pendakian gunung merbabu Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/pendakian-gunung-merbabu/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 28 Feb 2025 11:42:05 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 pendakian gunung merbabu Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/pendakian-gunung-merbabu/ 32 32 135956295 Panduan Pendakian Gunung Merbabu via Suwanting https://telusuri.id/panduan-pendakian-gunung-merbabu-via-suwanting/ https://telusuri.id/panduan-pendakian-gunung-merbabu-via-suwanting/#respond Sat, 20 May 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=38728 Gunung Merbabu termasuk destinasi favorit para penggemar kegiatan luar ruang (outdoor). Tidak hanya domestik, gunung yang berada di bawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Merbabu tersebut juga memikat pendaki mancanegara. Sebelum Gunung Merapi tutup karena peningkatan...

The post Panduan Pendakian Gunung Merbabu via Suwanting appeared first on TelusuRI.

]]>
Gunung Merbabu termasuk destinasi favorit para penggemar kegiatan luar ruang (outdoor). Tidak hanya domestik, gunung yang berada di bawah pengelolaan Taman Nasional Gunung Merbabu tersebut juga memikat pendaki mancanegara. Sebelum Gunung Merapi tutup karena peningkatan aktivitas vulkanik, sebagian pendaki biasanya menjadikan gunung teraktif di Indonesia itu sepaket dengan pendakian Merbabu sekaligus. Sehingga dua gunung tersebut terkenal dengan sebutan 2M (Merbabu-Merapi).

Gunung Merbabu memiliki lima jalur resmi menuju puncak tertingginya, yaitu Selo, Tekelan, Cuntel, Wekas, dan Suwanting. Setiap jalur memiliki daya tarik tersendiri, mulai dari kontur, topografi, vegetasi, maupun panorama yang tersaji. Dari kelimanya, Selo dan Suwanting menempati peringkat tertinggi sebagai jalur yang paling banyak dikunjungi dan selalu penuh saat Sabtu—Minggu atau hari libur.

Gunung Merbabu terlihat dari Dusun Suwanting jika cuaca cerah
Gunung Merbabu terlihat dari Dusun Suwanting jika cuaca cerah/Rifqy Faiza Rahman

Kali ini TelusuRI akan membahas jalur pendakian Suwanting, yang lokasinya berada di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Sejak pembukaan kembali sekitar 2015—2016 sampai dengan sekarang, Suwanting makin populer dan ramai pendaki. Meskipun terbilang lebih terjal, tetapi daya tarik sabana dan pemandangan alam yang tersaji membuatnya selalu padat saat akhir pekan.

Sejak 2019, Taman Nasional Gunung Merbabu telah memberlakukan sistem reservasi pendakian secara daring (online booking) untuk semua jalur, termasuk Suwanting. Masing-masing jalur memiliki batasan maksimal kuota berbeda. Selo merupakan jalur dengan daya dukung terbanyak (sekitar 500 orang per hari), sedangkan Suwanting memiliki daya dukung sekitar 300—350 orang per hari.

Buat kamu yang ingin mendaki Gunung Merbabu via Suwanting, panduan singkat ini bisa kamu jadikan pegangan sebelum melakukan pendakian. 

Perencanaan dan Persiapan Pendakian

Mendaki gunung termasuk kegiatan ekstrem yang membutuhkan perencanaan matang dan banyak persiapan. Jadi, jangan sampai kamu masuk hutan dengan tangan kosong. Setidaknya terdapat 5 (lima) tahapan yang harus kamu lakukan sebelum berangkat mendaki:

1) Menentukan waktu perjalanan dan mengecek status jalur pendakian berkala

Daripada bersusah payah mendaki saat musim hujan dan rawan badai, lebih baik mencari waktu libur di musim kemarau. Selain cuaca dan kondisi jalur yang relatif lebih bersahabat, pemandangan sepanjang pendakian berpotensi lebih terbuka. Fisik juga akan lebih terjaga dan tidak se-ngoyo saat bulan-bulan hujan.

2) Melakukan riset jalur pendakian dan prakiraan cuaca terkini

Sebelum berangkat, terlebih dahulu melakukan riset jalur Suwanting dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Data tersebut mencakup peta jalur, estimasi jarak dan waktu tempuh, lokasi berkemah, sumber air, vegetasi, hingga jenis flora dan fauna yang mungkin akan kamu temui. Jangan lupa pula mengecek prakiraan cuaca terkini melalui radar BMKG atau aplikasi sejenis.

3) Membuat perencanaan pendakian

Pendakian sebagai kegiatan ekstrem tidak bisa sekadar asal jalan begitu saja. Kamu harus membuat perencanaan dengan benar-benar matang, sehingga pendakianmu lebih nyaman dan terukur. Siapkan pula rencana-rencana cadangan jika terjadi sesuatu yang bersifat darurat, seperti perubahan cuaca, anggota tim mengalami cedera, logistik menipis, dan lain-lain.

4) Latihan fisik secukupnya

Ketahanan fisik yang baik berpengaruh pada kelancaran pendakian. Untuk itu kamu perlu merancang latihan fisik berkala setidaknya sebulan sebelum tanggal pendakian. Lalu sekitar seminggu sebelum berangkat, kurangi frekuensi latihan agar mencegah potensi cedera atau kelelahan. Beberapa opsi latihan fisik yang bisa kamu lakukan antara lain jogging, squat, plank, burpees, atau berenang. 

