masjid Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/masjid/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Sat, 16 Jul 2022 13:00:26 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 masjid Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/masjid/ 32 32 135956295 Berziarah ke Komplek Wisata Religi Sunan Ampel https://telusuri.id/berziarah-ke-komplek-wisata-religi-sunan-ampel/ https://telusuri.id/berziarah-ke-komplek-wisata-religi-sunan-ampel/#respond Sat, 16 Jul 2022 01:47:00 +0000 https://telusuri.id/?p=34559 Wisata religi memang menjadi salah satu genre wisata minat khusus. Umumnya wisata ini cukup lekat dengan kegiatan menyejukkan batin maupun rohani dan tidak terlalu memfokuskan kepada urusan duniawi semata. Meski demikian, wisata religi tetap mendapatkan...

The post Berziarah ke Komplek Wisata Religi Sunan Ampel appeared first on TelusuRI.

]]>
Wisata religi memang menjadi salah satu genre wisata minat khusus. Umumnya wisata ini cukup lekat dengan kegiatan menyejukkan batin maupun rohani dan tidak terlalu memfokuskan kepada urusan duniawi semata. Meski demikian, wisata religi tetap mendapatkan tempat sebagai pilihan wisata. Di Surabaya, Komplek Wisata Religi Sunan Ampel menjadi salah satu destinasi wisata religi para peziarah.

Warga asli Surabaya mengenalnya sebagai Komplek Masjid Ampel karena memang terdapat masjid besar yang berusia cukup tua dan memiliki rekam sejarah panjang di dalamnya. Jika kamu pernah melakukan wisata religi khususnya untuk napak tilas perjalanan Wali Songo di tanah Jawa, pastinya tidak asing dengan tempat ini. Namun ternyata, tidak hanya keberadaan Sunan Ampel—salah satu anggota Wali Songo—saja yang menjadi daya tarik tempat ini.

Bangunan Masjid Ampel Dari Sisi Selatan (Zahir)
Bangunan Masjid Ampel dari sisi selatan/Zahir

Bangunan Masjid Megah Berusia Tua

Di area komplek Wisata Religi Sunan Ampel terdapat sebuah masjid tua yang dikenal dengan nama Masjid Ampel. Masjid yang tergolong cukup besar ini menjadi salah satu masjid tertua di Kota Surabaya, bahkan menjadi salah satu masjid tertua di Provinsi Jawa Timur. Menurut penuturan beberapa orang, konon Masjid Ampel dibangun sejak abad ke-13 oleh Raden Rachmat, nama asli Sunan Ampel.

Sunan Ampel membangun masjid bersama para sahabat dan murid-muridnya kala itu dengan mengambil corak  perpaduan arsitektur Jawa kuno dan meletakkan sentuhan gaya Timur Tengah di beberapa sudut bangunan masjid. Selain itu di beberapa bagian masjid terdapat tiang-tiang dari kayu jati, menambahkan kesan kuno pada bangunan masjid.

Setiap harinya masjid selalu ramai oleh para pengunjung baik mereka yang beribadah maupun para pengunjung yang sekedar ingin menikmati arsitektur klasik dari bangunan Masjid Ampel tersebut.

Gerbang Masuk Area Makam Sunan Ampel (Zahir)
Gerbang masuk area makam Sunan Ampel/Zahir

Makam Sunan dan Keluarga

Lazimnya tempat ziarah, area Komplek Wisata Religi Sunan Ampel memiliki beragam tempat ziarah yang tersebar di sekitar area Masjid Ampel. Lokasi ziarah utama yakni adalah tempat pemakaman Sunan Ampel beserta para keluarga dan muridnya. Lokasi makam ini berada tepat di belakang bangunan Masjid Ampel.

Sunan Ampel sendiri dikisahkan lahir di negeri Champa yang kini masuk wilayah antara negara Vietnam dan Laos. Beliau lahir pada tahun 1401 dan wafat pada tahun 1481, dimakamkan di area barat Masjid Ampel. Beliau dikenal sebagai salah satu Wali Songo yang turut andil dalam penyebaran islam di Nusantara khususnya di Pulau Jawa.

