pendakian gunung kembang Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/pendakian-gunung-kembang/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 05 Jan 2024 10:28:42 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 pendakian gunung kembang Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/pendakian-gunung-kembang/ 32 32 135956295 Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo? https://telusuri.id/sebersih-apa-gunung-kembang-di-wonosobo/ https://telusuri.id/sebersih-apa-gunung-kembang-di-wonosobo/#respond Sat, 06 Jan 2024 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=40833 Gunung Kembang tidak setinggi Lawu, Merbabu, Sumbing, atau Sindoro, “ibu kandungnya”. Namun, gunung ini punya sesuatu yang istimewa. Teks dan foto: Rifqy Faiza Rahman Saya akhirnya kesampaian pergi ke Gunung Kembang pada Agustus lalu. Namanya...

The post Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo? appeared first on TelusuRI.

]]>
Gunung Kembang tidak setinggi Lawu, Merbabu, Sumbing, atau Sindoro, “ibu kandungnya”. Namun, gunung ini punya sesuatu yang istimewa.

Teks dan foto: Rifqy Faiza Rahman


Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo?
Tutupan hutan yang rapat di jalur pendakian Gunung Kembang via Blembem/Rifqy Faiza Rahman

Saya akhirnya kesampaian pergi ke Gunung Kembang pada Agustus lalu. Namanya sudah berseliweran di pikiran ketika gunung ini viral diadopsi oleh Eiger tahun 2022. Basecamp Skydoors, pengelola pendakian Gunung Kembang via Blembem, dianggap berhasil menerapkan peraturan ketat soal lingkungan dan keselamatan.

Program adopsi gunung tersebut merupakan pilot project dari tim EIGER Adventure Service System (EAST). Eiger bekerja sama dengan pengelola basecamp untuk memastikan pendakian gunung bebas dari sampah (zero waste mountain). Dalam acara yang digelar 19—20 Maret 2022, dilakukan kegiatan sharing session, pendakian bersama, dan aksi konservasi penanaman anggrek hutan. Hadir para pendaki legendaris, seperti Djukardi “Bongkeng” Adriana, Galih Donikara, dan Iwan “Kwecheng” Irawan.

Selain komitmen kuat soal lingkungan, sosok-sosok besar di dunia pendakian Indonesia tersebut juga memicu saya untuk segera menelusuri Gunung Kembang. Bahkan nama gunung ini belakangan baru saya tahu kalau letaknya persis di sebelah barat daya Gunung Sindoro. Makanya banyak orang menyebutnya anak Sindoro.

Karena waktu terbatas, saya memilih mendaki tektok. Naik dan turun di hari yang sama. Melihat jalurnya terlebih dahulu sebelum suatu saat mencoba menginap dan berkemah. 

Saya berangkat dari Magelang bersama istri saya dan adiknya, yang berarti membawa dua sepeda motor. Perjalanan dari Magelang ke Basecamp Gunung Kembang via Blembem, Wonosobo, memerlukan waktu tempuh sekitar dua jam.

Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo
Bagian dalam Basecamp Gunung Kembang via Blembem/Rifqy Faiza Rahman

Syarat utama: administrasi dan aklimatisasi

Basecamp Gunung Kembang via Blembem menempati kompleks bangunan gudang yang dahulu berfungsi menyimpan hasil panen teh. Lokasi basecamp memang dikelilingi perkebunan teh Bedakah yang menjadi bagian dari PT Perkebunan Tambi. Menurut Alfan atau Yayang, pengurus basecamp, pihaknya membuka jalur pendakian resmi pada 1 April 2018. Namun, perintisannya sudah dimulai pada 1997.

Bangunan utama basecamp yang terletak di ketinggian 1.339 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu cukup luas, kira-kira seukuran lapangan futsal. Bisa menampung puluhan orang. Selain posko kesehatan dan loket pembayaran, pihak basecamp menyiapkan beberapa peralatan pendakian yang bisa disewa. Tersedia pula jasa pemandu dan porter bagi yang memerlukan.

Fasilitas umum yang bisa diakses pendaki adalah toilet, musala, dan kantin sederhana. Toilet lebih banyak tersedia di luar basecamp. Di seberang basecamp merupakan lahan parkir motor dan mobil. Satu area dengan tempat pengecekan dan pemilahan sampah yang dibawa pendaki. Secara umum, kondisi basecamp cukup bersih dan nyaman.

