novel Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/novel/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 25 Jun 2025 15:05:31 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 novel Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/novel/ 32 32 135956295 Menelisik Rasa Sakit di Balik “Perempuan Di Titik Nol” https://telusuri.id/resensi-buku-perempuan-di-titik-nol/ https://telusuri.id/resensi-buku-perempuan-di-titik-nol/#comments Mon, 10 Feb 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=45597 “Besok pagi saya tak akan berada di sini lagi. Saya juga tidak akan berada di tempat mana pun yang diketahui orang. Perjalanan ke suatu tempat yang tak seorang pun di dunia ini tahu letaknya, memenuhi...

The post Menelisik Rasa Sakit di Balik “Perempuan Di Titik Nol” appeared first on TelusuRI.

]]>

“Besok pagi saya tak akan berada di sini lagi. Saya juga tidak akan berada di tempat mana pun yang diketahui orang. Perjalanan ke suatu tempat yang tak seorang pun di dunia ini tahu letaknya, memenuhi diri saya dengan bangga.”

Saya cukup mengenal sampul merah buku Perempuan Di Titik Nol, yang sering saya dapati di sejumlah kawan semasa kuliah kurang lebih tujuh tahun lalu. Saya hanya membaca beberapa halaman saja, itu pun saya pinjam secara gratis dari sebuah komunitas baca di Sulawesi. Entah kenapa, tetapi buku itu tidak saya baca tuntas.

Di tahun 2024, saya kembali melihatnya sering melewati beranda Instagram saya. Rasa penasaran itu muncul kembali, ditambah memang sedang berencana membeli beberapa buku di Buku Akik Jogja. Akhirnya Perempuan Di Titik Nol jadi salah satu buku yang saya adopsi saat itu.

  • Menelisik Rasa Sakit di Balik “Perempuan Di Titik Nol”
  • Menelisik Rasa Sakit di Balik “Perempuan Di Titik Nol”

Membaca Nawal el-Saadawi yang Tajam dan Penuh Empati

Membaca kembali terjemahan karya Nawal el-Saadawi di kedai kopi favorit, perasaan saya campur aduk. Buku ini berukuran mini, tidak terlalu tebal. Namun, sampulnya sudah memberi saya sedikit gambaran betapa berat kisah di dalamnya. Saya sudah banyak mendengar tentang betapa menggugahnya cerita ini, tetapi tetap saja, saya tidak sepenuhnya siap untuk perjalanan emosional yang akan saya hadapi. Namun, akhirnya saya tidak tertahankan untuk membacanya.

Baru halaman pertama, saya langsung tertarik dengan gaya penulisan Nawal. Ia langsung mengajak saya memasuki dunia yang gelap dan penuh penderitaan. Nawal dengan tajam menggambarkan berbagai bentuk ketidakadilan, mulai dari patriarki, penindasan, hingga kebijakan sosial yang menekan perempuan. Meski demikian, ada sisi positif yang muncul: kegigihan bertahan hidup, keinginan menemukan kebebasan, dan tentu saja, keberanian berbicara. Gaya penulisan Nawal sangat tegas dan penuh empati, membuat saya bisa mengalami perasaan Firdaus, tokoh utama buku ini, tanpa harus melalui pengalaman yang sama. Buku ini juga penuh dengan kritik sosial yang relevan, baik masa dulu maupun sekarang.

Firdaus adalah perempuan Mesir yang sejak kecil sudah hidup dalam kekerasan dan ketidakadilan. Sejak awal cerita, Firdaus dijadikan narator yang menceritakan perjalanan hidupnya dalam bentuk monolog kepada seorang psikiater di penjara, tempat ia menunggu hukuman mati. Firdaus bukan sekadar perempuan biasa; ia adalah simbol dari banyak perempuan di dunia yang terpaksa berjuang untuk bertahan hidup di tengah penindasan dan kekerasan yang diterima tanpa ampun.