5) Mempersiapkan logistik dan perlengkapan pendakian standar

Peralatan pendakian yang sesuai standar dan logistik (bahan makanan-minuman) yang cukup merupakan aspek yang wajib kamu penuhi agar pendakianmu nyaman. Alat pendakian tidak harus mahal, yang penting sesuai fungsi dan mengutamakan faktor keselamatan. Sebagai panduan, TelusuRI membuat daftar peralatan yang sifatnya wajib atau opsional sehingga kamu bisa mengecek apakah sudah lengkap atau belum:

Reservasi Daring dan Alur Registrasi Pendakian

Tampilan depan situs resmi booking online Gunung Merbabu
Tampilan depan situs resmi booking online Gunung Merbabu

Sistem reservasi pendakian daring dilakukan satu pintu melalui situs resmi: booking.tngunungmerbabu.org. Secara garis besar, kamu bisa mengikuti alur sesuai ketentuan Taman Nasional Gunung Merbabu sebagai berikut:

  1. Baca terlebih dahulu Panduan Booking dengan teliti.
  2. Buat akun pribadi dengan melakukan pendaftaran melalui menu Registrasi. Isi data diri selengkapnya sesuai identitas yang berlaku. Petugas akan memverifikasi data kamu dan memberitahukan hasilnya melalui email dan nomor Whatsapp kamu. Proses ini berlaku dan wajib dilakukan tidak hanya untuk ketua tim, tetapi juga teman-temanmu yang menjadi anggota tim saat pendakian.
  3. Jika terdapat data yang tidak valid, petugas akan meminta kamu memperbaiki atau melengkapi data yang kurang. Jika sudah valid, kamu akan mendapatkan kode OTP dan kode pendaki kamu akan aktif. Kode pendaki ini akan kamu gunakan saat melakukan reservasi.
  4. Untuk melihat ketersediaan daya tampung jalur Suwanting per hari dalam satu bulan, kamu bisa mengeceknya di menu Cek Kuota.
  5. Proses reservasi dapat kamu mulai dengan membuka menu Destinasi Wisata, lalu pilih Jalur Pendakian Suwanting. Di dalamnya kamu akan melihat harga tiket masuk untuk wisatawan lokal dan mancanegara. Selanjutnya klik “Booking Sekarang” untuk mendaftarkan dirimu dan anggota tim yang sudah mendapatkan kode pendaki.
  6. Isi segala kolom yang ada secara teliti dan ikuti alurnya sampai akhir. Lakukan pembayaran segera sesuai panduan, agar petugas bisa memverifikasi reservasi dari kamu dan menerbitkan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) elektronik. Kamu bisa mengunduh file SIMAKSI tersebut dan menyimpannya di ponsel.
  7. SIMAKSI tersebut wajib kamu tunjukkan saat check in di loket jalur Suwanting. Petugas akan melakukan memindai barcode dalam SIMAKSI elektronik, sebagai catatan kedatangan kamu dan tim. Kamu akan diizinkan mendaki setelah petugas mengecek seluruh perlengkapan pendakian sesuai daftar isian logistik yang diberikan. Jangan lupa melapor kepada petugas di loket ketika kamu sudah turun gunung. 
  8. Sebagai tambahan di luar tarif taman nasional, warga pengelola jalur Suwanting memberlakukan biaya administrasi desa per orang sebesar Rp30.000 untuk hari biasa dan Rp35.000 untuk akhir pekan. Tersedia pula opsi jasa ojek ke pintu hutan sebesar Rp10.000 per orang (sekali jalan).

Jika mengalami kendala atau memerlukan informasi lebih lanjut, kamu bisa menghubungi petugas taman nasional melalui Call Center di nomor +62-811-2950-970 (Whatsapp) atau email tn_merbabu@yahoo.co.id.

Peta Jalur Pendakian via Suwanting

Jalur pendakian Merbabu via Suwanting hampir sepenuhnya berupa punggungan gunung. Membentang dari dusun di ketinggian sekitar 1.350 meter di atas permukaan laut (mdpl) sampai menemui puncak Triangulasi di ketinggian sekitar 3.142 mdpl. Terdapat tiga pos utama dan lembah-lembah yang bisa menjadi tempat beristirahat sejenak. Trek sangat jelas dengan petunjuk berupa patok hektometer (HM) setiap 100 meter dan penanda setiap pos. Adapun elevasi dan jarak merupakan estimasi sesuai tercatat dalam alat navigasi GPS maupun peta pendakian.

(Silakan klik di sini untuk mengunduh tracklog pendakian dalam format GPX)

Peta Pendakian Gunung Merbabu via Suwanting (diolah dengan aplikasi Garmin Basecamp dan Wikiloc)
Peta Pendakian Gunung Merbabu via Suwanting (diolah dengan aplikasi Garmin Basecamp dan Wikiloc)

Basecamp Suwanting (1.350 mdpl) — Pintu Hutan (1.470 mdpl): +850 meter

  • Jalan dusun berupa cor yang menanjak, kemudian melewati perkebunan sayur warga sampai menjumpai pintu hutan, yang ditandai gapura Taman Nasional Gunung Merbabu
  • Estimasi: 15—20 menit dengan jalan kaki untuk pemanasan atau 5 menit dengan ojek