Sekitar pukul 07.00, seorang petugas basecamp berkacamata bernama Arif, dengan jaket jenis down warna hijau menghampiri kami. Ia menyodorkan dua lembar kertas seukuran A5. Isinya daftar perlengkapan, makanan, minuman, dan obat-obatan yang dibawa. Dan selembar surat pernyataan denda sebesar Rp1.025.000 per item barang yang berpotensi sampah, tetapi dibuang sembarangan atau tidak dibawa turun.

Meskipun hanya mendaki tektok, ransel kami tetap dibongkar. Istri dan adiknya membawa tas kecil berkapasitas 10 liter. Sementara saya membawa ransel 55 liter, karena berisi cukup banyak bahan makanan—kentang rebus, roti tawar, buah—sekaligus melatih fisik. Plus, satu tas selempang untuk kamera. 

  • Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo?
  • Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo?

Logistik tersebut terlindungi trash bag plastik hitam di bagian dalam tas. Tujuannya mencegah rembesan air jika terjadi hujan. Tentu trash bag itu sendiri terhitung satu jenis barang berpotensi sampah. Kelengkapan lain yang terhitung berpotensi sampah adalah jas hujan plastik dan kemasan obat-obatan. Petugas tersebut juga meminta kami tetap membawa turun sampah organik.

Kami membawa sejumlah kotak makan untuk menyimpan bekal sarapan dan camilan yang kami bawa. Kami juga menyiapkan masing-masing dua botol air nonplastik untuk bekal minum. Jika suatu saat ingin berkemah, sudah pasti harus membawa jeriken. Pihak basecamp menyediakan beberapa tumbler dan kotak makan untuk dipinjamkan jika ada pendaki yang membutuhkan. 

Usai memilah dan meninggalkan beberapa barang yang tidak perlu dibawa, selanjutnya kami diarahkan untuk cek tensi dan suhu tubuh. Poskonya terletak di dekat pintu masuk basecamp. Tepat di sebelah loket pembayaran. Hasil tensi kami tercatat normal. Artinya, kami diizinkan mendaki. Kuncinya terletak pada aklimatisasi, penyesuaian dengan kondisi iklim dan lingkungan sekitar sebelum pendakian.

Selain ketentuan administrasi, aklimatisasi memang menjadi syarat utama yang harus dilalui pendaki Gunung Kembang via Blembem. Kondisi siap dihasilkan dari tubuh yang bugar, serta telah mendapat asupan makanan dan minuman yang cukup. Menurut petugas basecamp, pendakian tidak akan berhasil jika dilakukan dengan tergesa. Pendakian yang berhasil tidak hanya minim sampah, tetapi juga mampu menekan risiko kecelakaan karena cedera atau minimnya perlengkapan standar.

Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo?
Menumpang truk bak terbuka menyusuri perkebunan teh ke Istana Katak/Rifqy Faiza Rahman

Dari perkebunan teh hingga hutan lumut

Secarik izin pendakian ditebus seharga Rp80.000 per orang. Perinciannya, 55.000 rupiah untuk tiket masuk, fasilitas basecamp, dan cek kesehatan. Lalu 25.000 rupiah adalah ongkos layanan antar jemput dengan truk bak terbuka dari basecamp ke shelter Istana Katak (1.564 mdpl). Syaratnya minimal ada lima orang, yang berarti harus bergabung dengan pendaki lain.

Seperti direstui alam, di saat bersamaan tim berisi tiga pendaki dari Semarang juga memiliki pikiran yang sama dengan kami. Menghemat tenaga dan waktu adalah alasan terbesar untuk menempuh 1,5 kilometer dengan jalur makadam di tengah perkebunan teh bak labirin. Lima belas menit terasa signifikan daripada berjalan kaki satu jam.

Truk oranye bertuliskan “SKYDOORS” itu mengantar kami ke sebuah lahan datar dekat Istana Katak. Sebelumnya sang sopir, yang juga bertugas di loket basecamp, begitu lihai memutar posisi truk terlebih dahulu sebelum kami turun. Arif, petugas yang mengecek perlengkapan kami tadi, membuka pintu bak belakang. Dari area shelter Istana Katak, keduanya menunjuk ke arah tanjakan menuju Kandang Celeng, yang masih berjarak sekitar 700 meter. Katanya, ikuti saja jalan makadam sampai bertemu gapura dan umbul-umbul ke pintu hutan di ketinggian 1.682 mdpl tersebut.

