mekko Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/mekko/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 14 Oct 2022 01:27:03 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 mekko Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/mekko/ 32 32 135956295 Muda Mudi Mekko https://telusuri.id/muda-mudi-mekko/ https://telusuri.id/muda-mudi-mekko/#respond Sat, 08 Oct 2022 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35668 Bangkit Muda Mudi Mekko bukanlah organisasi pertama yang berdiri di Mekko, namun merupakan kelanjutan dari organisasi sebelumnya yang selalu mengalami patah tumbuh. Hari ini jadi, minggu depan sudah bubar. Meskipun namanya muda-mudi, Bangkit Muda Mudi...

The post Muda Mudi Mekko appeared first on TelusuRI.

]]>
Bangkit Muda Mudi Mekko bukanlah organisasi pertama yang berdiri di Mekko, namun merupakan kelanjutan dari organisasi sebelumnya yang selalu mengalami patah tumbuh. Hari ini jadi, minggu depan sudah bubar. Meskipun namanya muda-mudi, Bangkit Muda Mudi Mekko mewadahi segala usia, dan menjadi organisasi satu-satunya di Mekko yang berbasis warga Mekko. 

Awal perubahan Bangkit Muda Mudi Mekko mulanya dari yang hanya sekedar kelompok sepak bola dan pembantu warga, menjadi sebuah kelompok sadar wisata terjadi pada tahun 2016. 

Potensi Mekko sebagai tujuan wisata bahari dibangun atas pondasi wisata berbasis masyarakat. Dengan bantuan dari WWF, orang-orang dilatih untuk berkecimpung di pariwisata dan segala pelayanannya; menyediakan homestay, melayani tamu untuk berkeliling, pelatihan snorkeling, pembelajaran mengenai laut dan sumber dayanya, dan hal lainnya. Dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup orang Mekko melalui sadar wisata dan menjaga alam Mekko dari perubahan radikal yang merusak alam.

Pasir putih timbul di tengah laut yang menjadi objek wisata di Mekko
Pasir putih timbul di tengah laut yang menjadi objek wisata di Mekko/Arah Singgah

Sebelum pandemi COVID-19, penghasilan dari wisata di Mekko, terutama hari Sabtu–Minggu bisa mencapai 800 ribu per kapal dari puluhan kapal. Sekarang, karena masih masa pemulihan pasca pandemi, wisatawan yang datang tidak sebanyak dahulu. “Mudah-mudahan bisa kembali seperti asal,” harap Pak Bakri yang menahkodai Bangkit Muda Mudi Mekko.

“Seandainya kalau kami sebagai masyarakat Mekko dalam Bangkit ini dipercaya oleh pemerintah, apapun masalahnya, tolong libatkan Bangkit!” seru Pak Bakri berapi-api. Pak Bakri ingin Bangkit menjadi mitra dalam urusan kemaslahatan Mekko karena memang semuanya diisi oleh orang-orang Mekko.

Mekko akan maju kalau orang-orang di Mekko yang banyak dilibatkan
Pak Bakri bercerita Mekko akan maju kalau orang-orang di Mekko yang banyak dilibatkan/Tim Arah Singgah

Pak Bakri mengungkapkan berbagai rencana yang masih urung terwujud. Semisal, hutan-hutan bakau yang belum terjamah wisata ingin dikelola oleh Bangkit Muda Mudi Mekko, sebagai bentuk perluasan sektor wisata di Mekko. Tapi apa daya, setelah semua sudah diukur dan dipetakan bersama instansi terkait, janji tinggalah janji. Rencana itu terbengkalai. Muda Mudi Mekko yang ingin menuntaskan sendiri rencana itu pun susah karena keterbatasan dana.

Mereka pun punya niatan untuk menghijaukan bukit-bukit tandus yang mengelilingi Mekko. Namun, kendala-kendala di luar Mekko lah yang menyebabkan rencana ini urung terwujud.

Mekko dikelilingi oleh bukit-bukit yang tandus
Mekko dikelilingi oleh bukit-bukit yang tandus/Tim Arah Singgah

Pada suatu hari, dalam suatu rapat di aula sekda, Pak Bakri pernah dengan lantang menyebut semua instansi yang datang ke Mekko hanya untuk membual saja. Suasana menjadi panas. Untungnya, Pak Bakri masih bisa menahan diri sambil dipeluk Romo Edu dari Larantuka untuk menenangkannya. Semuanya terdiam.

“Kalau dikatakan Indonesia itu merdeka, kami belum merasakan kemerdekaan itu. Apakah Mekko itu bukan berada di wilayah Kabupaten Flores Timur?”

Merdeka itu kota besar. Kota-kota kecil apalagi dusun. Jangankan untuk merdeka, makan sehari-hari saja masih susah. Merdeka itu tidak sama. Bagi dusun seperti Mekko; air dan listrik yang mengalir saja sudah bagian dari kemerdekaan yang hakiki. Bangkit Muda Mudi Mekko adalah sebuah simbol perlawanan pemuda melawan ketidakadilan di Mekko.