Firdaus lahir dari keluarga miskin. Ayahnya, yang sangat kasar, kerap melakukan kekerasan terhadap ibunya, hingga ibunya meninggal dunia. Sejak kecil, Firdaus sudah menyaksikan kekerasan tersebut, dan tanpa tahu mengapa, ia merasa bahwa hidupnya tidak jauh berbeda dari penderitaan yang dialami oleh ibunya. Ketika ayahnya meninggal, Firdaus dipindahkan ke rumah paman yang lebih buruk lagi perlakuannya. Sang paman mengabaikan segala haknya sebagai seorang perempuan dan manusia.

Di usia muda, Firdaus mulai mengalami kekerasan seksual. Ia dijadikan objek pemuas nafsu tanpa ada perlindungan dari siapa pun. Bahkan ketika ia berusaha mencari pendidikan untuk mengubah nasib, kehidupan tidak memberinya kesempatan itu. Firdaus menjadi korban pertama dari sistem sosial yang sangat diskriminatif terhadap perempuan. Tak heran jika Firdaus kemudian tumbuh menjadi sosok perempuan yang merasa asing dengan dunia, bahkan merasa dunia tidak memberinya tempat yang layak dan aman untuk seorang perempuan.

Menelisik Rasa Sakit di Balik “Perempuan Di Titik Nol”
Saat sang paman berlaku buruk, halaman 70/Clementina HB Putri

Perempuan dan Pertahanan Hidup

Saya merasa sangat tersentuh dan marah sekaligus saat membaca kisah Firdaus. Betapa berat hidup yang ia jalani. Seolah-olah dari satu penderitaan ke penderitaan lain, dunia tidak memberinya kesempatan untuk melarikan diri. Ia mulai bekerja sebagai seorang pekerja seks setelah merasa tidak ada pilihan lain. Namun, saya tahu bahwa kisahnya belum berakhir, dan ternyata, ada lebih banyak lagi yang akan saya temui dalam perjalanan hidupnya melalui buku ini.

Salah satu hal yang paling menarik bagi saya adalah Firdaus tidak menyerah begitu saja pada dunia yang penuh dengan ketidakadilan dan eksploitasi. Ia berusaha mencari kebebasan fisik, emosional, dan mental. Di tengah keterpurukan, meskipun pahit, ia menemukan cara untuk bertahan hidup dan menjadi mandiri secara finansial. Itu adalah bagian dari cerita yang menurut saya yang cukup kompleks tentang terjebaknya perempuan dalam siklus kekerasan, tetapi juga berusaha keras untuk mencari ruang hidup di tengah penindasan tersebut.

Namun, semakin saya membaca, semakin saya merasakan cerita ini bukan hanya tentang Firdaus. Cerita ini lebih besar dari itu. Ini adalah cermin dari banyak perempuan yang terjebak dalam sistem sosial, yang saat ini masih realistis jika dikatakan cukup menindas. Nawal dengan sangat tajam menggambarkan cara dunia patriarki bekerja: perempuan dianggap lebih rendah, tubuh mereka dimiliki masyarakat, dan kebebasan mereka dibatasi oleh norma-norma yang timpang. Setiap halaman terasa seperti kritik terhadap sistem yang memperlakukan perempuan sebagai objek semata, dan itu masih berlaku sampai hari ini.

Ada satu momen yang membuat saya benar-benar terkejut dan tercengang, ketika akhirnya Firdaus memutuskan untuk membunuh seorang pria yang telah lama mengeksploitasinya. Saya tahu bahwa tindakan itu adalah puncak dari sebuah proses panjang yang penuh dengan penderitaan. Itu adalah bentuk pemberontakan terakhir yang Firdaus bisa lakukan. Sebuah cara untuk menghentikan siklus kekerasan yang telah membelenggunya sepanjang hidup, serta merasa hidup sebagai manusia dan perempuan. Tindakan itu mengundang banyak perasaan dalam diri saya. Tidak hanya marah, tetapi juga empati dan rasa hormat terhadap keberanian Firdaus mengambil kendali atas nasibnya.

