pandemi Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/pandemi/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 22 May 2025 14:44:57 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 pandemi Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/pandemi/ 32 32 135956295 Menyepi di Bali Kala Pandemi https://telusuri.id/menyepi-di-bali-kala-pandemi/ https://telusuri.id/menyepi-di-bali-kala-pandemi/#respond Tue, 11 Mar 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=45920 Memanfaatkan pelonggaran pembatasan sosial saat pandemi COVID-19, Mei 2021, saya pergi ke Bali. Alasan saya memilih pergi karena biaya yang dikeluarkan cukup murah. Tiket pesawat hanya Rp500.000, sedangkan hotel Rp200.000. Padahal, jika situasi normal, hotel...

The post Menyepi di Bali Kala Pandemi appeared first on TelusuRI.

]]>
Memanfaatkan pelonggaran pembatasan sosial saat pandemi COVID-19, Mei 2021, saya pergi ke Bali. Alasan saya memilih pergi karena biaya yang dikeluarkan cukup murah. Tiket pesawat hanya Rp500.000, sedangkan hotel Rp200.000. Padahal, jika situasi normal, hotel itu berharga Rp1.000.000.

Kira-kira dua jam penerbangan menggunakan pesawat dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai. Sesampainya di bandara, saya sedikit bingung. Hari sudah gelap. Jam di tangan saya menunjukkan pukul 18.00. Saya nyaris tak sadar, Bali masuk wilayah Indonesia bagian tengah, sehingga waktunya lebih cepat satu jam dibandingkan Jakarta. 

Bandara itu tidak terlalu ramai. Saya memilih menggunakan taksi daring untuk menuju hotel di sekitar Jalan Legian. Jaraknya sekitar enam kilometer dari bandara, menghabiskan waktu kira-kira 20 menit. Jalanan yang saya lewati sangat sepi. Padahal, malam belum beranjak jauh.

Menyepi di Bali Kala Pandemi
Suasana Jalan Legian yang sepi, Mei 2021/Fandy Hutari

Malam Sunyi di Bali

Saya melewati titik-titik yang sebelum pandemi ramai wisatawan asing. Sebut saja, Gang Poppies Lane, tak jauh dari Pantai Kuta.

“Di sini dulu sangat ramai,” kata si sopir taksi daring.

Mendengar nama itu, saya ingat lagu Slank, yang dirilis tahun 1998 berjudul “Poppies Lane Memory”. Gang kecil ini terkenal di kalangan wisatawan karena kehidupan malamnya. Di sini, banyak berdiri penginapan murah, toko pernak-pernik, dan bar. Mengutip Kintamani.id,1 Poppies Lane dahulu tak bernama. Warga hanya menyebutkan rurung, yang artinya jalanan sempit. Warga yang tinggal di situ itu menyebutnya Gang Taman Sari. Ada pula warga yang menyebutnya gang memedi karena sempit, sepi, dan lengang.

Nama Poppies berawal dari nama warung milik Sang Ayu Made Cenik Sukeni pada 1970. Wisatawan asing banyak yang datang ke warung itu. Lalu, ada langganan dua orang turis asal Amerika Serikat bernama George dan Bob yang memberikan nama Poppies untuk warung Sang Ayu. Poppies diambil dari nama bunga yang tumbuh di California, Amerika Serikat. Di sekitar Jalan Legian juga, kata sang sopir taksi daring, sebelum pandemi banyak bule asyik berpesta hingga di tengah jalan. Namun, ketika saya lintasi, kosong melompong.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021—periode saat saya berkunjung ke Bali—hanya ada 51 wisatawan asing yang masuk ke Bali. Jumlah ini jauh dibandingkan tahun-tahun sebelum pandemi. Pada 2019, jumlahnya 6.275.210 turis asing datang ke Pulau Dewata. Lalu turun pada 2020 menjadi 1.069.473 orang. Baru setelah kondisi berangsur membaik, pada 2022 ada 2.155.747 wisatawan asing yang berkunjung ke Bali.

  • Menyepi di Bali Kala Pandemi
  • Menyepi di Bali Kala Pandemi

Sehabis menaruh ransel, saya berjalan-jalan di sekitar Legian. Malam itu, saya menyaksikan suasana sangat senyap. Banyak bar, restoran, kelab malam, dan toko-toko yang tutup. Hanya ada beberapa pedagang kaki lima yang tampak. Dari lorong yang gelap, seorang pedagang menawarkan untuk membeli makanan yang dijajakannya. Hari itu, saya menyaksikan Bali yang berbeda. Bali yang porak-poranda karena pandemi. Saya mendengar, mereka yang semula bekerja mengandalkan pariwisata beralih menjadi petani di desanya.

