padang Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/padang/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 17 Jan 2023 08:42:08 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 padang Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/padang/ 32 32 135956295 Hikayat Rumah Makan Padang https://telusuri.id/hikayat-rumah-makan-padang/ https://telusuri.id/hikayat-rumah-makan-padang/#respond Tue, 14 Dec 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31560 Salah satu rumah makan yang menggurita dan ekspansif serta mudah dijumpai di berbagai daerah di seantero Indonesia adalah rumah makan Padang. Rumah makan ini amat terkenal di berbagai kepulauan Indonesia, bahkan dunia. Sajian-sajiannya disukai oleh...

The post Hikayat Rumah Makan Padang appeared first on TelusuRI.

]]>
Salah satu rumah makan yang menggurita dan ekspansif serta mudah dijumpai di berbagai daerah di seantero Indonesia adalah rumah makan Padang. Rumah makan ini amat terkenal di berbagai kepulauan Indonesia, bahkan dunia. Sajian-sajiannya disukai oleh berbagai kalangan lintas etnis dan bangsa.

Menu-menunya terkenal enak dan lezat. Para pengelolanya adaptif terhadap selera masyarakat di mana rumah makan itu berada. Rumah makan Padang di luar Sumatera Barat umumnya tidak terlalu pedas. Berbeda dengan yang berada di tempat asalnya, yang kebanyakan menyukai rasa pedas.

Rumah makan Padang juga hadir sesuai kelas dan tingkatan sosial. Dari kelas kaki lima dengan harga ekonomis dan terjangkau oleh kalangan bawah, hingga restoran bintang lima dengan target konsumen menengah ke atas.

Hanya saja, penamaan rumah makan Padang dinilai tidak begitu tepat. Karena  asal makanan dan pebisnis rumah makan Padang, seperti yang ditulis Wikipedia, tidak hanya berasal dari kota Padang, tetapi justru lebih banyak berasal dari wilayah lainnya seperti Agam, Lima Puluh Kota, Padang Pariaman, Tanah Datar, dan berbagai wilayah lainnya di Sumatera Barat. Berbagai wilayah itu memiliki ragam kuliner dengan cita rasa yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Boleh jadi, yang lebih tepat, dinamakan Rumah Makan Minang atau Restoran Minang.  Selain dari sisi cakupan geografis asal pebisnisnya, juga karena menu-menu yang disajikan adalah menu-menu khas Minang. Namun, tak bisa dipungkiri, faktanya sebutan “Padang” lebih kadung populer daripada “Minang”. Rumah makan Padang sudah terkenal di mana-nama di seantero Indonesia, bahkan di beberapa negara.

Menikmati lezatnya menu di sebuah Rumah Makan Padang. [Foto Badiatul M. Asti]
Menikmati lezatnya menu di sebuah Rumah Makan Padang/Badiatul M. Asti

Rumah Makan Padang dan Sajian Khas Minang

Yondri, dkk dalam buku Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan dan Perilaku Generasi Muda Terhadap Tatakrama Budaya Minangkabau di Kota Padang (2012) menyatakan, Padang lebih sering disebut sebagai jawaban atas pertanyaan tentang suku asal. Padahal Padang adalah nama ibu kota provinsi dari Sumatera Barat. Sedangkan Minangkabau—yang sering disingkat Minang—merujuk pada etnis dari geografis yang tak hanya meliputi wilayah Sumatera Barat, tapi juga beberapa wilayah di Riau, Bengkulu, Jambi, bahkan hingga ke Negeri Sembilan di Malaysia.

Minangkabau sendiri kaya akan khazanah kuliner yang khas dan kondang akan kelezatannya. Murdijati Gardjito, dkk dalam buku Kuliner Minangkabau, Pusaka Nenek Moyang yang Pantas Disayang (2019) menyatakan, kuliner Minang cukup beragam, tetapi cenderung menonjolkan rasa pedas dan gurih yang berasal dari cabai dan santan. Hampir semua masakan khas Minang menggunakan cabai dan santan, baik masakan dari nabati maupun hewani, kedua bumbu tersebut tak pernah absen menyertai. 

Lebih lanjut disebutkan, eksistensi kuliner Minang  terbukti dengan banyaknya restoran atau warung makan di luar daerah bahkan hingga mancanegara (Australia, Amerika, dan Belanda) yang terkenal dengan nama Restoran Padang. Dikukuhkannya rendang sebagai masakan terenak di dunia versi CNN Go tahun 2011, bahkan hingga 2017, juga menguatkan citra kuliner Minang yang mampu menembus mancanegara.   

Namun tak semua makanan khas Minang dapat diakomodasi semua dalam rumah makan Padang. Rumah makan Padang juga tidak mewakili makanan yang disantap sehari-hari orang Minang di rumah. Menu-menu yang dihadirkan umumnya ditemukan saat acara kenduri seperti baralek (pesta perkawinan) atau acara mandoa (syukuran) dalam adat Minang.  

Menu yang umum dijumpai di rumah makan Padang adalah jenis masakan yang bahan bakunya mudah didapat di wilayah rumah makan itu berada, seperti beragam masakan ayam (ayam goreng/bakar, gulai ayam, ayam pop), beragam ikan (gulai ikan kakap, ikan asam padeh), beragam gulai (gulai tunjang, gulai daun singkong), dendeng (dendeng balado, dendeng batokok), aneka sayur, serta berbagai masakan lainnya, dan tentu saja rendang yang telah dinobatkan sebagai makanan terlezat di dunia versi CNN.

Rendang, menu yang selalu ada di Rumah Makan Padang. Dinobatkan sebagai makanan terlezat versi CNN. [Foto Badiatul M. Asti]
Rendang, menu yang selalu ada di Rumah Makan Padang. Dinobatkan sebagai makanan terlezat versi CNN/Badiatul M. Asti

Tradisi Merantau Orang Minang

Mengguritanya rumah makan Padang di berbagai daerah di seantero Indonesia, bahkan di mancanegara, antara lain di Amerika Serikat, Australia, Malaysia, Singapura, dan Tiongkok, tak lepas dari tradisi merantau urang Minang. 

Sebuah sumber menyebutkan, adat merantau di suku Minangkabau telah dijalankan sejak abad ke-14 di mana banyak keluarga Minang yang berpindah ke pesisir timur Sumatera hingga ke Negeri Sembilan, Malaysia, dan ke pesisir barat Sumatera. Pada akhirnya mereka mendirikan koloni dagang, seperti di Meulaboh, Aceh (keturunannya disebut dengan sebutan Aneuk Jamee).

Kemudian pada tahun 1511, saat Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis banyak keluarga Minang yang berpindah ke Sulawesi Selatan dan mereka menjadi pendukung kerajaan Gowa, sebagai pedagang dan administratur kerajaan. Datuk Makotta dan sang istri Tuan Sitti, adalah yang nantinya menurunkan keluarga Minangkabau di Sulawesi.