Area Komplek Makam KH Mas Mansyur (Zahir)
Area komplek makam KH Mas Mansyur/Zahir

Selain makam Sunan Ampel, di sini juga terdapat beberapa makam lain dan makam pahlawan nasional. Salah satu pahlawan nasional yang dimakamkan di area Masjid Ampel adalah KH. Mas Mansyur. Beliau merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional yang cukup aktif dalam dunia politik khususnya perpolitikan umat muslim kala itu. Makam beliau menjadi satu dengan makam dari Keluarga Gipo yang juga merupakan tokoh masyarakat dalam pergerakan umat Islam di Kota Surabaya.

Tidak jauh dari lokasi makam ini terdapat sebuah makam yang terbilang cukup unik, yakni sebuah makam dari seorang murid sekaligus marbot Masjid Ampel, Mbah Soleh. Fakta menariknya, Mbah Soleh dikisahkan meninggal sembilan kali. Hal inilah yang membuat makam beliau terdapat sembilan pusara di lokasi yang sama.

Makam Mbah Sonhaji atau Mbah Bolong (Zahir)
Makam Mbah Sonhaji atau Mbah Bolong/Zahir

Sebuah makam dengan nama Mbah Sonhaji atau lebih dikenal dengan nama Mbah Bolong berdiri di samping kanan area makam Sunan Ampel. Semasa hidupnya, beliau dipercaya memiliki sebuah “karomah” atau kelebihan yang tidak bisa dinalar logika. Kelebihan beliau yakni mampu melihat Ka’bah di Kota Mekkah langsung dari Surabaya. Padahal pada masa itu hampir mustahil melihat langsung Ka’bah yang berjarak ribuan kilometer dari Kota Surabaya dengan mata telanjang.

Kisah ini diyakini juga menjadi salah satu penentu arah lokasi kiblat saat pembangunan Masjid Ampel. Sebenarnya, kemampuan Mbah Sonhaji dirasa cukup masuk akal karena beliau juga dikenal sebagai seorang nahkoda kapal yang sangat menguasai ilmu perbintangan.

Area Pasar Masjid Ampel (Zahir)
Area pasar/Zahir

Area Pasar yang Selalu Ramai

Di area komplek Wisata Religi Sunan Ampel juga terdapat dua pasar yang menjual beragam pernak-pernik ziarah dan kebutuhan umat islam. Mulai dari baju koko dan busana muslim, kitab-kitab dan Al-Qur’an. Ada juga beragam aksesoris khas Timur Tengah.

Tak hanya itu, beberapa pedagang menjual beragam makanan khas Surabaya seperti rujak cingur, lontong balap hingga kuliner khas dari Timur Tengah seperti nasi kebuli, kopi rempah, gule maryam, dan beragam kuliner lainnya.

Kapan-kapan, kamu tertarik berkunjung?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Berziarah ke Komplek Wisata Religi Sunan Ampel appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/berziarah-ke-komplek-wisata-religi-sunan-ampel/feed/ 0 34559
Singgah ke Masjid Tiban https://telusuri.id/masjid-tiban-malang/ https://telusuri.id/masjid-tiban-malang/#respond Tue, 30 Nov 2021 12:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31468 Bulan Ramadan adalah bulan suci bagi umat muslim di seluruh dunia. Penganut agama Islam akan berlomba-lomba menambah frekuensi beribadat kepada Tuhan. Bersimpuh kepada Sang Maha Pencipta biasanya dilakukan di rumah ataupun di masjid. Lalu bagaimana...

The post Singgah ke Masjid Tiban appeared first on TelusuRI.

]]>
Bulan Ramadan adalah bulan suci bagi umat muslim di seluruh dunia. Penganut agama Islam akan berlomba-lomba menambah frekuensi beribadat kepada Tuhan. Bersimpuh kepada Sang Maha Pencipta biasanya dilakukan di rumah ataupun di masjid. Lalu bagaimana jadinya jika niat peribadatan dibarengi dengan berwisata? Bisa, wisata religi jawabannya. 

Kekhusyukan doa yang dipanjatkan pada bulan ini, mengingatkan saya akan kunjungan ke sebuah masjid di Kabupaten Malang, Masjid Tiban. Masjid yang menjulang tinggi di antara pemukiman rumah warga nampak kontras dengan rangkaian arsitektur khas Timur Tengah. Dominasi warna biru dan putih mampu membuat nilai kemewahannya meningkat.