Pintu Hutan (1.470 mdpl) — Pos 1 Lembah Lempong (1.555 mdpl): +200 meter

  • Rute pintu hutan ke Pos 1 merupakan jalur dengan jarak terpendek di Suwanting
  • Vegetasi masih didominasi hutan pinus, dengan tanaman semak dan rumput di permukaan tanah
  • Pos 1 hanya berupa tanah datar yang tidak terlalu luas dan tidak ada selter untuk berteduh
  • Estimasi: 5 menit

Pos 1 Lembah Lempong (1.555 mdpl) — Pos 2 Bendera (2.186 mdpl): +2 kilometer

  • Pendakian sesungguhnya telah dimulai, jalur cukup panjang dan mulai menanjak cukup konstan dengan sesekali bonus landai
  • Trek tanah cukup liat dan akan licin serta berlumpur saat musim hujan, sedangkan musim kemarau akan sangat berdebu
  • Melewati beberapa “pos bayangan” bernama Lembah Gosong (1.665 mdpl), Lembah Cemoro (1.790 mdpl), Lembah Ngrijan (1.866 mdpl), dan Lembah Mitoh (2.127 mdpl)
  • Vegetasi mulai rapat dengan tanaman semak dan beberapa cemara gunung
  • Pos 2 berupa tanah datar berundak dan pemandangan agak terbuka; banyak pendaki yang mendirikan tenda di sini jika fisik tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan
  • Estimasi: 2—2,5 jam

Pos 2 Bendera (2.186 mdpl) — Pos Air (2.665 mdpl): +1,1 kilometer

  • Perjalanan dari Pos 2 menuju pos air adalah yang terberat dan paling terjal di jalur Suwanting, karena fisik sudah mulai terkuras
  • Jalur cenderung konstan menanjak di kawasan Lembah Manding, pilih jalur baru di sisi kanan yang lebih bersahabat
  • Trek tanah cukup liat dan akan licin serta berlumpur saat musim hujan, sedangkan musim kemarau akan sangat berdebu
  • Terdapat tali bantuan yang terikat pada batang pohon di sejumlah titik yang cukup curam
  • Vegetasi tidak terlalu rapat dengan dominasi tanaman semak dan pohon mlanding (lamtoro)
  • Terdapat dua buah gentong berisi air yang dialirkan melalui pipa, saat ini menjadi satu-satunya sumber air di jalur Suwanting
  • Estimasi: 2,5—3 jam

Pos Air (2.665 mdpl) — Pos 3 Dampo Awang (2.740 mdpl): +200 meter

  • Setelah Lembah Manding yang menguras tenaga, kerahkan sisa kekuatan untuk menjangkau Pos 3 yang tidak jauh lagi
  • Pos 3 sangat luas dan mampu menampung puluhan tenda, sehingga menjadi tempat terbaik dan teraman untuk mendirikan tenda
  • Vegetasi hanya rerumputan serta edelweis di Pos 3, sangat terbuka sehingga waspada dengan angin kencang
  • Pemandangan yang dapat dilihat antara lain Gunung Merapi, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan kawasan permukiman di kaki gunung
  • Estimasi: 15—20 menit

Pos 3 Dampo Awang (2.740 mdpl) — Puncak Suwanting (3.105 mdpl): +1,1 kilometer

  • Perjalanan ke puncak Suwanting akan melewati tiga kawasan sabana, yaitu Sabana 1 (2.828 mdpl), Sabana 2 (2.915 mdpl), dan Sabana 3 (2.984 mdpl)
  • Trek tanah yang konstan menanjak, tetapi tidak terasa berat karena hanya membawa perlengkapan dan bekal seperlunya
  • Vegetasi dominan padang rumput terbuka, sehingga berpotensi angin kencang atau badai
  • Puncak Suwanting merupakan ujung punggungan jalur Suwanting, dengan ketinggian hampir sama dengan Triangulasi dan Kenteng Songo
  • Estimasi: 1—1,5 jam

Puncak Suwanting (3.105 mdpl) — Puncak Triangulasi (3.142 mdpl): +250 meter

  • Kontur jalur menuju puncak Triangulasi sedikit naik-turun, tetapi relatif ringan dan jaraknya cukup dekat
  • Vegetasi masih didominasi rerumputan dan terdapat beberapa pohon cantigi (manisrejo)
  • Kawasan puncak Triangulasi tidak terlalu luas dan hanya ditandai dengan tugu permanen milik taman nasional
  • Estimasi: 10-15 menit

Puncak Triangulasi (3.142 mdpl) — Puncak Kenteng Songo (3.142 mdpl): +150 meter

  • Kontur jalur antarpuncak hanya sedikit turunan dan tanjakan, sehingga mudah terlihat satu sama lain saat cuaca cerah
  • Puncak Kenteng Songo ditandai dengan tugu permanen milik taman nasional, serta beberapa situs cagar budaya berupa lumpang batu alami yang dikelilingi pagar besi untuk menghindari vandalisme
  • Puncak Kenteng Songo adalah titik pertemuan jalur Suwanting dengan Selo dan jalur utara (Tekelan, Cuntel, Wekas)
  • EstimasI: 5 menit

Akses Transportasi dan Rekomendasi Basecamp

Dusun Suwanting terletak di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Dusun ini dapat dijangkau melalui perjalanan darat dari Kota Magelang (30 km), Semarang (78 km), Solo (85,5 km), dan Yogyakarta (47,8 km). Mengingat jarangnya transportasi umum yang melewati desa tersebut, TelusuRI menyarankan kamu membawa kendaraan sendiri atau menyewa jasa transportasi antar-jemput dari pihak basecamp.