Pipa air dari Masjid
Pipa air dari Masjid/Arah Singgah

Air sekarang melimpah di Mekko bukan tanpa perjalanan panjang. Saat Pak Said mengisi bak yang biasa kami pakai mandi di rumahnya, saya bertanya bagaimana cara pendistribusian air ke rumah-rumah warga di sini. 

Katanya, belum genap setahun, distribusi air dari sumur bor ke rumah warga dipermudah dengan selang air panjang, per drum besar dihargai sekitar 10 ribu. 

“Sebenarnya itu sumur bukan buat warga, tapi buat masjid. Karena airnya banyak jadi juga dimanfaatkan warga dengan bayaran tertentu karena sumur tersebut milik yayasan.” 

Sebelum ada sumur bor, Mekko sering kesulitan mengakses air bersih. Air hanya didapat dari sumur galian yang tidak seberapa dalam. Kalau pagi ada air, menjelang siang, air sudah mengering karena warga sudah mengantri semenjak subuh untuk mendapatkan air. Sekarang Mekko tidak lagi kesulitan air. Bagi warga yang mampu bisa membayar dan mengalirkan air ke rumah, tanpa harus keluar tenaga untuk menimba secara manual. Namun, bagi yang belum ada uang, terpaksa harus menimba secara manual.

Mekko selalu dijanjikan untuk berubah, seperti ketersediaan akses air bersih—selain dari sumur bor yayasan—, listrik, jalanan yang bagus, tapi realisasinya sampai saat ini masih nol besar. 

“Setelah Mekko dikenal dengan potensi wisata, pemerintah sudah mulai masuk ke sini. Setiap masuk mereka selalu tanya apa kebutuhan warga,” ujar Pak Said.

“Warga tuh sampai muak kalau ada acara kumpul-kumpul oleh pemerintah, semuanya janji saja,” keluhnya. 

Pemuda Mekko sedang melaut/Arah Singgah

Mekko yang sudah berada di ujung pulau, dibuat terisolasi oleh keadaan yang memaksa mereka menjadi lebih terbelakang. Belum lagi masalah SDM yang belum mampu memenuhi semua lini. Orang-orang Mekko seringkali putus sekolah di tengah jalan, karena harus membantu orang tua melaut. Orang-orang Mekko tetap berjuang di tengah keterbatasan mereka, meski dalam keadaan yang sukar, meski sekedar mengisi perut untuk melanjutkan hidup keesokan hari. Hidup tidak ramah pada orang-orang Mekko.

***

Pada Agustus 2022, TelusuRI mengunjungi Bali, Kupang, Pulau Sabu, hingga Flores Timur dalam Arah Singgah: Menyisir Jejak Kepunahan Wisata, Sosial, Budaya—sebuah perjalanan menginventarisasi tempat-tempat yang disinggahi dalam bentuk tulisan dan karya digital untuk menjadi suar bagi mereka yang ceritanya tidak tersampaikan.

Tulisan ini merupakan bagian dari catatan perjalanan tersebut. Nantikan kelanjutan ceritanya di TelusuRI.id.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Muda Mudi Mekko appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/muda-mudi-mekko/feed/ 0 35668
Diplomasi Sepakbola Timur https://telusuri.id/diplomasi-sepakbola-timur/ https://telusuri.id/diplomasi-sepakbola-timur/#respond Fri, 07 Oct 2022 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35667 Selain kopi, diplomasi terkuat di Nusa Tenggara Timur adalah sepak bola. Orang-orang begitu terobsesi dengan sepak bola. Begitu pula dengan orang-orang di Pulau Adonara, sepak bola adalah permainan yang digemari berbagai kalangan: tua, muda, anak-anak,...

The post Diplomasi Sepakbola Timur appeared first on TelusuRI.

]]>
Selain kopi, diplomasi terkuat di Nusa Tenggara Timur adalah sepak bola. Orang-orang begitu terobsesi dengan sepak bola. Begitu pula dengan orang-orang di Pulau Adonara, sepak bola adalah permainan yang digemari berbagai kalangan: tua, muda, anak-anak, tidak peduli laki-laki atau perempuan.

Di Mekko, bagi anak-anak muda, kegiatan bermain sepak bola adalah kompetisi nomor satu—yang tidak bisa dibilang hanya sekedar hiburan—karena sepak bola lebih dari sekedar permainan bagi orang timur. 

Sepakbola merekatkan pemuda Mekko, yang pada setiap sore akan selalu bermain
Sepakbola merekatkan pemuda Mekko, yang pada setiap sore akan selalu bermain/Arah Singgah

Alkisah, suatu ketika ada dua orang Bajo dari Labuan Bajo datang ke Mekko untuk melatih orang-orang Mekko bermain sepak bola, dua orang ini memang sudah terkenal dengan kemampuannya yang hebat. Mereka bersepakat membentuk tim baru dengan nama Hercules Mekko—menggantikan tim sebelumnya yang kurang mentereng. Sempat menembus delapan besar, namun sayang kesebelasan ini harus gugur sebelum mencapai partai pamungkas. Sampai sekarang, Hercules Mekko adalah klub sepak bola kebanggaan orang-orang Mekko.

