air mineral. Sementara saya yang sudah membawa botol minum berisi air yang bersumber dari kaki Gunung Lawu memilih menunggunya.

Kawasan yang memiliki luas 1.700 m2 ini memiliki jalur pedestrian dari sebelah timur pintu keluar hingga persimpangan arah Malioboro yang ditandai dengan Loko Coffee Shop Malioboro Yogyakarta. Kafe yang memiliki ikon tulisan Yogyakarta dengan nuansa kuning dan merah.

Sate yang dijajakan di sekitar Slasar Malioboro
Sate yang dijajakan di sekitar Slasar Malioboro/Rosla Tinika S

Trotoar di Slasar Malioboro juga ramai oleh pedagang kaki lima, beragam kuliner khas Yogyakarta pun bisa ditemui di sini. Ada sate, es kunir asem yang rasanya Jogja banget, hingga beragam oleh-oleh seperti bakpia, dodol, geplak, dan wingko babat. Di beberapa pojok area, ada live musik dari pengamen jalanan.

Kawasan yang dibuka pada 1 Maret 2021 lalu ini merupakan wujud program dari PT KAI yang tidak hanya fokus pada layanan transportasi, tapi juga kenyamanan para pelanggan. Upaya tersebut nampak dari adanya Shower Locker, sebuah tempat yang dapat menjadi tempat para penumpang kereta untuk mandi dan menitipkan barang bawaan. Letaknya berada di sisi timur pintu keluar stasiun. Shower Locker menerapkan transaksi non tunai sistemnya canggih yaitu smart locker.

Ngumbara di Kawasan Cagar Budaya Malioboro

Selepas menunggu kawan-kawan menghabiskan roti, kami berjalan ke Malioboro. Pedestrian tak seramai Slasar Malioboro tadi. Sejak adanya relokasi PKL, tidak ada lagi lapak-lapak yang memadati area pejalan kaki. Kebijakan ini dibuat salah satunya dengan tujuan mengembalikan fungsi Kawasan Cagar Budaya Malioboro sebagai lintasan para pejalan kaki. Fasilitas umum untuk teman difabel juga kembali berfungsi sebagaimana mestinya.

Walau terasa lebih lengang, himbauan para petugas keamanan agar para pengunjung menjaga tas, dompet, handphone, dan barang-barang berharga lain dari tindak kriminal tidak luput dari amatan. Dulu, banyak orang menyarankan untuk meletakkan tas di depan dada supaya aman dari copet. Kini, pun masih.

Setelah beberapa menit melangkah, seorang kawan meminta agar kami mampir ke Mall Malioboro, saya turut mengiyakan. Sesuai aturan, sebelum masuk mal, kami harus memindai sertifikat vaksin pada aplikasi PeduliLindungi.

Kami berputar-putar cukup lama di dalam mal untuk mencari headset, barang yang diinginkan kawan saya. Setelah bertanya salah seorang pegawai di mal, headset tersebut ternyata berada di lantai paling bawah. Setelah mencari eskalator turun selama kurang lebih setengah jam, barulah kami bertemu dengan retail yang menjual headset tersebut. Perjalanan yang panjang. Padahal “cuman” headset yang sebenarnya bisa di beli di mana saja.

Keluar dari mal, kami melanjutkan perjalanan dengan menyisir Kawasan Malioboro. Benar saja kata orang, jika Malioboro itu romantis. Romansa di Jogja pun mulai terlihat. Ada beberapa pasang manusia yang sedang kasmaran lalu lalang. Ada pula yang tengah melakukan swafoto lengkap dengan pakaian kejawen, ada pula yang sekadar jalan dan duduk di bangku yang tersedia. Jasa seorang fotografer nampak laris manis di sini.

Malioboro yang terbagi menjadi 5 zona kami susuri dari setiap jengkalnya. Bermula dari Zona 1 yakni sepanjang Grand Inna sampai dengan Mall Malioboro, berlanjut ke Zona 2 yang terbentang Mall Malioboro hingga Mutiara. Kemudian menuju pada Zona 3 yaitu Halte Transjogja 2 ke arah Suryatmajan, lalu ke Zona 4 dari Suryatmajan hingga Pabringan. Dan terakhir di Zona 5 sepanjang Pabringan sampai Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Pedagang es kencur murni
Pedagang es kencur murni/Rosla Tinika S

Pembagian zona ini awalnya bertujuan untuk mengatasi kepadatan wisatawan saat awal pandemi COVID-19. Kini pemerintah kota melengkapi zona-zona tersebut dengan fasilitas swafoto dan tidak ada lagi pendeteksi suhu tubuh  yang tergantung di tangan patung prajurit ikon setiap zona. Akan tetapi, informasi mengenai patung prajurit tersebut masih dapat dibaca jelas oleh pengunjung. Selain itu, pengunjung juga bisa memindai informasi tempat wisata yang tersedia dengan ponsel.

