nasi oyek Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/nasi-oyek/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 06 Feb 2024 04:40:11 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 nasi oyek Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/nasi-oyek/ 32 32 135956295 Kebumen Dish “Nasi Oyek” as Rice Substitute https://telusuri.id/kebumen-dish-nasi-oyek-as-rice-substitute/ https://telusuri.id/kebumen-dish-nasi-oyek-as-rice-substitute/#respond Fri, 26 Jan 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41029 Indonesians love rice. Even the term “agrarian” cannot be separated from its relationship to rice. However, this phenomenon actually triggers our dependence on rice and this is quite worrying. In 2022, the government implemented an...

The post Kebumen Dish “Nasi Oyek” as Rice Substitute appeared first on TelusuRI.

]]>
Indonesians love rice. Even the term “agrarian” cannot be separated from its relationship to rice. However, this phenomenon actually triggers our dependence on rice and this is quite worrying. In 2022, the government implemented an import policy to cover falling Bulog stocks. As a result, rice prices soared. People started to complain, especially when entering the big festive season.

The reason for the paralyzed availability of rice and the government’s import policy can be traced to the New Order era. At that time the government was very proud of the quality of food which was considered to be well established. In fact, in 1984 Indonesia succeeded in achieving rice self-sufficiency until 1986. During that period, the government was very focused on rice policy and campaigned for rice as the only food requirement for the people.

However, entering the 1990s, Indonesia actually reached a point of paralysis. The government was forced to import rice from other countries again, and in 1995 dependence on rice imports increased sharply. Many parties believe that the failure to maintain food self-sufficiency is due to a wrong reading of the problem. Rice, which is predicted to be the only food requirement for the Indonesian people, is actually fragile and quite a few people complain about the high food prices.

Not everyone is affected by a series of crises due to dependence on rice. In fact, far away on the outskirts of Kebumen, precisely in Karanggayam Village, the local residents do not see this gloomy situation. For the people of Karanggayam, rice is not the only mainstay to fulfill their stomach needs. Their savior from the crisis is nasi oyek.

Kebumen Dish “Nasi Oyek” as Rice Substitute
The scenery of rice fields in Karanggayam Village, Kebumen via Wikipedia/S Budi Masdar

Exploring Kebumen’s Typical Oyek Rice

At one time, I decided to stay in Karanggayam for a few days. From this experience, I read that they have food independence. Even though it is quite far from the city center of Kebumen, this does not mean that people have to depend on food policies and conditions in urban areas.

At that time, when I was about to walk through Karanggayam Market, I saw many market traders selling oyek rice. I decided to buy it because my stomach was too hungry and it was past meal time.

The price of oyek rice is relatively cheap for me. I only spent three thousand to bring it home. In appearance it is quite different from nasi (rice), even though it is shaped like grains of rice in general. The basic ingredient for oyek rice comes from cassava.

The seller takes the rice directly from the basket using a ladle and then wraps it in oil paper. Because I still had quite a lot of money left, I also ordered and wrapped a portion of spinach and a side dish of mendoan to accompany my breakfast.

On the way back to the house where I was staying, while walking through the market, I looked for other snacks that I could try. When I got home, a puff of oyek rice immediately hit my face. It turns out that the rice still stays warm even though I carry it around.

I immediately ate the breakfast menu, complete with mendoan and green spinach on the side. When my mouth ate grains of oyek rice, I found the taste was very soft. In fact, it tends not to be as fibrous as rice. I think, even without side dishes, oyek rice can still be enjoyed.

If we compare it with rice, the nutritional content of oyek rice can still fill my empty stomach. Just by consuming one portion, it feels like the body has received additional energy to continue activities.

Kebumen Dish “Nasi Oyek” as Rice Substitute
The seller of Kebumen dish “Nasi Oyek” and complementary vegetables/Mohamad Ichsanudin Adnan

Food Alternatives from Kebumen

If we trace it according to the oral history circulating, the presence of nasi oyek stems from the condition of the community which is experiencing difficulty in surviving. One of these refers to the Japanese occupation period. At that time, people were having problems getting rice because of unequal food policies in the area.

This condition continued until the struggle for independence. Not a few of the fighters were so tired that they were starving when facing the colonial army. The reasons include logistical needs that do not support them to survive.

Based on this situation, cassava has become an alternative choice to replace rice. Moreover, cassava in Karanggayam is easy to find. Almost every family head grows cassava in his yard. Even today, when I walk through the village, it is easy to find cassava plants that grow abundantly up to the cliffs.

