open trip Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/open-trip/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 27 Mar 2025 05:47:24 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 open trip Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/open-trip/ 32 32 135956295 Teman Rinjani https://telusuri.id/teman-rinjani/ https://telusuri.id/teman-rinjani/#comments Sun, 24 Nov 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=43671 Tentu senang bertemu sesama wong Cheribon (Cirebon) di Rinjani Guest House, Lombok. Penginapan para pendaki. Jaraknya sepuluh meter saja di sebelah Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Resor Sembalun. Sabtu (1/6/2024) menjelang sore para pendaki...

The post Teman Rinjani appeared first on TelusuRI.

]]>
Tentu senang bertemu sesama wong Cheribon (Cirebon) di Rinjani Guest House, Lombok. Penginapan para pendaki. Jaraknya sepuluh meter saja di sebelah Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Resor Sembalun.

Sabtu (1/6/2024) menjelang sore para pendaki mulai berdatangan. Sebuah ruangan besar di lantai dua penginapan jadi tempat kumpul. Kami akan bermalam di situ. Tempatnya bersih. Beralaskan karpet. Ada bantal-bantal. Bebas ngapling di mana.

Saya pilih dekat colokan listrik tunggal biar pengawasan lebih mudah. Kamar mandi ada dua. Air mengalir lancar dan serasa es—bikin menggigil. Namun, levelnya masih di bawah dinginnya Ranu Pani. Atau Cemoro Kandang, Lawu.

Bahkan waktu saya ke Rinjani via Senaru 27–29 April 2024, desa di kaki Gunung Rinjani ini tidak dingin. Tentu banyak faktor memengaruhi, baik ketinggian desa maupun memang belum masuk musim dingin. 

Saat dulu mendaki via Senaru, saya reservasi tiket mandiri (perorangan). Lain ketika lewat Sembalun kali ini, saya memanfaatkan jasa open trip (OT). Sebuah layanan pendakian bersama yang ditangani pihak swasta. Alasan utama memakai OT adalah soal tiket daring Surat Izin Memasuki Kawasan Konservasi (SIMAKSI) TNGR. Waktu kapan pun yang saya pilih, pihak OT bisa menyediakan tiket digitalnya. Tidak perlu berebut kuota di hari, tanggal, bulan tertentu. Sebab, memang waktu saya terbatas sekali.

Saya dapat tiket untuk tanggal pendakian 1–4 Juni 2024. Lega. Tambah lagi, dipastikan ada teman mendaki. Tidak kayak lewat Senaru sebelumnya yang benar-benar solo climbing! Carrier di punggung, daypack di dada, dan tangan kanan jinjing tenda.

Teman Rinjani
Kepadatan di depan kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Resor Sembalun/Mochamad Rona Anggie

Bertemu Teman Baru dari Cirebon

OT Rinjani mempertemukan saya dengan banyak pendaki dari daerah lain, seperti Ambon, Makassar, Jakarta, dan Tangerang. Senang bukan main. Lebih bungah lagi, pas di satu momen, saya kenalan pendaki dari Cirebon. Rumahnya di Taman Cipto. Tidak jauh dari kediaman saya di Perumnas Rajawali.

Namanya Teguh Umbara. Waktu itu dia mau keluar ruangan. Cari makan malam. Saat saya ajak ngobrol, ternyata tahun kelahiran sama: 1985. Namun, dia lulus SMA lebih dulu tahun 2002, sedangkan saya setahun kemudian.

Dia alumnus SMAN 2 Cirebon. Anaknya empat, perempuan semua. Masih ikhtiar pengen punya anak cowok. Saya lulusan SMAN 3 Cirebon. Anak lima, tiga cowok dan dua cewek. Anak pertama-kedua kembar. Ketika saya tunjukkan video pendakian bareng tiga jagoan anak lanang, berjibaku di trek pasir berbatu jelang puncak Slamet via Permadi, Teguh terpana.

“Nanti kalau punya anak lelaki, bakal saya ‘siksa’ seperti itu,” ucapnya serius. Maksudnya, dia punya keinginan kuat akan melatihnya demikian, kalau punya seorang putra.

Saya sendiri, sebagai pendaki yang telah naik gunung sejak tahun 2001, punya cita-cita menularkan hobi ini ke generasi penerus. Maka ketika punya tiga anak laki-laki, saya mantap mengenalkan kegiatan alam terbuka (kemah dan mendaki) kepada mereka sejak dini. Anak kembar saya, Rean Carstensz Langie dan Evan Hrazeel Langie, perdana mendaki gunung saat kelas 6 SD (12 tahun). Adiknya, Muhammad, sampai puncak Ciremai kelas 1 SD (7 tahun). Saya berperan sebagai pelatih, pemandu, sekaligus porter.