Berjalan di tengah perkebunan teh mengingatkan saya pada jalur pendakian Gunung Arjuno via Lawang, Malang, Jawa Timur. Treknya panjang. Pemandangan cenderung monoton, tetapi akan berpeluang menyesatkan saat malam karena banyaknya percabangan. Pagi itu saja, perkebunan teh di sekitar basecamp sedang berkabut. Mendung menggelayut cukup rendah.

  • Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo?
  • Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo
  • Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo?

Batas perkebunan teh dengan hutan ditandai dengan gapura bertuliskan “Selamat Datang di Kandang Celeng”. Nama itu menggelitik sekaligus bikin merinding. Pihak basecamp tidak mengada-ada. Celeng atau babi hutan liar memang jadi mamalia paling dominan di Gunung Kembang. Hutan lumut yang membentang di hadapan kami hingga tumbuhan semak mendekati puncak adalah habitat satwa yang hidup berkelompok tersebut.

Itulah salah satu alasan basecamp melarang pendaki berkemah di sepanjang jalur di dalam hutan Gunung Kembang. Selain bisa mengganggu jalur jelajahnya, toh kondisi lahan di setiap pos juga tidak ideal untuk mendirikan tenda. Ditambah potensi yang dihasilkan dari aktivitas berkemah. Maka pengelola hanya menyediakan tempat camp di dua tempat, yaitu Bongkeng Sunrise Camp (2.310 mdpl) dan Puncak Gunung Kembang (2.340 mdpl).

Kami seperti memasuki dimensi berbeda ketika mulai melangkah hanya sejengkal dari gapura menuju puncak. Terutama sepanjang jalur di dalam hutan, melintasi Pos 1 Liliput (1.853 mdpl), Pos 2 Simpang Tiga (1.955 mdpl), dan Pos 3 Akar (2.002 mdpl). Vegetasi yang sebelumnya homogen—berupa perkebunan teh—berubah total menjadi kawasan hutan lumut yang lembap, tetapi menyegarkan. Kalaupun hari itu cerah, rasanya cahaya matahari tidak terlalu mampu menembus tutupan hutan yang rapat. Kabut makin menambah nuansa magis.

Bentukan pohon-pohon yang unik membawa saya mengimajinasikan negeri dongeng macam di film-film fiksi. Ada satu area pepohonan yang dinamai Ekor Naga, letaknya di antara Pos 1 Liliput dan Pos 2 Simpang tiga. Memang tampilannya sesuai namanya. Hanya saja tidak ada bagian kepala dengan mata merah seram dan mulut bertaring yang menyemburkan api membara.

  • Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo?
  • Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo?
  • Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo?

Bagian lain yang menarik adalah jembatan kayu alami yang menyambut di Pos 3 Akar, 300 meter dari Pos 2. Jembatan tersebut pendek saja, melintasi ceruk serupa aliran sungai kecil yang kering dan tidak terlalu dalam. Saya lantas teringat latar hutan Fangorn, tempat bertemunya Aragorn, Legolas, dan Gimli dengan Gandalf The White di The Lord of The Rings: Two Towers (2002).

Suasana hutan yang hijau dan teduh membuat kami berjalan nyaman. Kontur belum terlalu menanjak ekstrem. Tanah yang pekat dan basah enak buat dipijak. Jarak antarpos di dalam hutan pun tidak terlalu jauh, kisaran 200—500 meter. Kami menempuh 1 jam 45 menit dari gerbang Kandang Celeng ke Sabana 2 (2.183 mdpl), area semak terbuka yang berjarak 430 meter dari Pos 3 Akar. Hari itu tidak banyak pendaki. Kami hanya berpapasan paling banyak dua rombongan yang turun setelah camp semalam di puncak. 

Sejauh mata memandang, jalur trekking di dalam hutan memang sangat resik. Taraf kebersihannya berada pada tahap yang tidak sampai membuat saya mengumpat dan geregetan, seperti kerap saya alami di sejumlah gunung lain. Satu atau dua sampah kecil yang berserakan saja sungguh merusak keindahan dan kelestarian gunung, serta mengundang kawanan celeng—atau hewan lain—untuk menyantap sumber makanan yang tidak semestinya. Sampah berperan besar mengacaukan rantai makanan alami satwa.

