ngobrol bareng Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/ngobrol-bareng/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 22 Jul 2022 01:33:22 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 ngobrol bareng Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/ngobrol-bareng/ 32 32 135956295 Sudah Tahu Soal Industri Perak di Celuk, Bali? https://telusuri.id/sudah-tahu-soal-industri-perak-di-celuk-bali/ https://telusuri.id/sudah-tahu-soal-industri-perak-di-celuk-bali/#respond Sun, 03 Jan 2021 03:37:38 +0000 https://telusuri.id/?p=26133 Pada Sabtu, (12/12/2020) lalu, TelusuRI berkesempatan #NgobrolBareng dengan pendiri Titian Jewelry, Michellie Danara Tantyo. Mungkin banyak dari kalian yang mengenal industri perak di Kotagede, Yogyakarta, namun Titian Jewelry yang fokus menjual pernak pernik perhiasan, seperti...

The post Sudah Tahu Soal Industri Perak di Celuk, Bali? appeared first on TelusuRI.

]]>
Pada Sabtu, (12/12/2020) lalu, TelusuRI berkesempatan #NgobrolBareng dengan pendiri Titian Jewelry, Michellie Danara Tantyo. Mungkin banyak dari kalian yang mengenal industri perak di Kotagede, Yogyakarta, namun Titian Jewelry yang fokus menjual pernak pernik perhiasan, seperti kalung, cincin, gelang, dan beberapa perhiasan lainnya ini memperkenalkan kita dengan industri perak di Celuk, Bali.

Titian Jewelry, Perak Celuk, Bali

Michellie Danara Tantyo bersama pengrajin perak Celuk, Bali/Michellie.

Nah, di #NgobrolBareng kali ini, Michellie membagikan cerita tentang bagaimana Ia mendirikan usaha perhiasan Titian Jewelry, serta tantangan dalam membantu meningkatkan nilai jual dan minat pengrajin perak di Celuk. Yuk kita simak!

Halo Kak Michellie. Boleh cerita sedikit tentang Titian Jewelry ini, domisili di Bali ya?

Kalau domisilinya aku itu di Malang, tapi produksinya dari Bali. Titian awalnya adalah tugas akhir [kuliah] sama temanku, Merline. Nah terus kita coba buat lanjutin meski akhir tahun 2018 kita sempat vakum dan coba kerja di bidang masing-masing.

Akhir tahun 2019 aku mutusin buat lanjutin lagi [usahanya], waktu itu ditawarin sama Public Garden untuk bikin pop up market sama mereka, jadi dari situ memutuskan untuk produksi lagi, terus awal 2020 malah ada corona.

Dengan adanya Corona, bagaimana sih dampaknya untuk Titian dan industri perak Celuk?

Awalnya kan kita belum bener-bener produksi serius. Jadi buat kita, [corona] malah menjadi penyemangat gitu. Apalagi waktu tau corona ini bener berimbas banget sama pengrajin di Balikarena awalnya perak dibikin untuk ekspor dengan kuantitas besar, yang order adalah bule-bulesekarang semua terhenti nggak ada yang ngerjain dan mereka banyak yang balik ke kampungnya.

Nah, kalau cara bertahan ditengah gempuran tren perhiasan lain, kayak emas bagaimana?

Kalau dibandingkan dengan emas, tentunya sudah berbeda, mulai dari harga hingga target pasar. Justru karena pandemi, ada gempuran-gempuran lain. Kadang suka ada yang nge-chat ngasih support, itu bikin semangat buat kita terus berkarya lagi. [Jadi] meskipun ada halangan, misalnya projek yang tertunda, ya tetep [berjalan] pelan-pelan lah. 

Bali lagi ke cerita tentang Titian Jewelry tadi, Tantangan yang dihadapi kayak apa?

Dulu pas masih magang, aku dikasih tau [dan baca juga] kalau Celuk adalah sentra silver, sentra perhiasan yang mayoritas diekspor. Bali itu [tumbuh] dari kerajinan perak, jadi dulu itu bisa dibilang Celuk adalah daerah yang kaya banget. Namun, makin ke sini industri ini makin turun karena banyak hal seperti persaingan, kita yang nggak ngikutin tren teknologi supaya bisa bikin kerajinan dengan lebih cepat dan efisien, sampai hasil yang didapatkan sebagai pengrajin jumlahnya nggak seberapa.