Sebuah lapak nasi di Pasar Payakumbuh Sumatera, sekitar tahun 1911, boleh jadi merupakan cikal bakal rumah makan Padang sekarang via media-kitlv.nl
Sebuah lapak nasi di Pasar Payakumbuh Sumatera, sekitar tahun 1911, boleh jadi merupakan cikal bakal rumah makan Padang sekarang via media-kitlv.nl

Gelombang migrasi juga terjadi pada abad ke-18, yaitu ketika Minangkabau mendapatkan hak istimewa untuk mendiami kawasan Kesultanan Riau-Lingga. Pada masa penjajahan Hindia-Belanda, migrasi besar-besaran terjadi pada tahun 1920, ketika perkebunan tembakau di Deli Serdang, Sumatera Timur, mulai dibuka.

Menurut Yondri, dkk (2012), di balik adat istiadat merantau, terselip alasan mengapa suku Minangkabau senang berpindah tempat, di antaranya adalah faktor budaya yang disebabkan oleh adanya sistem kekerabatan matrilineal. Sistem ini menyebabkan penguasaan harta pusaka dipegang kaum perempuan, sedangkan hak kaum pria cukup kecil. Hal inilah yang akhirnya mendorong kaum pria Minang untuk pergi merantau.

Selain itu, faktor lingkungan yang berkaitan dengan sumber daya alam yang tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk. Hasil pertanian dan perkebunan tidak cukup lagi memenuhi kebutuhan bersama karena harus dibagi dengan beberapa keluarga sehingga mendorong masyarakat untuk merantau.

Asal Muasal Nama “Rumah Makan Padang”

Soal sejak kapan rumah makan Padang eksis dan menggurita di berbagai daerah di Indonesia hingga mancanegara, tak ada catatan sejarah yang dapat dirujuk. Hanya saja, sebuah artikel yang ditulis Dr. Suryadi, dosen di Universitas Leiden, Belanda, di niadilova.wordpress.com (14/07/2014 ) yang berjudul Asal Nama “Restoran Padang”  menunjukkan sebuah iklan tentang masakan Minangkabau di Cirebon pada tahun 1937. Iklan yang dimuat selama beberapa bulan di harian Pemandangan terbitan Batavia itu di antaranya menyebutkan:

“BERITA PENTING! Kalau toean2, njonja2 dan soedara2 djalan2 di Cheribon, djika hendak makan minoem jang enak, sedap rasanja, bikinan bersih mendjadi poko[k] kesehatan, silahkanlah datang ke: PADANGSCH-RESTAURANT “Gontjang-Lidah” [beralamat di] Pasoeketan 23 Cheribon….”.

Dari iklan tersebut, Dr. Suryadi memberikan catatan, di antaranya, sangat mungkin kata “Padangsch-Resrtaurant” adalah asal muasal dari istilah “restoran Padang” yang dikenal di rantau-rantau orang Minang di zaman sekarang. Jadi, istilah itu rupanya terkait dengan pemakaian bahasa Belanda di zaman kolonial: para perantau Minang pada masa itu memakai istilah “Padangsch-Restaurant” untuk menyebut masakan Minangkabau yang mereka jual.

Iklan itu juga menyebutkan bahwa Restoran Padang Goncang Lidah ada di Cirebon. Ini, menurut Dr. Suryadi, menandakan bahwa pada tahun 1930-an perantau Minang sudah menyebar di Pulau Jawa, tidak hanya di kota-kota besar seperti Batavia dan Bandung, tapi juga kota-kota kecil lainnya. Nama pemilik (eigenaar) restoran itu bernama B. Ismael Naim, agaknya ia berasal dari daerah Bukittinggi.

Faktanya, hari ini, rumah makan dan restoran Padang berdiri di berbagai daerah di seantero Indonesia. Hampir di setiap sudut kota, terdapat rumah makan Padang dengan sajian menu-menu khas Minang yang enak dan lezat.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

The post Hikayat Rumah Makan Padang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/hikayat-rumah-makan-padang/feed/ 0 31560
Berburu 8 Makanan Khas Minang yang Legendaris Selama Seminggu https://telusuri.id/8-makanan-khas-minang/ https://telusuri.id/8-makanan-khas-minang/#respond Sat, 09 Jan 2021 05:05:01 +0000 https://telusuri.id/?p=26222 Jika ditanya soal makanan khas Minang, pasti yang terbersit di pikiran adalah rendang dan kawan-kawannya. Makanan khas Minang dikenal memiliki rasa rempah-rempah yang kuat dan sangat merasuk ke dalam bahan makanannya sehingga lebih kaya rasa. ...

The post Berburu 8 Makanan Khas Minang yang Legendaris Selama Seminggu appeared first on TelusuRI.

]]>
Jika ditanya soal makanan khas Minang, pasti yang terbersit di pikiran adalah rendang dan kawan-kawannya. Makanan khas Minang dikenal memiliki rasa rempah-rempah yang kuat dan sangat merasuk ke dalam bahan makanannya sehingga lebih kaya rasa. 

Mungkin alasan inilah yang membuat salah satu juru masak dunia, Gordon Ramsay, datang ke Minang untuk eksplorasi kulinernya. Akhirnya saya memutuskan untuk datang ke Padang via udara untuk berburu kuliner legendaris selama satu minggu ke depan. Makanan apa saja yang saya cicipi? Simak di bawah ini.

1. Rendang

rendang

Warteg Hipster di Bandung

Sesampainya di Bandara Internasional Minangkabau, saya buru-buru naik taksi untuk mencicipi kuliner Minang yang pertama, yaitu rendang. Bisa dibilang di sini sebagai kampung halamannya rendang-rendang yang ada di seluruh penjuru Indonesia, jadi harusnya memiliki rasa yang lebih autentik dan khas. 

Kuliner ini juga pernah menyabet posisi pertama sebagai makanan terenak dunia versi CNN International tahun 2011. Selain enak, ternyata rendang juga bisa bertahan sangat lama bahkan sampai berminggu-minggu jika dipanaskan secara rutin. 

Tak ingin basa-basi, saya menuju ke salah satu restoran yang terkenal dengan rendangnya yaitu Restoran Selamat yang ada di Jalan Pasar Raya No. 7, Padang Barat. Menurut beberapa rekomendasi, rendang di sini memang yang paling enak di Sumatera Barat apalagi bumbunya lebih merasuk dan kuat.

Ini dibuktikan saat rendang sudah tersaji di depan saya, terlihat rendang dengan bumbu lebih hitam dari rendang kebanyakan. Menurut saya sih karena diolah tidak sekali dua kali saja hingga bumbunya benar-benar terasa.

Untuk rasa dan aroma, rendang di Restoran Selamat ini memang yang paling juara! Rendangnya empuk dan ukurannya cukup besar. Bumbu-bumbunya menyatu dengan nasi saat dikunyah, belum lagi tekstur dari rendang yang menggoda. Satu porsi rendang ini dijual dengan harga Rp16 ribu saja. 

2. Gulai Paku

Gulai Paku

Gulai Paku. Foto: Flickr/CCFoodTravel.com

Makanan khas Minang yang saya buru selanjutnya adalah gulai paku di Kantin Kuliner Mama Bet. Lokasinya ada di Jalan Olo Ladang, Padang Barat dan tidak jauh dari lokasi kuliner sebelumnya. Restorannya buka dari jam 6 pagi hingga 12 siang dan biasanya sudah habis jika datang terlalu siang. 