Puncak yang berdinding kabut

Jalur di dalam hutan tampak kontras ketika kami keluar dari hutan selepas Pos 3 Akar. Trek yang semula basah mendadak berubah kering dan berdebu sampai ke puncak. Sejumlah titik berkerikil sehingga bisa membuat kami terpeleset kalau tidak berhati-hati.

Vegetasi mulai terbuka, berganti menjadi ilalang dan tanaman semak lainnya. Sisi selatan-barat lereng Gunung Sindoro yang puncaknya tertutup kabut terlihat berselimut hutan rapat. Pemandangan itu sedikit melegakan hati, sampai akhirnya kami harus melihat seutas tali tampar putih menjulur di atas tanah di sepanjang ceruk sempit yang terjal. Tanjakan Mesra—namanya—adalah tantangan sepanjang hampir 150 meter yang harus dilewati sebelum bisa menghela napas kembali di Bongkeng Sunrise Camp (2.310 mdpl).

Pembuatan lokasi kemah Bongkeng Sunrise Camp yang diluncurkan bersamaan dengan pendakian bersama pada Maret 2022 bukan tanpa alasan. Tempat datar dan agak ternaungi pepohonan itu diberi nama demikian sebagai bentuk penghormatan pada dedikasi Kang Bongkeng—sapaan akrab Djukardi Adriana—terhadap dunia pendakian gunung yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan.

  • Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo
  • Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo

Jika ingin mendapatkan sudut panorama alam lebih luas, Puncak Gunung Kembang memang jadi opsi terbaik untuk nge-camp. Tanggung, tinggal menanjak tipis-tipis sejauh 100 meter lagi. Kami pun yang semula ingin istirahat sejenak setelah dihajar Tanjakan Mesra, sepakat untuk lanjut berjalan dan melepas lelah di puncak. Kami tiba pukul 13.30 atau hampir 4,5 jam perjalanan santai dari basecamp. Rombongan asal Semarang sudah tiba terlebih dahulu, sekitar setengah jam lebih cepat di depan kami.

Puncak tertinggi Gunung Kembang merupakan bagian cincin punggungan yang mengepung kawah mati bak padang rumput seluas dua hektare. Penandanya sederhana saja, berupa tiang bendera merah putih dan plakat yang memvalidasi keberhasilan pendaki tiba di puncak.

Di area puncak tersedia banyak titik berkemah. Diperkirakan bisa menampung puluhan tenda dome berkapasitas empat orang. Namun, pendaki tetap harus mewaspadai keberadaan celeng yang sewaktu-waktu bisa datang “bertamu”. Pendaki diimbau tidak membawa bahan makanan yang berbau terlalu menyengat. Pendaki juga harus mampu mengelola sampah mereka agar tidak secuil pun bertebaran di area tenda. Konsekuensinya jelas. Denda jutaan rupiah tampaknya lebih menakutkan ketimbang logistik direbut celeng. 

Kami segera membongkar isi tas dan mengambil bekal makanan. Beberapa potong kentang rebus, buah jambu kristal, dan roti tawar selai jadi menu makan siang yang terlambat 1,5 jam. Seandainya kabut terselak, pemandangan tentu jadi menakjubkan. Kami akan melihat Gunung Prau, Dieng, hingga Gunung Sumbing. Hanya puncak Sindoro saja yang sempat terlihat sepintas. Itu pun malu-malu dan memilih bersembunyi di balik halimun.

Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo
Kawah Gunung Kembang berlatar kabut yang menyelimuti Gunung Sindoro/Rifqy Faiza Rahman

Namun, tak mengapa. Kami bertiga sepakat, mampu sampai puncak dalam keadaan sehat sudah jadi bonus tersendiri. Justru kawasan hutan lumutnya yang menancap kuat di ingatan. Kami bisa menghirup oksigen murni darinya. Kami bisa melihat anggrek-anggrek hutan yang sedang bertumbuh di batang-batang pohonnya. Lalu peraturan yang tertib pada asas lingkungan, yang kemudian berdampak pada kebersihan jalurnya, jelas menambah nilai lebih dari rute Gunung Kembang via Blembem.

Itu yang membuat pendakian Gunung Kembang via Blembem berada di level berbeda. Sekalipun di Jawa Tengah ia tidak setinggi Sindoro, Sumbing, Merbabu, Slamet, atau bahkan tidak sepopuler Gunung Prau. Istri saya sampai bilang sejujur-jujurnya, “Kalau ada gunung yang pengin banget diulang, aku lebih memilih mendaki Gunung Kembang lagi.”