Melansir CNBC Indonesia,2 pada 2020 hingga 2023 hanya terdapat tambahan 817 kamar hotel di Bali. Akan tetapi, terjadi pengurangan sebanyak 1.591 kamar akibat penutupan hotel. Lantas, menurut Ida Ayu Kade Adi Juniari dan Ni Nyoman Ayu Suryandari,3 ada 200-an restoran di Bali tutup karena pandemi. Beberapa tercatat tutup permanen.

Rupanya, kebijakan pemerintah membuka-menutup Bali saat itu tak mampu berbuat banyak. Laporan Kompas,4 11 Mei 2021, Bali paling terpukul di antara provinsi lainnya. Pertumbuhan ekonomi Bali paling rendah. Pada 2020 tercatat minus 9,31 persen. Pada triwulan I tahun 2020, pertumbuhannya minus 1,20 persen. Lalu, terjun bebas hingga minus 12,32 persen pada triwulan III 2020. Pada triwulan awal 2021, status perekonomian Bali ada di minus 9,85 persen.

Saya mengunjungi Tugu Peringatan Bom Bali atau memiliki nama lain Monumen Panca Benua atau Ground Zero Monument, tak jauh dari hotel saya menginap. Suara musik mengentak terdengar lamat-lamat dari sebuah bar yang masih bertahan dari pandemi.

Monumen ini diresmikan pada 2004. Dibangun untuk mengenang tragedi bom Bali pada 12 Oktober 2002, yang menewaskan 202 orang dari 22 negara. Nama-nama mereka diabadikan di dinding monumen itu. 

Menyepi di Bali Kala Pandemi
Monumen Bom Bali pada Mei 2021/Fandy Hutari

Keliling Bali yang Sepi

Keesokan harinya, saya menyewa sepeda motor untuk berkeliling beberapa hari. Pantai Kuta adalah tujuan pertama. Suasananya sangat sepi. Nyaris tak ada wisatawan. Hanya satu-dua orang turis yang berjalan di pasir putih itu. Ada pula beberapa pedagang minuman, tukang tato, tukang pijat, dan tukang gelang yang berseliweran. Padahal, jika situasi normal, pantai ini sangat sesak turis.

Meninggalkan Pantai Kuta, hari berikutnya saya mengunjungi Museum Bali dan Museum Bajra Sandhi di Denpasar. Di Museum Bali, terdapat koleksi benda-benda etnografi, di antaranya peralatan dan perlengkapan hidup, kesenian, keagamaan, dan lainnya yang menggambarkan kehidupan dan perkembangan kebudayaan Bali masa lampau. Gagasan pendirian Museum Bali berasal dari Th. A. Resink. Usulan itu diterima asisten residen Bali Selatan, W.F.J. Kroon, yang kemudian membangun museum etnografi pada 1910.5

Sementara di Museum Bajra Sandhi atau Museum Monumen Perjuangan Rakyat Bali, saya melihat-lihat 33 diorama, berbagai foto, dan lukisan. Saya pun naik ke atas menara, menapak anak tangga di tengah bangunan. Dari menara, kita bisa melihat pemandangan sekitar.

Pencetus ide pembangunan monumen yang dari kejauhan mirip pagoda ini adalah Gubernur Bali Ida Bagus Mantra pada 1980. Arsitek monumen adalah Ida Bagus Gede Yadnya, yang memenangkan kompetisi arsitektur monumen tersebut pada 1981. Desain arsitekturnya punya arti hari kemerdekaan Indonesia, dengan 17 gerbang pintu masuk, delapan pilar utama, dan ketinggian monumen 45 meter. Monumen mulai dibangun pada 1981, tetapi sempat terhenti dan dilanjutkan pada 1987. Tahun 2003, monumen diresmikan oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat presiden.6

Sore menjelang matahari terbenam, saya mengunjungi Pantai Padma. Di sini, kondisinya berbeda dengan Pantai Kuta. Wisatawan, terutama dari dalam negeri, ramai menikmati senja. Anjing-anjing berlari ke sana-ke mari.

Perjalanan terakhir di Bali, saya pergi ke Ubud, kira-kira 20-an kilometer dari Legian. Di sana, saya menginap semalam di sebuah rumah yang di depannya terhampar sawah.