Ada beberapa rumah warga yang dijadikan sebagai basecamp agar pendaki bisa beristirahat dan mempersiapkan pendakian. Rata-rata memiliki fasilitas cukup lengkap, di antaranya makanan dan minuman, penyewaan alat pendakian, dan toilet. TelusuRI merekomendasikan Basecamp Ambon Adventure milik Pak Hosea Mulyanto Nugroho alias Pak Ambon untuk tempat kamu singgah.

Rumah Pak Ambon sekaligus Basecamp Ambon Adventure di Dusun Suwanting, Banyuroto, Magelang
Rumah Pak Ambon sekaligus Basecamp Ambon Adventure di Dusun Suwanting, Banyuroto, Magelang/Rifqy Faiza Rahman

Pak Ambon merupakan pemandu profesional dan berlisensi resmi, serta memiliki tim porter jika kamu membutuhkan jasa tenaga angkut maupun kepemanduan. Pak Ambon juga menyediakan jasa transportasi antar-jemput buat rombongan pendaki yang datang lewat bandara, stasiun, atau terminal bus di sekitar Yogyakarta, Semarang, Solo, dan Magelang.

Basecamp Ambon Suwanting
Jl. Suwanting, Suwanting, Banyuroto, Kec. Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah 56481 (klik di sini untuk membuka peta)
Nomor telepon: +62 813-5987-6990
Email: hoseanugroho@gmail.com

Menjadi Pendaki Bijak

Saat ini setiap orang—termasuk kamu—bisa dengan mudah menjadi pendaki gunung. Siapa pun memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan pendakian, dengan tujuan dan misi yang berbeda-beda. Namun, tidak semua pendaki memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang sama untuk ikut menjaga gunung itu sendiri. TelusuRI punya sejumlah tips agar kamu bisa menjadi pendaki yang bijak:

  1. Menghormati adat istiadat di dusun setempat
  2. Mematuhi peraturan yang berlaku di kawasan taman nasional
  3. Melengkapi diri dengan peralatan pendakian standar dan menyiapkan logistik yang cukup selama pendakian, serta tetap waspada dan hati-hati dengan barang-barang bawaan pribadi dari potensi pencurian oleh sejumlah oknum di area berkemah
  4. Jangan mengikuti ego dan memaksakan diri, terutama ketika cuaca buruk atau kondisi tim tidak memungkinkan untuk melanjutkan pendakian
  5. Meminimalisasi penggunaan plastik sekali pakai
  6. Gunakan botol minum yang bukan sekali pakai dan membawa jeriken portabel untuk isi ulang air
  7. Gunakan kotak makan untuk menyimpan bahan-bahan makanan kamu
  8. Memilih menu-menu makanan organik, seperti sayur, buah, dan bahan lainnya yang limbahnya bisa kamu timbun di dalam tanah saat pendakian
  9. Membawa pulang sampah anorganik yang kamu hasilkan
  10. Membawa kantung sampah secukupnya

Pemutakhiran terakhir pukul 16.00 WIB, 19/05/2023.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Panduan Pendakian Gunung Merbabu via Suwanting appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/panduan-pendakian-gunung-merbabu-via-suwanting/feed/ 0 38728
Pengalaman Pertama Mendaki Merbabu Malam Hari https://telusuri.id/pengalaman-pertama-mendaki-merbabu-malam-hari/ https://telusuri.id/pengalaman-pertama-mendaki-merbabu-malam-hari/#comments Sun, 20 Dec 2020 08:59:29 +0000 https://telusuri.id/?p=25967 2017, aku lupa tanggal berapa, yang jelas aku sedang gencar gencarnya menyusun jadwal naik gunung, dan di kesempatan mudik kala itu tak ku lewatkan untuk mendaki salah satu primadona gunung di Jawa Tengah, Merbabu. Gunung...

The post Pengalaman Pertama Mendaki Merbabu Malam Hari appeared first on TelusuRI.

]]>
2017, aku lupa tanggal berapa, yang jelas aku sedang gencar gencarnya menyusun jadwal naik gunung, dan di kesempatan mudik kala itu tak ku lewatkan untuk mendaki salah satu primadona gunung di Jawa Tengah, Merbabu. Gunung ini hanya berjarak 2 jam perjalanan motor dari kota kelahiran ayah dan ibuku, yaitu Klaten. Aku bersama dua orang sepupu, kami memacu motor selepas isya’ menuju basecamp Selo.

Singkat cerita kami sampai di basecamp sudah cukup larut karena harus mencari persewaan peralatan sekaligus sedikit tersesat perjalanan ke sana. Jalan yang menanjak dengan penerangan yang kurang menjadi faktor utama kami hampir tersesat, terlebih saat itu penunjuk jalan belum cukup memadai. Tepat pukul 23.00 kami memesan nasi goreng sebagai pengganjal perut. Aku kira, kami akan mendaki keesokan harinya, namun ternyata sepupuku mengajak langsung berangkat mendaki. Tepat sekitar jam 12.00 malam, kami mengencangkan tali sepatu.