Masjid yang terletak di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang ini tidak hanya sebuah masjid yang umum ditemui. Cerita dari mulut ke mulut terkait unsur mistis mengiringi kemegahan bangunannya. Hal inilah yang mampu menarik minat jamaah sekaligus wisatawan untuk singgah.

Pintu Masuk Masjid Tiban
Pintu masuk Masjid Tiban/Melynda Dwi

Kisah pembangunan satu malam

Bukan hanya Candi Prambanan dengan tokoh Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang-nya. Ataupun Dayang Sumbi dan Sangkuriang pada Tangkuban Perahu saja. Pembangunan Masjid Tiban disebut-sebut masyarakat setempat telah dikendalikan oleh jin.

Äh, karena kepercayaan inilah yang menjadikan saya terbawa suasana. Bagaimana tidak, saat melangkahkan kaki menuju pintu masuk. Saya begitu terpedaya dengan cerita tersebut tatkala melihat menara masjid. Kemewahan yang dibalut nuansa mistis sangat kental menggelayuti pikiran.

Kata ‘tiban’ dalam Bahasa Jawa berarti sesuatu yang muncul secara tiba-tiba atau timbul dengan tidak diduga. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya isu di masyarakat bahwa kemunculan Masjid Tiban adalah mendadak tanpa perencanaan. Karena ini juga yang menyebabkan masyarakat dari luar kota berbondong-bondong mengunjungi Masjid Tiban untuk membuktikannya. Sehingga masjid ini tidak pernah terlihat sepi pengunjung.

Pembangunan Masjid Tiban
Pembangunan Masjid Tiban /Melynda Dwi

Nyatanya hal ini hanyalah mitos belaka yang entah dari mana asalnya cerita ini bermula. Isu masjid yang mendadak jadi dan tanpa ada proses pembangunan sudah terbantahkan. Masjid Tiban telah dibangun sejak tahun 1968 hingga 1978. Dan pembangunan masjid ini sebenarnya masih terus dilakukan hingga saat ini dengan tujuan semakin memperindah.

Pembangunan masjid yang berada satu kompleks dengan Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Bihaaru Bahri’ Asali Fadlaailir Rahmah, dipimpin oleh Kiai Haji Ahmad Baru. Beliau adalah pengasuh ponpes sekaligus sebagai pengarah bagi para santri dalam kegiatan pembangunan. Namun ada hal unik dari aktivitas pembangunannya, karena beliau tidak menggunakan jasa arsitek. Penentuan ukuran, pemilihan warna dan penggunaan hiasan dilakukan melalui proses salat istikharah. Petunjuk yang diperoleh dari salat istikharah ini yang mampu menghasilkan keindahan masjid yang saat ini ada di depan saya ini.

Tujuan pendirian Masjid Tiban digadang-gadang sebagai obat atau penyejuk hati umat Islam terutama para santri. Tidak ada jumlah pasti besaran dana yang telah dikeluarkan, tetapi kira-kira telah mencapai angka 800 miliar.

Masjid Tiban begitu identik dengan banyaknya menara yang terpajang. Dari pintu masuk saja, pengunjung akan disajikan menara berbentuk persegi panjang dengan dua kubah tersusun vertikal. Selanjutnya pengunjung akan menemui bangunan mengerucut berwarna jingga sebagai pos penjagaan. Kubah terbesar berada di puncak masjid, yang disebut sebagai gunungan. Tidak ada tarif masuk yang dikenakan, tetapi sumbangan dari penjuru negeri sudah mampu menyukseskan pembangunannya.

Ada “pasar” di dalam masjid

Seperti ketika memasuki kawasan masjid pada umumnya, jamaah diwajibkan melepaskan alas kaki. Dengan luas yang sangat besar, saya merasa tidak Seperti ketika memasuki kawasan masjid pada umumnya, jamaah diwajibkan melepaskan alas kaki. Dengan luas yang sangat besar, saya merasa tidak berkunjung ke sebuah masjid. Namun serasa sedang mengelilingi perumahan.

Satu hal yang membuat saya berkesan, yaitu saat bertualang tanpa menggunakan sandal. Setiap orang terlihat setara, tidak memandang harta dan tahta, semuanya sama di hadapan Tuhan. Layaknya abdi dalem pada suatu kerajaan, jamaah tak beralas kaki seakan hidup hanya untuk mengabdikan diri kepada-Nya.

