perjalanan lestari Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/perjalanan-lestari/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 16 Dec 2024 05:22:50 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 perjalanan lestari Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/perjalanan-lestari/ 32 32 135956295 Bandung: Dari Kota Kembang menuju Kota Jalan Layang https://telusuri.id/bandung-dari-kota-kembang-menuju-kota-jalan-layang/ https://telusuri.id/bandung-dari-kota-kembang-menuju-kota-jalan-layang/#respond Sat, 14 Dec 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=44570 Pucuk daun mahoni itu tampak berkilau tersorot mentari pagi. Pucuk tersebut muncul dari bagian tunas yang tumbuh dari salah satu potongan pohon mahoni dewasa, yang berada di Jalan Garuda, Kota Bandung, Jawa Barat. Sabtu (5/10/2024)...

The post Bandung: Dari Kota Kembang menuju Kota Jalan Layang appeared first on TelusuRI.

]]>
Pucuk daun mahoni itu tampak berkilau tersorot mentari pagi. Pucuk tersebut muncul dari bagian tunas yang tumbuh dari salah satu potongan pohon mahoni dewasa, yang berada di Jalan Garuda, Kota Bandung, Jawa Barat.

Sabtu (5/10/2024) pagi itu, saya menyaksikan puluhan pohon mahoni yang telah ditebang di sisi utara Jalan Garuda. Di pagi yang sama, saya menyaksikan pula puluhan pohon bungur juga telah ditebang di bagian barat Jalan Abdurahman Saleh. 

Puluhan pohon itu menjadi tumbal bagi pembangunan jalan layang baru, yakni Jalan Layang Nurtanio. Nantinya akan menghubungkan Jalan Abdurrahman Saleh di utara dan Jalan Garuda di selatan. Pembangunan jalan layang ini tentu saja akan menambah panjang daftar jumlah jalan layang (flyover) yang dimiliki Kota Bandung. Akankah pada akhirnya julukan Kota Kembang bagi Bandung bakal berganti menjadi “Kota Flyover?

Bandung: Dari Kota Kembang menuju Kota Flyover
Pengendara melintas di depan konstruksi jalan layang Nurtanio yang masih dalam proses pembangunan/Djoko Nubiarto

Berawal dari Konsep Kota Taman

Selain sempat dijuluki sebagai Paris-nya Jawa (Parijs van Java), Bandung sejak lama dijuluki pula sebagai Kota Kembang. Ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, pemerintah kolonial Belanda sejak awal merancang Bandung dengan konsep kota taman.

Jalan-jalan kecil yang melingkar-lingkar dengan tegakan pohon yang rapat di kanan kiri, dihiasi taman-taman di sudut-sudut jalan yang ditumbuhi aneka kembang, menjadi ciri khas Bandung. Ditunjang dengan hawanya yang adem, plus lanskap pegunungan di sekelilingnya, membuat nuansa Bandung sebagai Kota Kembang semakin kuat.

Akan tetapi, laju urbanisasi yang deras secara perlahan mulai mengubah paras Bandung sebagai Kota Kembang. Betapa tidak? Dari sebuah kota yang dirancang dengan konsep kota taman, dan menjadi salah satu perlambang keindahan alam tanah Pasundan, Bandung kini berkembang menjadi sebuah kota metropolitan yang supersibuk.

Merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, jumlah penduduk Kota Bandung tahun 2023 sebanyak 2.506.603 jiwa. Ini menjadikan Bandung, yang memiliki luas sekitar 167,31 kilometer persegi, sebagai salah satu kota yang memiliki jumlah penduduk paling padat di Indonesia.

Seiring dengan makin sesaknya Bandung, ruang-ruang terbuka hijau turut terkonversi. Ada yang menjadi perkantoran, kompleks perumahan, kawasan perniagaan, dan sejumlah fasilitas publik lainnya.