Bawaan kami bertiga tidak cukup banyak, hanya aku yang berkeril 60l, Mas Aji hanya mengenakan daypack, sedangkan Mas Ulin malah lebih kecil lagi, yakni waist bag. Ya, perjalanan malam memang tentunya akan melelahkan, alih-alih kita tidak terpapar matahari yang mempercepat dehidrasi, namun yang terjadi sebenarnya ialah pernafasan kita akan berebut dengan pepohonan yang juga menghirup oksigen untuk keperluan metabolismenya. Jadi karena hal itulah, bawaan kami tidak terlalu banyak.

Mungkin yang ada di benak kalian, pendakian malam selalu berkaitan dengan peristiwa mistis. Tetapi, perjalanan kali ini akan aku ceritakan dengan logis. Ya, bukan karena diriku tak percaya akan hal gaib, namun lebih sepertistop mendramatisir hal-hal yang sukar ditangkap mata, alih-alih fokus terhadap hal itu, lebih baik fokuskan terhadap ancaman yang nyata. Karena tampaknya masih ada pendaki yang lebih takut terhadap hal gaib ketimbang ancaman nyata seperti kabut pekat, badai angin, atau mungkin cedera serta fraktur yang membayang-bayangi olahraga ini.

Gelap sudah pasti, jika ingin mendramatisir, gelap ini seperti berada di dimensi lain. Tapi sebenernya nggak juga sih, terkadang perasaan takut terhadap apa yang ada di balik kegelapan membuat kebanyakan dari kita berpikir yang tidak-tidak padahal fisik sedang lelah-lelahnya.Gunung Merbabu, Sabana 2

(Bukan) “ketempelan” di Merbabu

Pos 1 sampai Pos 2 dapat kami tempuh kurang lebih 90 menit. Meski jalur relatif landai, tak bisa kupungkiri, aku yang pertama kali mendaki malam, rasanya cukup sesak jika harus berbagi oksigen dengan pepohonan. Melelahkan.

Pertengahan menuju Pos 3 menjadi titik terberat untukku. Aku menawarkan diri untuk bertukar keril dengan Mas Aji, entah mengapa tiba-tiba keril yang biasa saja beratnya, menjadi sangat berat rasanya. Lalu, apa dengan bertukar bawaan akan mengatasi masalah itu?

Ternyata tidak. Daypack yang aku bawa rasanya sama beratnya dengan keril yang saat ini berada di punggung Mas Aji. Di bagian tengkuk, beratnya makin menjadi. Sebagian orang mungkin akan berpikir bahwa dirinya “ketempelan” atau semacamnya, dalam artian diri kita ditunggangi makhluk gaib. Tapi diriku tidak berpikir demikian, sebab apa?

Aku mencoba berpikir positif bahwasanya ini hanya masuk angin biasa, mengingat perjalanan di motor tanpa menggunakan jaket, serta diriku yang mungkin belum sempat aklimatisasi saat tiba di basecamp tadi. Kalau dipikir-pikir, waktu satu jam bukan waktu yang panjang untuk mempersiapkan pendakian ketika di basecamp pendakian.

Aku masih merasakan berat di daerah tengkuk, tapi masih kupaksa berjalan hingga akhirnya rasa nyeri mulai muncul di area perut. “Ah apa lagi ini,” pikirku.

Perjalanan melambat karena diriku, aku sering minta break hingga pada akhirnya, rasa nyeri di perut tak lagi dapat kutahan. Di sela-sela istirahat aku berbaring, sambil memutar cara bagaimana nyeri ini tak mengganggu lagi. Aku masih cukup yakin kami tidak diganggu makhluk gaib, suara murattal quran dari handphone Mas Ulin rasanya sudah lebih dari cukup untuk melindungi kami dari gangguan tak terjemahkan itu.

Disisi lain, aku tidak memiliki riwayat penyakit lambung, ataupun mengalami diare sebelum pendakian. Saat itu kurasa obat maag maupun obat diare tak akan banyak membantu. Akhirnya aku memilih untuk memuntahkan isi perutku, berharap nyeri tak lagi mengganggu. Aku menyodok bagian belakang lidah, dan “boom” nasi goreng yang tadi aku makan berhamburan keluar di bawah sorot lampu headlamp. Jackpot!

Entah mengapa badanku terasa lebih baik, nyeri di perut dan beban di tengkuk tidak begitu terasa lagi. Di bawah sinar rembulan, Mas Aji mengatakan wajahku tak lagi pucat seperti ketika kami bertukar ransel. Ya konon memang muntah adalah reaksi manusia ketika kontak dengan hal gaib. Tapi menurutku, aku hanya murni masuk angin dan kesalahanku tidak memberi waktu rehat setelah makan yang dalam bahasa kampung “nasi aja belum turun” namun aku langsung melakukan pendakian.

Summit di pagi hari adalah hal fana?

Kami sampai di Pos 3, bimasakti terlihat membentang di atas langit, sedangkan waktu di jam tangan menunjukkan pukul 02.30 pagi. Kami sepakat mendirikan tenda untuk istirahat dan melanjutkan perjalanan summit di pagi harinya. Ya meskipun aku tahu, summit pagi pagi adalah hal yang fana!

Setelah menghangatkan tubuh dengan teh tawar dan mie instan kami terlelap. Selama tidur, tidak ada hal yang mencurigakan, tenang dan nyaman. Aku yang terbiasa beristirahat ditemani dengan suasana senja, kali ini berganti dengan pelukan malam.

