nias Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/nias/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 27 Sep 2019 11:16:17 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 nias Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/nias/ 32 32 135956295 Mencari Durian ke Teluk Dalam, Nias Selatan https://telusuri.id/perjalanan-ke-teluk-dalam-nias-selatan/ https://telusuri.id/perjalanan-ke-teluk-dalam-nias-selatan/#respond Wed, 18 Sep 2019 09:00:32 +0000 https://telusuri.id/?p=17388 Saat pertama menginjakkan kaki di Nias, hal pertama yang saya bayangkan adalah durian. Nias memang sudah jadi legenda di antara kawan-kawan saya sebagai tempat enak untuk makan durian. Di musim panen, harga buah aromatik itu...

The post Mencari Durian ke Teluk Dalam, Nias Selatan appeared first on TelusuRI.

]]>
Saat pertama menginjakkan kaki di Nias, hal pertama yang saya bayangkan adalah durian. Nias memang sudah jadi legenda di antara kawan-kawan saya sebagai tempat enak untuk makan durian.

Di musim panen, harga buah aromatik itu bisa sangat murah. Mereka bilang harganya akan menyaingi sebungkus Chiki. Beda sekali tentunya dari durian-durian di Kalibata yang harganya balapan dengan steak di restoran mewah.

Sayang, saya tiba di Gunungsitoli bukan saat musim durian. Tapi tak apa. Katanya, di Teluk Dalam, tiga jam perjalanan dari Gunungsitoli, masih ada durian sisa panen musim ini. Kebetulan juga kawan-kawan seperjalanan punya keinginan untuk melihat lompat batu di Desa Adat Bawomataluo yang pernah mejeng di uang seribuan tahun 90-an. Untuk ke Desa Bawomataluo, untungnya, kami mesti lewat daerah Teluk Dalam.

desa bawomataluo
“Boulevard” Desa Bawomataluo/Syukron

Baguslah. Rasa-rasanya saya bisa menuntaskan dua misi dalam satu perjalanan. Misi utama saya, ya, tetap durian.

Pemandangan menuju Nias Selatan

Jadi itu hari saya bangun pagi demi ke Teluk Dalam, Nias Selatan. Sepertinya, bangun pagi adalah rutinitas wajib saat di Nias. Sebelumnya, saya juga bangun pagi untuk ke Alasa, Nias Utara.

Dibandingkan jalan Gunungsitoli-Alasa, jalan ke Teluk Dalam lebih manusiawi. Jalan raya mulus walau tidak terlalu lebar. Seandainya ada acara besar di Nias, tentu jalanan akan macet luar biasa sebab kecilnya jalan itu berbanding terbalik dengan besarnya volume kendaraan.

Tapi sebenarnya kondisi jalan sekarang sudah mendingan. Konon, sebelum tsunami dulu, untuk ke Teluk Dalam perlu waktu hingga enam jam. Sehabis tsunami, jalan dibangun baru dan diaspal sehingga lebih nyaman dan waktu tempuh jadi lebih singkat.

desa bawomataluo omo sebua
Omo sebua di Desa Bawomataluo/Syukron

Ada dua hal yang lumrah di Nias Selatan, tapi tak biasa menurut saya. Pertama, selalu ada makam di pekarangan tiap rumah. Saya tak sanggup membayangkan bagaimana jika rumah-rumah itu dijual: apakah pembelinya mau diberi bonus makam? Hal lumrah kedua adalah baju yang dijemur dengan cara dihamparkan begitu saja di pekarangan, bahkan hingga ke bahu jalan, bukannya digantung. Ketika saya tanya kenapa cucian itu tidak digantung di jemuran, mereka menjawab bahwa ini sudah menjadi kebiasaan.

Melihat tradisi orang Nias di Bukit Matahari

Mobil mulai memperlambat laju. Ternyata kami sudah tiba di Desa Adat Bawomataluo. Tapi, untuk mencapai lokasi, kami mesti meniti sekitar 80 anak tangga. Maklum saja, desa ini memang bertengger di bukit. Bawomataluo sendiri berarti Bukit Matahari.

Hari itu cukup panas, waktu yang pas untuk menghamparkan pakaian. Saya masih geli sendiri membayangkan metode untuk menjemur pakaian yang tadi saya lihat di jalan. Yang terbayang oleh saya adalah proses menjemur ikan asin, tapi ikan asinnya diganti pakaian.

nias
Seorang warga desa Bawomataluo duduk di depan omo hada/Syukron

Sebagai desa wisata budaya, bangunan rumah tradisional (omo hada dan omo sebua) khas Nias dengan fondasi dari kayu-kayu besar di Desa Bawomataluo masih terpelihara di kanan-kiri jalan. Barangkali karena sudah terbiasa dengan turis, dan hari itu juga sepertinya sedang banyak wisatawan yang datang, orang-orang di sana tidak terlalu memperhatikan keberadaan kami.