Pada musim liburan seperti sekarang ini, Jogja tampak padat. Bangku-bangku pedestrian penuh terisi, kecuali yang terkena panasnya sorot mentari. Oleh karenanya, para pejalan kaki harus ekstra berhati-hati dengan lalu lalang kendaraan bermotor.

Ada satu hal yang menarik dari alat transportasi di Jogja. Andong-andong di sini dikemudikan seorang kusir yang mengenakan setelan batik lengan panjang lengkap dengan blangkon khas lelaki Jogja. Selain itu, ada pula becak sepeda motor yang sebelumnya jarang ditemui di sini.

Sayangnya keindahan Kawasan Malioboro sedikit banyak terusik oleh sampah-sampah yang berserakan, meski tak jarang setiap sudut tersedia tempat sampah. Plastik bungkus es, kertas bungkus makanan, sedotan nampak awut-awutan bahkan tumpahan es yang terlihat jelas mengotori area pedestrian.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Selasar Malioboro dan Perjalanan yang Berputar-putar appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/selasar-malioboro-dan-perjalanan-yang-berputar-putar/feed/ 0 35259
Suasana Malam Malioboro Kala Pandemi COVID-19 https://telusuri.id/suasana-malam-di-malioboro-di-tengah-pandemi-covid-19/ https://telusuri.id/suasana-malam-di-malioboro-di-tengah-pandemi-covid-19/#respond Sat, 20 Nov 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30287 Jumat, 18 Juni 2021, merupakan pengalaman berhargaku menikmati suasana malam di Malioboro saat pandemi COVID-19. Menuju ke sana berawal dari ketidaksengajaan. Terus terang, aku agak labil ketika dihadapkan banyak pilihan yang membuatku lama mengambil keputusan....

The post Suasana Malam Malioboro Kala Pandemi COVID-19 appeared first on TelusuRI.

]]>
Jumat, 18 Juni 2021, merupakan pengalaman berhargaku menikmati suasana malam di Malioboro saat pandemi COVID-19. Menuju ke sana berawal dari ketidaksengajaan. Terus terang, aku agak labil ketika dihadapkan banyak pilihan yang membuatku lama mengambil keputusan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kawasan Malioboro merupakan salah satu destinasi wisata Yogyakarta yang selalu ramai dikunjungi para wisatawan lokal dan mancanegara. Pedagang kaki lima, tukang becak, pak kusir, seniman, dan pelaku usaha kreatif berkumpul di titik yang sama. Jangan lupa, pedagang lokal, Plaza Matahari, dan Pasar Beringharjo siap memenuhi selera belanja konsumen.

Karena Malioboro merupakan salah satu pusat Kota Jogja, maka rute jalan menuju ke sana dibuat searah. Tujuannya tentu untuk mengurai kemacetan. Hampir setiap kota turut merasakan gerahnya kemacetan. Apalagi ketika berada di pusat kota. Setiap perayaan momen tertentu, misal lebaran dan malam pergantian tahun, kemacetan sudah menjadi masalah klasik dalam tata ruang perkotaan.Pandemi memang merubah kondisi pariwisata Jogja secara keseluruhan. Kini, para pramuwisata se-DIY tidak henti-hentinya menghimbau wisatawan agar manut protokol kesehatan. Langkah seperti ini perlu diapresiasi meskipun tidak semua wisatawan menurut imbauan tersebut. Maka tidak heran, kawasan objek wisata menjadi salah satu sarang penyebaran penyakit menular.

Pose Bang Yudis di Malioboro
Pose Bang Yudis di Malioboro/Genta Ramadhan

Awalnya, aku diajak oleh Bang Yudis, teman se-indekos, untuk makan angin. Kebetulan sekali, aku perlu piknik untuk mengurangi rasa suntuk di indekos. Banyak orang juga merasakan hal yang serupa sepertiku. Sebelumnya, niat kami ialah makan nasi uduk samping Martabak KumKum. Lokasinya berada di Sagan, tepatnya Jalan Prof. Herman Yohanes. Sayangnya warung ini berhenti beroperasi akibat kebijakan PPKM bulan Juli silam.

Setelah salat Magrib, kami berangkat ke sana menggunakan motor. Di sana, menu makanan tersedia cukup banyak. Sistem pengambilan makanan berupa prasmanan. Artinya, konsumen boleh memilih teman nasi sesuai selera. Namun, porsinya tetap diatur oleh si penjual. Menariknya, metode pembayaran pun juga kekinian, yaitu tunai dan pindai barcode QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).