Karakter Gunung Merbabu yang berupa sabana membuatku bisa melihat gugus bintang secara lebih luas, bahkan tak terhalang pepohonan seperti di gunung-gunung di Jawa Barat pada umumnya. Pendakian pertamaku ke Merbabu rasanya sudah cukup indah, dalam hati aku berkata, walaupun nggak jadi summit pun tak apa. Perjalanan tadi, sudah cukup.

Dan benar saja, aku kesiangan! Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 saat aku terbangun. Suara riuh sayup sayup terdengar, Mas Aji dan Mas Ulin sudah duduk menikmati kopi di luar tenda. “Summit ora kowe?” celetuk Mas Aji dengan cangkir di tangannya. “Yo iyo no, aku wes adoh nyang mrene moso ora kepetuk Kenteng Songo,” aku membalas seolah itu tantangan dari Mas Aji. Padahal sebenarnya aku malas juga.

Aku gulung kembali sleeping bag, menyantap roti serta ngopi sebelum melakukan summit. Dari balik bibir gelas ku, sudah terlihat megah tanjakan Sabana 1 dengan orang orang yang terlihat kecil bak semut ingin masuk ke sarangnya.

Puncak Gunung Merbabu Kenteng Songo

Swafoto di puncak Gunung Merbabu, Kenteng Songo. Foto/M. Husein

Akhirnya ke Kenteng Songo

Jam 09.30 kami melangkah, pemilihan musim yang tepat rasanya menjadi kunci dalam mendaki Merbabu ini. Sebelum mendaki, aku biasa mendengar bahwa merbabu sangatlah berdebu, namun puji syukur kala itu, tanah yang kupijak sedikit gembur, saat itu musim sedang dalam masa peralihan hujan ke kemarau. Dengan pijakan yang mantap rasanya tak terlalu sulit melewati Sabana 1 dan Sabana 2 yang menunggu di balik punggungan ini. Sabana kami lewati dengan lancar, dengan sedikit berfoto tentunya!

Seusai tanjakan Sabana 2, kembali terlihat punggungan seperti jalur naga, orang-orang berjejer di trek itu. Trek yang kurang lebih hanya selebar satu meter, membuat para pendaki harus berhati-hati jika melewatinya. Namun ternyata, yang jadi masalah bukan ada pada treknya, tapi justru ada pada kaki ku sendiri. Cedera engkel akibat kecelakaan motor mulai menunjukkan rasa nyeri. Tak lagi dapat kutahan, aku harus melipir ke pinggir trek di bawah matahari yang semakin panas, tiada tempat berteduh. Sudahlah nyeri, panas pula. Ada kali, sekitar 30 menit aku mengistirahatkan kaki kiriku.

Pemandangan dari puncak Kenteng Songo

Pemandangan dari puncak Kenteng Songo. Foto/M. Husein

Setelah nyeri mereda kami melanjutkan pendakian, dan tibalah kami di puncak Gunung Merbabu yakni Kenteng Songo. Lautan awan sekaligus puncak merapi menyambut kami. Meski sudah pukul 12.00 siang, tapi cuaca tampak cerah. Kala itu hari Jum’at, namun meskipun weekday, suasana puncak cukup ramai.

Trek yang kami lalui tadi terpampang jelas di atas sini, seakan tak percaya aku melewati trek itu. Terik matahari tak lagi dapat kutahan, aku yang terbiasa mendaki gunung jawa barat dengan hutannya yang sangat teduh, rasanya tidak ada apa apanya dengan pendaki lokal daerah sini yang kuat sekali menahan panas. Hanya sekitar 30 menit aku di Kenteng Songo lalu memutuskan turun kembali ke tenda.

Menurutku, Merbabu termasuk gunung dengan pemandangan yang apik sabana membentang sepanjang jalur pendakian, dan tentu saja hamparan edelweiss bisa menjadi taman bermain bagi pendaki. Warna-warni tenda seolah memberi nyawa terhadap lukisan diatas kanvas hijau ini. Dengan punggungan bukit yang bergelombang, rasanya tak berlebihan jika kata rindu bersanding dengan Merbabu.

Meski ada sedikit kendala, aku merasa pendakian malam dan pertamaku ke Merbabu terasa lancar. Berjalan bersama orang-orang yang cukup rasional, membuatku nyaman dalam melewati masalah semalam. Meski kejadian tadi malam bukan pertama kalinya terjadi, namun aku masih bisa berpikir positif agar suasana tak makin runyam. Aku percaya ada makhluk lain di sekitar kita, namun bukan berarti kita menjadi takut. Bagiku cukup sandarkan perlindungan diri kita terhadap tuhan di kepercayaan kita masing-masing.

Barangkali untuk kamu, pembahasan mengenai tuhan, agama, dan makhluk gaib bukan menjadi sesuatu dipikirkan secara rasional. Meski begitu, sesuai kepercayaanku, aku meyakini bahwasannya selalu ada tuhan yang senantiasa akan membantu kita dalam kesulitan. Tidak terkecuali saat kita berada di gunung, tempat yang ramai akan makhluk tak kasat mata ini. 