Bandung: Dari Kota Kembang menuju Kota Flyover
Salah satu rumah warga terkena dampak proyek pembangunan jalan layang Nurtanio/Djoko Subinarto

Kemacetan Bandung: bahkan Jalan Layang pun Belum Cukup

Kemacetan lalu lintas boleh dibilang kini menjadi menu sehari-hari warga Bandung. Jalan-jalan disesaki kendaraan, yang sering kali melebihi kapasitas jalan yang ada. Sebagai respons terhadap problem kemacetan Bandung yang dari hari ke hari semakin parah, jalan-jalan di kota Bandung pun kian diperlebar. Namun, langkah ini rupanya masih belum cukup untuk mengatasi kemacetan yang kerap menyergap berbagai titik di Kota Bandung.

Maka, selain langkah memperlebar jalan, membuat jalan di atas jalan alias mendirikan jalan layang pun dilakukan. Harapannya tentu saja dapat menjadi bagian dari solusi kemacetan di Kota Bandung.

Hingga saat ini, Bandung telah memiliki lebih dari setengah lusin jalan layang dan kemungkinannya akan terus ditambah beberapa lagi. Harapannya, pembangunan jalan-jalan layang dapat memperlancar lalu lintas sehingga mengurangi terjadinya kemacetan.

Meski demikian, jalan layang ini nyatanya sama sekali tidak menyelesaikan penyebab utama kemacetan. Justru menimbulkan ketergantungan pada kendaraan pribadi, perencanaan kota yang buruk, dan ketidakmampuan sistem transportasi umum dalam melayani kebutuhan transportasi warga kota. 

Ketika jalan layang dibangun, kemacetan mungkin awalnya berkurang. Namun, seiring terus bertambahnya jumlah pengguna kendaraan pribadi, toh kemacetan tetap saja terjadi. Artinya, pendirian jalan layang sesungguhnya sama sekali bukan solusi cespleng kemacetan.

Selain itu, pembangunan jalan layang memakan ongkos lingkungan yang signifikan. Pembangunan jalan layang memerlukan beton dan baja dalam jumlah besar. Bahan-bahan ini memiliki jejak karbon yang substansial dalam proses pembuatannya.

Dari aspek finansial, pembangunannya juga memerlukan biaya jumbo. Contohnya, Jalan Layang Nurtanio yang saat ini masih dalam proses konstruksi. Total anggarannya mencapai 295 miliar rupiah. Belum lagi nanti ongkos pemeliharaannya.

Di kota-kota dengan lahan terbuka yang kian terbatas, pembangunan jalan layang juga dapat menggusur warga dan mengganggu infrastruktur kota yang sudah ada. Misalnya, infrastruktur hijau berupa pohon-pohon peneduh yang harus ditebang. 

Bandung: Dari Kota Kembang menuju Kota Flyover
Tunas mahoni yang tumbuh dari batang pohon yang sudah ditebang sebagai dampak pembangunan jalan layang/Djoko Subinarto

Butuh Sistem Transportasi Publik yang Efisien

Dalam konteks Kota Bandung, daripada mengandalkan jalan layang untuk mengatasi kemacetan, Pemerintah Kota Bandung sebaiknya mengadopsi solusi yang lebih komprehensif agar mampu mengatasi penyebab utama kemacetan di ibu kota Jawa Barat ini. 

Salah satu strategi yang paling efektif adalah berinvestasi dalam sistem transportasi publik yang efisien dan terjangkau. Kota-kota seperti Singapura dan Tokyo, contohnya, telah membuktikan bahwa sistem metro, bus, dan kereta api yang dirancang dengan baik dapat mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. Secara signifikan juga mampu mengurangi kemacetan. 

Teknologi terkini juga perlu dimanfaatkan lantaran menawarkan solusi yang menjanjikan untuk mengurangi kemacetan. Sistem manajemen lalu lintas cerdas, yang menggunakan data real time untuk mengoptimalkan aliran lalu lintas, contohnya, dapat mengurai kemacetan tanpa perlu membuat proyek infrastruktur yang menyedot dana besar seperti jalan layang. Contoh lain, aplikasi seperti Waze, yang memberikan informasi lalu lintas termutakhir kepada pengemudi, dapat dimanfaatkan untuk membantu mengalihkan arus kendaraan dari area yang macet.