Suasana dalam Masjid
Suasana dalam Masjid TIban/Melynda Dwi

Selain kata megah yang mampu menggambarkan Masjid Tiban, kata luas juga pantas disematkan untuknya. Masjid Tiban berdiri di kompleks ponpes dengan luas sekitar 6,5 hektare. Padanan ornamen mosaik keramik Turki, India, Mesir, Spanyol hingga Rusia menambah nilai estetika.

Ukirannya sangat rapi, saat saya menyentuhnya begitu terasa halus. Karena hampir keseluruhan permukaan bangunan berlapiskan keramik, suasana sejuk nan dingin akan menembus kulit. Bangunan masjidnya pun terdiri dari 10 lantai dan konon katanya tidak ada yang tahu jumlah pasti keseluruhan ruangan yang mencapai ratusan itu. 

Saat berwisata religi, tidak lengkap rasanya jika melewatkan satu hal, yaitu berbelanja. Seperti pada Sunan Bonang di Tuban atau Sunan Drajat di Lamongan, selalu ada pasar di luar areal makam bagi pengunjung yang ingin berburu oleh-oleh. Begitu pula di sepanjang perjalanan menuju pintu masuk Masjid Tiban, berjejer pedagang mulai dari makanan hingga pakaian.

Namun ada satu hal yang menurut saya unik di Masjid Tiban ini. Di dalam masjid, tepatnya di lantai 5 difungsikan sebagai kawasan pertokoan. Iya, jadi pengunjung berbelanja di dalam masjid. Barang-barang yang dijual juga beragam, mulai dari tasbih hingga jenang. Karena saya baru tahu ada pasar di dalam masjid, yang hanya ada di Masjid Tiban ini.

Mungkin ada masjid yang lain?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Singgah ke Masjid Tiban appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/masjid-tiban-malang/feed/ 0 31468
Senja Awal September di Pelataran Masjid Terapung Al-Jabbar https://telusuri.id/senja-awal-september-di-pelataran-masjid-terapung-al-jabbar/ https://telusuri.id/senja-awal-september-di-pelataran-masjid-terapung-al-jabbar/#respond Fri, 10 Sep 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30485 Siang menjelang petang, sahabat saya, Zelphi, dan saya duduk lesehan di pelataran salah satu masjid di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kami sengaja mengaso sejenak dalam perjalanan menggunakan sepeda motor dari daerah Pamoyanan, Cicalengka, menuju...

The post Senja Awal September di Pelataran Masjid Terapung Al-Jabbar appeared first on TelusuRI.

]]>
Siang menjelang petang, sahabat saya, Zelphi, dan saya duduk lesehan di pelataran salah satu masjid di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kami sengaja mengaso sejenak dalam perjalanan menggunakan sepeda motor dari daerah Pamoyanan, Cicalengka, menuju Kota Cimahi.

Hari itu adalah hari pertama di bulan September 2021. Kata orangtua dahulu, bulan-bulan yang namanya berakhiran ‘ber’ adalah bulan-bulan musim penghujan. Tapi, itu mungkin dahulu, saat zaman masih dibilang normal. Sekarang, sering kali pergantian musim tidak lagi sesuai dengan pola iklim yang semestinya berjalan. Kemarau dapat saja berlangsung lebih lama dari yang kita perkirakan, seperti yang terjadi pada tahun 2015 dan tahun 2019 lalu.

Lalu-lintas di Jalan Soekarno-Hatta Bandung
Lalu-lintas di Jalan Soekarno-Hatta Bandung/Djoko Subinarto

“Nanti, kita mampir ke masjid terapung di Gedebage. Mudah-mudahan cuacanya bagus,” kata Zelphi sembari membereskan tas punggungnya.

Kami segera berkemas untuk melanjutkan perjalanan. 

Jarak yang harus kami tempuh dari Rancaekek ke masjid terapung di Gedebage sekitar 14 kilometer. Untuk menuju Gedebage, ada beberapa pilihan rute. Kami memilih rute kampung, yaitu dengan mengikuti aliran Sungai Citarik.

Alasan memilih rute tersebut antara lain untuk menghindari ruas Jalan Raya Rancaekek. Sebagai jalan raya utama yang menghubungkan Bandung dan Garut serta Tasikmalaya, Jalan Raya Rancaekek senantiasa disesaki aneka jenis kendaraan. Di jam-jam sibuk saat pergantian shift pekerja pabrik, kemacetan dan kebisingan sulit terhindarkan.