Hotel Grand Inna Mutiara
Hotel Grand Inna Mutiara/Genta Ramadhan

Seperti biasa, aku dan Bang Yudis menikmati makan malam. Ibarat isi baterai ponsel sebelum digunakan. Di sana, aku mengamati Bang Yudis sedang asyik menggunggah aktivitasnya ke media sosial. Nampaknya, ada orang lain juga melakukan hal yang serupa. Aku bertanya sendiri, untuk apa manusia sekarang unggah story di media sosial pula?

Setelah ritual makanan, kami bersiap-siap meluncur ke Malioboro. Namun, kami harus menunggu teman kampus Bang Yudis yang katanya sedang dalam perjalanan. Kata Bang Yudis, dia berasal dari Bangka yang barusan tiba di Jogja. Hal ini membuatku kesal karena tindakan blunder Bang Yudis. Alhasil rencana berangkat kami tertunda setengah jam dari yang rencana awal. Namun setelah aku mencoba menguasai diri agar emosiku tidak meledak, akhirnya aku memaklumi alasannya dan berlapang dada.

Akhirnya, kami berangkat ke Malioboro. Karena Jalan Prof. Herman Johannes dibuat searah, terpaksa kami memutar arah. Untungnya, ada gang kecil yang bisa memangkas waktu perjalanan menuju jalan protokol menuju simpang Gramedia. Setibanya di sana, kami memarkir motor di Taman Parkir Abu Bakar Ali. Tempat ini merupakan lahan parkir vertikal untuk kendaraan bermotor yang berdekatan dengan kawasan Malioboro. 

Kami memarkir motor di lantai tiga. Desain taman parkir ini cocok untuk kawasan wisata karena banyak wisatawan berlalu lalang di Malioboro. Selain itu, ada stasiun kereta Tugu yang selalu sibuk melayani arus penumpang kereta.

Aku dan Gapura Kampung Ketandan
Aku dan Gapura Kampung Ketandan/Genta Ramadhan

Sekarang, waktunya menjelajahi Malioboro.

Kami bertiga menikmati suasana malam Malioboro dengan syahdu. Sesekali, aku kembali menengok Jogja Library (Joglib). Dulu ketika ada tugas kuliah dan lagi gabut, aku sering bertandang ke sana untuk mencari koran. Biasa, sesekali aku bernostalgia soal Joglib. Di depannya, terdapat Hotel Grand Inna menjadi landmark area Malioboro. Jangan lupa, Malioboro juga menyediakan kawasan pedestrian dan spot foto yang menjanjikan.

Syahdan, kami berjalan ke arah Alun-Alun Utara Kraton. Sepanjang perjalanan, aku melihat gang kecil dengan nama kampung yang khas. Salah satunya, Kampung Ketandan yang merupakan rumah warga berketurunan Tionghoa. Selain itu, terdapat deretan arsitektur Tionghoa yang menjadi ciri khas Kampung Ketandan. Aku sering melihat gapura kawasan itu, tetapi belum masuk gang lebih dalam. Istana Agung dan Benteng Vreedebrug juga terletak lokasi yang sama.

Kaki kami penat setelah berjalan terlalu lama. Seperti biasa, aku dan Bang Yudis menemani teman Bang Yudis membeli oleh-oleh. Kemudian, aku berniat membeli oat milk sebagai cemilan. Sayangnya, toko ini tutup begitu cepat karena pandemi. Alih-alih demikian, kami mencari warung makan lesehan untuk mengisi tenaga. Sayangnya, aku tidak membelinya karena harga makanan disana mahal. Sebagai gantinya, aku menikmati wedang ronde yang menyegarkan. Setelah selesai, kami kembali ke indekos dengan perasaan penat dan bercampur puas.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Suasana Malam Malioboro Kala Pandemi COVID-19 appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/suasana-malam-di-malioboro-di-tengah-pandemi-covid-19/feed/ 0 30287
2 Rute Jalan Kaki di Sekitar Malioboro Jogja yang Mesti Kamu Coba https://telusuri.id/jalan-kaki-di-sekitar-malioboro-jogja/ https://telusuri.id/jalan-kaki-di-sekitar-malioboro-jogja/#respond Wed, 06 Jun 2018 09:03:48 +0000 https://telusuri.id/?p=9024 “Duh, ngapain lagi nih di Jogja? Ke pantai udah, ke candi udah, ke hutan pinus udah,” kamu garuk-garuk kepala. Kalau emang kamu udah bingung mau ngapain lagi di Jogja padahal waktu liburanmu masih sisa, nggak...

The post 2 Rute Jalan Kaki di Sekitar Malioboro Jogja yang Mesti Kamu Coba appeared first on TelusuRI.

]]>
“Duh, ngapain lagi nih di Jogja? Ke pantai udah, ke candi udah, ke hutan pinus udah,” kamu garuk-garuk kepala.