Harapan saya hanya satu. Semoga komitmen kuat menjaga hutan, terutama dari Yayang dan rekan-rekan Skydoors, tidak menemui kata lelah dan goyah.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Sebersih Apa Gunung Kembang di Wonosobo? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/sebersih-apa-gunung-kembang-di-wonosobo/feed/ 0 40833
Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo https://telusuri.id/panduan-pendakian-gunung-kembang-via-blembem-wonosobo/ https://telusuri.id/panduan-pendakian-gunung-kembang-via-blembem-wonosobo/#respond Fri, 05 Jan 2024 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=40821 Gunung Kembang merupakan satu dari tujuh gunung—dengan ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl)—yang jadi favorit pendaki di wilayah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Enam gunung lainnya adalah Puncak Sikunir (2.300 mdpl), Gunung...

The post Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo appeared first on TelusuRI.

]]>
Gunung Kembang merupakan satu dari tujuh gunung—dengan ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl)—yang jadi favorit pendaki di wilayah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Enam gunung lainnya adalah Puncak Sikunir (2.300 mdpl), Gunung Bismo (2.365), Gunung Pakuwaja (2.421 mdpl), Gunung Prau (2.590 mdpl), Gunung Sindoro (3.153 mdpl), dan Gunung Sumbing (3.371 mdpl). Adapun puncak tertinggi Gunung Kembang mencapai 2.340 meter (mdpl).

Orang-orang menyebut Gunung Kembang sebagai anak dari Gunung Sindoro, karena terletak persis di sebelah barat daya gunung yang memiliki kawah belerang aktif tersebut. Meskipun juga memiliki kawah di bagian puncak, bisa dibilang Gunung Kembang saat ini berstatus tidak aktif. Kawah yang disebut masyarakat dengan nama Bimo Pengkok tersebut biasanya akan terisi air saat musim hujan.

Selain keasrian hutannya, Gunung Kembang juga dikenal memiliki jalur pendakian yang sangat bersih. Khususnya di jalur Blembem, Kabupaten Wonosobo. Kondisi ini karena berlakunya peraturan pendakian yang sangat ketat oleh pengelola Basecamp Gunung Kembang via Blembem. Tujuannya tidak lain agar pendaki bertanggung jawab pada segala potensi sampah yang dihasilkan selama pendakian.

Tidak sedikit pendaki yang mengeluhkan ribetnya prosedur administrasi di Basecamp Gunung Kembang yang dikelola resmi oleh komunitas Skydoors sejak 1 April 2018 tersebut. Hal ini kadang berdampak pada rendahnya tingkat kunjungan pendaki per harinya. Namun, di sisi lain dengan sendirinya akan tersaring mana pendaki yang mau bertanggung jawab pada lingkungan ataupun sebaliknya. 

Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo
Bagian dalam Basecamp Gunung Kembang via Blembem/Rifqy Faiza Rahman

Diadopsi oleh Eiger

Kegigihan dan komitmen rekan-rekan komunitas pengelola basecamp Skydoors dalam menjaga kelestarian alam Gunung Kembang mendapatkan apresiasi dari Eiger. Jenama dan perusahaan perlengkapan outdoor asal Bandung tersebut membuat program Corporate social responsibility berupa adopsi gunung. Berkolaborasi dengan Skydoors mewujudkan pendakian gunung nol sampah (zero waste mountain) di Gunung Kembang via Blembem. 

Melalui tim EIGER Adventure Service System (EAST), Gunung Kembang menjadi sebuah pilot project untuk kampanye kegiatan petualangan ramah lingkungan yang bertanggung jawab kepada alam dan masyarakat. Program ini diluncurkan pada Maret 2022 yang ditandai dengan kegiatan sharing session, pendakian bersama, dan penanaman anggrek hutan. Hadir dalam acara itu Djukardi “Bongkeng” Adriana (73), pendaki senior legendaris sekaligus anggota Board of Expert di tim EAST. Kemudian Galih Donikara, Iwan “Kwecheng” Iriawan, dan Siska Nirmala, pemengaruh media sosial dari Zero Waste Adventure.