Teguh sendiri mengaku kenal naik gunung belum lama. “Habis Covid aja,” katanya. 

Teman Rinjani
Teguh di Danau Segara Anak Gunung Rinjani/Teguh Umbara

Bertukar Cerita

Tadinya Teguh hobi naik sepeda. Senang rute menanjak, tetapi beberapa teman kurang suka. Akhirnya berpisah jalan. “Kebetulan saya juga sempat kena obesitas,” Teguh menyebut alasan lain tertarik mendaki. Ia mengidentifikasi diri sebagai “PSK” alias Pria Satus Kilo (pria seratus kilogram).

Dia lalu mencoba pendakian perdana pergi-pulang tanpa bermalam (tektok) di Gunung Ciremai via Linggarjati tahun 2022. Eh, langsung cocok. Sejak itu keranjingan. Hampir tiap pekan tektok Ciremai. Kemudian merambah gunung lainnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

“Tinggal Semeru belum,” ujarnya lirih. Menunjukkan penantian yang entah kapan terwujud. Memendam penasaran pada Ranu Kumbolo, merasakan Tanjakan Cinta, menapaki medan kerucut berpasir yang lebih halus dari trek “Letter E” Rinjani, lalu berdiri gagah di Mahameru (3.676 mdpl).

Saya beruntung sudah merasakannya 22 tahun lalu. Saat masih kelas 2 SMA. “Saya ke Semeru 2002,” cerocos saya memanas-manasi Teguh.

Saya mengenang momen ketika dataran puncak bergetar disertai suara gemuruh. Tiba-tiba kawah Jonggring Saloka meletupkan material vulkanik ke udara. Asapnya menggumpal, mengundang para pendaki mengabadikan momen khas tersebut. 

Letupan itu muncul tiap 15 menit sekali. Batas toleransi kita diperbolehkan ada di area puncak maksimal pukul 09.00 WIB. Selebihnya, arah angin berubah, berpotensi membawa material pasir berbatu yang panas dari perut bumi dan gas berbahaya ke arah pendaki.

Belakangan saya baru tahu ternyata Teguh belum menjajal Gunung Ciremai via jalur Sadarehe. Rute ke atap Jawa Barat yang pernah saya daki bersama anak lanang pada 6 November 2022 ini baru diresmikan pada 25 Agustus 2022 di Rajagaluh, Majalengka.

Tampaknya bensin pendakian Teguh segera menyambar kobaran api di dada dan betis. Dua pekan sepulang dari Rinjani, ia langsung bergegas ke Sadarehe. Mengirim kabar gembira berupa sunrise di puncak Ciremai via grup Rinjani 1–4 Juni 2024

Saya turut meramaikan. Saya mengirim foto merubung tiang papan penunjuk puncak Ciremai Sadarehe bersama tiga jagoan saya. Pendaki Tangerang, Uda Johny, berkomentar dengan gambar stiker, Gaaass pooll, jangan kasih kendor!

  • Teman Rinjani
  • Teman Rinjani

Pertemuan Lanjutan

Dua bulan sepulang dari Lombok, saya coba mengunjungi Teguh di kompleks perumahan elit Taman Cipto. Sengaja saya tidak janjian lagi. Dadakan, karena dua kali berencana sebelumnya justru meleset.

“Masa di Lombok ketemu, di Cirebon enggak,” batin saya.

Alhamdulillah, dia ada di rumah. Kami akhirnya bertemu kembali. Waktu itu belum lama momen Agustusan.

Saya pun memulai obrolan, “Sudah, Mas, ke Kerincinya?”

Ia menjawab pelan, “Sudah. Saya juga baru dari Latimojong. Tujuh belasan di sana.”   

Sontak saya kaget. Gila!

“Bareng Tiga D?”

“Yang Kerinci, iya. Yang Latimojong, udah daftar [malah] batal. Kuota pendaki enggak terpenuhi. Akhirnya pakai OT lain.”

Segera saya wawancara Teguh. Ingin dengar cerita serunya di Kerinci dan Latimojong. Suguhan kopi Toraja menambah hangat suasana. “Dari Makassar masih jauh (ke kaki Latimojong). Pulangnya lewat Toraja, lebih dekat ke Makassar,” paparnya.

Hanya saja pas di Kerinci, Teguh belum jodoh bisa melihat kawahnya. “Full kabut sejak mulai masuk Tugu Yudha.” 