Bali kini kembali lagi menjadi tujuan wisata domestik dan mancanegara. Bali sekarang tak lagi sepi.


  1. Baihaki, Imam. “Poppies Lane Kuta, Gang Kecil Di Bali yang Tak Pernah Sepi dan Mendunia,” dalam Kintamani.id, 2018. (https://www.kintamani.id/poppies-lane-kuta-gang-kecil-bali-tak-pernah-sepi-dan-mendunia/) ↩︎
  2. Sandi, Ferry. “Hotel di Bali Bertumbangan, Tutup Lebih 1.500 Kamar,” dalam CNBC Indonesia, 16 Januari 2024. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20240116185158-4-506387/hotel-di-bali-bertumbangan-tutup-lebih-1500-kamar). ↩︎
  3. Juniari, Ida Ayu Kade Adi dan Ni Nyoman Ayu Suryandari. “Dampak Pandemi Covid-19 pada Restoran di Bali,” dalam Kompasiana. 28 Mei 2021. (https://www.kompasiana.com/dayujuni/60b0476fd541df7cfa2312d2/dampak-pandemi-covid-19-pada-restoran-di-bali). ↩︎
  4. Nugraheni, Arita. “Bali Paling Terpukul Pandemi,” dalam Kompas, 11 Mei 2021. (https://www.kompas.id/baca/riset/2021/05/11/bali-paling-terpukul-pandemi). ↩︎
  5. “Bali Museum” dalam wikipedia.org (https://en.wikipedia.org/wiki/Bali_Museum). ↩︎
  6. “Sejarah dan Keunikan tentang Monumen Bajra Sandhi” dalam denpasar.kota.go.id, 1 Maret 2019 (https://www.denpasarkota.go.id/wisata/sejarah-dan-keunikan-tentang-monumen-bajra-sandhi). ↩︎

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menyepi di Bali Kala Pandemi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyepi-di-bali-kala-pandemi/feed/ 0 45920
Kerai dan Pagebluk yang Mengubah Wayan https://telusuri.id/kerai-dan-pagebluk-yang-mengubah-wayan/ https://telusuri.id/kerai-dan-pagebluk-yang-mengubah-wayan/#respond Wed, 22 Sep 2021 09:34:45 +0000 https://telusuri.id/?p=30670 Wayan Kaung menundukkan kepala karena pagebluk. Pekerjaanya sebagai pemandu wisata di Bali sedikit demi sedikit mulai tergerus pagebluk yang berlangsung tampak tiada akhir. Kekhawatiran itu semakin memuncak ketika pemberlakuan pembatasan sosial diterapkan oleh pemerintah. Pariwisata...

The post Kerai dan Pagebluk yang Mengubah Wayan appeared first on TelusuRI.

]]>
Wayan Kaung menundukkan kepala karena pagebluk. Pekerjaanya sebagai pemandu wisata di Bali sedikit demi sedikit mulai tergerus pagebluk yang berlangsung tampak tiada akhir. Kekhawatiran itu semakin memuncak ketika pemberlakuan pembatasan sosial diterapkan oleh pemerintah. Pariwisata Bali seakan runtuh, sulit untuk berdiri di tengah-tengah puingnya. Ditengah keputusasaan, ternyata penyelamatnya tidak jauh dari keluarganya sendiri. 

Sang bapak, Ketut Kawi, yang semenjak dahulu menekuni usaha seni dan kerajinan, kini menjadi sandarannya dalam berusaha. Sebuah kios kecil di Batubulan, Gianyar yang terkenal dengan daerah penghasil kerajinan bernilai seni, adalah saksi keuletan seorang bapak yang menekuni hobinya. Dulu masa-masa kejayaan seni Gianyar yang berada pada medio 80-an sampai 2000-an, karya-karya pengrajin di Gianyar terkenal bagus dan mahal. 

Salah satu pelanggan Kawi Kerai yang menghias bangunan dengan kerai via Instagram/Kawi_Kerai

Keapikan bapak dalam melihat peluang bisnis patut diacungi jempol. Melihat bisnis kerai di Bali yang didominasi oleh orang Jawa, bapak tertarik untuk ambil bagian. Sembari menjalankan usahanya dalam seni ukir kayu, kerai juga ikut dia produksi dan awalnya hanya sebagai barang tambahan. Terus menerus mengalami kenaikan permintaan dan berbagai relasi di luar pulau. Dunia pariwisata juga ikut andil dalam meluasnya pasar kerai jualannya. Tahun 2000-an merupakan tahun yang penuh gairah untuk Bali.