Saya memesan gulai paku dengan lontong sebagai makanan utamanya dan teh talua sebagai minumannya. Kalau belum tahu, teh talua ini dikenal dengan nama teh telur karena memiliki bahan dasar teh, telur, gula dan sedikit perasan jeruk. 

Katanya sih cocok buat stamina namun saya lebih suka sebagai pendamping gulai pakis saya. Menurut penjualnya, gulai pakis ini bisa dicampur dengan gulai nangka dan gulai buncis, hanya perlu disesuaikan dengan selera.  

3. Dendeng Batokok

Dendeng Batokok

Dendeng Batokok. Foto: Flickr/Fadla

Kuliner ini yang menurut saya lumayan unik karena sebelumnya saya pernah baca dari artikel kuliner. Kalau Bahasa Minang, tokok yang memiliki arti memukul. Jadi kuliner ini berisi daging sapi yang direbus kemudian dipukul sehingga dagingnya menjadi pipih. 

Orang Minang lebih suka menggunakan batu ulekan untuk memukul dagingnya dibandingkan dengan tongkat kayu pendek. Karena proses pemukulan tadi, bumbu-bumbu yang dimasukkan akan lebih meresap sehingga rasanya lebih kuat dibandingkan dengan dendeng biasa. 

Belum lagi dibakar di atas arang yang menyala hingga teksturnya agak kering. Tentu bikin lidah bergetar sebelum menyantapnya. Sebagai rekomendasi saya memilih RM Dendeng Batokok Nabila yang berada di Jalan Gajah Mada karena di sini menjual dendeng batokok yang enak dan harganya ramah di kantong. 

4. Gulai Itiak Lado Mudo

Bagi penggemar itik atau bebek seperti saya ini pasti akan kegirangan jika bisa menikmati kuliner khas berbahan dasar bebek. Salah satu yang saya tunggu adalah gulai itiak lado mudo atau orang sini mengenalnya sebagai gulai itik sambal hijau. 

Dari bentuk dan foto-fotonya di internet memang sangat menggoda. Maka dari itu saya segera bertolak menuju salah satu restoran yang menyajikan kuliner khas Minang ini. Nama restorannya adalah Itiak Lado Mudo “Pak Ayang” yang berlokasi di Jalan Adinegoro No. 17, Padang, Sumatera Barat. 

Rasa cabai hijau yang tidak terlalu pedas bercampur dengan bumbu-bumbu khas gulai sangat terasa. Saya kira sebelumnya makanan ini disajikan dengan kuah gulai, tapi ternyata dalam bentuk yang kering. Daging itik yang bertekstur ditambah dengan nasi panas tentu bisa bikin nagih sampai dua porsi. 

5. Pangek Masin

Pangek Masin

Pangek Masin. Foto: Instagram/putidian

Lanjut ke makanan khas Minang berikutnya ada pangek masin yang dikenal sebagai gulai ikannya masyarakat Padang. Saya coba di salah satu warung bernama Lapau Nasi Supik yang berada di pinggir Pantai Pasir Jambak.

Sebenarnya ada beberapa pilihan dari menu pangek masin di sini seperti ikan, cumi, udang, atau kepala ikan. Namun saya memilih pangek masin ikan agar lebih khas sesuai namanya. Saat terhidang memang sangat menggairahkan, kuah santan yang kental ditambah dengan aroma dari bumbunya sangat kuat. 

Saat dimakan, daging ikannya terasa sangat lembut dengan bumbu yang merasuk ke dalam. Cocok dinikmati bersama nasi dan deburan ombak yang menyapa. 

6. Ampiang Dadiah

Ampiang Dadiah

Ampiang Dadiah. Foto: Instagram/
meidianameidy.

Kuliner Minang sebelumnya memang didominasi dengan makanan berat, untuk itu saya menambahkan dadiah ke dalam daftar buruan saya. Kalau kemarin lihat acaranya Gordon Ramsay, Uncharted yang tayang di National Geographic Channel pasti tahu kuliner satu ini.

Dadiah atau yang dikenal sebagai yogurtnya orang Minang ini memang beda. Kebanyakan yogurt bertekstur lebih cair dan dibuat dari susu sapi. Nah, dadiah ini dibuat dari susu kerbau yang sudah difermentasikan selama 2-3 hari sehingga hasilnya lebih padat. 

Biasanya untuk menikmati dadiah ini harus ada ampiang yaitu beras ketan yang ditumbuk pipih dan dicampur gula merah. Tekstur manis dari ampiang bercampur dengan dadiah yang asam tentu bisa jadi sajian penutup yang memuaskan. 

7. Kacimuih dan Sala Lauak

Sala Lauak

Sala Lauak. Foto: Instagtam/ayudiana.fp

Di Padang, hanya beberapa restoran saja yang menyediakan makanan khas kacimuih ini. Salah satunya di Sate Manang Kabau yang berlokasi di Jalan Khatib Sulaiman No. 15, Padang. Selain kacimuih yang saya cari, ternyata di tempat ini menyediakan beberapa kuliner dengan nama yang aneh seperti bubua samba cubadak dan sala lauak. 

Setelah menu yang saya pesan datang ternyata bubua samba cubadak itu adalah gulai nangka, sedangkan sala lauak merupakan gorengan khas Minang berbentuk bulat yang memiliki bahan dasar tepung beras dan berisi udang di dalamnya. 

Untuk kacimuihnya dibuat dari perpaduan dari ketela pohon dan parutan kelapa yang di atasnya masih ditaburi dengan gula. Rasanya lebih enak dan gurih dengan tekstur yang lunak.

8. Kawa Daun

Kawa Daun

Kawa Daun. Foto: Instagram/sii.uni

Sebagai kuliner penutup saat berada di Padang, saya memilih minuman khas ini karena tidak bisa ditemukan di daerah lain apalagi di Jawa. Kawa dalam Bahasa Minang berarti kopi, sedangkan kawa daun memiliki arti kopi daun.

Sesuai namanya, kawa daun ini terbuat dari daun kopi yang dikeringkan dan disangrai hingga warnanya hitam layaknya biji kopi. Selanjutnya diseduh menggunakan batok kelapa agar lebih tradisional dalam penampilannya. Kawa daun ini sebetulnya lebih ke tradisi khas Minangkabau yang sudah sejak abad ke-18. 

Ada dua rasa yang bisa dipilih yaitu original dan susu. Saya memilih varian rasa original karena penasaran dengan rasa aslinya. Ketika mencicipinya, rasanya mirip seperti teh pada umumnya namun dengan sedikit aroma kopi.

Sebetulnya, berburu kuliner di Padang selama seminggu memang masih kurang. Apalagi banyak menu yang masih ingin saya coba. Mungkin pada kesempatan lain memang harus menyiapkan waktu yang lebih lama lagi. 