Dia coba bersabar. Menunggu cuaca cerah. Namun, sampai satu setengah jam di titik tertinggi Pulau Sumatra, angin malah tambah kencang dan udara makin menggigit.

“Akhirnya turun,” ujarnya kecewa. “Eh, pas turun, dekat batas vegetasi, cuaca cerah sekali,” sesalnya. 

Pertengahan September lalu, Teguh juga berhasil menggapai atap Sumatra Selatan: Gunung Dempo (3.178 mdpl). Daftar tunggu tiap gunung yang akan ia daki, sejauh ini berjalan sesuai rencana.

Dari kiri ke kanan: foto-foto Teguh saat di tiga puncak gunung dalam waktu berdekatan, yaitu Kerinci Latimojong, dan Dempo/Dokumentasi Teguh Umbara

Sisi Positif Open Trip

Tak bisa dimungkiri, layanan OT memudahkan pendaki zaman sekarang. Yang penting fisik prima dan duit melimpah, bisa langsung ikut pilihan perjalanan OT. Tentunya memilih operator OT yang punya rekam jejak baik, memiliki pemandu berpengalaman dan bersertifikasi. Bukan OT yang cari untung semata, lantas mengabaikan keselamatan dan tanggung jawab pada klien.

Naik sama siapa, sudah tidak bingung lagi. Layanan OT mempertemukan pendaki dari mana saja. Lintas generasi. Seperti yang saya jajal saat ikut OT Rinjani, saya ketemu Teguh dan rombongan Tangerang: Pak Orick, Uda Johny, Mas Yoke, dan lain-lain.

Saya lebih senang menyebut peserta OT sebagai pendaki gunung trendi masa kini. Tanpa maksud merendahkan sama sekali. Bagaimanapun mereka sudah menjalani olahraga mendaki gunung; berkeringat, berlelah-lelah, kedinginan, hingga mencapai puncak idaman.

Mendaki gunung bukan lagi “milik” anggota organisasi pencinta alam. Teguh buktinya. Mulai mendaki 2022, dengan modal kantung tebal dan waktu luang sebagai bos perusahaan, koleksi gunungnya lebih lengkap dari saya yang mendaki 21 tahun lebih dulu.

Terima kasih, Rinjani. Kami tinggalkan jejak kaki di puncakmu. Menorehkan cerita persahabatan yang tak lekang oleh waktu. Membentangkan kenangan sampai anak cucu. Salam lestari! 




Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Teman Rinjani appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/teman-rinjani/feed/ 1 43671
Trekking Sentul: Perjalanan ke Curug Leuwi Asih (2) https://telusuri.id/trekking-sentul-perjalanan-ke-curug-leuwi-asih-2/ https://telusuri.id/trekking-sentul-perjalanan-ke-curug-leuwi-asih-2/#respond Thu, 22 Feb 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41210 Perjalanan dilanjutkan menuju Curug Leuwi Asih. Salah satu trek yang kami lalui ternyata juga merupakan jalur motor trail, sehingga sering kali kami harus menepi ketika ada rombongan motor trail lewat. Tiba-tiba ada celetukan terdengar di...

The post Trekking Sentul: Perjalanan ke Curug Leuwi Asih (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
Perjalanan dilanjutkan menuju Curug Leuwi Asih. Salah satu trek yang kami lalui ternyata juga merupakan jalur motor trail, sehingga sering kali kami harus menepi ketika ada rombongan motor trail lewat.

Tiba-tiba ada celetukan terdengar di antara rombongan, “Saya mau ikut nebeng motor trail saja!”. Saking sudah lelahnya menghadapi jalur menanjak. Namun, tentunya ditanggapi dengan tawa oleh orang-orang lainnya.

Saat masih di area perbukitan terbuka langit semakin gelap. Para pemandu mulai mengeluarkan jas hujan dari tas mereka untuk dibagikan kepada peserta. Ya, salah satu benefit yang peserta dapat dari open trip ini adalah jas hujan yang disediakan oleh pemilik jasa.

Benar saja, tidak lama setelah itu air mulai turun dari langit. Jas hujan yang sudah dibagikan mulai kami pakai. Waktu itu beberapa di antara kami ragu untuk memakai jas hujan—termasuk saya—karena tetes air yang belum cukup deras. Namun, begitu makin deras akhirnya jas hujan dikenakan oleh semua peserta. Trekking pole akan menjadi semakin berguna untuk membantu menjaga keseimbangan tubuh saat menapaki jalan menanjak dan menurun.