Program adopsi gunung tersebut juga bertujuan memberikan keamanan dan kenyamanan saat mendaki gunung. Secara keseluruhan, aspek-aspek pengelolaan pendakian gunung yang diadopsi mencakup pelayanan pos pendakian, penataan jalur, pengelolaan sampah, sampai dengan penerapan sistem administrasi. Tujuan terbesar penerapan sistem yang ketat dan terstruktur selain menjaga kawasan hutan bebas sampah, menurut Alfan alias Yayang, pengurus Basecamp Gunung Kembang via Blembem, juga untuk meminimalisasi potensi kecelakaan pendakian.

Salah satu jejak program tersebut paling jelas terlihat pada keberadaan Bongkeng Sunrise Camp di ketinggian 2.310 mdpl. Sekitar 100 meter sebelum puncak. Tempat datar dan agak ternaungi pepohonan itu diberi nama demikian sebagai bentuk penghormatan pada dedikasi Kang Bongkeng—sapaan akrab Djukardi Adriana—terhadap pendakian gunung yang bertanggung jawab. Bongkeng Sunrise Camp menjadi pilihan tempat berkemah yang ideal dan diizinkan pengelola, selain di areal puncak.

Buat kamu yang ingin mendaki Gunung Blembem via Blembem, baik dengan cara tektok maupun bikin tenda di Bongkeng Sunrise Camp atau puncak, panduan singkat ini bisa kamu jadikan pegangan untuk mempersiapkan diri sebelum melakukan pendakian.

Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo
Bongkeng Sunrise Camp/Rifqy Faiza Rahman

Yang Wajib Dipatuhi Pendaki Gunung Kembang

Sebelum mendaki Gunung Kembang, ada beberapa aturan yang harus diperhatikan dan dipatuhi pendaki. Setiap barang bawaan dan bahan makanan-minuman yang dibawa akan dicatat detail oleh pengelola basecamp. Baik yang berpotensi sampah—organik dan anorganik—maupun bukan. Untuk itu pendaki dianjurkan membawa kotak makanan dan botol minum reusable sendiri dari rumah.

Jika pendaki meninggalkan sampah di jalur pendakian dan tidak dibawa turun sesuai daftar logistik, maka akan dikenakan denda Rp1.025.000 per item. Berlaku segala jenis barang, besar atau kecil. Berikut larangan keras yang ditetapkan pengelola Basecamp Gunung Kembang via Blembem:

  1. Masuk kawasan tanpa izin
  2. Membuat jalur sendiri di luar jalur resmi
  3. Melakukan aktivitas vandalisme, menebang pohon, memetik edelweiss, dan merusak segala keanekaragaman hayati di dalam hutan
  4. Membuat api unggun, membawa kembang api dan petasan
  5. Membawa senjata api
  6. Membawa senjata tajam lebih dari 20 cm
  7. Mendirikan tenda di jalur pendakian
  8. Membuang sampah sembarangan
  9. Membawa botol air mineral kemasan sekali pakai dan tisu basah
  10. Membawa kantung plastik, kecuali trash bag

Jika terjadi kondisi darurat, jangan ragu menghubungi nomor telepon tertera di peta jalur pendakian yang terlampir bersama tiket masuk kawasan. Secara umum sinyal seluler beberapa operator masih bisa dijangkau hingga ke puncak.

Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo
Menyusuri perkebunan teh sebelum memasuki hutan Gunung Kembang/Rifqy Faiza Rahman

Peta Jalur Pendakian via Blembem

Bentang alam di sepanjang jalur pendakian Gunung Kembang via Blembem cukup variatif. Mulai dari perkebunan teh, hutan lumut, hingga sabana. Terdapat tiga pos utama dan sejumlah pos bayangan sebagai tempat istirahat. Trek sangat jelas dengan papan informasi di setiap pos dan sejumlah petunjuk arah di beberapa titik percabangan.

Bagian paling menarik dari jalur pendakian Gunung Kembang adalah kerapatan vegetasi hutannya. Terutama selepas pintu rimba Kandang Celeng hingga Pos 3 Akar. Sensasi lembap, basah, dan menyegarkan akan terasa di ketinggian mulai 1.682 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga menyentuh 2.000-an mdpl. Sisanya menuju puncak lebih didominasi oleh tanaman semak dan agak terbuka.

TelusuRI telah merekam track log pendakian Gunung Kembang via Blembem dengan GPS. Adapun elevasi dan jarak merupakan estimasi sesuai tercatat dalam alat navigasi GPS maupun peta pendakian. Silakan klik di sini untuk mengunduh tracklog pendakian dalam format GPX.

Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo
Jalur Pendakian Gunung Kembang via Blembem (diolah dengan aplikasi Garmin Basecamp dan Wikiloc)

Basecamp Skydoors (1.339 mdpl) — Istana Katak (1.564 mdpl): +1,5 kilometer

  • Untuk menghemat tenaga dan waktu, manfaatkan fasilitas antar jemput berbayar dengan truk bak terbuka dari basecamp ke Istana Katak
  • Rutenya melewati jalan aspal lalu ikuti petunjuk arah ke Gunung Kembang dengan memasuki jalan makadam agak menanjak di tengah perkebunan teh
  • Istana Katak merupakan shelter sederhana beratap seng, terdapat toilet dan bisa digunakan sebagai tempat berteduh
  • Estimasi: 10—15 menit (naik truk) atau 1 jam (jalan kaki)

Istana Katak (1.564 mdpl) — Pintu Hutan Kandang Celeng (1.682 mdpl): +700 meter

  • Perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki melewati jalur makadam agak menanjak di belakang shelter Istana Katak
  • Jalur lebar dan petunjuk arah cukup jelas
  • Setelah kurang lebih 600 meter berjalan, terdapat percabangan yang ditandai gapura dan umbul-umbul di kiri jalur, trek tanah berundak di tengah kebun teh menuju pintu hutan Kandang Celeng
  • Pos Kandang Celeng adalah batas vegetasi antara perkebunan teh dengan hutan
  • Estimasi: 30—45 menit

Pintu Hutan Kandang Celeng (1.682 mdpl) — Pos 1 Liliput (1.853 mdpl): +500 meter

  • Kontur jalur langsung menanjak berupa trap atau anak tangga tanah yang agak berlumpur dan licin saat hujan, lalu terdapat bonus trek datar di beberapa titik
  • Vegetasi mulai rapat dan terasa lembap khas hutan lumut
  • Pos 1 Liliput hanya berupa sepetak lahan datar yang dikelilingi pepohonan di tengah jalur pendakian, tanpa shelter atau bangunan apa pun
  • Tidak diizinkan membuka camp di Pos 1 Liliput
  • Estimasi: 20—30 menit

Pos 1 Liliput (1.853 mdpl) — Pos 2 Simpang Tiga (1.955 mdpl): +220 meter

  • Kondisi jalur masih sama, kombinasi trek tanah basah dengan kontur datar dan menanjak di tengah hutan rapat
  • Ada dua spot menarik di tengah perjalanan menuju Pos 2: (a) ember penampung air hujan di sisi kiri jalur setelah 10—15 menit berjalan dari Pos 1; dan (b) Ekor Naga, area pohon-pohon yang tumbuh menyerupai tubuh naga, berjarak 5—10 menit sebelum Pos 2
  • Pos 2 Simpang Tiga hanya berupa tanah datar sempit di tengah jalur
  • Tidak diizinkan membuka camp di Pos 2 Simpang Tiga
  • EstimasI: 20—30 menit

Pos 2 Simpang Tiga (1.955 mdpl) — Pos 3 Akar (2.002 mdpl): +300 meter

  • Salah satu rute terpendek di jalur ini, karena perubahan elevasi hanya naik sekitar 50 mdpl
  • Sebelum Pos 3 Akar terdapat jembatan kayu yang unik karena diapit pohon besar dan pohon lumut
  • Pos 3 Akar juga hanya berupa lahan datar yang sempit dan tidak diperbolehkan mendirikan tenda di sini
  • Estimasi: 10—15 menit

Pos 3 Akar (2.002 mdpl) — Sabana 2 (2.183 mdpl): +430 meter

  • Selepas Pos 3 Akar, vegetasi mulai terbuka lalu berganti dengan tumbuhan semak dan perdu
  • Trek berubah kering dan berdebu saat musim kemarau, terkadang licin karena berkerikil
  • Sebelum Sabana 2 juga terdapat pos Sabana 1 yang hanya berjarak lima menit dari Pos 3 Akar
  • Meski terdapat beberapa areal datar, Sabana 1 maupun 2 bukan tempat ideal untuk berkemah karena potensi lintasan celeng sangat tinggi
  • Estimasi: 15—20 menit