Sekarang, anggaplah pengrajin dalam sebulan bisa menghasilkan sekian rupiah dan itu nggak beda jauh dengan profesi sebagai penjaga villa atau jualan online, jadi akhirnya mereka lebih memilih untuk jadi penjaga villa aja, karena effort yang dikasih lebih rendah. Mereka juga nggak perlu skill atau ngeluarin tenaga dan pikiran yang segitunya. Jadi, banyak yang alih profesi sebagai penjaga villa meskipun penghasilannya beda tipis dengan pengrajin.

Titian Jewelry, Perak Celuk, Bali

Proses pembuatan perhiasan Titian Jewelry/Michellie.

Sekarang itu mereka (pengrajin) kalau ditanya anaknya mau jadi apa, nggak ada yang mau anaknya jadi pengrajin perak. Dengan jawaban yang seperti itu, anggap aja saat ini aku lagi bekerja dengan generasi terakhirnya pengrajin perak (Celuk).

Nah, ketika [mulai] bekerja sama dengan pengrajin, aku jadi bertanya-tanya, jadi pengrajin perak itu pekerjaan yang butuh skill banget tapi penghasilan yang didapatkan nggak seimbang. Usut punya usut, ini karena mereka nggak enakan untuk pasang harga. Mereka juga nggak menghitung waktu pembuatan.

Nah ternyata, pembuatan perhiasan perak ini memakan waktu banyak. Akhirnya nggak seimbang antara harga jual dengan biaya produksi dan durasi pembuatannya. Makanya, mereka nggak mau kalau anak-anaknya jadi pengrajin [perak].

Dari sini, sebenarnya Titian berusaha ngajarin mereka buat menghargai apa yang mereka kerjakan dengan pembagian komisi seimbang; jangan sampai kitanya untung tapi merekanya rugi; biar kita tetep jalan, mereka juga jalan.

Ketika awal produksi masih sedikit, aku masih bisa nungguin [pengrajin] pas produksi, aku ajak ngobrol mereka. Waktu tanya tentang penentuan harga, awalnya sempet kaget “hah bener harganya cuma segini?”, terus pelan-pelan kita kasih tahu supaya mereka bisa menghitung estimasi waktu dan tenaga yang dikeluarkan berapa.

Titian Jewelry, Perak Celuk, Bali

Perhiasan Titian Jewelry/Michellie.

Desain-desain Titian Jewelry cantik banget. Nah, apa sih yang menginspirasi dalam pembuatan desain ini?

Aku terinspirasi dari alam, makanya hampir semua desainnya bunga-bunga. Ini efek pas [tinggal] di Bali, orang-orang di sini sangat menjaga dan menghargai alam. Mereka selalu menanam bunga jepun di rumah mereka, bahkan aku ada koleksi jepun juga lho.

Di Celuk, ada motif tradisional sendiri nggak? Kalau nggak ada, apakah Titian Jewerly kepikiran untuk bikin?

Kalau motif Bali tentunya ada, berdasarkan agama yang dianut. Nah, kalau khusus Celuk sendiri nggak ada pakemnya.

Kalau pakem perhiasan Bali sendiri ada yang namanya “jawan”, semacam biji-biji bola kecil silver. Di Titian juga ada, kita sematkan di koleksi Jepun. Terus, kalau untuk motif, kita ada koleksi Patra yang terinspirasi dari dinding-dinding [bangunan] di Bali.

Terus, pernah kolaborasi dengan pihak lain, Kak?

Ada kolaborasi dengan Ikat by Mari, terus bikin video bareng Sejak Mula Studio” sama Kata Puan. Titian terbuka banget buat kolaborasi [dengan siapa pun].

Bagaimana harapan kedepannya Kak Michellie untuk Titian Jewelry dan industri perak Celuk?