Melalui tulisan ini aku hanya ingin mengajak para pendaki mulai lebih fokus terhadap ancaman yang nyata, tak terhasut kepada yang tak kasat mata. Hipotermia, cuaca buruk, ataupun kedaruratan medis lebih mengancam nyawa kita kala di gunung. Akhir kata, semoga bertemu di jalur pendakian, see you!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pengalaman Pertama Mendaki Merbabu Malam Hari appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pengalaman-pertama-mendaki-merbabu-malam-hari/feed/ 2 25967
Titip Sebuah Rindu di Gunung Merbabu https://telusuri.id/titip-sebuah-rindu-di-gunung-merbabu/ https://telusuri.id/titip-sebuah-rindu-di-gunung-merbabu/#respond Thu, 03 Dec 2020 10:14:08 +0000 https://telusuri.id/?p=25686 Rindu tercipta karena adanya sebuah perpisahan, dan bertemu adalah cara terbaik untuk mengobatinya. Kala itu, Oktober 2018 aku berada di ujung kebosanan. Mungkin pekerjaan yang terlalu menyita sebagian besar waktuku. Jika diingat ingat, sudah lama...

The post Titip Sebuah Rindu di Gunung Merbabu appeared first on TelusuRI.

]]>
Rindu tercipta karena adanya sebuah perpisahan, dan bertemu adalah cara terbaik untuk mengobatinya. Kala itu, Oktober 2018 aku berada di ujung kebosanan. Mungkin pekerjaan yang terlalu menyita sebagian besar waktuku. Jika diingat ingat, sudah lama aku tidak mendaki gunung.

Adalah Zulma, sahabat dari Jogja yang mengajakku mendaki kali ini. Kami memang sudah merencanakannya ketika bertemu di Jogja sebulan sebelum pendakian. Kalau diingat-ingat, pendakian Gunung Sindoro tahun 2015 adalah terakhir kalinya aku mendaki bersamanya. Setelah itu tak ada pendakian bersama selanjutnya karena kesibukan masing-masing.

Kali ini kami akan mendaki Gunung Merbabu melalui jalur Gancik. Meski sudah pernah menapaki Puncak Kenteng Songo, namun rasanya, Merbabu mempunyai daya tarik yang membuat siapapun rindu untuk menapakinya lagi. Kami memutuskan untuk kembali.

Personil kami tambahkan 2 orang, Bang Rosso dari Solo— anggota Backpacker Joglosemar, dan Rosyid sahabatku dari Semarang, sama sepertiku. Sabtu pagi, kami menyempatkan untuk sarapan di pasar Selo. Sembari menunggu Zulma dan Bang Rosso yang belum datang, aku berkeliling pasar untuk membeli kebutuhan logistik. Tak lama kemudian, mereka tiba untuk menyapa kami. Usah membereskan urusan logistik di pasar, kami segera menuju Basecamp Mas Andi Gepenk. Setibanya di sana, terlihat tidak ada pendaki lain selain kami berempat.

Mas Andi menyambut kami dengan ramah, terlebih beliau sudah mengenal baik beberapa teman kami dari anggota Backpacker Joglosemar. Beliau menyuguhkan teh panas dan beberapa camilan untuk dihidangkan kepada kami disela-sela kesibukan kami saat mempersiapkan perbekalan. Setelah mengisi Simaksi, kami berdoa dan pamit kepada mas Andi. Dan perjalanan pun dimulai.

Gunung Merbabu
Jalur pendakian di tengah ladang warga/Alifan Ryan

Di awal pendakian, kami melewati beberapa rumah penduduk dan hamparan perkebunan warga. Cukup luas, membentang di kanan kiri jalan. Beberapa tukang ojek menawarkan diri untuk mengantarkan kami hingga Gancik Hill, namun kami menolaknya secara halus karena kami tidak mengejar waktu.

Tiba di Gancik Hill, kami istirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan menuju Pos 1. Dari ini, medan tanah landai menyambut. Sisi kanan dan kiri penuh dengan vegetasi pepohonan pinus. Perjalanan ini kurang lebih kami tempuh selama dua jam.

Sepanjang perjalanan kami habiskan dengan canda tawa dan saling melempar semangat. Primadona di rombongan kami untungnya tak terlalu manja, mungkin karena sudah terbiasa mbolang, pikirku.

Setelah menghisap sebatang rokok lintingan saat beristirahat di Pos 1, perjalanan kami lanjutkan dengan posisi aku berada di urutan paling belakang, Zulma di depanku, dan Bang Rosso menjadi leader kami. Beberapa kali kami rehat untuk mengatur kembali nafas yang tersengal, dan menyamakan ritme agar jarak tidak terlalu jauh. Dua jam berlalu, kami pun tiba di Pos 2. Matras digelar, kami pun melaksanakan kewajiban beribadah dan makan siang. Tak terasa, waktu menunjukkan 13.00 WIB.

Langit terlihat mendung, matahari siang pun tak mampu menembus awan. Wajar, musim hujan pikirku. Setelah perut terisi karbo dari roti dan camilan, kami lanjutkan perjalanan menuju Pos 3. Sesampainya di sana, kami disambut oleh gerimis yang semakin lama datang mengajak gerombolannya. Jas hujan menjadi pelindung sepanjang perjalanan ini. Dan akhirnya, kami bertemu dengan pendaki lain yang datang dari jalur Selo. Perjalanan terasa menyenangkan meski berjalan di bawah guyuran hujan yang sebentar reda sebentar datang.