Menurut Pak Said, orang-orang di Adonara bermain dengan adat. Taktik, adat, dan kemampuan adalah hal yang harus dimiliki pesepak bola Adonara. Orang yang ingin menang akan melakukan segala cara, tetapi tanpa adat, kemenangan tidak akan pernah bisa di dapat. Ketika dulu bermain membela Mekko, Pak Said pernah bertemu lawan yang menggosokkan minyak babi ke tubuh mereka, agar licin dan tidak dipegang oleh orang-orang Bajo.

Beberapa orang memilih untuk menonton pertandingan untuk menghabiskan waktu sore
Beberapa orang memilih untuk menonton pertandingan untuk menghabiskan waktu sore/Arah Singgah

“Main bola di Adonara ini macam perang saja,” ucap Ale mengomentari cerita Pak Said. 

Ale bercerita bagaimana di tempat asalnya, Larantuka, persaingan sepak bola itu adalah persaingan gengsi antar desa. Siapa yang menanglah yang akan membawa harum nama desa. Meskipun kompetisi ini dalam skala kecil, antusias orang-orang untuk melihat pun tak terelakkan. Saya melihat sendiri bagaimana supir mobil yang kami tumpangi di Larantuka turun di tengah jalan dan lebih memilih untuk menonton sepak bola daripada mengantarkan kami sampai ke tujuan, hingga akhirnya salah satu temannya lah yang mengantarkan kami sampai ke Pelabuhan Pante Palo.

Sepak bola adalah salah satu cara membaur termudah bagi saya. Di beberapa daerah yang pernah saya singgahi, saya selalu menjajal kemampuan saya untuk beradu bola kaki dengan pemuda-pemuda kampung. Pada suatu petang, lapangan berukuran 100 x 50 itu sudah digeromboli pemuda. Ada yang memakai jersey dan sepatu, lengkap dengan kaus kaki panjang. Ada yang bertelanjang kaki dan kaus katun kumal. Saya termasuk golongan yang kedua. Pak Said berencana meminjamkan sepatu, tapi saya menolak, karena ukuran sepatu saya agak sulit untuk dicari. Sore itu lapangan dipenuhi 18 pemain yang dibagi dua. Kaki saling beradu di antara pasir dan rumput. Gol demi gol bersarang di masing-masing gawang.

Kumpulan bocah yang tidak mau ketinggalan untuk bermain bola/Arah Singgah

Pertandingan bola berakhir 15 menit sebelum azan Magrib berkumandang, menyisakan waktu untuk beristirahat dan membeli minuman dingin. Uniknya, saya diberitahu bahwa setiap pertandingan bola di Mekko, pasti ada salah satu dari kedua belah pihak yang bertanding untuk bertaruh uang, siapa yang bakal menang. Meski tensi pertandingan seperti terlihat biasa saja, ada aroma persaingan yang kuat tentang siapa yang terbaik, siapa yang berhak mewakili Mekko untuk bertanding keluar.

“Besok main lagi ya!” ucap salah satu dari mereka selepas pertandingan usai. Saya mendapat kado spesial dari lapangan ini, dua jempol kaki saya melepuh karena menginjak batu tajam.

“Kalau di sini, main harus pakai adat juga,” lagi-lagi celoteh soal adat keluar dari mulut salah seorang dari mereka, seakan menegaskan kata yang diucapkan Pak Said kepada saya sebelumnya. Di sisi lain dusun, kumpulan bapak ibu ikut meramaikan suasana sore di Mekko dengan bermain voli. Olahraga ini tidak mengeluarkan energi yang terlalu banyak, dan mainnya pun bisa sambil santai, ketawa-ketiwi. 

Ngobrol bersama pak Bakri
Ngobrol bersama pak Bakri/Arah Singgah

Menyinggung soal adat, Pak Bakri menegaskan kepada saya bahwa adat di Adonara itu sangat kuat. Saya mencoba memahami apa arti adat yang ia maksud. Kalau boleh diterjemahkan secara bebas, adat di Adonara merujuk pada pemahaman “kualat”.

Menurut keyakinan orang Adonara, apapun dalam hidup bergantung dengan adat, termasuk pertandingan bola tidak akan bisa dimenangkan oleh mereka yang melanggar secara adat kepada orang dari kampung lain. “Biar bagaimana orang di sana atau pakai tenaga bayaran, sedangkan kita pemain kampung semua, kalau kita terbebas dari semua (adat) itu, tetap akan kalah mereka,” ucap Pak Bakri bersemangat. Adat memanglah bukan sebuah ritus atau bagian dari praktek agama, tetapi ia mengakar jauh dalam sanubari masyarakat nusantara sebagai nilai-nilai yang menjaga kesopanan dan pantangan. Kepercayaan ini mengakar kuat di berbagai daerah di Indonesia dengan mengambil macam bentuk dan kata yang berbeda dengan maksud yang sama, seperti kualat, pamali, kapuhunan, dan adat.

“Banyak dari anak-anak kita, saudara-saudara kita yang masuk pesantren tidak percaya adat lagi. Karena mereka menganggapnya syirik,” celotehnya.

“Kau masuk ke Adonara, kau tidak percaya itu barang (adat), kau mati!” Pak Bakri kembali menegaskan perkataannya.