Bandung: Dari Kota Kembang menuju Kota Flyover
Jalan layang Pasupati yang sempat diharapkan menjadi solusi kemacetan di kawasan Pasteur/Djoko Subinarto

Prioritaskan Pejalan Kaki dan Pesepeda

Elemen penting lainnya dalam mengurangi kemacetan Bandung adalah meningkatkan desain perkotaan untuk lebih memprioritaskan pejalan kaki dan pesepeda. Upaya menciptakan lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki, dengan trotoar yang aman, serta tersedianya jalur sepeda yang memadai, membuat warga Bandung dapat menikmati mobilitas yang lebih mudah dan nyaman. 

Peningkatan infrastruktur pejalan kaki dan jalur sepeda, dan dibarengi dengan pemberian insentif yang menarik, akan mendorong masyarakat untuk memilih berjalan kaki atau bersepeda sebagai moda transportasi utama di dalam kota. Ini tidak hanya mengurangi kemacetan lalu lintas, tetapi juga memberikan pilihan transportasi yang lebih sehat dan ramah lingkungan. Selain itu, desain kota yang memerhatikan kenyamanan pejalan kaki, seperti trotoar yang lebar dan bebas hambatan, akan membuat warga merasa lebih aman dan terlindungi dari potensi terjadinya insiden kecelakaan.

Di samping itu, lingkungan yang lebih ramah akan mendorong lebih banyak warga berjalan kaki dan bersepeda. Polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor bakal berkurang. Pada saatnya, kondisi ini akan berdampak positif terhadap kualitas udara dan kesehatan warga. 

Seperti sama-sama kita ketahui, bersepeda dan berjalan kaki merupakan aktivitas fisik yang mendukung gaya hidup sehat, yang bisa menurunkan angka obesitas dan penyakit terkait gaya hidup. Di saat yang sama, ketergantungan pada bahan bakar fosil juga akan berkurang sehingga turut menurunkan dampak negatif perubahan iklim.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bandung: Dari Kota Kembang menuju Kota Jalan Layang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bandung-dari-kota-kembang-menuju-kota-jalan-layang/feed/ 0 44570
Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta https://telusuri.id/menyusuri-lapak-pedagang-pasar-loak-jembatan-item-jakarta/ https://telusuri.id/menyusuri-lapak-pedagang-pasar-loak-jembatan-item-jakarta/#respond Wed, 20 Nov 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=43073 Kegiatan thrifting atau membeli barang bekas untuk digunakan kembali menjadi tren akhir-akhir ini. Kegiatan yang sudah banyak orang lakukan sejak lama, tetapi belakangan semakin ramai. Terutama di kalangan anak muda. Banyak yang berbondong-bondong mengubah lifestyle...

The post Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Kegiatan thrifting atau membeli barang bekas untuk digunakan kembali menjadi tren akhir-akhir ini. Kegiatan yang sudah banyak orang lakukan sejak lama, tetapi belakangan semakin ramai. Terutama di kalangan anak muda. Banyak yang berbondong-bondong mengubah lifestyle dengan barang-barang bekas. Mulai dari pakaian, tas, sepatu, dan sandal.

Di Jakarta sendiri ada beberapa pasar barang bekas yang masyhur, seperti Pasar Ular (Jakarta Utara), Pasar Senen (Jakarta Pusat), Taman Puring dan Kebayoran (Jakarta Selatan), Pasar Tanah Abang (Jakarta Barat), dan Pasar Jembatan Item (Jakarta Timur). Meskipun sama menjual barang bekas, tapi setiap lokasi memiliki ciri khas masing-masing. Misalnya, Pasar Senen terkenal dengan pakaian-pakaian bekas, sedangkan Pasar Jembatan Item dicari sebagian besar warga Jakarta jika ingin mencari barang loak.

Di Pasar Loak Jembatan Item, dapat ditemukan berbagai jenis barang bekas atau disebut “palugada”, apa yang lu mau, gua ada. Mulai dari sepatu, tas, cincin, jam, ponsel, kaset, kamera, patung hias, piring, gelas, dan barang-barang lama yang antik.

Sekilas tentang Pasar Loak Jembatan Item

Tepat di dekat sebuah papan nama bertuliskan “Jl. Jatinegara Timur II”, saya menunggu kedatangan satu teman. Tiang ini tampak seperti baru terpasang beberapa hari atau minggu, karena warna dan tulisannya masih belum pudar. 