The high price of rice currently circulating in many areas does not seem to have much of an impact on the residents of Karanggayam. History and times of crisis have provided very meaningful lessons for them to build sustainable food alternatives. There is also the hope of maintaining food diversification other than rice.

This food independence effort seems to be an important lesson for other communities outside Karanggayam. Especially urban areas. Not all of them have the provisions or ability to prepare themselves to face a crisis, in this case in the food sector. Behind the notion of being established and modern, there is actually fragility.

So big questions came to my mind. Should city people return to study in the villages? Or, should we no longer place villages as “underdeveloped” places?

Written by: Mohamad Ichsanudin Adnan
Translated by: Novrisa Briliantina


Get to know your Indonesia better through our Instagram and Facebook Fanpage.
Interested in sharing your story? Come on, submit your writing.

The post Kebumen Dish “Nasi Oyek” as Rice Substitute appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kebumen-dish-nasi-oyek-as-rice-substitute/feed/ 0 41029
Nasi Oyek Khas Kebumen sebagai Alternatif Pangan https://telusuri.id/nasi-oyek-khas-kebumen-sebagai-alternatif-pangan/ https://telusuri.id/nasi-oyek-khas-kebumen-sebagai-alternatif-pangan/#respond Mon, 10 Jul 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39263 Masyarakat Indonesia begitu dekat dengan beras. Bahkan penyematan “agraris” tidak lepas dari relasinya dengan beras. Namun, fenomena tersebut justru memicu ketergantungan kita terhadap beras dan ini cukup mengkhawatirkan. Tahun 2022 lalu, pemerintah menerapkan kebijakan impor...

The post Nasi Oyek Khas Kebumen sebagai Alternatif Pangan appeared first on TelusuRI.

]]>
Masyarakat Indonesia begitu dekat dengan beras. Bahkan penyematan “agraris” tidak lepas dari relasinya dengan beras. Namun, fenomena tersebut justru memicu ketergantungan kita terhadap beras dan ini cukup mengkhawatirkan. Tahun 2022 lalu, pemerintah menerapkan kebijakan impor guna menutupi stok Bulog yang anjlok. Alhasil harga beras melonjak. Masyarakat pun mulai mengeluh, terlebih saat memasuki musim-musim perayaan besar.

Sebab lumpuhnya ketersediaan beras dan kebijakan impor dari pemerintah dapat ditelusuri ketika masa Orde Baru. Kala itu pemerintah begitu bangga terhadap kualitas pangan yang dinilai mapan. Bahkan, pada tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai swasembada beras hingga 1986. Selama periode tersebut, pemerintah begitu fokus terhadap kebijakan beras dan mengampanyekan beras sebagai satu-satunya kebutuhan pangan bagi masyarakat.

Namun, memasuki dekade 1990-an, Indonesia justru menemui titik lumpuhnya. Pemerintah terpaksa kembali mengimpor beras dari negara lain, bahkan tahun 1995 ketergantungan impor beras melonjak tajam. Banyak pihak menilai, kegagalan mempertahankan swasembada pangan karena pembacaan masalah yang keliru. Beras yang digadang-gadang sebagai satu-satunya kebutuhan pangan bagi rakyat Indonesia, justru rapuh dan tidak sedikit yang mengeluh akan tingginya harga pangan.

Tidak semua orang terdampak serangkaian krisis akibat ketergantungan terhadap beras. Nyatanya jauh di pinggiran Kebumen, tepatnya Desa Karanggayam, keadaan suram tersebut tidaklah begitu penduduk setempat. Bagi masyarakat Karanggayam, beras bukan menjadi satu-satunya andalan untuk memenuhi kebutuhan perut. Penyelamat mereka dari krisis adalah nasi oyek.

Nasi Oyek Khas Kebumen sebagai Alternatif Pangan
Pemandangan persawahan di Desa Karanggayam Kebumen via Wikipedia/S Budi Masdar

Menyusuri Nasi Oyek Khas Kebumen

Pada suatu waktu, saya memutuskan untuk tinggal di Karanggayam beberapa hari. Dari pengalaman ini, saya membaca bahwa mereka memiliki kemandirian pangan. Meskipun cukup jauh dari pusat kota Kebumen, tidak lantas membuat masyarakat harus bergantung pada kebijakan dan keadaan pangan di kawasan perkotaan.