Sungai Citarik
Sungai Citarik/Djoko Subinarto

Rancaekek dulunya adalah kawasan pertanian. Awal tahun 1980-an, sebagian kawasan Rancaekek mulai berubah menjadi kawasan industri—dengan berbagai dampak positif dan negatifnya. Menuju Gedebage dari Rancaekek menggunakan rute kampung dengan menyusuri aliran Sungai Citarik, selain terbebas dari kemacetan dan kebisingan, mata kita pun sedikit dimanjakan dengan suguhan panorama perkampungan di mana sawah dan kebun masih dapat kita saksikan.

Sepeda motor melaju tidak terlalu kencang. Angin berhembus sepoi-sepoi. Kemarau yang telah berjalan beberapa bulan membuat air Sungai Citarik menyusut drastis. Namun, sungai itu tidak kering kerontang sama sekali. Kami sempat melihat beberapa orang berdiri di tepi sungai sedang membereskan jala. Mereka adalah warga yang sedang mencari ikan dengan jalan menebar jala ke aliran sungai.

Di bagian lainnya, kami melihat pula sejumlah anak sedang bermain-main di tepi sungai. Beberapa di antaranya berenang-renang di bagian tengah sungai yang airnya tidak begitu jernih dan cenderung berlumpur. Tapi, mereka tampak riang gembira. Saya pikir, ini adalah sebuah kemewahan bagi mereka, setidaknya untuk petang itu.

Matahari semakin condong ke barat. Sinar emas kemerahannya menyorot lembut, menerpa semua benda yang dapat dijangkaunya. Kami mulai memasuki kawasan Gedebage. Tiang-tiang pancang kereta cepat Bandung-Jakarta mulai terlihat dari arah kami melaju. Tak lama kemudian, sosok bangunan masjid terapung mulai terlihat pula. Dari kejauhan kami melihat sejumlah pekerja sedang menyelesaikan pekerjaan mereka menata bagian pelataran depan masjid itu.

Mancing ikan di kompleks Masjid Al-Jabbar
Mancing ikan di kompleks Masjid Al-Jabbar/Djoko Subinarto

Zelphi dan saya memilih menuju sisi selatan masjid. Pelataran di sisi selatan masjid itu masih berupa tanah, yang sebagiannya ditumbuhi rumput-rumput liar. Masjid yang diberi nama Al-Jabbar ini didirikan di atas danau buatan. Nama Al-Jabbar diambil dari salah satu di antara 99 Asmaul Husna (nama Allah), yang artinya Maha Gagah atau Maha Kuasa.

Peletakan batu pertama pembangunan masjid ini dilaksanakan pada tanggal 29 Desember 2017 oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat ketika itu, yakni Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar. Biaya pembangunannya menggunakan APBD Jawa Barat tahun 2017, dengan nilai anggaran mencapai Rp1 triliun.

Masjid yang diyakini bakal menjadi salah satu ikon terbaru Kota Bandung ini awalnya dijadwalkan selesai pada tahun 2020 lalu. Namun, jadwal ini rupanya tak bisa terpenuhi akibat adanya pandemi COVID-19. Sejak pandemi melanda negeri ini, pembangunan Masjid Al-Jabbar dihentikan. Baru awal September 2021, proses penyelesaian pembangunan masjid ini kembali diteruskan. Diperkirakan, pembangunannya baru benar-benar rampung pada tahun 2022 mendatang.

Luas total kawasan masjid terapung Al-Jabbar adalah 26 hektare. Struktur atap bangunannya dibuat bertumpuk simetris. Ada empat menara setinggi 33 meter yang ikut melengkapi keberadaan masjid ini. Dari pelataran Al-Jabbar, jika kita melayangkan pandangan ke arah utara, maka kita dapat melihat panorama pegunungan Manglayang.

Rencananya, danau buatan yang mengelilingi masjid Al-Jabbar akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air baku Kota Bandung dan untuk kepentingan konservasi. Kedalaman danau buatan yang mengelilingi masjid ini sekitar tiga meter. Di tengah suasana senja yang akan segera digantikan malam, saya mendekat ke bibir danau buatan yang mengelilingi Masjid Al-Jabbar. Di sebelah timur dari tempat saya berdiri saat itu, beberapa pria terlihat masih asyik memancing ikan. Namun, tak lama berselang, salah satu dari mereka segera membereskan alat pancingnya. Ia kemudian beranjak pergi menuju sepeda motornya yang diparkir tak jauh dari tempat dia memancing.