Untungnya hujan berhenti saat kami memasuki kawasan yang didominasi kawasan perkebunan. Di area ini kami bertemu para petani singkong yang sedang memetik, mengupas, dan membawa hasil panen mereka ke dalam karung-karung. Tak jarang kami harus bergantian menggunakan jalan setapak dengan para pekerja kebun. 

Setelah melewati lahan singkong, kami menyusuri perkebunan sereh. Area ini letaknya lebih tinggi dari kebun singkong. Perpaduan antara bau tanah yang habis tersiram hujan dengan aroma yang khas dari daun sereh menciptakan suasana rileks dan menenangkan ketika melewati kawasan ini.

Rehat Sejenak di Warung Sebelum Melanjutkan Perjalanan

Saat sedang asyik berjalan sambil menikmati pemandangan dari lahan sereh, tiba-tiba terdengar suara kambing bersahutan. Ternyata kami sudah mulai memasuki wilayah permukiman penduduk. Melihat ada pendopo dan beberapa kursi kayu, rombongan memutuskan beristirahat sebelum ke Curug Leuwi Asih.

Dari sini pun sudah terdengar gemericik air. Tidak butuh berjalan jauh kami sudah menemukan aliran sungai dengan banyak batu besar. Kami makin berjalan ke arah hulu dengan menyusuri jalan setapak yang berada di samping alirannya. Tentunya jalur yang ditempuh pun lebih licin karena lebih dekat dengan aliran air. Di sepanjang jalur ini kami akan melewati gazebo di sebelah kiri dan aliran sungai di sebelah kanan.

Setelah menyeberang melalui jembatan kayu dan menyusuri puluhan anak tangga, tibalah kami di tujuan terakhir perjalanan sekitar pukul 13.00. Rombongan duduk dan berkumpul di salah satu gazebo dekat warung. Memang di lokasi ini banyak berdiri warung dengan gazebo untuk para pengunjung beristirahat. Pengunjung tinggal pilih, mau di gazebo yang terletak di pinggir aliran air atau di dekat anak tangga yang menuju air terjun Leuwi Asih.

Sebagian peserta open trip langsung menuju lokasi curug berada, sementara lainnya memilih untuk memesan makan terlebih dahulu. Saya bergabung dengan kelompok yang kedua. Teman saya yang dari awal berjalan bersama juga memiliki pilihan yang sama seperti saya.

Sebelum bermain air, rasanya saya harus mengisi tenaga terlebih dahulu, terlebih baru usai menempuh perjalanan trekking selama beberapa jam. Hanya beberapa saat saja saya perlukan untuk menghabiskan pesanan saya berupa semangkuk mi instan dengan satu telur ceplok dan irisan cabai.

Trekking Sentul: Perjalanan ke Curug Leuwi Asih (2)
Aliran air di Curug Leuwi Asih/Nita Chaerunisa

Bermain Air di Curug Leuwi Asih

Dari deretan warung, kami hanya perlu berjalan beberapa meter saja untuk sampai ke air terjun atau lokasi persis Curug Leuwi Asih. Tempat wisata ini dikelola dengan baik, terlihat dari pagar besi yang dibuat sepanjang jalan menuju curug dan jalur yang sudah disusun dengan batuan kecil di atas tanah. Tujuannya supaya pengunjung tidak mudah terpeleset saat berjalan di atasnya.

Curug Leuwi Asih bukan termasuk tipe air terjun yang mengalir tinggi dari tebing. Menurut salah satu orang yang saya temui di curug, air terjun ini berasal dari aliran sungai yang memecah bebatuan besar. Air yang turun dari curug bergabung bersama aliran sungai dari atas, lalu mengalir di antara batu-batuan. Saya juga tidak mengetahui hulu dari aliran sungai tersebut.

Tepat di dekat air terjun, terdapat dua batu besar di tengah aliran yang mengalir ke bawah. Di samping kanan dan kiri aliran juga terdapat batu besar. Banyak pengunjung yang biasa menjadikan batu-batu tersebut sebagai titik untuk melompat ke air. Bagi pengunjung yang tidak berani melompat dari ketinggian, juga bisa sekadar berfoto di sni.

Karena malas membawa pakaian basah saat pulang nanti, alhasil saya hanya asyik berfoto di antara batu-batuan saja. Lagipula saat itu Curug Leuwi Asih sedang ramai pengunjung, sehingga kami harus bergantian bermain di beberapa titik yang dianggap menarik oleh pengunjung. Namun, untuk pengunjung yang ingin bermain air, sudah tersedia banyak toilet yang letaknya cukup dekat.