Kalau ditelaah, pantangan-pantangan yang diberikan semua masuk akal dan kalau sekiranya dikaitkan dengan agama pun sudah pasti akan sesuai. Contohnya di Adonara, meskipun pukat seorang nelayan sudah penuh, jangan sekali-kali mencoba mengambilnya, karena malapetaka akan datang pada seorang yang berbuat jahat. Apa yang kau tanam, itulah yang kau tuai. Itulah adat Adonara. Deheman Pak Bakri di akhir kalimat yang ia ucap, cukup menyimpulkan bagaimana hidup harus sesuai laku, baik atau buruknya akan berbalas kepada diri sendiri.

***

Pada Agustus 2022, TelusuRI mengunjungi Bali, Kupang, Pulau Sabu, hingga Flores Timur dalam Arah Singgah: Menyisir Jejak Kepunahan Wisata, Sosial, Budaya—sebuah perjalanan menginventarisasi tempat-tempat yang disinggahi dalam bentuk tulisan dan karya digital untuk menjadi suar bagi mereka yang ceritanya tidak tersampaikan.

Tulisan ini merupakan bagian dari catatan perjalanan tersebut. Nantikan kelanjutan ceritanya di TelusuRI.id.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Diplomasi Sepakbola Timur appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/diplomasi-sepakbola-timur/feed/ 0 35667
Memulai Kebun Pertama di Mekko https://telusuri.id/memulai-kebun-pertama-di-mekko/ https://telusuri.id/memulai-kebun-pertama-di-mekko/#respond Thu, 06 Oct 2022 02:48:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35666 Teh panas adalah minuman yang tepat untuk menghantarkan obrolan kami bersama beberapa orang; Pak Jabar, Pak Said, dan Pak Bakri. Kebetulan Pak Bakri adalah orang Mekko yang sudah melalang buana ke berbagai tempat di Indonesia,...

The post Memulai Kebun Pertama di Mekko appeared first on TelusuRI.

]]>
Teh panas adalah minuman yang tepat untuk menghantarkan obrolan kami bersama beberapa orang; Pak Jabar, Pak Said, dan Pak Bakri. Kebetulan Pak Bakri adalah orang Mekko yang sudah melalang buana ke berbagai tempat di Indonesia, termasuk kawasan lainnya di Asia Tenggara; Brunei Darussalam dan Malaysia.

Diskusi bersama pak Said dan pak Bakri
Diskusi bersama Pak Said dan Pak Bakri/Arah Singgah

Orang Mekko menurut Pak Bakri hanya mempunyai dua pilihan: merantau ke daerah orang untuk belajar, atau melaut seperti kebiasaan orang-orang Bajo.

“Anak muda, apalagi kalau sudah putus sekolah, ya melaut,” ujar Pak Bakri mengeluhkan kesempatan anak muda dari Mekko.

Pengalaman Pak Bakri selama merantau, membawanya pada satu kesimpulan: pertanian adalah yang paling memungkinkan dilakukan orang Bajo di Mekko untuk memperbaiki taraf hidup. Membawa orang Bajo yang berdarah laut untuk kemudian bertani? Sepertinya terdengar unik atau mustahil?

“Saya melihat dari bertani ini, penghasilannya luar biasa. Kalau ada orang yang suruh saya pilih nelayan atau petani, saya pilih menjadi petani,” ujar Pak Bakri, suaranya dengan mantap meyakinkan bahwa pilihan yang pernah ia jalani ketika di perantauan ini tidak salah lagi. Dengan bertani, hasil panen dapat diperkirakan sejak jauh-jauh hari. Sedangkan melaut tidak bisa diprediksi. Bisa banyak, bisa sedikit. Harapannya dengan bertani, setidaknya hasil panen dapat menjadi sandaran orang-orang Mekko ketika hasil laut tidak seperti yang diharapkan.

Rencana hari ini adalah kami akan membantu Pak Said untuk membuat kebun pertama di Mekko. Kebun ini mini, paling hanya tiga langkah orang dewasa. Bedengan berada tepat di bawah jendela ruang tamu dan kamar. Atas perintah Syukron, kami berempat mulai mencari tanah yang bisa dijadikan bahan dasar pupuk. Ada empat bahan dasar yang harus kami kumpulkan; tanah humus, ranting dan daun kering, arang kayu, dan kotoran hewan. Sebelumnya, kami merebus gula putih dan gula merah yang dibeli dari pasar untuk menjadi campuran yang disebut molase.

Kami melewati lapangan bola di ujung dusun untuk sampai pada tempat yang dituju. Gunung Ili Ape menjulang, diiringi embikan kambing yang sedari tadi mengiringi motor supra butut Ale yang menerabas lapangan. Di selokan depan lahan kosong itu, saya Syukron, Ale, Ayu dan Pak Said memungut tanah dengan sekop dan cangkul. Ada sekitar tujuh karung yang berhasil kami bawa ke rumah. Tidak jauh dari lahan kosong tersebut, di kandang kambing milik Pak Jabbar, kami memungut remah-remah kotoran kambing. Debu membumbung ke angkasa ketika Syukron memasukkan kotoran kambing ke dalam karung. Baunya tidak seberapa, karena sebelumnya sudah kering terpanggang matahari Mekko.