Bermalam di Sabana 1

Beruntungnya, hujan reda setelah kami tiba di Sabana 1 yang berketinggian 2770 mdpl. Tenda didirikan di sebelah timur jalur pendakian dengan harapan bisa menikmati sunrise esok hari. Dua buah tenda berdiri tegak dan saling berhadapan dengan flysheet sebagai penyatunya. Memasak dan meracik kopi menjadi kegiatan seru sore itu. Ini adalah momen yang paling aku sukai ketika berada di perjalanan, terutama di gunung. Sayangnya tidak ada tetangga yang kami ajak bercengkrama, kebanyakan pendaki mendirikan tenda di sebelah barat jalur pendakian. Namun, kalau dipikir-pikir, kami jadi lebih akrab dan saling melepas rindu setelah sekian lama tidak bertemu.

Petang datang tanpa senja yang menjadi aba-aba. Hanya guratan merah samar-samar terlihat. Maghrib dan isya’ sudah kami tunaikan. Dan malam pun terasa khidmat ketika yang ada hanya suara deru angin. Dingin memaksaku keluar tenda dan menyeduh kopi, baru saja kompor kunyalakan, teman pendakianku menyusul dan bergabung di muka tenda yang berlangitkan flysheet.

Bulan mulai menampakkan rautnya ketika malam menjelang larut. Kami berempat mulai memasuki tenda. Satu tenda lain digunakan untuk menaruh barang dan logistik. Sayangnya, kami ceroboh dan lupa menutup tenda logistik. Alhasil, seekor Luwak berhasil merampas sebagian makanan kami. Kami menyadarinya ketika suara gemuruh mengganggu tidur. Dan saat kubuka tenda, luwak tersebut lari dengan membawa hasil curiannya. Apes sudah.

Gunung Merbabu
Sunrise Dari Sabana 1/Alifan Ryan

Kami pun melanjutkan istirahat dan bangun sebelum matahari muncul. Kami tunaikan dua rakaat, sebelum pada akhirnya kami mencari spot sunrise. Puas dengan matahari terbit, kami bergegas membuat sarapan sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak.

Menuju puncak Gunung Merbabu

Pagi sangat cerah. Gunung Merapi terlihat gagah di belakang kami. Sabana 2 terlewati, dan ternyata banyak pendaki yang mendirikan tenda di sana. Ritme langkah dua temanku semakin cepat. Karena disamping beban hanya logistik, mereka belum pernah mencapai puncak. Sedangkan aku dan Zulma memilih untuk berjalan santai. Sampai puncak ya syukur, tidak sampai ya tidak masalah.

Berkali-kali kami rehat di jeda perjalanan. Zulma bahkan sempat tertidur pulas di tepi jalur pendakian. Dan aku menunggunya sembari memakan kentang yang sudah kurebus tadi pagi. Kaki kami langkahkan kembali, dan tak terasa dua jam perjalanan kami lalui. Sampailah kami di Puncak Triangulasi  3142 mdpl dan bertemu dengan dua sahabatku.

Puncak Gunung Merbabu
Puncak Gunung Merbabu/Alifan Ryan

Kami beristirahat dan membuka tas logistik demi kepentingan perut. Aku bahkan menyempatkan untuk menghisap rokok lintinganku, tembakau Madura yang kubeli dari salah seorang temanku. Sebelum turun ke camp ground lagi, kami menyempatkan untuk berfoto sebagai kenang-kenangan. Kulihat Zulma mengambil karung bekas yang berada di pinggiran puncak, sembari turun, kami memunguti sampah yang berada di jalur pendakian.

Di camp ground, kami memasak dan mengisi “bahan bakar” untuk perjalanan selanjutnya—turun ke basecamp. Aku mencoba merekam apapun yang ada di sini, udaranya, suasananya, serta orang-orangnya. Rasanya waktu berjalan lebih cepat, semuanya semakin cepat berlalu.

“Mencumbu Merbabu di ujung kisah. Menuntaskan temu di ujung pisah. Dalam senyumanmu yang selalu merekah. Anggun terbalut jaket merah. Semesta, bisakah kau ulur waktu sebentar. Agar rindu ini tak lagi terlantar. Bisakah kau buat biasa saja. Seperti pertama kali kunikmati senja. Bersamanya, di dataran tinggi Jogja.”

Afilian Ryan

Perjalanan turun yang kami lalui terasa sangat santai, penuh dengan cerita dan beberapa canda tawa. Dan sesekali mengambil sampah yang berserakan di jalur pendakian dan memasukkan ke dalam trash bag yang dibawa. Dan tak terasa, semua obrolan dan candaan mengantarkan kami sampai di basecamp.

Tepat pukul 15.00 WIB, kami rebahkan sejenak tubuh ini di rumah Mas Andi. Sebelum pada akhirnya kami mandi dan menunaikan Shalat Ashar. Cukup lama kami berada di rumah beliau, berbincang-bincang dengan Mas Andi dan keluarganya sebelum akhirnya memutuskan untuk berpamitan meskipun rasanya masih ingin berlama-lama di sana.

Kami benar-benar menikmati tiap detik yang berdetak. Karena apa yang terjadi hari ini, pasti akan kami rindukan di suatu saat nanti. Mungkin hanya lewat bingkai foto, atau beberapa potongan video. Sebuah perjalanan bersama sahabat lama, serta sahabat yang pernah menjadi sangat spesial. Kutitipkan lagi sebuah rindu ini di Merbabu. Entah esok atau kapan, akan kujemput rindu itu dalam sebuah pertemuan. 

The post Titip Sebuah Rindu di Gunung Merbabu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/titip-sebuah-rindu-di-gunung-merbabu/feed/ 0 25686