Kontras dengan nama di gapura, yang berada tepat di belakangnya, berukuran lebih besar persis di pintu masuk jalan. Selain karena tertutup dengan daun dan ranting pohon yang tumbuh di sampingnya, plang nama ini juga sudah penuh karat. Hanya kata “Item” yang terlihat lebih jelas dibanding kata lainnya. Namun, jika diperhatikan dengan saksama, tertulis “Pasar Loak Jembatan Item”.

Menurut cerita yang beredar, nama “Jembatan Item” berasal dari warna jembatan yang menghubungkan Kelurahan Rawa Bunga dengan Kelurahan Bali Mester di Jatinegara, Jakarta Timur. Sebelumnya, pasar loak ini berada di kawasan Jenderal Urip—tidak jauh dari lokasi sekarang. Pasar Loak Jembatan Item sudah dikenal sejak awal tahun 2000-an sebagai tempat mencari barang bekas atau barang antik dengan harga murah. 

Minggu pagi itu saya menemani teman saya yang berniat mencari barang-barang antik. Saat kami sampai di lokasi sekitar pukul 07.30, suasana pasar sudah sangat ramai. Ada yang tampak seperti kami, baru tiba, tetapi banyak pula pengunjung yang sudah menenteng kresek-kresek hasil buruan mereka dan berjalan menuju parkiran.

Utamanya, area pasar ini terdiri dari kios-kios pedagang yang berjejer di jalan sepanjang kurang lebih dua kilometer. Setiap hari pedagang menggelar dagangan mereka dari pukul 04.00 sampai sekitar pukul 11.00. Akan tetapi, ada pula para pedagang yang membuka operasional saat malam hari. 

Selain area utama, tidak sedikit pedagang yang menggelar lapak di trotoar, depan rumah atau warung yang belum buka, dan depan masjid. Pedagang di area tersebut lebih banyak menggelar dagangan di atas meja kecil atau spanduk bekas. Terlebih saat weekend atau hari libur, pedagang yang berjualan lebih banyak karena pengunjung akan lebih ramai dari biasanya.

Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta
Lapak khusus buku-buku dan majalah bekas/Nita Chaerunisa

Sebuah Tips Pengunjung Pasar Loak Jembatan Item

Karena salah satu yang kami cari adalah jam tangan, maka kami selalu berusaha berhenti sejenak di lapak penjual yang memiliki dagangan tersebut. Tujuannya untuk melihat adakah jam tangan yang menarik.

Para pedagang tidak hanya menjual satu jenis barang, tetapi juga berbagai macam jenis barang di lapak mereka. Misalnya, dalam satu lapak ada mainan, perhiasan, dan alat elektronik. Maka, pembeli harus jeli melihat jenis barang incaran. Meskipun ada pula lapak yang menjual satu jenis barang saja.

Sebagai tips, jangan langsung gegabah saat ingin membeli suatu barang. Susuri pedagang-pedagang lain terlebih dahulu untuk mengetahui pilihan model atau membandingkan harga. Untung-untung dapat barang serupa dengan harga yang lebih murah. Namun, jika tidak menemukannya, segera kembali ke lapak awal supaya tidak cepat dibeli orang. Namanya saja barang bekas, pasti limited edition dan bisa disebut beruntung jika menemukan barang yang sama jenis sampai modelnya.

Seperti teman saya, yang tertarik dengan salah satu jam tangan di sebuah lapak. Namun, karena tidak ingin tergesa-gesa, kami berkeliling mengunjungi lapak-lapak lain. Setelah merasa tidak ada yang cocok di lapak lain, kami kembali ke lapak awal dan menawar barang incaran teman saya tersebut.

Saat itu sedang ada dua anak muda yang juga hendak membeli sebuah jam tangan. Terjadi tawar-menawar dengan pedagang, begitu pun yang kami lakukan. Kami berhasil mendapatkan jam tangan incaran dengan harga Rp75.000, dari harga awal Rp125.000. Mungkin bisa mendapat harga lebih murah jika bisa menawar lebih baik.