Cahaya mentari sudah tenggelam tertutup awan. Saya memberi isyarat kepada Zelphi untuk meninggalkan kawasan itu. Sejurus kemudian, sepeda motor yang kami tumpangi segera melaju keluar dari kawasan kompleks masjid terapung Al-Jabbar, Gedebage, untuk kemudian menuju Jalan Soekarno-Hatta.

Kali ini, tak ada lagi opsi rute kampung. Untuk menuju Cimahi, kami harus menggunakan jalan raya utama, di mana kemacetan di sejumlah titik dan juga kebisingan harus rela kami lakoni.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Senja Awal September di Pelataran Masjid Terapung Al-Jabbar appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/senja-awal-september-di-pelataran-masjid-terapung-al-jabbar/feed/ 0 30485
Menelusuri Masjid Kasunyatan, Saksi Bisu Penyebaran Islam di Tanah Jawara https://telusuri.id/masjid-kasunyatan-banten/ https://telusuri.id/masjid-kasunyatan-banten/#respond Sat, 01 Jun 2019 16:00:52 +0000 https://telusuri.id/?p=14223 “Berhenti di pinggir jalan ini saja, Pak. Nanti jalannya kecil, bis nggak bisa masuk.” Pak Edi, warga lokal yang hari itu jadi pemandu wisata masjid di Banten, memberi arahan pada supir bis. Setelahnya, saya dan...

The post Menelusuri Masjid Kasunyatan, Saksi Bisu Penyebaran Islam di Tanah Jawara appeared first on TelusuRI.

]]>
“Berhenti di pinggir jalan ini saja, Pak. Nanti jalannya kecil, bis nggak bisa masuk.” Pak Edi, warga lokal yang hari itu jadi pemandu wisata masjid di Banten, memberi arahan pada supir bis. Setelahnya, saya dan rombongan diminta turun agar bisa segera berjalan menuju tujuan berikutnya, yakni Masjid Kasunyatan.

Penuh batu, jalan tak beraspal itu jauh dari kata mulus. Setelah melangkah sejauh 300 meter menembus permukiman warga, akhirnya kami disambut oleh sebuah gapura putih yang jadi pintu masuk Masjid Kasunyatan, Banten Lama.

masjid kasunyatan
Gerbang Masjid Kasunyatan/Dewi Rachmanita Syiam

Masjid Kasunyatan terdiri dari beberapa bagian. Sebagian besar sudutnya kaya nuansa khas masjid kuno. Saat memasuki areal masjid, saya sudah langsung dapat melihat pemakaman di sisi utara dan timur yang jadi tujuan ziarah orang-orang dari berbagai penjuru. Lewat jalan yang berada di pinggir pemakaman itulah saya mengitari Masjid Kasunyatan.

Sebuah pintu kecil pembatas areal makam dengan sebuah areal yang lebih luas pun saya lewati. Kini yang di depan saya adalah sebuah bangunan dengan ghat seperti di pinggiran Sungai Gangga. Bentuknya segi empat dan dalamnya kira-kira 6,5 meter. Kolam itu dinaungi atap yang disangga oleh beberapa tiang berselimut lumut. Samar-samar, di bawah sana beberapa ekor ikan meliuk-liuk ke sana kemari.

masjid kasunyatan
Berjalan di samping pemakaman/Dewi Rachmanita Syiam

Itu adalah kolam yang dikeramatkan. Mata airnya tak pernah kering. Dari kolam, air dialirkan ke kamar mandi agar bisa digunakan oleh orang-orang yang hendak mandi kembang. Namun, meskipun sudah dilarang Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), masih tetap saja ada pengunjung nakal yang nekat mandi kembang langsung di kolam.

“Tahu-tahu sudah ada kembang aja di kolam,” ujar salah seorang anggota DKM Masjid Kasunyatan.

masjid kasunyatan
Pengunjung tidak diizinkan untuk mendi di kolam/Dewi Rachmanita Syiam

Dibangun di era Sultan Maulana Yusuf

Masjid Kasunyatan jadi tujuan peziarahan bukan tanpa alasan. Masjid yang dulu bernama Al-Fatihah yang berarti “pembuka” ini konon adalah masjid pertama di Banten. Pembangunannya dilakukan di masa kepemimpinan Sultan Maulana Yusuf, antara 1552-1570.