Dalam dunia yang tidak memberinya ruang untuk bernapas, dia memilih untuk melawan dengan cara paling ekstrem, tapi bisa dimengerti. Mungkin itu adalah cara terakhirnya untuk menemukan kebebasan yang selama ini ia cari. Dan meskipun saya tahu ini adalah keputusan yang sangat radikal, saya bisa merasakannya—hasil dari tahun-tahun penindasan yang tak terhitung jumlahnya.

Menelisik Rasa Sakit di Balik “Perempuan Di Titik Nol”
Nawal el Saadawi, penulis feminis dari Mesir/David Degner via Getty Images

Perjuangan Tetap Ada dan Hidup

Buku ini bukan hanya tentang kekerasan dan penderitaan. Ada kekuatan yang sangat dalam dan kuat yang terpancar dari kisah Firdaus. Itu adalah kekuatan perempuan, yang meskipun sering kali tidak diberi ruang untuk tumbuh, memiliki potensi untuk mengubah nasib mereka. Firdaus, dalam segala kesulitannya, menunjukkan kepada saya bahwa perempuan punya hak untuk memperjuangkan kebebasan mereka. Buku ini mengajarkan saya bahwa kebebasan bukanlah sesuatu yang bisa diberikan begitu saja, melainkan harus diperjuangkan, bahkan jika itu berarti harus melawan dunia yang menekan.

Setelah selesai membaca, saya merasa sangat penuh dengan berbagai macam perasaan marah, sedih, tetapi juga terinspirasi. Perempuan di Titik Nol bukanlah buku yang ringan untuk dibaca. Saya menyelesaikannya dengan sekali duduk dan segelas daily latte ice less sweet dengan dada yang beberapa kali bergetar. Kisahnya sangat gelap, dan terkadang membuat saya merasa tak berdaya dan frustrasi. Namun, di sisi lain, ada sesuatu yang begitu kuat dalam buku ini, yang membuat saya merasa lebih sadar tentang betapa pentingnya memperjuangkan hak perempuan dan memberi mereka ruang untuk berkembang.

Saya juga merasa bahwa ini adalah buku yang sangat relevan, bukan hanya untuk konteks Mesir atau dunia Arab, melainkan juga banyak perempuan di seluruh dunia yang masih berjuang melawan patriarki dan penindasan. Firdaus mungkin bukan perwakilan dari semua perempuan. Namun, kisahnya adalah simbol dari banyak perempuan yang terjebak dalam kehidupan yang tidak mereka pilih, yang berusaha meraih kebebasan dengan cara mereka sendiri.

Secara keseluruhan, membaca Perempuan di Titik Nol adalah pengalaman yang sangat menggetarkan hati. Buku ini lebih dari sekadar kisah, memberi pelajaran yang dalam tentang keadilan, kebebasan, dan kekuatan perempuan. Meskipun saya merasa sedih dan marah sepanjang membaca buku ini, saya juga merasa sangat dihargai oleh kisah yang ditulis dengan penuh keberanian dan empati oleh Nawal El Saadawi. Ini adalah buku yang akan terus terngiang di benak saya, mengingatkan saya tentang pentingnya melihat dunia melalui mata perempuan yang sering kali terabaikan dan tertindas.

Saya rasa, Perempuan di Titik Nol adalah buku yang wajib dibaca oleh siapa pun (pria dan wanita) yang ingin lebih memahami tentang ketidakadilan sosial, sistem patriarki, dan bagaimana perjuangan perempuan harus terus berlanjut. Sebab, di balik segala penderitaan yang ditulis dalam buku ini, ada satu pesan yang sangat jelas: kebebasan itu harus diperjuangkan, dan perempuan tidak akan pernah berhenti berjuang sampai kapan pun, bahkan jika napas sudah di ujung tanduk. Perjuangan itu tetap ada dan hidup.