Mengambil tanah dalam parit/Arah Singgah

Orang-orang dusun tampak bingung, antara mengerti atau tidak dengan kami yang lalu lalang bak pekerja bangunan. Saya dan Ale yang mengantar karung-karung berisi tanah dan kambing, disapa warga dengan anggukan dan senyuman. Roda supra butut Ale melibas rumput dan mengusir ayam yang menghalangi jalan kami.

Sebelum matahari gugur ke peraduan, kami semua telah mencampurkan semua bahan dasar. Syukron melakukan tahap akhir dari pembuatan media tanam organik dengan menyiramkan campuran gula merah dan gula putih yang telah direbus dengan air. Untuk pemakaiannya, kami tambahkan Em4 dengan perbandingan 3 tutup botol molase dan 1 tutup botol Em4. Tanah yang telah dicampur tersebut kemudian ditutupi oleh tikar serta karung untuk mempercepat proses kesuburan tanah.

Membuat pupuk organik cair/Arah Singgah

Seusai mengolah tanah, malam harinya kami beristirahat sambil mengobrol tentang berbagai kejadian di Mekko, salah satunya angin seroja yang sempat menggemparkan bumi NTT.

“Waktu angin seroja, semuanya panik karena ada isu air naik dan tsunami,” kenang Pak Said. Angin seroja waktu itu menyebabkan curah hujan tinggi dan badai yang mengamuk tanpa ampun. Pak Said mengisahkan bagaimana kepanikan di Mekko menyebabkan orang-orang berlarian menuju ke Witihama yang lebih tinggi.

“Sekembali dari Waiwerang, saya mendapati orang-orang yang berlarian keluar dari Mekko. Ketika sampai di rumah, istri sama anak-anak saya kok udah nggak ada, eh ternyata sudah lari duluan ke arah Kalimati,” kenangnya. Kepanikan angin seroja yang berlangsung selama seminggu itu membuat Pak Said “tidur pistol” di kursi dengan pintu terbuka, jaga-jaga jika air laut pasang mendadak.

Besoknya, kami mencampurkan kembali beberapa tanah ke dalam polybag untuk menambah media tanam selain bedengan yang kami buat di bawah jendela. Biji tanaman yang sudah disemai kami pindahkan masing-masing ke dalam satu polybag.

Kami juga membuatkan Pak Bakri puluhan polybag yang sudah diisi dengan tanah campuran. Dirinya yang memang sudah lama ingin mencoba berkebun di Mekko, membulatkan tekad bersama Pak Said untuk menjadi contoh bagi orang-orang di Mekko untuk memulai kebun dari rumah.

Fahri dan Pak Said sedang membibit/Arah Singgah

Kami menaruh polybag di samping rumahnya, tepatnya di sebuah rangka rumah yang sudah tidak terpakai. Fahri, anaknya Pak Bakri yang berusia 12 tahun dengan bertelanjang kaki menyirami satu per satu polybag untuk menjaga kelembaban tanah yang sudah dicampur. Penting untuk tetap lembab, karena udara panas Mekko gampang sekali membuat tanah kering dan kehilangan unsur haranya.

“Tangan dan kakinya itu juga basah kayak kamu,” celoteh Pak Bakri sambil menunjuk anaknya, setelah sehari sebelumnya ia memperhatikan kaki saya yang berkeringat ketika memindahkan tanah ke dalam polybag.

“Anak saya ini kalau main bola, sering bawa beberapa kaus kaki buat ganti,” tambahnya.

“Kelas berapa?” tanya saya kepada Fahri, penasaran.

“Tidak sekolah,” jawabnya polos.

“Males sekolah dia,” timpal Pak Bakri. Fahri, dengan senyum simpul menanggapi ocehan bapaknya, lalu mengambil sebongkah biskuit yang sudah terbuka dan memakannya perlahan-lahan.

Memasang jaring dalam rumah polybag/Arah Singgah

Polybag sudah tersusun rapi, sesuai ukuran dan target tanaman yang akan ditanam, kini tinggal memasang pukat mengelilingi rumah agar terhindar dari ayam yang sering mengais tanah. Wadah-wadah bekas telur, kami jadikan sebagai tempat untuk menumbuhkan bibit sebelum dipindah ke polybag.

Tanah yang sudah siap ditanami itu selalu disiram pada pagi hari oleh Pak Said dan Pak Bakri. Bibit-bibit kangkung, cabai, sawi, bayam, terong, dan tomat mulai muncul pada hari ketiga. Melihat bagaimana bibit mulai tumbuh memang masih pada tahap awal, setidaknya pucuk tanaman yang mulai berkembang, seakan memberikan harapan yang sama pada Mekko. Mekko yang tandus ini bisa menjadi Mekko yang hijau kalau diniatkan dengan sungguh-sungguh. Awal yang bagus untuk perubahan Mekko.

***

Pada Agustus 2022, TelusuRI mengunjungi Bali, Kupang, Pulau Sabu, hingga Flores Timur dalam Arah Singgah: Menyisir Jejak Kepunahan Wisata, Sosial, Budaya—sebuah perjalanan menginventarisasi tempat-tempat yang disinggahi dalam bentuk tulisan dan karya digital untuk menjadi suar bagi mereka yang ceritanya tidak tersampaikan dan nantinya dapat digunakan bagi para pemangku kebijakan sebagai pertimbangan dalam merubah suatu tatanan yang telah ada.