Kerai memang bukanlah barang mewah, hanya bambu-bambu yang dirangkai sedemikian rupa untuk menutupi rumah dari hujan atau panas. Oleh bapak, kerai dibuat tidak sekedar untuk menutupi rumah, tetapi ada bahan baku yang harus diutamakan kekuatannya. Bapak menggunakan Bambu Bali, sebagai pengganti Bambu Dampar yang dinilai tidak tahan lama. Terus menerus mendapat masukan dari pelanggan, membuat usahanya semakin berkembang. 

Sayang, bisnis bapaknya yang melambung tidak membuat Wayan tertarik untuk mengikuti jejak ayahnya. Sehabis kuliah, Wayan memilih untuk terjun di dunia pariwisata, membangun travel tour dan menjadi guide. Kemilau dunia pariwisata Bali memang menyilaukan siapa saja. Menurut Wayan, dunia pariwisata lebih enak dijalankan daripada usaha. Tiba-tiba saja dunia dikejutkan dengan pagebluk yang terjadi pada akhir 2019 dan mulai memasuki Indonesia pada tahun 2020. “Waktu itu saya mikir, paling lama pagebluk ini setahun bakal beres, ditambah lagi saya baca-baca analisis-analisis yang mengatakan pagebluk ini bakal cuman sampai September,” kenangnya. Tabungan masih dirasa cukup, Wayan memutuskan untuk menikmati rehat sejenak dari pekerjaannya.

Mimpi-mimpi buruk ini belum sirna. Pagebluk belum berakhir, ditambah Indonesia menerapkan pembatasan sosial. Bali terkena dampak yang paling terasa, denyut pariwisata sudah tidak terasa lagi. Masyarakat banyak memutar otak untuk tetap bertahan hidup di masa pagebluk. Wayan mulai masuk ke dalam bisnis bapaknya, membantu sedikit-sedikit untuk mengembangkannya. “Beberapa teman mulai bikin akun yang asik-asik gitu, semisal ada yang berkebun, dia bikin Instagram tentang berkebun, ada teman bisnis kecil-kecilan juga bikin akun, kebetulan saya senang menulis juga di balebengong.id, saya juga suka main sosial media, akhirnya saya berpikir wah asyik juga nih usaha bapak dibawa ke media sosial,” ucapnya. 

Wayan menyadari meskipun pagebluk menimpa, usaha bapaknya tetap lancar, permintaan pasar lokal justru meningkat. “Saya jadi semakin sering bikin postingan di sosial media tentang usaha bapak, dan jujur saja ini sudah menghasilkan uang,” tambahnya. Pola pikir Wayan kemudian berubah, ingin lebih mengandalkan kerai daripada pariwisata yang tidak tentu juntrungannya sekarang. Wayan fokus untuk membangun strategi digital marketing dari usaha bapaknya.

Bapak, yang memang berasal dari kalangan seniman ukir kayu Gianyar, melihat usaha kerai lebih mudah dijalankan daripada seni ukir. Bapak yang juga menguasai Bahasa Jawa yang memudahkannya untuk mencari kenalan untuk bekerja sama. Berkat keapikan bapak dalam mencari teman kerja, akhirnya dia mendapatkan banyak pinjaman modal. Kepercayaan itulah akhirnya membawa toko kerajinannya semakin besar dan besar. Bapaknya mempekerjakan 3 orang untuk membantu usahanya. Sering juga mengajak adik-adik untuk membantu pembuatan kerai, pengantaran, atau pemasangan. 

Orderan kerai yang terus menerus masuk juga tidak bisa diterima semuanya. Waktu pengerjaan yang memakan sekitar 4 hari ditambah tenaga kerja yang masih sedikit membuat Wayan seringkali menolak pesanan. “Kalau ada orderan baru masuk kita tanyain pengerjaannya mungkin lebih lama, tapi lebih sering ditolak karena bakal numpuk,” jelas Wayan. Selain kerai, usaha bapak juga memproduksi tikar, keranjang, tas, tudung saji, skatsel, hula hoop. Dalam sebulan, barang yang laku terjual mencapai puluhan item.