Kalau emang kamu udah bingung mau ngapain lagi di Jogja padahal waktu liburanmu masih sisa, nggak ada salahnya buat nyobain jalan kaki di sekitar Malioboro. Ini TelusuRI kasih rekomendasi dua rute jalan kaki di sekitar Malioboro yang mesti kamu jajal.

jalan kaki di sekitar malioboro

Kilometer Nol Malioboro/Fuji Adriza

1. Malioboro—Keraton

Untuk menelusuri rute yang pertama ini, kamu bisa mulai jalan kaki lebih pagi. Kenapa? Soalnya kamu bakal ketemu banyak banget atraksi wisata menarik yang menggoda banget buat dihampiri.

Dari Malioboro, terus ke selatan, kamu bakal menjumpai Pasar Bringharjo yang jadi lokasi favorit para pelancong buat beli oleh-oleh pakaian batik dan bakpia. Lanjut ke selatan, kamu akan tiba di Kilometer Nol Jogja, yang disekitarnya ada Benteng Vredeburg, Gedung Agung, Kantor Pos Besar, dan beberapa gedung jadul dan instagenik.

jalan kaki di sekitar malioboro

Malioboro di malam hari/Fuji Adriza

Menyeberang prapatan Kilometer Nol, kamu bakal memasuki kawasan Keraton Yogyakarta. Begitu kamu jalan melintasi Alun-Alun Utara, atmosfer Jawa jadi makin kental.

Kalau mau, kamu bisa ikutan tur keliling Keraton (08.00-14.00, tiket Rp 7.000 untuk wisatawan domestik) atau mampir ke Museum Kereta Kuda (09.00-16.00, Rp 5.000, membawa kamera Rp 1.000).

jalan kaki di sekitar malioboro

Pulau Cemeti di Tamansari/Fuji Adriza

Dari sana kamu bisa lanjut ke Istana Air Tamansari (09.00-15.00, Rp 5.000) dan reruntuhan Pulau Cemeti di atas bukit kecil.

Setelah keliling-keliling Tamansari, kamu bisa lanjut jalan ke arah Alun-Alun Selatan. Nah, di tempat ini banyak banget yang bisa kamu lakukan. Dua yang jadi favorit pejalan sih nyobain lewat Beringin Kembar dengan mata tertutup dan naik odong-odong keliling alun-alun.

jalan kaki di sekitar malioboro

Sorot lampu bikin Plengkung Gading jadi warna-warni di malam hari/Fuji Adriza

Tapi kamu juga bisa nongkrong di Plengkung Gading yang cuma terpaut sekitar seratus meter dari Alun-Alun Kidul. Dari pintu selatan Keraton Jogja ini kamu bisa duduk-duduk santai menunggu matahari terbenam.

2. Tugu Jogja—Malioboro

Buat jalan kaki lewat rute ini, sebenarnya ada dua pilihan. Pertama, kamu bisa jalan kaki pergi-pulang; kedua, kamu bisa naik angkutan online ke Tugu Jogja baru kemudian jalan kaki dari Tugu ke Malioboro.

Rute ini paling pas buat dijajal sore hari. Selain karena sinar matahari sudah nggak terlalu garang, cahaya sore juga bakal bikin bangunan-bangunan tua di Jalan Margo Utomo (Mangkubumi) tampak lebih gemilang.

tahun baru di jogja

Suasana siang di Tugu Jogja/Fuji Adriza

Tentu saja yang jadi atraksi utama jalur ini adalah Tugu Jogja (Tugu Pal Putih atau Tugu Golong Gilig). Katanya sih belum ke Jogja kalau belum sempat foto-foto di monumen kebanggaan warga Jogja itu.

Rampung foto-foto di Tugu, kamu bisa mampir di beberapa spot wisata kuliner, misalnya angkringan di Kedaulatan Rakyat (KR) dan salah satu dari warung-warung kopi joss di sebelah utara Stasiun Tugu.

jalan kaki di sekitar malioboro

Angkringan KR Jogja/Fuji Adriza

Nongkrong di spot-spot kuliner itu kamu bakal bisa menghayati lagu “Yogyakarta” bikinan Kla Project. (“Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera, orang duduk bersila,” “Musisi jalanan mulai beraksi….”)

Dari kopi joss, kamu bakal menyeberangi perlintasan kereta api, terus tiba di plang “Jl. Malioboro” yang legendaris. Abis foto-foto di sana, menonton pertunjukan angklung fusion jalanan bakal jadi penutup yang bakal sangat berkesan buat sesi jalan kaki di sekitar Malioboro yang baru saja kamu rampungkan.

jalan kaki di sekitar malioboro

Di malam hari trotoar di selatan Stasiun Tugu berubah jadi lapak Kopi Joss/Fuji Adriza

Jadi gimana? Minat buat jalan kaki di sekitar Malioboro?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post 2 Rute Jalan Kaki di Sekitar Malioboro Jogja yang Mesti Kamu Coba appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/jalan-kaki-di-sekitar-malioboro-jogja/feed/ 0 9024