Ketika kami bergegas pergi, datang seorang perempuan yang sepertinya juga menaksir sebuah jam tangan di lapak tersebut. Padahal lapak tersebut lebih banyak menjual koleksi mobil mainan daripada jam tangan yang diletakkan di sudut bersama dengan aksesoris tangan dan beberapa kamera analog.

Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta
Koleksi arloji bekas di antara dominasi mobil mainan/Nita Chaerunisa

Sama halnya dengan saya yang membeli sebuah gantungan kunci berisi mutiara berwarna merah. Letaknya di sebuah lapak hiasan rumah, kacamata, dan gelang. Saya sempat menemukan gantungan yang serupa di lapak lain, tetapi tidak sama persis. Sependek ingatan saya, hanya ada satu gantungan kunci di lapak tersebut—yang akhirnya saya beli.

Kami juga berhasil mendapatkan cincin, mobil mainan, dan lego. Untuk mainan lego, kami mendapatkannya bukan di lapak barang-barang bekas, melainkan pedagang yang menjual banyak mainan yang masih tersimpan dalam boks. Seperti mainan baru karena masih terbungkus rapi dalam kardus. Saya tidak paham apakah ini barang baru yang tidak layak jual di toko sehingga harga lebih murah, atau barang produksi yang sudah tertimbun lama. Entahlah. Namun, menurut saya mainan lego yang kami beli masih terbilang bagus dengan harga Rp10.000.

Dapat disimpulkan lapak-lapak di Pasar Loak Jembatan Item Jatinegara memang sangat beragam. Meskipun dominan penjual barang bekas, sedangkan penjual barang antik sudah jarang ditemukan. Pengunjung di sini pun beragam dari berbagai kalangan. Ada yang memang datang sebagai pemburu barang bekas dengan harga terjangkau, kolektor barang antik atau jenis barang tertentu, pengepul barang untuk dijual kembali, atau mungkin ada juga yang datang hanya ingin melihat-lihat.

Lokasi Pasar Loak Jembatan Item terbilang strategis. Berada di wilayah Jatinegara, pengunjung dapat memilih berbagai moda transportasi ke sini. Jika naik KRL Commuter Line, pengunjung turun di Stasiun Jatinegara, lalu berjalan sejauh satu kilometer. Jika naik Transjakarta, dapat turun di beberapa halte terdekat, seperti halte RS Premier Jatinegara dan Jatinegara Timur. Bisa juga dengan angkutan umum dan turun di Terminal Kampung Melayu. Bagi pengunjung yang ingin membawa kendaraan pribadi, sangat disarankan membawa motor saja karena parkir lebih mudah di sekitar pasar.

Pengunjung tidak perlu khawatir jika merasa haus atau lapar, karena banyak penjual makanan dan minuman di setiap sudut pasar. Seperti es selendang mayang yang sempat kami beli. Es selendang mayang merupakan salah satu minuman khas Betawi. Penjual es selendang mayang yang kami beli tepat berada di tengah pasar, di antara lapak para pedagang barang bekas.

Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta
Lapak barang bekas yang menempati trotoar pejalan kaki/Nita Chaerunisa

Perlu Peran Pemerintah

Keberadaan Pasar Loak Jembatan Item sebenarnya sangat bagus sebagai salah satu cara menjaga lingkungan. Barang yang sebelumnya dianggap sudah tidak berguna, berubah di tangan orang lain yang menganggap barang tersebut masih memiliki nilai. Jadi, barang tersebut tidak terbuang sia-sia dan bisa saja merusak lingkungan. 

Meskipun secara ruang dan interaksi yang terbangun tampak seperti pasar informal, tetapi menurut saya pemerintah setempat harus memiliki andil. Kehidupan pasar sering kali mengganggu akses jalan utama maupun trotoar jalan. Bahkan bagi pengunjung seperti kami saja kurang nyaman dalam berbelanja, apalagi masyarakat umum yang tengah melintas area pasar. 