Sebelum kembali ke Jawa, tak lupa sudah ada dendeng dan kawa daun yang saya bawa. Untuk oleh-oleh orang rumah, siapa tahu mereka tertarik juga untuk menemani saya ke Padang tahun depan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Berburu 8 Makanan Khas Minang yang Legendaris Selama Seminggu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/8-makanan-khas-minang/feed/ 0 26222
Mencicipi Bubur Kampiun, Takjil Mengenyangkan dari Ranah Minang https://telusuri.id/bubur-kampiun-takjil-ranah-minang/ https://telusuri.id/bubur-kampiun-takjil-ranah-minang/#comments Mon, 13 May 2019 09:00:01 +0000 https://telusuri.id/?p=13878 Sore ini jalan sekitar Pasar Benhil sesak oleh bemo, mobil pribadi, dan ojol. Tak jarang saya mesti beradu dengan moda-moda transportasi itu. Maklum saja, sebentar lagi waktu berbuka puasa akan tiba. Saya sendiri sebenarnya juga...

The post Mencicipi Bubur Kampiun, Takjil Mengenyangkan dari Ranah Minang appeared first on TelusuRI.

]]>
Sore ini jalan sekitar Pasar Benhil sesak oleh bemo, mobil pribadi, dan ojol. Tak jarang saya mesti beradu dengan moda-moda transportasi itu. Maklum saja, sebentar lagi waktu berbuka puasa akan tiba.

Saya sendiri sebenarnya juga sedang menuju tempat untuk berbuka puasa. Hari ini rencananya saya akan berbuka puasa menyantap penganan asal Ranah Minang. Nama makanannya: bubur kampiun. Rumah makan yang akan saya datangi juga bukan spot kuliner sembarangan. Ini adalah salah satu restoran masakan Padang terenak di Jakarta, yakni Bopet Mini.

bopet mini
RM Padang Bopet Mini Benhil/Dewi Rachmanita Syiam

Akhirnya saya tiba di Jalan Bendungan Hilir Kav. 1A, Jakarta Pusat, di mana Bopet Mini berada. Meskipun bagian depannya sempit, kamu takkan kesulitan menemukan Bopet Mini sebab ada neon box berlatar kuning di atas kanopi depan. Melewati etalase khusus sate Padang, jus dan es buah, serta bubur kampiun untuk dibawa pulang, saya pun tiba di depan meja saji dan ikut antre.

Tiba jam lima, saya perlu antre sekitar setengah jam sebelum sepiring bubur kampiun—dan seporsi sate Padang—terhidang di meja.

Bubur juara ala Amai Zona

Konon, bubur kampiun tercipta dari sebuah ketidaksengajaan.

Alkisah, sekitar tahun 1960-an dulu, pasca-PRRI, sebuah lomba kreasi bubur diadakan di Desa Jambu Air, Banuhampu, Bukittinggi. Dilansir dari Beritagar, kala itu ada seorang peserta yang datang terlambat, yakni Amai Zona. Telat, Amai Zona langsung saja memasukkan beberapa jenis bubur—yang tak habis dijualnya pagi tadi—ke dalam beberapa mangkuk.

antrean di bopet mini benhil
Saya mesti menunggu sekitar setengah jam sebelum pesanan disajikan/Dewi Rachmanita Syiam

Ajaibnya Amai Zona menang. Seketika saja bubur absurdnya itu mendapatkan nama baru: kampiun. Mengetahui cerita ini, kamu pasti bisa menebak bahwa nama kampiun itu merujuk pada kata bahasa Inggris “champion” yang berarti juara. Jadi, bubur kampiun adalah bubur juara.

Namun, sebenarnya bubur kampiun tak hanya hadir sebagai takjil buka puasa. Aslinya penganan ini disajikan untuk sarapan.

Duduk menunggu pesanan di bangku yang berhadap-hadapan dengan meja saji, sambil menunggu azan Magrib saya bisa leluasa mengamati pramusaji yang sedang sibuk membungkus bubur kampiun.

bubur kampiun bopet mini benhil
Dua orang pramusaji sedang membungkus bubur kampiun/Dewi Rachmanita Syiam

Campuran dari tujuh bahan yang menyatu

Saya hitung-hitung, ia memasukkan tujuh campuran ke dalam plastik— bubur sumsum, ketan putih yang dikukus, kolak pisang dan ubi, bubur candil, bubur pacar cina, srikaya kukus, dan bubur kacang hijau. Makin penasaranlah saya dengan rasanya.

Pesanan pun tiba—seporsi bubur kampiun dan seporsi sate Padang. Sejurus kemudian suara azan berkumandang. Sesegera mungkin saya membaca doa berbuka puasa lalu pelan-pelan mencicipi bubur kampiun.

Ada rasa manis, gurih, dan sedikit asam. Campuran dari ketujuh bahannya terasa benar-benar menyatu bukannya berantakan seperti yang saya kira sebelumnya. Rasanya begitu kaya. Namun kita juga bisa mencicipi rasanya “satu per satu” seperti menikmati aksi solo setiap musisi jazz septet. “Spektrum” sumsum membawa saya pada nostalgia makan bubur sumsum yang dijual mbak-mbak yang dulu suka lewat di depan rumah.

Ketujuh bahan yang menyatu itu membuat seporsi bubur kampiun begitu mengenyangkan. Pantas saja aslinya buat sarapan. Saya sendiri sampai lumayan begah. (Terpaksa saya memberikan jeda pada sistem digestif saya sebelum menyantap makanan lain yang saya pesan, yakni sate Padang.) Ujung-ujungnya saya pulang dengan perut membesar dan tak makan lagi… hingga sahur.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mencicipi Bubur Kampiun, Takjil Mengenyangkan dari Ranah Minang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bubur-kampiun-takjil-ranah-minang/feed/ 1 13878
Menyantap Nasi Padang Vegetarian di Barat Jakarta https://telusuri.id/nasi-padang-vegetarian-namy-house/ https://telusuri.id/nasi-padang-vegetarian-namy-house/#comments Tue, 19 Mar 2019 15:17:36 +0000 https://telusuri.id/?p=12523 Saya sebenarnya nggak suka sayuran, kecuali beberapa jenis tertentu. Tapi, dapat kabar bahwa ada rumah makan nasi Padang vegetarian di Jakarta, saya jadi penasaran. Maka, menumpang ojek online, saya bertandang ke sebuah warung makan di...

The post Menyantap Nasi Padang Vegetarian di Barat Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Saya sebenarnya nggak suka sayuran, kecuali beberapa jenis tertentu. Tapi, dapat kabar bahwa ada rumah makan nasi Padang vegetarian di Jakarta, saya jadi penasaran. Maka, menumpang ojek online, saya bertandang ke sebuah warung makan di daerah Jakarta Barat.

Sempat beberapa kali putar balik karena baik saya maupun pengemudi belum tahu pasti lokasi tersebut, akhirnya sampai juga. Rupanya warung makan itu berada di Kompleks Taman Duta Mas. Saat turun dari motor, saya sudah bisa lihat bahwa tempatnya lumayan lega.

warung nasi padang vegetarian
Etalase Nasi Padang Vegetarian “Namy House Vegetarian”/Dewi Rachmanita Syiam

Sekilas, rumah makan Padang ini tampak biasa saja. Beberapa meja plus kursi kayu cokelat disediakan untuk tempat bersantap. Di bagian depan, ditaruh etalase selayaknya di rumah makan Padang umumnya. Di sana lauk pauk ditata sedemikian rupa dalam piring dan mangkuk.