Suasana pariwisata Bali yang semenjak 10 tahun belakangan berubah menjadi mass tourism, ditambah pagebluk membuka sebagian mata bahwa Bali sudah jatuh terlalu dalam bergantung pada pariwisata, berakibat tercemarnya lingkungan ditambah perubahan drastis fungsi lahan akibat pembangunan masal. Pariwisata selain banyak manfaat, juga mendatangkan mudarat yang sepadan, perubahan pola pikir seperti Wayan yang tidak ingin terlalu bergantung kepada pariwisata semoga menjadi salah satu dari banyak perubahan di Bali ke arah yang lebih positif.


Foto Header: Anggara Mahendra.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kerai dan Pagebluk yang Mengubah Wayan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kerai-dan-pagebluk-yang-mengubah-wayan/feed/ 0 30670
Indahnya Kebersamaan dalam Gang Kala Pandemi https://telusuri.id/indahnya-kebersamaan-dalam-gang-kala-pandemi/ https://telusuri.id/indahnya-kebersamaan-dalam-gang-kala-pandemi/#respond Wed, 11 Aug 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=29639 Pandemi  telah menimpa negeri ini, termasuk di daerahku. Dampaknya sangat terasa terhadap  semua yang ada. Banyak karyawan dan pelajar melakukan WFH serta belajar daring. Sopir angkot mengeluh tak ada penumpang hingga penghasilannya berkurang dan pedagang...

The post Indahnya Kebersamaan dalam Gang Kala Pandemi appeared first on TelusuRI.

]]>
Pandemi  telah menimpa negeri ini, termasuk di daerahku. Dampaknya sangat terasa terhadap  semua yang ada. Banyak karyawan dan pelajar melakukan WFH serta belajar daring. Sopir angkot mengeluh tak ada penumpang hingga penghasilannya berkurang dan pedagang pun merasa berjualan seperti formalitas belaka tetapi keuntungan yang didapat jauh dari harapan. Aku yang melihat kenyataan itu cukup miris tetapi tak bisa kusangkal karena semuanya proses demi menyelamatkan orang-orang untuk tidak menjadi korban COVID-19.

Bukan saja aku, warga lain pun terlihat panik dan terpukul dengan kenyataan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Tetapi semua itu tak bisa dihadapi dengan cara mengeluh. Kami harus mencari cara, berusaha menggunakan segala kemampuan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu yang paling mudah agar bisa bertahan. Harus diakui, mencari solusi sendirian tak mudah. Namun jika dilakukan secara bersama, maka perlahan tapi pasti membuahkan solusi yang bermanfaat.

Itu semua realita dan harus dihadapi. Benar, pemerintah tak berpangku tangan dan telah berusaha mengatasi persoalan yang ada. Namun kita pun tak bisa menutup mata jika ada hal-hal kecil di lapangan yang tak tersentuh. Tentunya kita tak mesti menyalahkan pihak manapun. Tetapi kemudian aku tersadarkan, ini adalah momentum kebersamaan agar bisa keluar dari masalah yang terjadi karena pandemi.

Kita memang terbatasi dengan keadaan dan kemampuan, tetapi semua itu sengaja harus dibuang jauh-jauh agar mampu bergandeng tangan untuk bisa memberi yang terbaik kepada masyarakat.

Penyemprotan Disinfektan ke rumah warga agar aman dari virus corona
Penyemprotan Disinfektan ke rumah warga agar aman dari virus corona/Deffy Ruspiyandy

Awal-awal pandemi ini (sekitar Maret, 2020) aktivitas masyarakat terbatas sehingga tak bisa keluar daerah begitu saja. Gerbang masuk gang sengaja ditutup hingga warga pun harus berputar mencari jalan jika ingin bepergian. Dan itu berlangsung tiga bulan lamanya. Tidak sembarang orang bisa masuk kawasan komplek. Begitu pula para pedagang yang berjualan. Jika ingin berjualan, pedagang harus memakai masker. Jika tidak memakai masker, kami sebagai warga menyediakan masker untuk mereka. Semuanya dilakukan karena semua harus mengikuti protokol kesehatan sesuai arahan dari pemerintah.

Pembagian masker kepada warga untuk menyukseskan pelaksanaan protokol kesehatan
Pembagian masker kepada warga untuk menyukseskan pelaksanaan protokol kesehatan/Deffy Ruspiyandy

Wilayah kami, Gang Ciroyom III, berdekatan sekali dengan kawasan Pasar Ciroyom. Tak mengherankan, dengan adanya penutupan gang ini menjadi kebiasaan yang sesungguhnya memberatkan para pedagang. Namun pada akhirnya penutup gang akhirnya digantikan dengan pintu gerbang yang terbuat dari besi. Kemudian aku dan rekan-rekan warga menyediakan tempat cuci tangan dua buah. Tentu saja semua ini dilakukan dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat. 