Trekking Sentul: Perjalanan ke Curug Leuwi Asih (2)
Spot melompat dari atas batuan di Curug Leuwi Asih/Nita Chaerunisa

Kembali ke Lapangan Leuwi Asih

Waktu menunjukkan hampir pukul 15.00. Sudah nyaris enam jam kami trekking dan bermain air. Rombongan open trip segera bergerak pulang menuju Lapangan Leuwi Asih melewati pemukiman penduduk sejauh kurang lebih satu kilometer. Karena berada di permukiman penduduk, jalur yang dilalui tidak sulit seperti sebelumnya. Kami melewati rumah penduduk dan warung-warung milik mereka, serta kandang hewan ternak.

Saya baru mengetahui ternyata jarak antara Curug Leuwi Asih dan Lapangan Leuwi Asih tidak jauh. Mungkin bagi pencinta alam yang hanya sekadar ingin bermain air dan tidak ingin repot berjalan jauh, Curug Leuwi Asih bisa masuk daftar kunjungan. Perjalanan bisa dimulai dari Lapangan Leuwi Asih yang lokasinya juga tidak jauh dari jalan kampung. 

Setelah sampai di Lapangan Leuwi Asih, peserta open trip langsung diantar pulang kembali menuju meeting point. Jalur yang dilalui sama seperti perjalanan berangkat. Rasa lelah atas perjalanan seharian dan embusan angin sepoi-sepoi sore itu membuat beberapa peserta terlelap di atas mobil pick up yang mengantar kami. Dari titik kumpul, saya dan beberapa peserta yang menggunakan fasilitas antar jemput diantar kembali menuju Stasiun Bogor.

Pengalaman melakukan perjalanan trekking dengan menggunakan jasa usaha open trip ternyata jadi salah satu pilihan berwisata yang menarik. Selain bisa menambah teman, dengan bantuan pemandu, para pencinta alam tidak perlu takut tersesat saat memilih jalur menuju destinasi tertentu. Selain itu tentunya para pemandu juga bisa membantu mendokumentasikan perjalanan, sehingga kami tidak perlu takut kehilangan momen saat berada di jalur trekking.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Trekking Sentul: Perjalanan ke Curug Leuwi Asih (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/trekking-sentul-perjalanan-ke-curug-leuwi-asih-2/feed/ 0 41210
Trekking Sentul: Perjalanan ke Gua Garunggang (1) https://telusuri.id/trekking-sentul-perjalanan-ke-gua-garunggang-1/ https://telusuri.id/trekking-sentul-perjalanan-ke-gua-garunggang-1/#respond Wed, 21 Feb 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41201 Sebagai wilayah yang dikelilingi oleh gunung dan bukit, Sentul menjadi alternatif wisata bagi banyak orang yang tinggal di wilayah sekitarnya. Salah satu aktivitas wisata yang dapat dilakukan di Sentul adalah trekking. Banyak sekali rute trekking...

The post Trekking Sentul: Perjalanan ke Gua Garunggang (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
Sebagai wilayah yang dikelilingi oleh gunung dan bukit, Sentul menjadi alternatif wisata bagi banyak orang yang tinggal di wilayah sekitarnya. Salah satu aktivitas wisata yang dapat dilakukan di Sentul adalah trekking. Banyak sekali rute trekking di kawasan perdesaan yang berada di Kabupaten Bogor tersebut, khususnya rute untuk menuju destinasi tertentu seperti rute ke gunung, bukit, curug, gua atau tujuan wisata lainnya. 

Ternyata kondisi ini dimanfaatkan dengan baik oleh warga lokal. Banyak dari mereka yang membuka usaha open trip dengan menjadi pemandu (guide). Mereka juga menyediakan trekking pole dan beragam fasilitas lain. Open trip ini sangat membantu bagi yang belum terbiasa melakukan trekking, atau ingin trekking tetapi tidak memiliki teman, seperti saya dan satu teman saya.

Dari sekian banyak informasi open trip dengan berbagai rute trekking yang ada di media sosial, saya dan teman memilih rute Gua Garunggang—Curug Leuwi Asih. Pemilik open trip berhasil menjalankan teknik marketing-nya, karena membuat kami berdua penasaran dengan rute yang mereka sebut memiliki jalur yang santai dan tidak membosankan. Selain itu dengan fasilitas penjemputan dari Stasiun Bogor juga memudahkan kami berangkat dari Jakarta menggunakan KRL Commuter Line. Kami bersama beberapa peserta lainnya yang juga menggunakan fasilitas ini dijemput dari Stasiun Bogor menuju meeting point (titik kumpul).