Sabana 2 (2.183 mdpl) — Tanjakan Mesra (2.243 mdpl): +150 meter

  • Meski elevasi dan jarak terbilang pendek, tetapi trek cukup terjal sehingga diperlukan alat bantu berupa tali tampar putih yang terikat di akar pohon
  • Diharapkan lebih waspada saat turun karena lebih berbahaya ketimbang naik
  • Estimasi: 20-30 menit

Tanjakan Mesra (2.243 mdpl) — Bongkeng Sunrise Camp (2.310 mdpl): +130 meter

  • Trek masih menanjak dengan jalur zig–zag dan vegetasi makin terbuka nyaris tanpa tanaman peneduh
  • Bongkeng Sunrise Camp berada di sisi kanan jalur dan menjadi pilihan tempat berkemah selain di puncak, dari sini kawah Gunung Kembang yang terdapat tampungan air di dasarnya juga tampak jelas
  • Jika ingin turun ke dasar kawah, terdapat percabangan menurun dan curam tak jauh dari Bongkeng Sunrise Camp
  • Kelebihan berkemah di area ini adalah posisi yang lebih dekat dengan pemandangan ke arah matahari terbit
  • Waspada pada kedatangan kawanan celeng yang mungkin melintas saat sore atau malam, sehingga wajib menyimpan bahan makanan dan logistik di tempat yang aman
  • Estimasi: 10—15 menit

Bongkeng Sunrise Camp (2.310 mdpl) — Puncak Gunung Kembang (2.340 mdpl): +100 meter

  • Dari Bongkeng Sunrise Camp, dataran puncak sudah terlihat dengan tanda tiang bendera merah putih
  • Kontur agak menanjak dengan meniti punggungan barat kawah di antara ilalang
  • Dataran puncak sangat luas dan bisa menampung puluhan tenda dome berkapasitas empat orang
  • Waspada pada kedatangan kawanan celeng yang mungkin melintas saat sore atau malam, sehingga wajib menyimpan bahan makanan dan logistik di tempat yang aman
  • Saat cuaca cerah pemandangan akan terbuka leluasa nyaris 360 derajat, antara lain Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Prau, Dieng, hingga Gunung Slamet
  • Estimasi: 5—10 menit
Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo
Hutan lumut yang rapat dan meneduhkan di jalur pendakian Gunung Kembang via Blembem/Rifqy Faiza Rahman

Lokasi Basecamp, Akses Transportasi, dan Tarif Pendakian

Basecamp pendakian Gunung Kembang dikelola oleh komunitas Skydoors. Letaknya berada di kaki Gunung Sindoro di area Blembem, Dusun Kaliurip, Desa Damarkasiyan, Kecamatan Kertek, Wonosobo, Jawa Tengah. Basecamp ini menggunakan kompleks bangunan bekas gudang penyimpanan hasil panen dari perkebunan teh Bedakah. Berada di ketinggian sekitar 1.339 mdpl, suhu di sekitar basecamp sangat sejuk dan sering berkabut. 

Tidak terdapat angkutan umum langsung ke basecamp. Titik terakhir yang dilalui bus adalah Terminal Mendolo Wonosobo (7,2 km). Adapun kota-kota terdekat yang bisa dilalui kereta api adalah Semarang (109 km), Yogyakarta (95 km), dan Purwokerto (98,5 km). Pilihan terbaik selanjutnya adalah menyewa jasa transportasi lokal milik basecamp atau membawa kendaraan pribadi dari daerah asal.

Fasilitas basecamp cukup lengkap dan bersih. Tersedia kantin sederhana dengan menu makanan ala Jawa, pos pengecekan kesehatan, instalasi pemilahan sampah organik-anorganik, selasar beralas tikar untuk tempat istirahat, rental alat pendakian, musala, dan toilet. Pendaki juga bisa menyewa jasa pemandu maupun porter di sini.

Tarif pendakian sebesar Rp80.000 per orang, sudah termasuk tiket masuk, cek kesehatan (suhu tubuh dan tensi), dan jasa angkutan truk bak terbuka senilai Rp25.000 untuk antar jemput basecamp ke shelter Istana Katak—dengan catatan minimal lima orang.

Narahubung basecamp:
0822 2673 0490 (Telepon)
0813 9267 6522 (Whatsapp)
0822 4432 2438 (Whatsapp)

Pemutakhiran terakhir pukul 11.00 WIB, 05/01/2024.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Panduan Pendakian Gunung Kembang via Blembem Wonosobo appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/panduan-pendakian-gunung-kembang-via-blembem-wonosobo/feed/ 0 40821