Selain menjadi masjid pelopor, Masjid Kasunyatan juga menjadi penanda datangnya syariat Islam di Banten setelah lama berada di bawah pengaruh kerajaan Hindu. Di masjid ini jugalah dulu para ulama dari penjuru Indonesia bertemu dan menimba ilmu pengetahuan. Maka, tak heran jika masjid sarat sejarah ini dijadikan sebagai cagar budaya.

masjid banten
Mimbar yang berdampingan dengan “grandfather clock”/Dewi Rachmanita Syiam

Menurut Alya Nadya (2017) dalam “Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten,” nama Kasunyatan berasal dari kata “kasunyian” (tempat menyepinya sultan), “kasunatan” (tempat orang Islam yang disunat), “kanyataan” (tempat yang nyata bagi sultan-sultan), dan dari gelar yang disematkan pada Kyai Dukuh (Pangeran Kasunyatan) yang makamnya berada di kompleks masjid.

Berada di tanah wakaf seluas sekitar 2.544 meter persegi, bagunan utama Masjid Kasunyatan berbentuk segi empat yang menghadap selatan.

Pedang yang dulu kerap dibawa perang/Dewi Rachmanita Syiam

Begitu saya memasuki bangunan utama, gelap menyelimut. Meskipun matahari sedang tinggi, hanya sedikit saja cahayanya yang berhasil menerobos lewat celah-celah di atap masjid; tumpang tiga dengan mamolo di puncak yang disangga empat tiang dengan umpak oktagonal. Barangkali karena zaman dahulu jamaah belum terlalu banyak, ruangan utama Masjid Kasunyatan itu tak begitu besar.

Saya pun duduk di karpet yang tak begitu halus, menghadap lurus ke arah mihrab tempat imam memimpin salat. Objek yang paling mencolok mata adalah mimbar berwarna keemasan yang berdiri berdampingan dengan sebuah grandfather clock. Mimbar itu masih asli. Tiangnya terbuat dari kayu dan tangganya adalah semen berlapis porselen. Di sana dipajang sebuah pedang yang dulu sering dibawa perang.

masjid tertua di banten
Menara masjid yang masih asli/Dewi Rachmanita Syiam

Lalu saya bergerak ke luar menuju salah satu bagian masjid yang keasliannya masih terjaga: menara. Atap bangunan yang menjulang sekira 11 meter itu dilapisi genteng dan dipucuki mamolo. Bentuknya unik, serupa payung sedang dibuka.

Selama beberapa waktu saya berkeliaran di sekitar menara sambil menunggu rekan-rekan seperjalanan yang masih sibuk menyelami sejarah Masjid Kasunyatan. Pikiran saya pun melayang ke sana kemari membayangkan peristiwa-peristiwa apa saja yang pernah terjadi di masjid lintas zaman itu.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menelusuri Masjid Kasunyatan, Saksi Bisu Penyebaran Islam di Tanah Jawara appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/masjid-kasunyatan-banten/feed/ 0 14223
Melawat ke Masjid Agung Serang bareng “Wisata Sekolah” https://telusuri.id/masjid-agung-serang/ https://telusuri.id/masjid-agung-serang/#respond Tue, 28 May 2019 16:30:55 +0000 https://telusuri.id/?p=14145 Bis biru itu sudah terparkir di depan sebuah supermarket di daerah Lebak Bulus, Jakarta. Ojek online yang saya tumpangi segera menepi di depannya. Saya turun lalu menghampiri sekelompok perempuan berbaju merah bertuliskan “Wisata Sekolah.” Mereka...

The post Melawat ke Masjid Agung Serang bareng “Wisata Sekolah” appeared first on TelusuRI.

]]>
Bis biru itu sudah terparkir di depan sebuah supermarket di daerah Lebak Bulus, Jakarta. Ojek online yang saya tumpangi segera menepi di depannya. Saya turun lalu menghampiri sekelompok perempuan berbaju merah bertuliskan “Wisata Sekolah.” Mereka adalah para pemandu jasa tur yang akan mengantar saya keliling berbagai masjid di Banten selama seharian penuh.