Sentul Nirwana Jungleland ditunjuk sebagai tempat kumpul bagi 23 peserta open trip yang datang dari berbagai wilayah di sekitar Sentul. Dengan menaiki mobil pick up, peserta menuju lapangan Leuwi Asih yang merupakan lokasi awal trekking sekaligus tempat parkir kendaraan. Perjalanan menuju Lapangan Leuwi Asih hanya membutuhkan waktu 15 menit.Di Lapangan Leuwi Asih kami melakukan briefing, stretching exercises untuk meregangkan otot-otot, dan berdoa demi kelancaran perjalanan. Di lapangan ini juga kami melihat beberapa rombongan lain. Ada yang baru berkumpul dan ada pula yang sudah bersiap jalan lebih dahulu.

Memulai Trekking Menyusuri Sawah dan Hutan

Sekitar pukul 09.00 WIB, dengan dipandu oleh tujuh pemandu, peserta mulai menuruni jalan dari lapangan Leuwi Asih, lalu menyeberangi sungai melalui jembatan bambu menuju area persawahan. Katanya, ada banyak rute jalur yang dapat dipilih oleh para pencinta alam yang ingin melakukan trekking ke Gua Garunggang dan Curug Leuwi Asih. Baik untuk yang pergi dalam jumlah anggota kecil maupun rombongan besar seperti kami. Tinggal pilih saja mau lewat jalur yang mudah dan cepat atau yang banyak rintangan.

Perjalanan trekking waktu itu bertepatan dengan mulai masuknya musim hujan, sehingga jalur menjadi lebih becek dan licin. Matahari pun tidak berhasil menampakkan diri sepenuhnya untuk menemani perjalanan kami. Meskipun begitu, kami tetap dapat memotret lanskap alam yang memanjakan mata. Seperti pemandangan di awal perjalanan yang berupa persawahan yang indah, bukit dan aliran sungai yang penuh batu-batu besar.

Sebelum memasuki area hutan—yang merupakan trek setelah persawahan—rombongan beristirahat sejenak di dekat area camping. Beberapa orang sibuk jajan di warung yang berada di samping area camping ground Hutan Hujan Sentul. Sementara sebagian lainnya sibuk berswafoto dengan background lapangan luas dan beberapa tenda yang belum terisi orang. Sepertinya untuk camping di sini tidak perlu repot membawa tenda karena sudah disediakan oleh pengelola.

Dari sini saya merasa trekking yang sebenarnya baru dimulai. Rombongan menyusuri rimbunnya pepohonan hutan yang berdiri rapat dan menjulang tinggi, juga menapaki jalur yang semakin lembap. Suara burung pun beberapa kali terdengar saling bersahutan di antara gesekan daun yang terembus angin.

Sampai akhirnya trek berubah menjadi vegetasi yang lebih terbuka dengan pemandangan bukit-bukit dengan hiasan aneka tanaman. Tekstur jalan pun berubah menjadi lebih kering, mungkin karena akses sinar matahari lebih bisa langsung menyentuh tanah atau jenis tanahnya yang juga berbeda. Saya kurang tahu pasti penjelasan detailnya

Menikmati Batuan di Gua Garunggang

Sekitar pukul 10.35 rombongan sampai di destinasi pertama, yaitu Gua Garunggang. Destinasi wisata ini berupa kawasan luas yang terdiri dari tumpukan batuan alami bergaris-garis dengan warna gradasi yang didominasi warna cokelat. Beberapa batuan ini menjulang melebihi tinggi manusia. Di antara batuan tumbuh pohon bahkan akarnya ada yang menutupi sebagian batu. Hamparan batu-batu tersusun seperti membentuk labirin yang harus dilewati dengan jalan berliku.

Lokasi Gua Garunggang tepat berada di salah satu batu-batuan paling atas. Sembari menunggu bergantian dengan rombongan lain yang sedang masuk ke dalamnya, pemandu kami memberikan kebebasan kepada peserta untuk berkeliling gua. Beberapa orang sibuk mengabadikan momen di antara batu-batuan yang menjulang, ada pula yang hanya duduk di warung. Di sekitar kawasan ini memang terdapat warung yang menjual makanan dan minuman.

Saya pun tidak mau ketinggalan momentum. Saya mengabadikan foto di beberapa titik. Namun, saya tidak terlalu jauh berkeliling di kawasan ini, karena sibuk mengamati tekstur batu-batuan yang membuat saya kagum.