Judul: Perempuan di Titik Nol
Penulis: Nawal el-Saadawi
Pengantar: Mochtar Lubis
Penerjemah: Amir Sutaarga
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tebal: 176 Halaman, 11×17 cm
ISBN: 978-602-433-438-3


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menelisik Rasa Sakit di Balik “Perempuan Di Titik Nol” appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/resensi-buku-perempuan-di-titik-nol/feed/ 1 45597
The Alchemist: Jalan Panjang Menggenggam Erat Impian https://telusuri.id/the-alchemist-jalan-panjang-menggenggam-erat-impian/ https://telusuri.id/the-alchemist-jalan-panjang-menggenggam-erat-impian/#comments Sun, 15 Sep 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42656 “When Someone makes a decision, he is really diving into a strong current that will carry him to places he has never dreamed of when he first made the decision.” The Alchemist by Paulo Coelho....

The post The Alchemist: Jalan Panjang Menggenggam Erat Impian appeared first on TelusuRI.

]]>

“When Someone makes a decision, he is really diving into a strong current that will carry him to places he has never dreamed of when he first made the decision.” The Alchemist by Paulo Coelho.

Santiago, seorang pemuda yang dengan yakin menjual semua dombanya demi perjalanan menemukan harta karun. Sebuah keputusan yang tidak mudah bagi pemuda yang biasa menikmati hari-hari bersama gerombolan domba, menyesapi manisnya wine (anggur) dan membaca buku.

Santiago berani keluar dari zona nyaman Andalusia, kampung halamannya, meninggalkan kedua orang tua, domba, dan tentu saja rumah tempat ia biasa beristirahat dengan tenang. Demi sebuah impian menemukan harta karun yang dinilai berharga nun jauh di Mesir. 

It’s the possibility of having a dream come true that makes life interesting…

Begitulah gambaran ringkas cerita novel berjudul The Alchemist karya Paulo Coelho, yang terbit pertama kali pada 1988 silam. Sebuah novel yang membuat saya berhenti sejenak membacanya dan tertegun pada isi novel tersebut; menyadari kisah mencerahkan tentang mengejar impian. 

Paulo Coelho, penulis asal Brazil ini mampu menyihir para pembaca lewat kisah sederhana dan ringan, tetapi penuh makna kehidupan yang masih relevan dalam kehidupan sehari-hari saat ini. Tak tergerus oleh zaman meskipun The Alchemist berlatar belakang kehidupan lawas, bukan sebuah kehidupan modern.

The Alchemist: Jalan Panjang Menggenggam Erat Impian
Sampul depan The Alchemist karya Paulo Coelho/Eka Herlina

Dari Spanyol Menuju Mesir

Saya teringat kalimat filsuf Tiongkok Lao Tzu, “Perjalanan seribu mil selalu dimulai dengan langkah pertama”. Langkah pertama Santiago berawal dari impian tentang harta karun. Ya, the first steps are actually the treasure. 

Santiago pun dengan berani memulai langkah perjalanan mewujudkan mimpi demi menemukan harta karun, tanpa membayangkan risiko yang akan dihadapinya saat menuju Mesir. Harta karun yang ia percayai berdasarkan ucapan seorang peramal, yang mengatakan tidak ada habisnya apabila dipakai sebanyak tujuh turunan sekalipun. 

Sebelum memimpikan mengenai harta karun, sebenarnya Santiago memiliki impian melakukan perjalanan. Sebagaimana alasan saat ia memutuskan menjadi seorang pengembala karena memungkinkan bepergian mengunjungi berbagai tempat. Namun, harta karun yang pada akhirnya membuat ia memulai langkah pertamanya melakukan sebuah petualangan. 

Tidak saja soal berbagai tempat yang dapat ia kunjungi, tetapi Santiago akan menemui pengalaman-pengalaman tak terduga dan ragam cerita yang membawa pada sebuah komitmen tentang impian itu sendiri.

Jalan Panjang Menemukan Harta Karun

When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it.