Saat itu, ketika hendak menyusuri Pasar Karanggayam, saya melihat banyak dari para pedagang pasar menjajakan nasi oyek. Saya putuskan untuk membeli karena perut sudah terlalu lapar dan jam makan sudah terlewat.

Harga nasi oyek tersebut tergolong murah bagi saya. Saya hanya mengeluarkan uang tiga ribuan untuk membawanya pulang. Secara penampilan cukup jauh dengan nasi (beras), meskipun berbentuk seperti butir-butir beras pada umumnya. Bahan dasar nasi oyek berasal dari singkong.

Penjual mengambil langsung dari keranjang nasi menggunakan centong lalu membungkusnya dengan kertas minyak. Lantaran sisa uang saya masih cukup banyak, saya sekalian memesan dan membungkus satu porsi sayur bayam serta lauk mendoan untuk menemani makan pagi saya..

Dalam perjalanan kembali ke rumah tempat saya menginap, sembari berjalan-jalan menyusuri pasar, saya mencari kudapan lain yang sekiranya dapat saya cicipi. Ketika sampai di rumah, kepulan nasi oyek segera menerpa wajah saya. Ternyata nasi tersebut masih bertahan dalam keadaan hangat meski sudah saya bawa berkeliling.

Segera saja menu sarapan tersebut saya santap, lengkap dengan mendoan dan bayam hijau di sampingnya. Tatkala mulut ini menyantap butir-butir nasi oyek, saya mendapati rasanya yang begitu lembut. Malah cenderung tidak berserat sebagaimana beras. Pikir saya, meskipun tanpa lauk sekalipun nasi oyek masih bisa dinikmati. 

Jika membandingkan dengan beras, kandungan gizi nasi oyek tetap dapat mengisi perut saya yang masih kosong. Hanya dengan mengonsumsi satu porsi, rasanya tubuh ini sudah mendapatkan energi tambahan untuk melanjutkan aktivitas.

Nasi Oyek Khas Kebumen sebagai Alternatif Pangan
Penjual nasi oyek khas Kebumen dan sayuran pelengkap/Mohamad Ichsanudin Adnan

Alternatif Pangan dari Kebumen

Jika menelusuri menurut tutur lisan yang beredar, hadirnya nasi oyek bermula dari keadaan masyarakat yang sedang mengalami kesulitan untuk bertahan hidup. Hal ini salah satunya merujuk pada masa pendudukan Jepang. Saat itu masyarakat terkendala untuk mendapatkan beras karena kebijakan pangan yang timpang di daerah tersebut. 

Kondisi itu berlanjut hingga masa perjuangan merebut kemerdekaan. Tak sedikit dari para pejuang yang kelelahan hingga kelaparan menghadapi tentara kolonial. Penyebabnya antara lain kebutuhan logistik yang tidak mendukung mereka untuk bisa bertahan. 

Berangkat dari keadaan tersebut, singkong pun menjadi pilihan alternatif untuk menggantikan nasi. Terlebih singkong di Karanggayam mudah dijumpai. Hampir setiap kepala keluarga menanam singkong di pekarangan rumahnya. Bahkan sampai dewasa ini, ketika saya menyusuri desa tersebut, gampang sekali saya menemui tanaman singkong yang tumbuh subur hingga ke tebing-tebingnya.

Tingginya harga beras yang beredar di banyak daerah saat ini, tampaknya tidak begitu berpengaruh bagi penduduk Karanggayam. Sejarah dan masa krisis telah memberi pelajaran yang begitu berarti bagi mereka untuk membangun alternatif pangan yang berkelanjutan. Juga harapan untuk menjaga diversifikasi pangan selain beras.

Upaya mandiri pangan tersebut tampaknya bisa menjadi pelajaran penting bagi masyarakat lainnya di luar Karanggayam. Terutama kawasan perkotaan. Tidak semuanya memiliki bekal atau kemampuan untuk bersiap diri menghadapi krisis, dalam hal ini di sektor pangan. Di balik anggapan mapan dan modern, sejatinya ada kerapuhan. 

Maka terlintas pertanyaan-pertanyaan besar di benak saya. Perlukah orang-orang kota kembali belajar ke desa? Atau, haruskah kita tak lagi menempatkan desa sebagai tempat yang “tertinggal”?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Nasi Oyek Khas Kebumen sebagai Alternatif Pangan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/nasi-oyek-khas-kebumen-sebagai-alternatif-pangan/feed/ 0 39263