Namun, ada yang unik dari etalase itu, yakni tulisannya: “Masakan Padang Asli Minang Vegetarian.” Sebagai tambahan, di etalase itu juga ditempel stiker yang nggak memperkenankan pelanggan untuk membawa makanan non-vegetarian.

nasi padang vegetarian
Karyawan Namy House Vegetarian sedang membungkus nasi Padang vegetarian/Dewi Rachmanita Syiam

Ternyata setelah saya amat-amati, di kawasan itu memang banyak restoran vegetarian. Tempat makan yang saya datangi ini, Namy House Vegetarian, adalah salah satu restoran vegetarian yang namanya sudah tenar.

Makan “ayam bakar” ala Namy House Vegetarian

Saya tertarik untuk memesan satu menu unik: ayam bakar spesial. Bagaimana bisa ada ayam bakar—spesial, lagi—di rumah makan vegetarian?

nasi padang vegetarian
Umumnya menu Namy House Vegetarian adalah olahan jamur/Dewi Rachmanita Syiam

Setelah makanan tersaji barulah saya tahu bahwa ini bukan ayam beneran, melainkan olahan jamur. Tapi, penampilannya sewajarnya ayam bakar, dari mulai warnanya yang kecokelatan disaput bumbu sampai noda-noda hitam khas hasil pembakaran. Teksturnya pun (hampir) mirip. Sebagai tambahan, Namy House Vegetarian melengkapi “ayam” itu dengan “tulang” yang terbuat dari tebu.

Kemiripan “ayam bakar” itu dengan ayam bakar asli membuat saya, yang nggak suka sayuran, hanyut dalam kenikmatan dan tanpa sadar sudah makan sayuran. Apalagi saat dilahap bersama nasi, kuah nangka, bumbu rendang, dan sambal hijau dalam satu suapan.

Meskipun terbuat dari jamur, bentuknya menyerupai lauk “asli”/Dewi Rachmanita Syiam

Barangkali yang agak sedikit beda adalah sensasi after taste setelah makan. Meskipun saat makan wujudnya adalah ayam, rasa yang tertinggal di lidah adalah rasa jamur. Selain itu, karena tekstur dan bentuknya serupa, saya jadi sedikit kecewa tidak bisa menemukan bagian favorit saya dari ayam, yakni paha bawah.

Untuk seporsi paket “ayam bakar,” kamu hanya perlu membayar Rp24.000. Itu sudah termasuk nasi putih, sayur nangka, daun singkong, dan sambal hijau. Harganya standar nasi Padang, bukan?

Nah, selain “ayam vegetarian” masih banyak lagi lauk yang tersedia di Namy House Vegetarian, misalnya “rendang,” “dendeng,” “ikan,” telur,” sampai “kikil.” Semuanya nabati dan terbuat dari jamur.

nasi padang vegetarian
Seporsi ayam bakar spesial vegetarian/Dewi Rachmanita Syiam

Usut punya usut, warung nasi Padang vegetarian ini sudah ada sejak 2017. Pendirinya adalah sepasang suami istri, Rina dan Jimmy. Nama warung ini, “Namy,” adalah singkatan dari nama mereka. (Rupanya, mereka juga punya cabang rumah makan Padang di Batam yang dikelola bersama keluarga.)

Rina dan Jimmy tentu punya andil besar bagi orang-orang seperti saya; mau jadi vegetarian, tapi belum sepenuhnya suka sayuran. Tentu saya akan kembali ke sini untuk mencicipi menu lain yang sehat dan menggugah selera.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menyantap Nasi Padang Vegetarian di Barat Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/nasi-padang-vegetarian-namy-house/feed/ 1 12523
Bedanya Taplau Padang Zaman Dulu dan Sekarang https://telusuri.id/taplau-padang/ https://telusuri.id/taplau-padang/#respond Sun, 09 Sep 2018 09:00:15 +0000 https://telusuri.id/?p=10469 Dari dulu sampai sekarang, Taplau Padang (Taplau adalah singkatan dari tapi lauik alias pinggir laut—alias pantai) selalu jadi salah satu tempat nongkrong. Yang nongkrong di sana nggak cuma wisatawan, tapi juga anak-anak muda Padang. Makanya,...

The post Bedanya Taplau Padang Zaman Dulu dan Sekarang appeared first on TelusuRI.

]]>
Dari dulu sampai sekarang, Taplau Padang (Taplau adalah singkatan dari tapi lauik alias pinggir laut—alias pantai) selalu jadi salah satu tempat nongkrong. Yang nongkrong di sana nggak cuma wisatawan, tapi juga anak-anak muda Padang. Makanya, kalau ngomongin Taplau, di benak para perantau Padang pasti bakal muncul nostalgia.

Tapi, ternyata Taplau Padang dulu nggak seperti sekarang, Sob. Apa saja sih bedanya?

Jalurnya masih pendek

Kalau sekarang jalan di Taplau sudah sampai samping Hotel Pangeran Beach, dulu belum sepanjang ini. Dulu cuma sampai pertigaan Jalan Olo Ladang.

Sekarang Taplau makin semarak karena jalurnya diperpanjang, melewati deretan rumah makan sea food dan Danau Cimpago, terus sampai ke samping Hotel Pangeran Beach dan keluar di Jalan Juanda.

taplau padang

“Jalan layang” di barat Taman Budaya/Fuji Adriza

Dulu belum serapi sekarang

Dibanding dulu tentu saja Taplau Padang tidak serapi sekarang. Dulu pedestriannya belum dirapikan. Gerobak para pedagang makanan juga belum serepresentatif sekarang.

Di beberapa sudut, warung makanan yang dahulunya tersebar sekarang sudah dikumpulkan dalam klaster-klaster. Alhasil para pengunjung lebih leluasa menikmati pemandangan Samudra Hindia yang luas dan misterius.

Daerah Taplau dekat Hotel Pangeran Beach jadi markasnya para “surfer”

Sekarang kayaknya masih ada beberapa surfer yang rutin main di Purus yang ombaknya aduhai. Tapi dulu, sebelum jalan aspal besar diperpanjang sampai ke sampai Hotel Pangeran Beach, jauh lebih ramai lagi para peselancar yang bermain di sana.

Spot ombak di Purus itu jadi seperti markasnya para surfer. Mulai main sore hari, mereka bakal menari-nari di atas ombak sampai matahari terbenam.

taplau padang

Monumen IORA

Masih banyak “payung ceper”

Sekarang sih sudah nggak ada lagi. Namun sebelum “dibersihkan” sekitar tahun 2015-2016, di Taplau Padang dekat Danau Cimpago masih banyak lapak-lapak “payung ceper.”