Jika sedang memaparkan buku berdasarkan kutipan di atas tanpa mengatakan judul buku, tentu bagi pembaca The Alchemist sangat mudah menebak. Pernyataan tersebut merupakan bagian dari pelajaran yang didapatkan Santiago dalam perjalanannya.

Adalah Melchizedek, orang tua yang berasal dari Salem yang mengajarkan Santiago tentang proses mengejar impian dan bagaimana menemukan personal legend atau legenda pribadi. Tak kalah menarik adalah ia memberitahukan Santiago tentang peka dalam membaca tanda kehidupan.

Pertemuan dengan Melchizedek yang mengaku sebagai The King of Salem dan percakapan yang terjadi di antara mereka tertanam di kepala Santiago. Kelak menjadi pegangan dalam langkah perjalanannya. 

Dalam perjalanan selanjutnya, Santiago menghadapi rintangan di mana ia dengan mudah tertipu sehingga bekalnya dirampok. Ia sempat goyah, apalagi terkenang kehidupan yang nyaman saat bersama domba-dombanya dulu. 

When I had my sheep, I was happy, and I made those around me happy. People saw me coming and welcomed me, he thought. But now I’m sad and alone. I’m going to become bitter and distrustful of people because one person betrayed me.

Santiago memikirkan kembali apa yang telah ia lakukan sejauh ini, termasuk percakapan bersama Melchizedek beberapa waktu lalu. Ia tersadar pada kesimpulan tentang pilihan. Ia memiliki pilihan, apakah menjadikan dirinya korban malang di tempat asing atau seorang petualangan yang sedang mencari harta karun. Santiago pun memilih untuk tetap fokus pada perannya sebagai seorang petualang yang mencari harta karun.

Dari peristiwa perampokan yang dialami Santiago, kita belajar untuk melihat dari dua sisi dan tidak menyerah begitu saja. Tetap fokus pada tujuan dan impian yang diraih. Dan, jangan biarkan pengalaman buruk menghalangi untuk mencapai suatu impian. 

Selanjutnya, kita diajak menelusuri kisah Santiago dan Pemilik Teh. Ia memutuskan untuk tinggal sementara dan bekerja dengan Pemilik Teh tersebut untuk mengumpulkan bekal agar bisa melanjutkan perjalanan menemui harta karun. Santiago belajar makna Maktub, segala sesuatu telah tertulis—di sini saya memahami sebagai takdir.

Santiago memanfaatkan kejelian dalam membaca tanda sebagaimana yang ia pelajari dari Melchizedek. Ia mengajak Pemilik Teh menyajikan teh di gelas kristal yang selama ini hanya jadi pajangan, agar dapat menarik pembeli lebih banyak datang. Bisa ditebak, penjualan pun meningkat dan tentu saja Santiago memperoleh uang sebagai bekal dalam perjalanan selanjutnya.

Kemudian pada fase perjalanan berikutnya, Santiago bertemu dengan orang Inggris yang mencari sang Alkemis, batu filsuf, dan obat hidup. Mereka terjebak di gurun yang sedang terjadi perang saudara. Di tempat ini juga, Santiago jatuh hati dengan Fatima, gadis gurun yang juga menaruh hati padanya. 

Santiago juga bertemu dengan sang Alkemis, orang yang dicari-cari oleh orang Inggris selama ini. Namun, yang justru bertemu dengan Alkemis adalah dirinya. Banyak dialog menarik yang terjadi di antara mereka berdua. Termasuk ketika Santiago sempat berpikir untuk berhenti dan menjalankan kehidupan bersama Fatima di gurun tersebut. 

Sang Alkemis mengingatkan tentang impian Santiago. Ia dan Fatima akan menikmati hidup dengan bahagia. Memiliki banyak unta dan domba, tetapi ketika seiring waktu Santiago nantinya akan dibayangi soal harta karun yang menjadi impiannya. 

You must understand that love never keeps a man from pursuing his destiny,” ujar sang Alkemis.