Gampang sekali membedakan mana orang luar dan mana masyarakat sekitar. Patokannya, jika pakaiannya modis, itu kemungkinan besar adalah turis.

Sepanjang perjalanan masuk, ada beberapa orang yang menawarkan souvenir khas Nias dan jasa lompat batu. Saya baru tahu bahwa lompat batu, tradisi turun-temurun untuk menandakan bahwa anak-anak muda sudah beranjak dewasa, ternyata tidak hanya dipertontonkan pada waktu-waktu tertentu. Kapan saja kita bisa menyaksikannya. Tinggal bernegosiasi dengan pemuda setempat, kita bisa melihat atraksi melompati batu setinggi 2 meter setebal 40 cm itu. Bonusnya adalah baju khas Nias yang bisa kita pakai untuk foto bersama.

Lompat batu di Desa Bawomataluo, Nias/Syukron

Pariwisata membuat semuanya jadi bisa dinegosiasikan. Tradisi yang sakral menjadi mudah untuk disajikan. Semua sudah dikontrol oleh ekonomi. Saya jadi berpikir, apakah memang harus seperti ini untuk [mengembangkan] pariwisata?

Perenungan itu sampai saya bawa dalam perjalanan pulang, juga pertanyaan-pertanyaan lain: Apakah saya mau ke sana untuk kedua kalinya? Bagaimana kalau tak ada lagi wisatawan yang mau ke sana?

Pikiran-pikiran itu membuat saya tenggelam dalam lelapnya tidur. Begitu bangun memasuki Gunungsitoli, seketika saya tersadar: Ah, sial! Saya lupa mencicipi durian di Teluk Dalam.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mencari Durian ke Teluk Dalam, Nias Selatan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perjalanan-ke-teluk-dalam-nias-selatan/feed/ 0 17388
Perjalanan ke Alasa, Nias Utara https://telusuri.id/perjalanan-ke-alasa-nias-utara/ https://telusuri.id/perjalanan-ke-alasa-nias-utara/#comments Tue, 17 Sep 2019 07:17:47 +0000 https://telusuri.id/?p=17344 Gunungsitoli padahal sudah pukul 6 pagi, tapi masih gelap. Sandi, kawan baru saya, sudah menunggu di depan tempat saya menginap. Pagi ini dia akan membawa saya pergi ke Alasa, Nias Utara. Sekitar dua jam perjalanan...

The post Perjalanan ke Alasa, Nias Utara appeared first on TelusuRI.

]]>
Gunungsitoli padahal sudah pukul 6 pagi, tapi masih gelap. Sandi, kawan baru saya, sudah menunggu di depan tempat saya menginap. Pagi ini dia akan membawa saya pergi ke Alasa, Nias Utara. Sekitar dua jam perjalanan kata dia.

Perjalanan dari Ibu Kota Nias, Gunungsitoli, menuju Alasa membelah bukit dan memang penuh tantangan. Jalanan yang tidak terlalu lebar itu hanya cukup untuk dilewati dua mobil, rusak layaknya permukaan bulan, dan tidak banyak penunjuk arah. Tapi, semua itu bukan halangan bagi Sandi untuk pergi. Dia sudah berulang kali mengendarai motor matic sewaan ke Alasa.

Sandi seperti sudah hafal ruas-ruas jalan mana saja yang berlubang. Kami meliuk-liuk menari saja di atas motor. Juga, tak banyak kendaraan yang lalu-lalang. Makanya saya dan Sandi bisa mengobrol santai, mulai tentang kehidupannya di sebuah kampung di Berastagi, bagaimana ia terkenal sebagai pembalap jalanan lalu bertobat karena kecelakaan, dan serangkaian cerita kenakalan dia lainnya saat sekolah.

andi lintas arta
Sandi, pemuda Berastagi yang sudah dua bulan bertugas memasang jaringan internet di Nias/Syukron

Tapi sekarang dia sudah berbeda. Menurut dia, lebih baik kerja cari duit. Sudah dua bulan anak Berastagi ini “nyasar” ke Nias bekerja sebagai teknisi lapangan pemasangan internet di Lintasarta. Tugas dia adalah memasang jaringan internet di sekolah, puskesmas, hingga kantor kecamatan. Targetnya kali ini adalah memasang jaringan internet di SMP 1 Alasa guna menunjang sarana pendidikan di sekolah yang terhitung cukup terpencil itu.

“Yahobu!” teriaknya pada anak-anak sekolah yang jalan kaki di pinggir. “Yahobu!” balas mereka lagi serempak. Sandi mengatakan bahwa itu adalah sapaan orang sini saat bertemu, seperti manjua jua kalau di kampungnya. Selama berada di Nias, Sandi mengagumi keramahan masyarakat di sini. “Yang penting tau caranya, Bang,” kata dia penuh kode. Hmmm… Saya mulai paham maksud dia saat melewati warung makan dan sepintas melihat orang-orang di sana menikmati tuak.