Yang dijual di lapak-lapak payung ceper itu sebenarnya hampir sama dengan yang dijual oleh lapak-lapak lain, yakni makanan dan minuman ringan. Tapi payung ceper ini—karena dipasang begitu rendah—ngasih “privasi” ke orang-orang yang berada di sana.

Dilewati bis-bis besar seperti ANS dan NPM

Kota Padang dulu punya terminal besar di pusat kota. Namanya Terminal Lintas Andalas. Terminal itu kemudian dibongkar—dipindahkan ke Aia Pacah—dan di bekas lahannya dibangun sebuah pusat perbelanjaan, yakni Plaza Andalas.

Bis-bis besar seperti ANS dan NPM yang rutenya ke daerah-daerah di utara Sumatera Barat dulu lewat Taplau. “Lha, nggak macet tuh?” Padat iya, tapi macet jarang banget, soalnya ‘kan dulu kendaraan bermotor nggak sebanyak sekarang juga.

taplau padang

Monumen Merpati Perdamaian/Fuji Adriza

Belum ada Monumen Merpati Perdamaian dan IORA

Kalau kamu ke Taplau Padang sekarang pasti kamu akan menjumpai Monumen Merpati Perdamaian (White Dove Monument) dan Monumen IORA. Nah, kedua monumen itu baru diresmikan sekitar tahun 2016 yang lalu, Sob.

Monumen Merpati Perdamaian ini dibuat dalam rangkaian acara Multilateral Naval Exercise Komodo 2016. Sementara itu IORA dibangun sebagai penanda bahwa Kota Padang jadi penyelenggara pertemuan negara-negara anggota Indian-Ocean Rim Community.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bedanya Taplau Padang Zaman Dulu dan Sekarang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/taplau-padang/feed/ 0 10469
Menyantap Martabak Mesir Spesial di Restoran Kubang Hayuda https://telusuri.id/restoran-kubang-hayuda/ https://telusuri.id/restoran-kubang-hayuda/#respond Sun, 29 Jul 2018 09:00:48 +0000 https://telusuri.id/?p=9948 Ketika masuk, hidung saya disambut perpaduan aroma rempah yang lembut dan margarin yang gurih. Mustahil untuk tidak lapar setelah mencium aroma itu. Dibanding tiga tahun lalu, suasana Restoran Kubang Hayuda di Jalan M. Yamin Padang...

The post Menyantap Martabak Mesir Spesial di Restoran Kubang Hayuda appeared first on TelusuRI.

]]>
Ketika masuk, hidung saya disambut perpaduan aroma rempah yang lembut dan margarin yang gurih. Mustahil untuk tidak lapar setelah mencium aroma itu.

Dibanding tiga tahun lalu, suasana Restoran Kubang Hayuda di Jalan M. Yamin Padang itu tak berbeda jauh. Nuansa warna interiornya memang berubah jadi merah, namun meja panjang, kursi-kursi nyamannya, bahkan kasirnya masih tetap sama.

restoran kubang hayuda

Etalase depan Restoran Kubang Hayuda/Fuji Adriza

Sesaat setelah mendapatkan bangku, saya dan Abenk langsung memesan makanan legendaris Restoran Kubang Hayuda, yakni martabak mesir. Tak tanggung-tanggung, yang kami pesan adalah dua porsi martabak mesir spesial. Untuk melepas dahaga tak ada yang lebih pas ketimbang segelas jus alpukat dingin.

Namun karena yang kami pesan bukan martabak biasa yang stoknya menumpuk di rak khusus di pojok barat, kami mesti bersabar menunggu sebentar.

Tak lama empat mangkuk kecil cuka diantarkan ke meja kami. Inilah salah satu yang membedakan martabak biasa dengan yang spesial. Martabak biasa hanya disertai dengan satu mangkuk mini cuka, sementara martabak spesial dilengkapi dua mangkuk kuah.

restoran kubang hayuda

Mengisi kulit martabak dengan adonan martabak mesir/Fuji Adriza

Sekitar lima menit kemudian dua porsi martabak mesir spesial yang masih mengepul-ngepul menyusul. Untuk memudahkan konsumen, martabak itu dipotong-potong menjadi enam belas fragmen. Saya langsung mengguyur martabak tebal itu dengan cuka berwarna coklat kehitaman penuh potongan bawang bombay, cabe rawit, dan tomat.

Warisan Haji Yusri Darwis

Sayangnya, meskipun nama Restoran Kubang Hayuda sudah ke mana-mana, tak banyak yang tahu “Hayuda” itu apa. (Saya sendiri selama ini menyangka Hayuda adalah plesetan dari jenama mobil, Hyundai.) Ternyata Hayuda adalah singkatan nama sang pendiri restoran—sekaligus inventor martabak mesir—yakni Haji Yusri Darwis.

Sejarah Restoran Kubang Hayuda diulas panjang lebar dalam skripsi tingkat sarjana Mhd. Rizki Feryan, mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Andalas Padang.

restoran kubang hayuda

Martabak mesir digoreng dengan wajan datar/Fuji Adriza

Restoran Kubang dan martabak mesir barangkali takkan pernah ada kalau Yusri Darwis, pemuda Nagari Kubang, Kabupaten Lima Puluh Kota, tidak merantau ke Bagan Siapi-api, Riau, dan bekerja di warung martabak.

Di kota yang terkenal dengan tradisi bakar tongkang itu Yusri Darwis muda belajar memasak martabak keling sampai akhirnya mendapat ide untuk menambahkan daging dan sayuran ke adonan martabak khas India yang “kering” itu. Ia kemudian menamakan penemuannya sebagai martabak mesir.

Pulang dari perantauan, sambil mengumpulkan modal untuk memulai usaha martabak mesir, Yusri Darwis berjualan martabak manis di Jalan Permindo Padang. Dari sana ia pindah ke Simpang Kandang (menumpang di Bofet Buya sekitar lima tahun) sebelum akhirnya menyewa kedai sendiri di Jalan M. Yamin tahun 1976 dan memulai legenda Kubang Hayuda.

restoran kubang hayuda

Suasana Restoran Kubang Hayuda/Fuji Adriza

Sekarang, empat puluh tahun lebih setelah Restoran Kubang Hayuda berdiri, resep martabak mesir warisan Haji Yusri Darwis telah menyebar ke segala penjuru.

Selalu mampir setiap kali mudik

Haji Yusri Darwis barangkali tak pernah menyangka resepnya akan menyebar ke mana-mana. Cobalah jelajahi Sumatera Barat. Di setiap pasar atau pusat keramaian pasti kamu akan menemukan sekurang-kurangnya sebuah kedai yang menjual martabak mesir.

restoran kubang hayuda

Seporsi martabak mesir spesial/Fuji Adriza

Bagi perantau Minang aroma martabak mesir selalu memancing nostalgia. Lebih dari sekadar makanan pemuas selera, martabak mesir jadi semacam memorabilia yang akan mengingatkan mereka pada rumah, kampung, balai (pasar), dan jalan-jalan sepi tempat mereka dahulu menghabiskan masa kecil dan remaja.