Tulisan ini merupakan bagian dari catatan perjalanan tersebut. Nantikan kelanjutan ceritanya di TelusuRI.id.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Memulai Kebun Pertama di Mekko appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/memulai-kebun-pertama-di-mekko/feed/ 0 35666
Harap Cemas Penantian Mekko https://telusuri.id/harap-cemas-penantian-mekko/ https://telusuri.id/harap-cemas-penantian-mekko/#respond Wed, 05 Oct 2022 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=35665 “Kami memanggil siapapun yang ‘kulit putih’ dengan ‘mas’,” celoteh Ipan, mengiringi pembicaraan kami di oto—angkutan antar daerah dengan rupa mobil bak terbuka—yang ia kemudikan. Mau dia bukan berasal dari Jawa ataupun memang dari Jawa, mas...

The post Harap Cemas Penantian Mekko appeared first on TelusuRI.

]]>
“Kami memanggil siapapun yang ‘kulit putih’ dengan ‘mas’,” celoteh Ipan, mengiringi pembicaraan kami di oto—angkutan antar daerah dengan rupa mobil bak terbuka—yang ia kemudikan. Mau dia bukan berasal dari Jawa ataupun memang dari Jawa, mas adalah panggilan yang paling populer digunakan, sebabnya orang-orang di sana lebih sering menemui orang Jawa daripada orang-orang dari pulau lainnya.

Naik Oto menuju Mekko
Naik Oto menuju Mekko/Arah Singgah

Dengan oto, perjalanan dari ujung barat Adonara menuju Mekko yang berada di ujung timur diharapkan bisa memangkas waktu. Oto masih melaju di jalan aspal. Ipan, supir oto yang kami tumpangi, mengungkapkan bagaimana rasanya menjadi perantau.

“Saya dulu merantau ke Malaysia, sebelum itu jalan di sini masih batu.” Sekarang jalanan di Adonara sudah dilapisi aspal yang mulus, hanya beberapa saja yang masih cor semen.

Lagu dari speaker yang terpasang di oto berdendang keras, memekakkan telinga saya yang baru saja beradaptasi dengan lingkungan Adonara yang sepi. Dibandingkan Larantuka yang sarat dengan masyarakat heterogen, Adonara lebih senyap. Hutan dan kebun masih mendominasi sebagian besar kawasan pulau ini.

“Masih agak jauh untuk sampai ke Mekko,” jawab Ipan, mendengar pertanyaan saya yang sudah tak sabar ingin sampai. Mekko, dusun kecil di ujung timur Pulau Adonara, letaknya tersembunyi di antara bukit-bukit gersang, menghadap langsung Laut Flores dan Pulau Lembata. Mekko dikenal lantaran pariwisata bahari dan pasir timbul di laut, yang juga memenangkan Anugerah Pariwisata Indonesia kategori wisata air terpopuler pada 2020. Dusun ini dihuni orang Bajo sudah dari beberapa generasi, dengan keseluruhan warganya berlatar belakang sebagai nelayan, sesuai dengan desir darah orang-orang Bajo.

Pak Said yang sedari Pelabuhan Tanah Merah ikut menjemput rombongan kami, mengusap kepala dua orang anaknya yang masih bingung dengan kehadiran kami. Jalan aspal mulus mulai berganti dengan jalan cor yang diselingi jalan berbatu. Sebentar lagi nampaknya Mekko sudah akan sampai. Dusun ini gelap gulita. Penerangan hanya mengandalkan lampu yang ditenagai oleh aki. Kedatangan kami dilihat para warga yang penasaran. Anak- anak kecil segera bergerumbung.

Pak Said mengoleskan bumbu pada ikan yang akan dibakar
Pak Said mengoleskan bumbu pada ikan yang akan dibakar/Arah Singgah

Jamuan pertama Pak Said ketika kami sampai di rumahnya adalah ikan kulit kasar yang dipanggang. Rupanya, istri Pak Said sudah mempersiapkan ikan yang paling besar hasil tangkapan hari ini untuk diolah dan makan bersama. Ale, teman kami dari Larantuka, sigap membantu Pak Said menyalakan bara api.

Saya, Syukron, dan Ayu sehabis menata barang bawaan, langsung membantu persiapan makan malam; menata piring-piring dan lauk pauk yang telah matang.

Kami menikmati ikan ini dengan segera. Satu ikan besar itu telah tandas, menyisakan tulang-tulang tajam yang siap dibuang. Malam itu, setelah perut disesaki oleh gerombolan nasi dan ikan, terjadi keributan kecil antarwarga yang tak kalah seru. Di tengah-tengah dusun yang terangnya seperti kunang-kunang di kegelapan malam,  Mekko menyambut kami dengan hangat, tulus, ramai, dan kekeluargaan.

Dilan, anak kedua dari Pak Said yang berumur tiga tahun, dengan rambut berwarna pirang karena matahari, sumringah ketika memainkan bola yang kami bawa dari Kupang. Matanya berbinar, dengan comel di pipi dan pasir di kaki yang bertelanjang, mengejar bola yang ditendang oleh kakaknya yang berumur delapan tahun, Mbayang. Anak-anak Bajo tumbuh kuat bersama debu, laut, dan matahari.