Penyediaan masker pun menjadi kisah unik. Awalnya aku dan seorang rekan berpatungan uang masing-masing sepuluh ribu rupiah untuk memancing warga lain. Lalu terkumpul uang sembilan puluh ribu rupiah. Kupikir uang segitu takkan cukup untuk memenuhi kebutuhan masker bagi warga satu RT. Akhirnya aku punya inisiatif membagikan kebutuhan masker ini ke beberapa rekan. Aku bersyukur karena masker yang terkumpul mencapai 500 buah dan bisa kami bagikan kepada warga saat awal Ramadan 2020. Sementara uang yang dikumpulkan tadi hanya terpakai dua puluh lima ribu rupiah. Itu pun hanya untuk ongkos ojol saja. Di kemudian hari, bantuan masker bertambah sampai seribu buah.

Penutup gang yang membuat warga tak bisa melewatinya (2020)
Penutup gang yang membuat warga tak bisa melewatinya/Deffy Ruspiyandy

Seringkali begitu ada problem terkait COVID-19 ini semuanya terkondisikan dalam sebuah gang. Sadar tidak sadar, kebersamaan pun tercipta yang dipicu oleh keadaan. Tentu saja hal itu tidak tercipta dengan sendirinya melainkan dipicu para inisiator-inisiator yang ingin memberikan sesuatu dan mampu berbuat untuk warga masyarakat.

Bukan sekedar itu, tetapi tugas yang cukup berat adalah mengedukasi masyarakat tentang pentingnya memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak karena tidak semua masyarakat memahami dan mau mengikuti protokol kesehatan ini. Tak heran jika ada dari mereka yang lalai memakai masker dan mesti diingatkan. Mereka seringkali lupa cuci tangan dan tidak jaga jarak.

Rupanya pandemi juga menimbulkan masalah di kalangan masyarakat itu sendiri tatkala bantuan dari pemerintah belum tiba. Masyarakat mulai resah saat dilakukan PSBB. Aku tak menganggapnya biasa karena semua itu terkait urusan perut. Mereka dibatasi untuk bergerak, tetapi saat itu belum ada jaminan bantuan yang bisa membantu kesulitan mereka.

Saat itu kuyakinkan bersama rekan-rekan jika bantuan akan datang pada waktunya. Beruntung pihak RW pada awal PSBB memberikan bantuan beras, mie instan, dan minyak goreng sehingga membuat tenang sebagian masyarakat. Tetapi aku dan rekan tidak tinggal diam. Kami berusaha mencarikan bantuan lain untuk warga. Jelang lebaran tahun 2020, usaha kami membuahkan hasil. Aku sungguh bersyukur karena warga mendapatkan bantuan sekitar lima kali, ditambah bantuan dari pemerintah tadi.

Ternyata pandemi tak berakhir dalam waktu singkat. Oleh sebab itu haruslah ada usaha untuk saling menguatkan. Kulihat warga yang ada tidak sepanik dulu walau jelas kesulitan-kesulitan tak bisa dipungkiri menghinggapi mereka. Aku sangat menyadari, kebersamaan yang terbangun sejak saat itu kalaupun bila dikatakan optimal tetapi buahnya mulai dapat dirasakan. Manisnya kebersamaan mulai terasa hingga selalu memunculkan solusi walaupun tak bisa dipungkiri pula masih ada pula warga lain yang tak begitu antusias di dalam membangun kebersamaan ini. Tetapi aku dan rekan-rekan mengakui bahwa semua itu tak semudah membalikkan telapak tangan.

Kami bersyukur bahwa RT yang dihuni lima ratus jiwa lebih ini selama satu tahun lebih, hanya satu orang yang terpapar COVID-19. Itupun bukan warga asli sini, melainkan pendatang. Tetapi hal itu tak mengurangi kewaspadaan kami dalam berjuang melawan pandemi, agar tidak ada warga yang terpapar. Aku semakin paham dengan bersatu maka semuanya akan kuat dan dengan bersama akan banyak mengundang solusi bagi masalah yang terjadi. Aku, rekan-rekan dan juga warga berharap pandemi ini segera berakhir agar semuanya bisa hidup secara normal.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Indahnya Kebersamaan dalam Gang Kala Pandemi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/indahnya-kebersamaan-dalam-gang-kala-pandemi/feed/ 0 29639