Harapannya Titian bisa membuat [perak] Celuk bersaing di pasar dengan pengadaan alat yang lebih modern, lalu kita juga lagi mikirin gimana agar ada generasi [pengrajin] selanjutnya—jangan sampai punah, meningkatkan value para pengrajin dengan harapan ada banyak pengrajin yang bikin untuk brand-brand lain.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Sudah Tahu Soal Industri Perak di Celuk, Bali? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/sudah-tahu-soal-industri-perak-di-celuk-bali/feed/ 0 26133
Ngobrol soal “Peduli Pekerja Pariwisata” bareng Jonathan Thamrin https://telusuri.id/ngobrol-soal-peduli-pekerja-pariwisata-bareng-jonathan-thamrin/ https://telusuri.id/ngobrol-soal-peduli-pekerja-pariwisata-bareng-jonathan-thamrin/#respond Mon, 29 Jun 2020 06:26:55 +0000 https://telusuri.id/?p=22737 Beberapa hari yang lalu, Ngobrol Bareng TelusuRI kedatangan Jonathan Thamrin, pendiri Travacello, sebuah perusahaan perjalanan (travel company) yang siap mengantar pelancong ke berbagai daerah di Indonesia. Perjalanan ke tempat-tempat seperti Raja Ampat, Ora, Morotai, Tangkahan,...

The post Ngobrol soal “Peduli Pekerja Pariwisata” bareng Jonathan Thamrin appeared first on TelusuRI.

]]>
Beberapa hari yang lalu, Ngobrol Bareng TelusuRI kedatangan Jonathan Thamrin, pendiri Travacello, sebuah perusahaan perjalanan (travel company) yang siap mengantar pelancong ke berbagai daerah di Indonesia. Perjalanan ke tempat-tempat seperti Raja Ampat, Ora, Morotai, Tangkahan, dan Sumba sempat ditawarkan oleh Travacello sebelum pandemi. 

Travacello menjadi menarik sebab yang mereka tawarkan pada pejalan bukan sekadar pengalaman berwisata, tapi juga kesempatan untuk berkontribusi positif pada masyarakat yang bermukim di daerah tujuan pelesiran. Mereka punya gerakan bernama Travacello Care yang berfokus pada bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat di destinasi wisata seluruh Indonesia.

Salah satu program Travacello Care yang menarik adalah Shoes 4 Hope yang tujuannya menggalang dana untuk menyumbangkan sepatu kepada anak-anak di Sumba dan Labuan Bajo. “Awalnya waktu gue ke Sumba gue liat anak-anak kecil lari-lari nggak pake sepatu, saat itu gue mikir, padahal sepatu gue di rumah banyak, di situlah gue kepikiran buat adain Shoes 4 hope,” cerita sosok yang biasa dipanggil Jo itu. 

Selain Shoes 4 hope, Travacello juga sudah mengadakan beberapa kegiatan lain, di antaranya Sumba School Project dan Festival Jalin Mimpi.

Peduli Pekerja Pariwisata

Sebagai salah seorang aktor industri pariwisata, Jo tahu bahwa pandemi mempersulit hidup para pekerja wisata, apalagi pekerja lepas. Sebagai bentuk solidaritas kepada teman-temannya yang menyambung hidup lewat pariwisata, lewat Travacello Care, Jo pun menggagas Peduli Pekerja Pariwisata. Lewat program ini, ia mengajak publik luas untuk mendonasikan sebagian rezeki kepada para pekerja pariwisata yang terdampak, khususnya mereka yang membutuhkan bantuan dalam bentuk uang tunai atau sembako.

Donasi ini dikhususkan bagi para karyawan MICE, usaha tur dan perjalanan (tour & travel), rental kendaraan, karyawan penginapan/homestay, pengemudi bus dan kapal tur, pemandu wisata, dan pekerja dunia penyelaman yang mengalami PHK, penutupan usaha, dan cuti tak berbayar. Untuk menghindari penyalahgunaan donasi dan agar tepat sasaran, Travacello Care akan menolak calon penerima bantuan jika tidak memenuhi kriteria.

Dimulai sejak Maret, dampak dari gerakan ini sudah mulai terasa bagi mereka-mereka yang menerima manfaatnya. Sebagian kisah penerima diunggah di akun Instagram Travacello.