Pasar Loak Jembatan Item sudah ada sejak lama dan kini semakin berkembang. Alangkah baiknya pemerintah bertindak konkret agar pasar ini tertata, tetapi tetap mempertahankan ciri khasnya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menyusuri Lapak Pedagang Pasar Loak Jembatan Item Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menyusuri-lapak-pedagang-pasar-loak-jembatan-item-jakarta/feed/ 0 43073
Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour https://telusuri.id/bersepeda-telusur-borobudur-bersama-go4tour/ https://telusuri.id/bersepeda-telusur-borobudur-bersama-go4tour/#respond Sun, 23 Jul 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39359 Cuaca bersahabat mengiringi kegiatan kolaborasi TelusuRI bersama Go4Tour dalam Telusur Borobudur: Pedal Kebaikan untuk Bumi Lestari (9/7/2023). Melecut semangat baru setelah beberapa hari sebelumnya langit Magelang kerap kelabu dan menurunkan hujan. Selama hampir setengah hari,...

The post Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour appeared first on TelusuRI.

]]>
Cuaca bersahabat mengiringi kegiatan kolaborasi TelusuRI bersama Go4Tour dalam Telusur Borobudur: Pedal Kebaikan untuk Bumi Lestari (9/7/2023). Melecut semangat baru setelah beberapa hari sebelumnya langit Magelang kerap kelabu dan menurunkan hujan.

Selama hampir setengah hari, tur ini mengajak peserta bersepeda menelusuri perdesaan di kawasan Borobudur. Dengan rute sepanjang 13 kilometer, terdapat kurang lebih enam titik pemberhentian untuk mengeksplorasi aktivitas lestari, seperti mengonsumsi produk lokal, membersihkan lingkungan, hingga edukasi pengelolaan sampah rumah tangga.

Dipandu oleh Amir dari Go4Tour, peserta berkumpul di halaman Joglo Cafe Borobudur pada pukul 7.30 WIB. Pemandu lokal asli dari Karangrejo, Borobudur, itu mengajak peserta melakukan pemanasan dan berdoa bersama. Setelah itu mengambil sepeda masing-masing yang tersedia di serambi rumah persewaan sepeda milik Pak Pramono, bergegas meluncur ke destinasi pertama dan berikutnya.

1. Sesi Hening dan Clean Up di Candi Pawon

  • Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour
  • Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour
  • Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour

Candi Pawon menjadi lokasi pemberhentian pertama yang hanya berjarak 350 meter ke arah timur dari titik kumpul. Selain mendengar cerita tentang sejarah Candi Pawon beserta relief Kinara dan Kinari yang terkenal, ada dua kegiatan lainnya yang peserta lakukan di tempat ini, yaitu sesi hening dan clean up.

Melalui sesi hening, Amir meminta peserta untuk memejamkan mata, berkontemplasi, serta menciptakan pikiran yang positif. Sementara dalam aksi clean up, peserta gotong royong memungut sampah anorganik yang terlihat berserakan di sekitar Candi Pawon. Peserta mengumpulkan sampah-sampah tersebut, seperti plastik, puntung rokok, hingga minuman kemasan ke dalam trashbag hijau yang telah panitia sediakan.

2. Desa Wisata Wanurejo

Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour
Amir (kiri) mengajak peserta berhenti sejenak di perkampungan Desa Wanurejo dan melakukan aksi clean up/Deta Widyananda

Tidak jauh dari Candi Pawon, sekitar 200 meter, peserta kembali berhenti di tengah perkampungan. Amir sedikit menjelaskan seluk-beluk Desa Wanurejo.

Sebagai salah satu desa wisata di Kecamatan Borobudur, Wanurejo memiliki sejumlah daya tarik dan fasilitas wisata yang cukup memadai. Banyak penginapan dengan beragam kelas, mulai dari homestay hingga hotel. Peserta juga menyempatkan diri mengambil sampah-sampah anorganik yang terlihat di pinggir jalan.