Sebenarnya saya sudah jarang sekali jalan-jalan bersama agen wisata. Soalnya, terkadang saya merasa kurang bebas, terlalu diatur. Saat berwisata, yang saya cari adalah perjalanannya bukan destinasi wisatanya. Saya betah lama-lama duduk di kereta ekonomi sambil ngobrol ngalor-ngidul dengan orang yang baru saya kenal ketimbang menghabiskan berhari-hari di destinasi wisata instagenik hanya untuk swafoto atau berburu foto yang akan panen likes nantinya.

masjid-agung-serang
Gerbang Masjid Agung Serang/Dewi Rachmanita Syiam

Namun, akhir pekan kemarin, Minggu, 26 Mei 2019, saya tertarik untuk ikut perjalanan Wisata Sekolah. Pasalnya paket yang mereka tawarkan lumayan menarik, yakni tur keliling beberapa masjid bersejarah dan ikonis di Banten, dimulai dari Masjid Agung Serang yang berada di Jalan Veteran.

Tak lama setelah tiba di titik kumpul, saya naik bis dan berangkat menuju Serang. Selama perjalanan, saya habiskan waktu dengan mengobrol sama kenalan baru, sambil menyaksikan pemandangan di jendela yang berubah dari hiruk pikuk khas Jakarta menjadi suasana khas Banten yang lebih bersahaja. Becak-becak mulai tampak lalu-lalang di jalanan yang tak begitu lebar, berebut jalan dengan kendaraan-kendaraan pribadi.

masjid agung serang
Masjid Agung Serang tampak dari depan/Dewi Rachmanita Syiam

Mulai dibangun tahun 1870

Dua jam kemudian bis itu berhenti dekat Masjid Agung Serang. Masjid yang juga dikenal sebagai Masjid Ats-Tsauroh (Masjid Perjuangan) ini berada di pusat kota. Letaknya berdekatan dengan pusat perbelanjaan.

Pak Edi, sang pemandu lokal, bercerita bahwa saat hari raya jalanan ini bisa macet total. Kendaraan-kendaraan bisa saling beradu dan arus lalu lintas tak bergerak sama sekali. Melihat jalanan yang tak terlalu besar itu saya jadi memakluminya.

masjid banten
Suasana beranda masjid/Dewi Rachmanita Syiam

Kami dibawa melihat menara masjid setinggi sekitar 50 meter yang dibangun tahun 1956. Bagian atapnya unik, seperti dua menara yang bertumpukan dengan bagian bawah berbentuk oktagon. Kapurnya putih, cukup kontras dengan langit yang hari itu sangat biru. Rasa-rasanya menyenangkan sekali kalau bisa naik ke puncak untuk merasakan sensasi yang dialami muazin zaman dahulu setiap kali mengumandangkan azan.

Dari menara, kami beranjak menuju bangunan utama berupa pendopo dan selasar. Saat mengamati tiang-tiang masjid, saya baru menyadari bahwa umpak alias alasnya menarik sekali. Bentuknya seperti labu.

masjid agung serang
Suasana bagian dalam Masjid Agung Serang/Dewi Rachmanita Syiam

Bagian-bagian lain dari masjid itu, misalnya mezanin dan ruang perpustakaan, juga bikin Masjid Agung Serang makin menawan.

Usut punya usut, rumah ibadah yang dulu bernama Masjid Pegantungan ini pertama kali dibangun tahun 1870 semasa pemerintahan Bupati Serang Raden Tumenggung Basudin Tjondronegoro. Arealnya yang seluas sekitar 2,6 Ha berada di tanah wakaf dari sang bupati. Meskipun sejak didirikan sampai sekarang masjid ini sudah mengalami renovasi berkali-kali, bentuk aslinya masih terpelihara di beberapa sudut.

Usai mengelilingi masjid, kami berhenti dekat pendopo. Hanya beberapa langkah dari tangga, sebuah tenda besar penuh logo sebuah vendor sepeda motor hadir. Rupa-rupanya sedang ada acara yang venue-nya memakan sebagian ruang di halaman masjid. Hening yang sejak tadi kami pelihara kini terasa jadi tak berarti lagi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Melawat ke Masjid Agung Serang bareng “Wisata Sekolah” appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/masjid-agung-serang/feed/ 0 14145