Saat mudik, tentulah kedai-kedai martabak mesir seperti Restoran Kubang Hayuda jadi salah satu lokasi favorit untuk reuni. Saya sendiri selalu menyisihkan waktu untuk mampir ke Restoran Kubang Hayuda untuk menyantap sepiring martabak mesir dan segelas jus alpukat sambil bertukar cerita dengan kawan-kawan lama.

“Masih mau, nggak?” ujar Abenk menawarkan dua potong martabak mesir pada saya. Martabak spesial memang sedikit lebih besar ketimbang yang biasa.

Saya—tentu saja—menyambut tawarannya dengan senang hati.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menyantap Martabak Mesir Spesial di Restoran Kubang Hayuda appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/restoran-kubang-hayuda/feed/ 0 9948
Menumpang KA Minangkabau Ekspres, Kereta Api Bandara Padang https://telusuri.id/kereta-api-bandara-padang/ https://telusuri.id/kereta-api-bandara-padang/#respond Thu, 26 Jul 2018 13:13:54 +0000 https://telusuri.id/?p=9907 Saya tiba di Stasiun Padang, Simpang Haru, sekitar lima belas menit sebelum jam empat sore. Karena masih lengang, saya tak perlu mengantre. Sebentar saja secarik tiket KA Minangkabau Ekspres, kereta api bandara Padang yang baru...

The post Menumpang KA Minangkabau Ekspres, Kereta Api Bandara Padang appeared first on TelusuRI.

]]>
Saya tiba di Stasiun Padang, Simpang Haru, sekitar lima belas menit sebelum jam empat sore. Karena masih lengang, saya tak perlu mengantre. Sebentar saja secarik tiket KA Minangkabau Ekspres, kereta api bandara Padang yang baru beberapa waktu lalu diresmikan, sudah berada di tangan.

Harganya lumayan murah, hanya Rp 10.000. Dibanding Damri dan Tranex yang ongkosnya di atas Rp 20.000 tentu kereta api bandara Padang adalah pilihan yang jauh lebih ekonomis.

kereta api bandara padang

Stasiun Padang, Simpang Haru/Fuji Adriza

Selepas pemeriksaan, saya diarahkan untuk ke ruang tunggu khusus KA Minangkabau Ekspres. Ruang tunggu itu lumayan nyaman meskipun penerangannya agak sedikit lindap.

Sayang sekali saat saya masuk semua bangku sudah ditempati. Daripada bersempit-sempit di dalam atau lesehan di lantai saya menunggu di luar saja sambil melihat-lihat sekitar.

kereta api bandara padang

KA Minangkabau Ekspres/Fuji Adriza

Stasiun Padang yang diresmikan pada dekade terakhir abad ke-19 itu jelas sedang dibenahi. Sebagian sudah selesai—misalnya kanopi bergaya modern di sebelah utara itu—dan sebagian lagi sedang dikerjakan. Ke sini beberapa tahun lagi barangkali saya akan mendapati Stasiun Padang dalam wujud yang berbeda.

KA Minangkabau Ekspres bersih dan nyaman

Menjelang pukul 16.20, terdengar pengumuman bahwa kereta api bandara Padang akan segera diberangkatkan. Bergegas saya naik ke dalam gerbong.

kereta api bandara padang

Pintu otomatis KA Minangkabau Ekspres/Fuji Adriza

Ternyata tidak banyak yang berangkat dari Simpang Haru sore itu sehingga saya tak perlu bersaing untuk mendapatkan bangku. Tak berapa lama setelah saya masuk, pintu ditutup dan kereta mulai melaju.

Gerbong KA Minangkabau Ekspres sangat nyaman. Hawa dingin dari pendingin ruangan sangat kontras dengan Padang yang membara. Bangku empuk bersandaran tingginya mengingatkan saya pada kereta ETS Padang Besar-Kuala Lumpur di Malaysia.

kereta api bandara padang

Suasana gerbong/Fuji Adriza

Di beberapa sudut ada monitor dan rak besi tempat para penumpang bisa meletakkan barang-barangnya. Untuk penumpang berdiri, PT KAI menyediakan pegangan-pegangan yang digantungkan pada besi yang membujur di langit-langit gerbong.

Kamar mandinya pantas diacungi jempol—toilet duduk, wastafel dan cermin, tempat mengganti popok bayi, sabun cuci tangan. Rasa-rasanya toilet KA Minangkabau Ekspres bisa disandingkan dengan kamar mandi pesawat.

kereta api bandara padang

Stasiun Tabing/Fuji Adriza

Jadi atraksi wisata lokal

KA Minangkabau Ekspres berangkat lima kali sehari dari Simpang Haru dan lima kali pula dari Stasiun BIM (Bandara Internasional Minangkabau) di Kabupaten Padang Pariaman. Sepanjang perjalanannya kereta itu akan berhenti di tiga stasiun, yakni Tabing, Duku, dan BIM. Lama perjalanan dari ujung ke ujung sekitar 40 menit.

Karena ongkosnya murah dan perjalanannya sebentar, kereta api bandara Padang jadi salah satu atraksi wisata primadona bagi warga lokal. Kumparan bahkan sampai merilis berita yang berjudul “Kereta Bandara Internasional Minangkabau yang Jadi Magnet Wisata Warga.

kereta api bandara padang

Stasiun Bandara Internasional Minangkabau (BIM)/Fuji Adriza

Maka wajar saja kalau sore itu lebih banyak orang yang hendak piknik ketimbang mereka yang akan berangkat lewat BIM. Alhasil, suasana kereta lumayan meriah, tidak seperti suasana angkutan khas bandara lainnya yang cenderung hening. Orang dewasa asyik mengobrol, sementara anak-anak terpana melihat rumah-rumah, persawahan, dan perbukitan yang berlarian di luar jendela.

Setelah melewati Tabing dan Duku, akhirnya KA Minangkabau Ekspres berhenti di Stasiun BIM. (Stasiun BIM lumayan besar dan dilengkapi dengan pusat informasi.) Dari perhentian terakhir itu saya naik eskalator kemudian jalan kaki beberapa menit lewat koridor nyaman penghubung stasiun dan bandara.

kereta api bandara padang

Jembatan penghubung stasiun dan bandara/Fuji Adriza


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menumpang KA Minangkabau Ekspres, Kereta Api Bandara Padang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kereta-api-bandara-padang/feed/ 0 9907
Nongkrong di Rimbun Espresso & Brew Bar Padang https://telusuri.id/rimbun-espresso-brew-bar-padang/ https://telusuri.id/rimbun-espresso-brew-bar-padang/#comments Tue, 24 Jul 2018 08:44:08 +0000 https://telusuri.id/?p=9872 Saya dan Abenk, sahabat karib sejak kelas 1 SMP, tak kesulitan menemukan Rimbun Espresso & Brew Bar. Letaknya strategis di kawasan ruko Jalan Kis Mangunsarkoro, tak seberapa jauh dari SMA 10 Padang. Kafe dua lantai...

The post Nongkrong di Rimbun Espresso & Brew Bar Padang appeared first on TelusuRI.