3. Menikmati Pemandangan dan Clean Up di Sawah Mandala

  • Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour
  • Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour

Sawah Mandala adalah istilah yang belakangan populer menyebut kawasan persawahan luas di Desa Wanurejo ini. Lanskap alam yang memukau, terdiri dari panorama Pegunungan Menoreh, area pertanian dengan tanaman padi dan aneka sayur yang menghijau, serta jalan cor seukuran mobil membelah di tengah-tengahnya. Jalur ini kerap viral di media sosial, karena menjadi jalur wisata untuk jalan kaki, bersepeda, maupun menggunakan mobil klasik VW. Selain menikmati pemandangan, peserta kembali melanjutkan aksi bersih-bersih sampah yang cukup banyak terlihat.

Menurut Amir, penyebutan “Mandala” merujuk pada Candi Borobudur yang terlihat di kejauhan dari sawah ini. Mandala merupakan sebuah sistem atau falsafah kosmologi yang terinterpretasi dalam bangunan candi yang simetris, memiliki tingkatan-tingkatan spiritual, dan terpatri dalam kehidupan masyarakatnya.

4. Jamur Borobudur

  • Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour
  • Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour

Destinasi keempat yang dituju adalah Jamur Borobudur. Puput Setyoko adalah pendiri dan pemilik tempat budidaya jamur yang kini juga menjadi tempat wisata tersebut. Dalam tur singkat itu, ia menjelaskan tentang budidaya jamur hulu ke hilir kepada peserta bersepeda Telusur Borobudur.

Menurut Puput, sebagian besar omzet yang ia dapat berasal dari penjualan oleh-oleh kuliner jamur. Sisanya tertopang dari pemasaran bahan baku dan baglog (media tanam) jamur. Di akhir sesi peserta sempat mencicipi aneka olahan jamur, seperti keripik jamur kuping dan tiram, maupun dimsum jamur.

5. Edukasi Pengelolaan Sampah di TPS 3R Desa Tuksongo

  • Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour
  • Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour

Sampah-sampah yang telah peserta kumpulkan selanjutnya diserahkan ke Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS 3R) Wisma Karya Gan Ji Ro, Desa Tuksongo, Borobudur. Peraih juara pertama Lomba TPS3R tingkat Kabupaten Magelang Tahun 2022 itu memang memiliki fasilitas yang makin memadai setelah mendapat bantuan dari Kementerian PUPR. Baik dalam mengelola sampah maupun mendanai kegiatan operasionalnya.

Peserta juga mendapat penjelasan edukatif dari pengelola tentang kiprah dan kinerja TPS tersebut. Bu Zuni, bendahara TPS 3R Wisma Karya Gan Ji Ro, mengungkapkan bahwa pihaknya mengupayakan agar tidak ada limbah yang terbuang sia-sia. Masing-masing jenis sampah, baik organik maupun anorganik, memiliki potensi ekonomi tersendiri. Tantangan terbesar ke depan adalah mengedukasi warga agar mau memilah sampah sendiri dari rumah, serta membatasi penggunaan sampah anorganik.

6. Warung Kopi-Kopi Borobudur

Tur bersepeda antara TelusuRI dan Go4Tour berakhir tepat di jam makan siang. Warung Kopi-Kopi Borobudur menjadi lokasi penutup Telusur Borobudur kali ini. Menu sederhana ala ndeso, seperti nasi, sayur, ayam goreng, sambal, dan dipungkasi teh atau kopi panas lebih dari cukup mengisi ulang energi setelah setengah hari bersepeda.

Usai makan siang, peserta bersama-sama kembali ke titik kumpul dengan fasilitas penjemputan mobil pick up dari Pak Pramono.

Tertarik untuk gabung tur bersepeda Telusur Borobudur di sesi berikutnya bersama TelusuRI dan Go4Tour? Pantau dan ikuti terus informasi terbaru di media sosial TelusuRI!


Acara tur bersepeda Telusur Borobudur: Pedal Kebaikan untuk Bumi Lestari merupakan kolaborasi antara TelusuRI dan Go4Tour


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bersepeda Telusur Borobudur bersama Go4Tour appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bersepeda-telusur-borobudur-bersama-go4tour/feed/ 0 39359
Semangat Kebersamaan dan Ramah Lingkungan dalam Tradisi Botram https://telusuri.id/semangat-kebersamaan-dan-ramah-lingkungan-dalam-tradisi-botram/ https://telusuri.id/semangat-kebersamaan-dan-ramah-lingkungan-dalam-tradisi-botram/#respond Wed, 07 Jun 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=38861 Lebih dari seperempat abad silam, seorang kenalan yang asli Sunda mengundang saya dan beberapa teman lain untuk mengikuti botram. Saya belum paham sepenuhnya mengenai botram. Walaupun demikian, dengan senang hati saya penuhi ajakannya. Saya menyempatkan...