Bagaimana caranya batu-batuan ini terbentuk? Dengan warnanya yang cokelat kehitaman, apakah batu-batuan ini berasal dari tanah yang tergerus air secara terus menerus sehingga warnanya menjadi seperti itu? Lalu kemudian berubah jadi lebih pekat apakah karena faktor udara atau karena banyak akar pohon yang melingkar di batu-batuan ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut berputar di otak saya.

Untuk masuk ke dalam Gua Garunggang yang berada di bawah tanah, kami harus menuruni tangga sejauh kurang lebih 100 meter. Mengingat kondisi gua yang dalam dan gelap, para pemandu menyarankan bagi peserta yang memiliki riwayat penyakit khusus atau trauma tertentu diimbau untuk tidak memaksa masuk ke gua.

Untungnya saya memiliki kesempatan untuk masuk ke gua, yang ternyata hanya bisa berisi maksimal 15 orang di dalamnya. Jadi, rombongan harus dipecah menjadi dua kloter untuk masuk dengan bantuan pemandu dan tim pengelola Gua Garunggang. Sepertinya Gua Garunggang memang dikelola oleh warga setempat. Terlihat ada beberapa warga lokal yang berjaga di kawasan ini.

Meskipun jalur masuknya sempit, tetapi kondisi di dalam gua cukup luas. Kami dapat menikmati gua dengan berjalan sejauh kurang lebih 50 meter saja. Namun, tetap harus berhati-hati saat berjalan di dalam gua. Terdapat aliran air di lantai gua sehingga jalan menjadi licin.

Kondisi di dalam gelap, ditambah cuaca di luar yang sedang mendung. Bahkan pencahayaan dari senter yang dibawa oleh pemandu pun rasanya kurang mencukupi kebutuhan cahaya saat susur gua. Saya sedikit kecewa karena tidak dapat melihat dengan jelas langit-langit gua dan kelelawar yang katanya masih banyak hinggap di sana. Saya hanya melihat samar-samar saja.

Trekking Sentul: Perjalanan ke Gua Garunggang (1)
Gapura wisata Geopark Gua Garunggung/Nita Chaerunisa

Melanjutkan Perjalanan ke Destinasi Berikutnya

Setelah semua kloter bergiliran masuk gua, sekitar pukul 11.30 rombongan melanjutkan perjalanan menuju Curug Leuwi Asih. Kali ini kita menyusuri perbukitan dengan jalur yang banyak menanjak. Untungnya tingkat kemiringan jalur tidak terlalu ekstrem sehingga aman dilewati, bahkan bagi orang yang belum terbiasa trekking, seperti beberapa orang di rombongan kami.

Setelah kurang lebih 45 menit berjalan di perbukitan, kami melewati papan kayu bertuliskan “Selamat Datang di Geopark Goa Garunggang”, tetapi dari sisi belakang. Ternyata menurut keterangan pemandu, rombongan kami menggunakan rute yang berlawanan dari rute utama. Memang banyak pilihan rute jalur yang dapat dipilih.

Di antara jalur bukit yang kami lalui, lokasi ini yang memiliki pemandangan paling indah. Kami dapat melihat deretan perbukitan lainnya di seberang lokasi kami berdiri. Di bawahnya juga banyak tumbuh tanaman. Sejauh mata memandang dominasi warna hijau tumbuhan sangat menyegarkan mata. Mungkin jika hari itu cuaca lebih bersahabat, maka hamparan hijaunya tumbuhan-tumbuhan itu akan lebih jelas terlihat tanpa kabut yang menutupi.

Rasanya ingin berlama-lama di sini, karena udaranya juga sangat mendukung untuk berdiam diri. Namun, kami harus tetap melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya.

(Bersambung)


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Trekking Sentul: Perjalanan ke Gua Garunggang (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/trekking-sentul-perjalanan-ke-gua-garunggang-1/feed/ 0 41201
Jangan Bikin “Open Trip” Naik Gunung Kalau… https://telusuri.id/open-trip-naik-gunung/ https://telusuri.id/open-trip-naik-gunung/#comments Sat, 12 Aug 2017 17:01:48 +0000 http://telusuri.org/?p=1548 Sekarang semuanya di-share. Semuanya—termasuk ajakan buat naik gunung. Tapi karena kegiatan naik gunung bukanlah aktivitas yang bisa dilakukan secara serampangan, mending pikir-pikir dulu sebelum nge-share ajakan ngetrip ke gunung. Jangan bikin open trip naik gunung...

The post Jangan Bikin “Open Trip” Naik Gunung Kalau… appeared first on TelusuRI.