Kutipan-kutipan dialog yang menarik di novel The Alchemist/Eka Herlina

Akhir dari Perjalanan Santiago

Bagaimana akhir dari perjalanan Santiago menemukan impian, apakah ia akhirnya bisa mendapatkan harta karun?

Apa yang dicari oleh Santiago ternyata bukanlah berada di piramida tersebut, tetapi justru di kampung halamannya. Harta karun itu berada di reruntuhan gereja, tempat pohon Sycamore tumbuh. Sebuah daerah di mana ia kerap menghabiskan hari-hari bersama dombanya saat menjadi pengembara dulu. 

Menurut saya, bukan akhir perjalanan Santiago yang membuat novel ini membekas di jiwa. Akan tetapi, proses perjalanan dari mulai padang rumput di Spanyol, gurun, hingga ke tujuan akhir piramida. Bertemu banyak tokoh mengagumkan yang menjadikan cerita ini menakjubkan. Harta karun sebenarnya adalah perjalanan yang dilakukan oleh Santiago itu sendiri.

There is only one way to learn. It’s through action. Everything you need to know, you have learned through your journey.

The Alchemist bukanlah sekedar sebuah novel, melainkan juga sebuah buku pengembangan diri. Paulo Coelho mampu mencubit hati para pembaca lewat kalimat-kalimat bijak yang masih relevan dalam kehidupan saat ini.


Judul: The Alchemist
Penulis: Paulo Coelho
Penerjemah: Alan R. Clarke
Penerbit: HarperCollins (UK)
Tahun terbit: 2021
Tebal buku: 177 Halaman
ISBN: 978-0-00-715566-8 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post The Alchemist: Jalan Panjang Menggenggam Erat Impian appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/the-alchemist-jalan-panjang-menggenggam-erat-impian/feed/ 1 42656
Kenapa Kamu Harus Baca Novelet “Balada si Roy”? https://telusuri.id/kenapa-kamu-harus-baca-balada-si-roy/ https://telusuri.id/kenapa-kamu-harus-baca-balada-si-roy/#respond Tue, 17 Apr 2018 04:18:44 +0000 https://telusuri.id/?p=8113 Sebelum traveling menjadi tren seperti sekarang, Gola Gong (atau Gol A Gong), seorang pemuda Banten, sudah senang jalan-jalan. Nggak cuma “berkeliaran” di dalam negeri, Gola Gong juga bertualang sampai ke luar negeri. Petualangan-petualangannya itu ia...

The post Kenapa Kamu Harus Baca Novelet “Balada si Roy”? appeared first on TelusuRI.

]]>
Sebelum traveling menjadi tren seperti sekarang, Gola Gong (atau Gol A Gong), seorang pemuda Banten, sudah senang jalan-jalan. Nggak cuma “berkeliaran” di dalam negeri, Gola Gong juga bertualang sampai ke luar negeri.

Petualangan-petualangannya itu ia fiksikan kemudian dimuat sebagai cerita bersambung (cerbung) di Majalah Hai yang dulu tenar banget. Kemudian, setelah terkumpul, cerita-cerita itu dibundel dalam 10 jilid novelet berjudul “Balada si Roy.”

Nah, meskipun Balada si Roy tenar antara akhir 80-an dan awal 90-an, novelet ini masih recommended banget buat kamu baca. Kenapa? Ini 5 alasannya:

1. Tokoh-tokohnya sangat hidup

balada si roy

Setumpuk novelet Balada si Roy/Fuji Adriza

Membaca Balada si Roy, kamu bakal masuk ke dalam kehidupan seorang anak muda bernama Roy yang hobi jalan-jalan dan naik gunung. Karakternya hidup banget, sampai-sampai kamu bakal ngerasa bahwa Roy itu adalah teman SMA kamu—atau malah kamu sendiri.

Waktu Roy sedih, kamu juga ikut sedih. Saat Roy gembira, kamu juga ikut tersenyum. Pas Roy mau berantem sama musuhnya, tangan kamu juga pasti bakal ikut mengepal. Makanya Roy sempat jadi ikon petualang tahun 90-an. Tapi, nggak cuma tokoh Roy yang hidup. Karakter-karakter pendukung dalam novelet ini juga dibikin serealistis mungkin sama Gola Gong.