Anak-anak SD di Nias jalan kaki ke sekolah menelusuri jalan aspal berlubang/Syukron

Perjalanan menggunakan sepeda motor menyusuri jalanan Alasa seperti memutar waktu ke belakang. Rumah-rumah modern dengan dinding semen lambat laun berubah menjadi rumah-rumah kayu tanpa jendela kaca dan teralis besi. Beberapa rumah panggung bundar khas Nias juga tampak masih berdiri tegak. Saya bisa melihat jelas ruang-ruang dalam rumah sepanjang jalan, sebab jendela kayu mereka terbuka dari berbagai sisi. Melihat rumah-rumah kayu dan aktivitas mereka di pagi hari membuat saya tersedot dalam lamunan; sepertinya saya dapat merasakan sensasi tinggal di rumah itu.

Sebagai orang yang pernah tinggal di kota besar layaknya Jakarta, saya terbiasa dengan rumah-rumah serba tertutup. Entah karena alasan keamanan atau menghindari panasnya kota, pagar-pagar rumah di sana tinggi-tinggi, pintu dan jendela rapat seperti sudah lama dilas Iron Man. Kesannya, tak sembarang orang boleh berkunjung. Tapi rumah-rumah sepanjang jalan menuju Alasa punya aura yang berbeda. Pekarangan-pekarangannya asri dan jendela-jendela besar terbuka membuat saya seperti disambut oleh pemilik rumah untuk singgah sekadar minum teh hangat di pagi hari. Beberapa orang tua tampak menikmati paginya, santai tanpa beban.

Tipikal rumah di Nias Utara/Syukron

Lamunan saya dibangunkan hentakan motor. Ternyata Sandi gagal lolos dari lubang.

Sambil nyengir dia bilang, “Maaf, Bang. Ternyata ada lubang baru. Kayaknya kemaren gak ada itu.” Ngeles.

Memasang “jendela dunia” di SMP 1 Alasa

Saya jadi mengerti, selain infrastruktur jalanan, sarana komunikasi dan akses internet juga perlu. Bayangkan bagaimana jadinya kalau sudah aksesnya jauh terus informasi juga susah.

Setiba di SMP 1 Alasa, kami masih menunggu Andi, seorang teknisi yang lebih senior dari Sandi. Sekolah yang berada di Jalan Pendidikan ini ternyata cukup luas, dua kali lapangan sepak bola. Dari obrolan dengan salah seorang guru saya jadi tahu ternyata ada 700-an siswa yang rata-rata adalah anak peladang. Para guru berharap akan ada banyak perubahan positif dengan adanya internet gratis untuk sekolah ini. Guru tidak boleh gaptek informasi.

Berhenti di pertigaan menuju Alasa, Nias Utara/Syukron

Saya sempat berbincang dengan Rachel, siswi kelas 3, yang bercerita bahwa selama ini mereka hanya mengandalkan buku sebagai bahan belajar. Jadi agak susah mengikuti perkembangan materi terbaru. Ketika tahu akan ada internet gratis di sekolah, dia dan teman-temannya sangat antusias. Media sosial tentu sudah terbayang-bayang oleh mereka, juga beragam informasi soal dunia luar karena memang banyak dari siswa-siswi di Alasa yang belum pernah keluar Pulau Nias.

Memasang VSAT di SMP 1 Alasa/Syukron

Tak sampai sejam, mobil Andi sudah sampai. Mereka pun mulai bersiap kerja. Perkakas dan peralatan mulai dikeluarkan. Anak-anak dan para guru mulai mendekat dengan antusias. Yang saya liat, sih, prosedurnya seperti memasang antena parabola. Tapi, setelah saya amati lebih lama, ini bukan pekerjaan yang gampang. Berulang kali mereka pointing antena agar sesuai koordinat dan mengutak-atik perangkat VSAT.

Sekolah yang semula ramai oleh murid lama-lama menjadi sepi, tanda hari sudah mulai sore. Para murid yang tadi setia menunggu, sebab sudah tak sabar mendapat sambungan internet, sudah bubar. Tinggal beberapa orang guru yang masih terlihat.

Akhirnya pemasangan selesai. Besok tinggal menyetel pengaturannya. Sandi dan Andi pun mengemasi perlengkapan mereka. Kata Sandi, kita harus pulang sebelum terlalu malam. Tak ada lampu jalan. Jalanan juga “semi off-road.” Akan sangat berisiko jika hujan tiba-tiba turun dalam perjalanan.

Untuk pulang menuju Gunungsitoli saya yang mengendarai motor. Saya penasaran menguji keahlian yang saya dapat selama bermanuver indah di Jakarta. Jiwa touring saya terpanggil untuk mengeksplorasi daratan Nias naik sepeda motor.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Perjalanan ke Alasa, Nias Utara appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perjalanan-ke-alasa-nias-utara/feed/ 1 17344