]]>
Sekarang semuanya di-share. Semuanya—termasuk ajakan buat naik gunung. Tapi karena kegiatan naik gunung bukanlah aktivitas yang bisa dilakukan secara serampangan, mending pikir-pikir dulu sebelum nge-share ajakan ngetrip ke gunung. Jangan bikin open trip naik gunung kalau…

1. Kamu sendiri belum pernah naik gunung

Memang nggak masuk akal kalau kamu bikin open trip naik gunung kalau kamunya sendiri belum pernah naik gunung. Nggak ada peraturannya memang. Tapi ini common sense.

Kalau kamu ngebet banget pengen naik gunung, nggak perlu bikin open trip segala di forum atau media sosial. Cukup cari teman (yang benar-benar kamu kenal) yang sudah punya banyak pengalaman naik gunung, atau minimal yang sudah pernah naik gunung. Naik sama teman yang punya pengalaman nanjak bikin kamu lebih aman sebab mereka ngerti harus berbuat apa kalau sesuatu yang nggak diinginkan terjadi.

2. Kamu nggak punya uang

Konyol ‘kan kalau kamu yang ngajak tapi malah kamunya yang nggak punya uang? Masa kamu tega membebani biaya perjalanan ke teman-teman (baru) yang mungkin harus menabung cukup lama sampai uangnya cukup buat naik gunung.

Pokoknya jangan dipaksain. Kalau memang belum bisa naik gunung karena tabungan belum cukup, bersabarlah dulu sampai celengan ayam kamu sudah nggak sanggup lagi menelan lembaran uang.

Bukit Teletubbies Gunung Prau/Fuji Adriza

3. Cuma buat gaya-gayaan

Kalau kamu bikin open trip cuma buat gaya-gayaan biar dibilang “kepala suku” mending mikir-mikir lagi deh. Risikonya nggak sebanding sama reputasi yang bakal kamu dapatkan. Membawa orang lain naik gunung berarti memikul tanggung jawab terhadap keselamatan orang-orang yang kamu ajak.

Si A yang kamu ajak adalah anak dari Bapak B dan Ibu C yang diharapkan bisa mengangkat harkat dan martabat keluarga. Si D yang kamu ajak adalah pacar kesayangan si E. Yang kamu ajak open trip adalah manusia-manusia yang dicintai oleh manusia lain.

4. Nggak ada persiapan

Naik gunung tanpa persiapan saja sudah berbahaya, apalagi mengadakan open trip tanpa persiapan. Dari jauh hari kamu harus merencanakan perjalanannya, waktu, durasi, dan rute pendakian, manajemen logistik, dan hal-hal lain yang diperlukan.

5. Nggak bisa memimpin rombongan

Sebagai thread starter, tentu kamulah yang diharapkan para peserta untuk memimpin pendakian. Kamulah yang mengorganisir segala yang berhubungan dengan pendakian, dari mulai mengurus perizinan, mencari tiket pesawat/bis/kereta, memesan angkutan menuju titik awal pendakian, dan lain-lain.

Kalau mengurus satu hal saja rasanya sudah riweuh, pikir seribu kali sebelum membuat thread open trip di forum atau media sosial.

Jangan Bikin Open Trip

Ciremai Jalur Linggarjati/Fuji Adriza

6. Nggak ngerti manajemen perjalanan

Sebelum berani bikin open trip, minimal kamu harus paham dulu ilmu-ilmu dasar pendakian gunung, termasuk manajemen perjalanan.

Naik gunung bukan cuma sekadar menyeret dengkul dari base camp ke puncak, karenanya perlu sebuah manajemen perjalanan yang baik agar perjalanan bisa berlangsung dengan lancar dan menyenangkan.

7. Nggak ngerti dasar-dasar P3K dan SAR

Kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Waktu naik gunung misalnya. Meskipun persiapan kamu sudah matang dan sepertinya perjalanan akan berlangsung baik-baik saja, kita nggak bakal pernah bisa menduga kalau sewaktu-waktu terjadi masalah, misalnya tiba-tiba ada yang sakit, atau kesandung sehingga dengkul atau tumitnya keseleo.

Sebelum bikin open trip, kamu mesti tahu dasar-dasar ilmu P3K—atau minimal kamu di-back-up sama teman sweeper yang paham dasar-dasar P3K dan SAR.

8. Kamu sendiri nggak ikutan

Ini yang paling penting. Kalau kamunya sendiri nggak ikutan kok ya malah nekat bikin thread ajakan?

The post Jangan Bikin “Open Trip” Naik Gunung Kalau… appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/open-trip-naik-gunung/feed/ 10 1548