Karyawan hotel mensimulasikan penyemprotan koper tamu di Hotel Inaya Putri Bali, Nusa Dua, Bali, Jumat, 5 Juni 2020 via TEMPO/Johannes P. Christo

“Kami diwajibkan unpaid [leave] mulai Februari kemarin,” tutur seorang karyawan perusahaan tur dan perjalanan Indonesia lewat rekaman suara. “Di bulan Juni ini masih diberlakukan … [dan] dana ini akan saya gunakan untuk melunasi uang sekolah anak-anak saya yang sudah menunggak dua bulan, kemudian minggu depan ada jadwal pemeriksaan untuk ibu saya ke dokter, dan sisanya akan saya pakai untuk membayar kekurangan hutang saya. Untuk teman-teman para pekerja pariwisata lainnya: semangat dan tetap berpegang pada Tuhan. Saya percaya pasti akan ada jalan keluar bagi kita semua.”

Di pengujung sesi Ngobrol Bareng kemarin, Jo mengumumkan bahwa Peduli Pekerja Pariwisata akan membuka gelombang kedua pendaftaran relawan dan penerima donasi yang akan diinformasikan lebih lanjut lewat Instagram @travacello dan situs web Travacello Care. Jika kamu belum bisa berdonasi uang maupun sembako, Peduli Pekerja Pariwisata juga membuka kesempatan untuk berkontribusi dengan cara lain. Kalau kamu seorang desainer, misalnya, kamu bisa mendonasikan karya semisal kartu pos, masker, dan suvenir untuk dijual oleh Travacello Care. Profitnya akan didonasikan kepada para pekerja pariwisata terdampak corona.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Ngobrol soal “Peduli Pekerja Pariwisata” bareng Jonathan Thamrin appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ngobrol-soal-peduli-pekerja-pariwisata-bareng-jonathan-thamrin/feed/ 0 22737
Rekap “Ngobrol Bareng” TelusuRI https://telusuri.id/rekap-ngobrol-bareng-telusuri/ https://telusuri.id/rekap-ngobrol-bareng-telusuri/#comments Fri, 24 Apr 2020 07:26:12 +0000 https://telusuri.id/?p=21153 Nggak berasa, udah sebulan lebih kita #dirumahaja. Tiga pekan belakangan TelusuRI bikin “Ngobrol Bareng” di Instagram Live. Di “Ngobrol Bareng,” TelusuRI ngajak narasumber ngobrol tentang banyak hal, mulai dari kegiatan yang mereka lakukan di rumah...

The post Rekap “Ngobrol Bareng” TelusuRI appeared first on TelusuRI.

]]>
Nggak berasa, udah sebulan lebih kita #dirumahaja. Tiga pekan belakangan TelusuRI bikin “Ngobrol Bareng” di Instagram Live. Di “Ngobrol Bareng,” TelusuRI ngajak narasumber ngobrol tentang banyak hal, mulai dari kegiatan yang mereka lakukan di rumah sampai mendiskusikan dampak COVID-19 pada industri pariwisata.

Buat kamu yang belum sempat lihat “Ngobrol Bareng,” nih kita kasih rangkumannya buat kamu. 

Patricia Rani: Banyak aktivitas yang bisa dilakukan selama di rumah

Wabah COVID-19 membuat Kak Rani harus melakukan aktivitas sebagai penyiar radio dll. dari rumah. Kak Rani cerita soal baca buku, tur virtual sampai ujung dunia, nonton film-film perjalanan, scroll linimasa sampai setinggi Monas, hingga aktivitas “berfaedah” semacam rebahan.

Patricia Rani/Istimewa

Kak Rani bilang, momentum ini bisa menjadi waktu yang tepat untuk melakukan hal-hal positif buat ningkatin skill. Jadi meski di rumah aja kita tetap bisa produktif dengan ikut kelas-kelas daring dan webinar.

Pendaki Indonesia: “Puasa” mendaki, kita latihan fisik dulu

Gunung-gunung di Indonesia juga kena imbas penutupan saat semasa corona ini. Kata Arul, founder Pendaki Indonesia, ada banyak hal yang bisa dilakukan sama pendaki selama #dirumahaja, misalnya, berolahraga secara teratur sebagai persiapan mendaki gunung selanjutnya. Kita juga bisa membersihkan/merawat peralatan-peralatan gunung yang lama nggak dipakai supaya nggak rusak.