Pagi hari, di bawah bayang-bayang ombak dari laut. Mekko terbangun dengan lantunan azan Subuh dan kokok ayam yang bersahut-sahutan. Anak-anak usia sekolah dasar siap memulai hari dengan seragam dan berjalan sekitar beberapa langkah untuk sampai di sekolah satu-satunya yang ada di Mekko. 

Pagi itu juga, oto yang menjadi langganan untuk menjemput anak-anak sekolah menengah yang bersekolah di Witihama datang menjemput. Anak-anak yang ingin melanjutkan jenjang sekolah yang lebih tinggi, memang harus pergi ke Witihama—yang mempunyai jenjang pendidikan lebih lengkap. Mereka tidak punya pilihan transportasi selain oto. Kalaupun mereka memilih untuk berjalan kaki, pasti membutuhkan waktu yang lama.

Lawar Gurita/Arah Singgah

Dalam beberapa kali kesempatan makan bersama Pak Said, kami disuguhi dengan hidangan lawar gurita, sejenis makanan dengan bahan dasar kelapa parut yang dicampur gurita kemudian ditambahkan jeruk nipis, bawang, dan penyedap rasa. Rasanya segar, mungkin memang makanan ini diolah untuk menjadi penyegar di kala panas pesisir menerjang.

“Saya jarang makan ikan laut di rumah, kadang rasanya kurang enak,” ucap saya sambil menyuap nasi, “lebih amis dan rasanya kurang segar.”

Ada istilah mati sekali, mati dua kali untuk menyebut proses pindah tangan ikan-ikan yang sudah didapat. Mati sekali berarti ikan yang langsung dari laut. Mati dua kali berarti ikan sudah dua kali perjalanan dan seterusnya. Ketika saya bilang rumah saya jauh dari laut, Pak Said mengernyitkan dahi dan bertanya sudah berapa kali mati itu ikan kalau jaraknya sejauh itu? Saya tidak tahu. Bisa jadi lebih dari lima kali. Oleh sebab itu saya kurang suka makan ikan laut ketika berada di rumah.

***

Pada Agustus 2022, TelusuRI mengunjungi Bali, Kupang, Pulau Sabu, hingga Flores Timur dalam Arah Singgah: Menyisir Jejak Kepunahan Wisata, Sosial, Budaya—sebuah perjalanan menginventarisasi tempat-tempat yang disinggahi dalam bentuk tulisan dan karya digital untuk menjadi suar bagi mereka yang ceritanya tidak tersampaikan.

Tulisan ini merupakan bagian dari catatan perjalanan tersebut. Nantikan kelanjutan ceritanya di TelusuRI.id.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Harap Cemas Penantian Mekko appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/harap-cemas-penantian-mekko/feed/ 0 35665
Ngobrol bareng “Diver” Pertama Solor https://telusuri.id/ngobrol-bersama-diver-pertama-solor/ https://telusuri.id/ngobrol-bersama-diver-pertama-solor/#comments Fri, 20 Jul 2018 09:00:37 +0000 https://telusuri.id/?p=9840 Solor adalah pulau kecil yang terdiri dari tiga kecamatan, yakni Kecamatan Solor Barat, Solor Selatan, dan Solor Timur. Kampung Edy berada di Desa Labelen (Gorang), Solor Timur, bersebelahan dengan Kampung Lamakera. Karena kampung itu terletak...

The post Ngobrol bareng “Diver” Pertama Solor appeared first on TelusuRI.

]]>
Solor adalah pulau kecil yang terdiri dari tiga kecamatan, yakni Kecamatan Solor Barat, Solor Selatan, dan Solor Timur. Kampung Edy berada di Desa Labelen (Gorang), Solor Timur, bersebelahan dengan Kampung Lamakera.

Karena kampung itu terletak di pesisir, wajar saja kalau sebagian besar masyarakatnya adalah nelayan. Solor sendiri bisa dikatakan sebagai pemasok terbesar hasil laut Kabupaten Flores Timur.

Namun, jadi nelayan di Solor punya tantangan tersendiri. Alih-alih dekat pantai, fishing ground mereka berada bermil-mil jauhnya sehingga perlu keberanian ekstra untuk menjalani profesi nelayan.

misool baseftin

Sebelum diving via instagram.com/edhytopan

Edy Topan, pemuda asal Solor berusia 25 tahun, sedikit berbeda. Bukannya mencari ikan, di laut ia malah menyelam. Beberapa waktu yang lalu, mewakili Misool Baseftin, ia menemani saya melihat bawah laut Dusun Mekko, Flores Timur, yang dikenal sebagai nursery hiu.

Sayang sekali karena Edy dan kawan-kawannya harus kembali hari itu juga ke Larantuka kami tak sempat mengobrol saat di Mekko. Namun kami sepakat untuk bertemu lagi di markas Misool Baseftin yang letaknya tak jauh dari pelabuhan penyeberangan Larantuka-Adonara.