2. Mengandung kritik sosial

gola gong

Profil Gola Gong/Fuji Adriza

Sedikit-sedikit, Gola Gong juga menyisipkan kritik sosial dalam Balada si Roy. Kritik-kritik itu biasanya keluar dalam kegelisahan Roy melihat fenomena yang ada di depan mata. Waktu Roy sedang melintasi areal persawahan di Banten, misalnya, ia gelisah mendapati semakin banyak sawah yang dibangun. Kalau sudah begitu, pikir Roy, nanti manusia akan makan apa?

Contoh lain adalah ketika Roy bepergian ke Baduy dalam dan mendapati bahwa modernitas semakin merangsek ke dalam kehidupan tradisional mereka. Di Malaysia, ia prihatin melihat nasib calon TKI di sana yang ditipu agen-agen nakal.

3. Kisah Balada si Roy menantangmu untuk menembus “batas”

avonturir

Avonturir/Fuji Adriza

Roy adalah bocah yang nggak gampang menyerah. Tekadnya kuat. Kalau tekadnya lemah, barangkali ia lebih memilih buat tinggal di rumah nemenin ibunya dan nggak ke mana-mana. Ia cuma bakal belajar serius, mencari nafkah, dan menabung buat bekal hari tua. Tapi, ia mencoba untuk keluar dari segala konstruksi dan belenggu. Ia mendobrak batas.

Meskipun bukan anak orang kaya, Roy mampu menjelajahi Nusantara. Ia juga bahkan melancong ke luar negeri. Lewat Kalimantan, ia menyeberang ke Malaysia, terus menjelajahi Asia Tenggara sampai akhirnya tiba di India.

4. Petualangan-petualangannya mencengangkan

balada si roy

Traveler/Fuji Adriza

“Coba tolong dielaborasi maksudnya ‘menembus batas’ itu apa?” Jadi, untuk ukuran tahun 80-an akhir atau 90-an awal itu, jalan-jalan masih dianggap sebagai hobi elite. Untungnya Roy suka baca dan tahu bahwa ada cara hemat buat jalan-jalan, yakni backpacking. Jadi, Roy menembus sekat-sekat sosial. Dia, yang secara finansial biasa-biasa saja, ibarat “ngebajak” gaya hidup orang kaya.

Tapi, ya, itu tadi. Supaya bisa bertualang jauh, ia harus rela bepergian menumpang moda transportasi yang jauh dari kata “nyaman.” Ia harus naik bis reot, naik kereta ekonomi, ikut kapal nelayan, naik kapal laut seminggu, bahkan naik sepeda menelusuri Semenanjung Malaysia sampai Thailand.

5. Kamu bakal dapat gambaran suasana bertualang zaman dulu

balada si roy

Rendez-Vous dan Bad Days/Fuji Adriza

Sekarang, barangkali yang jadi rujukan kamu saat bertualang adalah ponsel pintar. Tinggal beli paket, terus browsing, kamu bisa mendapatkan berbagai informasi yang kamu butuhkan. Kamu bisa cari tahu aktivitas seru, tempat makan enak, penginapan murah, tiket harga miring, dan lain-lain.

Dulu, waktu ke luar negeri, Roy cuma mengandalkan tekad dan kemampuan bersosialisasi. Ia nggak bisa sewaktu-waktu menghubungi rumah karena saat itu belum ada ponsel pintar dan jaringan internet. Roy jelas juga nggak bisa Instastory. Kamu jadi bisa mengintip suasana “pahit” yang dialami petualang zaman dulu.

Nah, gimana? Berminat baca Balada si Roy? Kalau iya, buruan deh ke toko buku!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kenapa Kamu Harus Baca Novelet “Balada si Roy”? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kenapa-kamu-harus-baca-balada-si-roy/feed/ 0 8113