]]>
Saya dan Abenk, sahabat karib sejak kelas 1 SMP, tak kesulitan menemukan Rimbun Espresso & Brew Bar. Letaknya strategis di kawasan ruko Jalan Kis Mangunsarkoro, tak seberapa jauh dari SMA 10 Padang.

Kafe dua lantai itu tampak ramai malam itu. Beberapa meja yang ditaruh di teras dikelilingi oleh anak-anak muda yang sedang bercengkerama. Begitu pintu saya dorong, suara obrolan menguar bersama hawa sejuk yang dipancarkan pendingin ruangan.

Lantai satu Rimbun Espresso & Brew Bar bernuansa industrial khas kedai kopi. Sebagian besar mebel terbuat dari kayu yang disangga oleh besi-besi warna hitam. Di dindingnya terpajang beberapa artwork, rak kayu, dan sepeda onthel.

rimbun espresso & brew bar

Beranda depan Rimbun Espresso & Brew Bar/Fuji Adriza

Tapi yang paling menarik perhatian adalah sebuah mesin penyangrai kopi yang ditaruh dekat jendela. Di sampingnya, sejajar dinding, beberapa toples transparan mempertontonkan biji-biji kopi yang baru disangrai. Tulisannya: Kerinci. Ruangan ini adalah lokasi steril, bebas dari asap rokok yang berpotensi mengalterasi aroma kopi.

Di balik meja bar, Noverdy Putra alias Verdy, sang manajer, sedang sibuk melayani transaksi. Saya berkenalan dengan Verdy akhir 2014 di Omah Kopi, Jogja, lewat seorang kawan. Kala itu ia baru lulus dari salah satu perguruan tinggi di Bandung. Tak lama setelah itu ia memantapkan hati untuk kembali ke tanah kelahiran, Sumatera Barat, dan mengelola Rimbun Espresso & Brew Bar ini.

Tangannya menari-nari gesit di atas sebuah tablet dan beberapa mesin EDC untuk mencatat pesanan dan mencetak bukti pembayaran. Di sekitarnya beberapa orang barista asyik meracik minuman. Setelah agak sela barulah ia melotot menyadari keberadaan saya. Kami berjabat tangan. Karena sedang ramai, saya langsung saja memesan dua gelas americano dari biji kopi asal Kerinci.

rimbun espresso & brew bar

Mesin “roasting” kopi/Fuji Adriza

Metamorfosis Rumah Kopi Nunos

Karena areal merokok di lantai satu penuh, saya dan Abenk naik ke lantai dua lewat tangga kayu. Ternyata lantai dua tak kalah ramai. Beberapa kelompok anak muda berkumpul sambil berkelakar. Sebagian besar meja itu dipenuhi gelas plastik besar seperti di gerai-gerai kedai kopi internasional.

Sebagai pelengkap nongkrong, Rimbun Espresso & Brew Bar menyediakan puluhan majalah Rolling Stone yang digantung rapi di dinding. Tapi, agak-agaknya anak nongkrong zaman sekarang sudah tak terlalu meminati bacaan fisik seperti majalah—tak satu pun majalah yang lepas dari kaitan.

rimbun espresso & brew bar

Toples berisi biji kopi yang sudah disangrai (roasted bean)/Fuji Adriza

Mungkin zaman memang sudah berubah. Rimbun sendiri mulanya adalah sebuah kafe yang juga sempat jadi primadona di zamannya, yakni Rumah Kopi Nunos. Sekitar 2014 Nunos moksa. Gantinya adalah dua kafe Rimbun, satu di Bukittinggi (sekarang sudah tutup) dan satu lagi, yang muncul belakangan, Rimbun Espresso & Brew Bar Padang.

Sedikit banyak Verdy bertanggung jawab atas perubahan itu. Ia memperkenalkan beberapa hal baru, misalnya pendataan pesanan secara elektronik dan absensi barista dengan fingerprint. Ia juga membuat Rimbun jadi lebih semarak dengan koleksi CD—yang  bisa dibeli—dan buku serta majalah.

Sepuluh menit setelah kami duduk, dua gelas americano datang. Di tatakan disediakan dua kantong kecil gula, yakni gula merah dan gula pasir. Itulah yang menjadi teman kami mengobrol beberapa jam di Rimbun Espresso & Brew Bar.

rimbun espresso & brew bar

Noverdy Putra di balik meja bar/Fuji Adriza

Ruang bagi anak muda Padang

Loteng Rimbun sedang disulap Verdy menjadi semacam ruang diskusi bernama Pagu (secara harfiah pagu berarti loteng dalam bahasa Minang) yang penuh dengan buku dan CD lagu. Beberapa kali sudah ia mengadakan diskusi buku di sana. Peminatnya lumayan. Sayang sekali sekarang sedang vakum.

Itu adalah jawaban dari kegelisahannya terhadap kurangnya ruang bagi anak muda Padang untuk mengekspresikan diri. Sekitar sepuluh tahun di Bandung yang semarak, Verdy sadar betul pentingnya sebuah ruang publik—secara fisik—bagi anak muda. Dari ruang publik itulah muncul ide-ide kreatif dan kolaborasi.

Tak heran nama Rimbun semakin menggaung, bahkan sampai Ibu Kota Jakarta. Tokoh-tokoh tenar pernah muncul di Rimbun. Verdy menyebutkan tiga nama: Budi Rahardjo (akademisi dan blogger), Riri Riza (sutradara), dan Triawan Munaf (Kepala Bekraf). Namun ia mengklaim bahwa Rimbun tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap para pelanggan. Egaliter. Mau terkenal atau tidak mereka akan dilayani dengan sebaik-baiknya.

rimbun espresso & brew bar

Salah satu pojok Rimbun/Fuji Adriza

“Akhir-akhir puasa kemarin kami sampai nambah kursi bakso (kursi plastik),” ia bercerita dengan semangat ketika akhirnya sela dan bisa menghampiri kami. Di pengujung bulan Ramadan, Rimbun mendadak ramai oleh pemuda-pemudi Padang, sebagian besar mahasiswa dari Jawa, yang sedang mudik lebaran.

Verdy tak ragu-ragu menambah kursi plastik. Ia sadar yang dicari dari sebuah kafe lebih dari sekadar kopi itu sendiri—atau ornamen-ornamen kekinian untuk dipotret dan diunggah ke Instagram. Ruanglah yang mereka cari. “Mereka ‘kan sebenarnya cuma mau ketemu teman-temannya,” lanjutnya.

rimbun espresso & brew bar

Nuansa industrial/Fuji Adriza

Beberapa tembakau lintingan mesin tandas selama kami mengobrol. Karena awak Rimbun mesti kembali membuka kedai keesokan pagi jam 8, aktivitas malam ini harus diakhiri. Kami pun berpamitan. Dari Rimbun, saya dan Abenk kembali menelusuri jalanan Kota Padang. Kami lewat Taplau, tempat “gaul” anak muda Padang jauh sebelum Rimbun Espresso & Brew Bar muncul ke permukaan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.


Pemutakhiran terakhir: 24/07/18 17:15

The post Nongkrong di Rimbun Espresso & Brew Bar Padang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/rimbun-espresso-brew-bar-padang/feed/ 2 9872