Beberapa hari kemudian, diantar oleh Bang Ayom, kami menyusuri jalanan Larantuka untuk ke Misool Baseftin. Di sana Edy sudah menunggu. Jabat hangat dan akrabnya membuat saya tak canggung untuk berbincang sembari menunggu jadwal keberangkatan pesawat menuju Kupang.

misool baseftin

Menyelam di Solor via instagram.com/edhytopan

Diver pertama Solor

Dari obrolan singkat itu, saya jadi tahu bahwa laut bukan hal baru bagi Edy. Ayahnya adalah seorang nelayan yang jauh-jauh mengarungi lautan dari Buton, Sulawesi Tenggara, ke Solor untuk mengubah nasib.

Selepas SMA, sulung dari lima bersaudara itu menempuh pendidikan tinggi di Jurusan Budidaya Perikanan, Program di Luar Domisili (PDD) Politeknik Pertanian Negeri Kupang di Ende.

Ketika kuliah itulah Edy mengambil sebuah keputusan yang nantinya akan menentukan jalan hidupnya: ikut program magang tiga bulan di Yayasan Misool Baseftin.

misool baseftin

Pose hiu bersama anak-anak Mekko

Yayasan Misool Baseftin merupakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang konservasi laut dan pemberdayaan masyarakat nelayan. Mereka berkolaborasi secara langsung dengan pemerintah setempat lewat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Flores Timur.

Edy ditempatkan pada Tim Survei Megafauna dan Pendampingan Masyarakat Nelayan di Bagian Pengolahan Hasil Tangkapan Nelayan. Tugas itu tentu saja membuatnya mesti belajar selam.

Selepas magang, ia meneruskan kuliah sampai lulus. Begitu mengantongi ijazah, ia pun kembali ke Misool Baseftin untuk menjadi asisten peneliti. Tak lupa ia terus mengembangkan kemampuan scuba diving sampai akhirnya memperoleh lisensi selam di Labuan Bajo—dan, barangkali, menjadi putra Solor pertama yang mengantongi lisensi selam.

misool baseftin

Foto bersama Tim Misool Baseftin via instagram.com/edhytopan

Sepulang dari Labuan Bajo, Edy mulai menyadari bahwa kondisi laut di Flores berpotensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata selam. Namun menurutnya masyarakat setempat belum menyadari potensi itu.

Sampai sekarang sudah sekitar 1,5 tahun Edy Topan menekuni scuba diving. Selama itu pula ia menjelajah lokasi-lokasi penyelaman di sekitar Nusa Bunga. Hampir seluruh titik penyelaman di Flores Timur—sampai Lembata—sudah pernah disambangi olehnya.

“Potensi di Flores Timur dari laut itu sangat tinggi”

Bagi Edy Topan, menyelam lebih dari sekadar rekreasi. Saat ngobrol-ngobrol dengannya, dengan yakin ia menceritakan alasannya untuk terus menekuni diving.

misool baseftin

Di “speedboat”, Edy Topan berdiri paling kanan/Syukron

“Saya memilih untuk belajar diving disamping karena kesukaan saya dengan dunia bawah laut juga untuk memberikan pemahaman ke masyarakat untuk kehidupan yang berkelanjutan dari kehidupan laut,” tutur Edy.

“Potensi di Flores Timur dari laut itu sangat tinggi … dapat menunjang perekonomian masyarakat sampai … anak cucu jika itu memang benar-benar dijaga dan dilestarikan terus… jika kita tetap dengan cara seperti ini tidak akan mustahil besok atau lusa sudah habis dan itu hilang,” lanjutnya bersemangat.

misool baseftin

Bersama manta via instagram.com/edhytopan

Namun, upaya untuk menanamkan pemahaman itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tak jarang Edy dan Misool Baseftin mesti menghadapi resistensi penduduk setempat.

Mengubah pola hidup yang selama ini dijalani memang tidak mudah, misalnya mengubah kebiasaan menggunakan bom atau menangkap megafauna demi kebutuhan ekonomi.

Tapi ternyata tak cuma itu. Edy bercerita ia pernah kesulitan ketika membawa tamu dari luar negeri ke kampungnya. Kedatangan orang asing masih dianggap warga setempat sebagai hal yang bisa mengubah budaya lokal.

misool baseftin

Ngobrol bareng Edy Topan (kiri)/Ayom @wwf_id

Diving sendiri sebenarnya memang belum begitu populer di kalangan penduduk lokal Flores Timur. Edy bercerita bahwa banyak teman sekolahnya dahulu yang kaget mengetahui sekarang ia menjadi seorang diver. Bagi mereka diving itu sangat mahal, tak terjangkau.

Tapi Edy berharap bukan hanya dia yang bisa menikmati keindahan bahwa laut Flores Timur. “Harapan saya untuk anak muda asal Gorang [adalah agar] jangan pernah sia-siakan kesempatan hidup … untuk traveling di alam laut milik kita [sendiri].”


Perjalanan ke Dusun Mekko, Flores Timur, ini dilakukan bersama @wwf_id dalam rangka Peresmian Pusat Informasi Wisata Mekko oleh Kelompok Bangkit Muda Mudi Mekko.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Ngobrol bareng “Diver” Pertama Solor appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ngobrol-bersama-diver-pertama-solor/feed/ 1 9840