Arul “Pendaki Indonesia”/Istimewa

Arul mengimbau para pendaki supaya nggak nekat. “Ini saatnya bumi buat istirahat dulu. Nanti ada saatnya kita mendaki lagi. Jadi nggak usah nekat buat naik gunung di saat-saat kayak gini,” begitu katanya.

Satya Winnie: Sekarang kita semua emang lagi nggak bisa traveling

Travel blogger yang satu ini kayak kutu loncat. Hari ini di mana, besoknya udah pindah tempat lagi. Tapi sekarang ia harus berdiam diri di rumah dan menghentikan aktivitas traveling sementara waktu. Beberapa kerjaan juga harus ia tunda dan nggak sedikit pula yang dibatalkan.

Satya Winnie/Istimewa

Satya bercerita, ia punya beberapa pekerjaan (berupa konten video) yang sudah selesai. Namun, rasa-rasanya sekarang bukan momen yang pas untuk membagikannya ke publik. Soalnya, ya, semua orang diimbau untuk nggak melakukan perjalanan.

“Sekarang kita semua emang lagi nggak bisa traveling. Harapannya, sih, semoga semua ini segera selesai. Jadi kita bisa keliling Indonesia lagi,” ujar Satya menutup obrolannya dengan TelusuRI.

Trinity Traveller: Manfaatkan waktu di rumah dengan membaca dan menulis

“Dalam rangka #dirumahaja, mendingan kita melakukan sesuatu yang bermanfaat yaitu membaca buku perjalanan. Jadi jalan-jalan keliling dunia dari rumah aja,” ujar Kak Trinity.

Fakta uniknya adalah ternyata Kak Trinity nggak ikutan berlangganan Netflix. Padahal di saat-saat seperti ini nggak sedikit orang yang memilih berlangganan platform menonton film secara legal untuk mengisi waktu luang. Katanya, nanti bikin terjebak di film dan nggak fokus sama hal lain, yakni membaca.

Trinity/Istimewa

“Kalau gue udah kenal Netflix, gue nggak bakal nulis, nggak bakal baca juga,” ujar Kak Trinity.

Nah, untuk mengurangi stres selama #dirumahaja, Kak Trinity memberikan saran untuk mengkurasi bahan bacaan, salah satunya dengan mengurangi membaca informasi yang nggak penting. Lebih baik baca buku daripada kebanyakan baca informasi terkait COVID-19. Bisa jadi nanti malah makin parno dan cemas. Ujung-ujungnya malah kena gangguan psikosomatis.

Lostpacker: Menemukan kebahagian dengan berkebun di rumah

Ada banyak cara untuk bahagia, salah satunya dengan berkebun. Mas Bolang, panggilan akrab empunya Lostpacker.com, sudah sejak 2013 bekerja dari rumah. Tapi ia bilang semasa corona ini tingkat stres lebih tinggi. Karena itulah ia menjalani aktivitas berkebun untuk stress release. Buat Mas Bolang, dari berkebun ia mendapatkan banyak energi positif yang berdampak ke produktivitas kerja yang bagus.

Mas Bolang “Lostpacker”/Istimewa

“Ternyata berkebun itu nyenengin,” ujarnya. “[S]atu bibit kangkung yang disemai tumbuh, rasanya bahagia. Pantes petani pada awet muda.”

Kamu bisa, lho, mencoba berkebun kayak Mas Bolang. Ada beberapa tanaman yang mudah banget buat dirawat, mulai dari daun bawang dan seledri sampai kangkung, cabai, dan selada air. Selain jadi obat stres, berkebun bikin ketahanan panganmu terjaga.

Nah, itu dia rangkuman “Ngobrol Bareng” TelusuRI di Instagram Live bareng Kak Patricia Rani, Mas Arul dari Pendaki Indonesia, Kak Satya Winny, Kak Trinity Traveler, dan juga Mas Bolang. Nantikan terus “Ngobrol Bareng” TelusuRI karena bakal ada topik-topik menarik lain yang akan kita bahas!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Rekap “Ngobrol Bareng” TelusuRI appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/rekap-ngobrol-bareng-telusuri/feed/ 1 21153