The post Semangat Kebersamaan dan Ramah Lingkungan dalam Tradisi Botram appeared first on TelusuRI.

]]>
Lebih dari seperempat abad silam, seorang kenalan yang asli Sunda mengundang saya dan beberapa teman lain untuk mengikuti botram. Saya belum paham sepenuhnya mengenai botram. Walaupun demikian, dengan senang hati saya penuhi ajakannya. Saya menyempatkan datang ke tempat tinggalnya yang berjarak sekitar 97 kilometer dari Kota Bandung.

Setibanya di rumah kenalan tersebut, kami sejenak beramah-tamah dengan tuan rumah. Si empunya rumah lantas menyiapkan dua helai panjang daun pisang yang ia ambil dari halaman kediamannya. Usai membersihkan, lalu menaruh lembaran daun pisang itu di atas lantai. Sejurus kemudian mereka menuangkan beberapa porsi nasi liwet hangat di atasnya, menyusul lauk pauk, sambal, berikut lalapan. Barulah ketika tuan rumah mempersilakan untuk makan bareng-bareng, saya mulai paham makna botram tersebut.

Itulah momen pertama kali saya mengenal istilah botram. Sebuah tradisi masyarakat Sunda berupa acara makan bersama beralaskan daun pisang.

Di awal mengikuti botram, ada sedikit perasaan aneh dan kikuk karena mesti makan bareng-bareng beralas daun pisang yang sama. Lebih-lebih harus menggunakan tangan—sejak kecil saya terbiasa makan menggunakan sendok. Namun, seiring waktu setelah beberapa kali mengikuti kegiatan serupa lainnya, saya jadi terbiasa dan dapat menikmati botram.

Semangat Kebersamaan dan Ramah Lingkungan dalam Tradisi Botram
Tanaman leunca yang biasa digunakan sebagai lalap dalam menu botram/Djoko Subinarto

Semangat Gotong-Royong dalam Botram

Acara botram bukan hanya menjadi ajang memelihara kebersamaan, tetapi juga untuk memupuk semangat gotong-royong dalam skala kecil. Ketika sedang menyiapkan acara untuk botram, masing-masing partisipan mungkin saja memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus ditunaikan. Misalnya, ada yang membuat liwet, menyiapkan sambal dan lalapan, berbelanja bahan masakan atau hanya menyediakan tempat botram.

Tidak ada menu yang benar-benar baku sebagai suguhan untuk botram. Termasuk soal sambal dan lalapan, walau sebenarnya nyaris selalu tersedia dalam setiap botram. Saat pertama kali saya mengikuti botram karena undangan kawan saya, sajian menunya berupa nasi liwet yang dimasak di atas hawu (tungku masak). Kemudian tambahan sambal hejo dengan lalap rebusan daun singkong dan labu siam muda, serta tahu dan tempe goreng. Sebuah paket menu yang cukup sederhana.

Di kesempatan botram berikutnya yang saya ikuti, nasi yang disajikan non-liwet dengan sambal tomat dengan lalapan daun kemangi, daun pohpohan mentah, teri dan udang goreng. Komposisi sedikit berbeda saya temui di botram lainnya, yaitu nasi liwet, sambal terasi dengan lalap rebusan kangkung, petai bakar, jengkol muda mentah, leunca mentah, tempe goreng, ikan asin goreng, ikan bakar, dan kerupuk.

Di kawasan perdesaan Tatar Sunda, botram bisa berlangsung di teras rumah. Menghadap kebun, kolam, atau sawah. Bisa juga menyelenggarakannya di saung tengah kolam atau salah satu sudut kebun. Tanpa harus menunggu komando, setiap peserta sering berinisiatif membawa menu dari rumah masing-masing untuk kemudian saling berbagi pada saat botram. 

Semangat Kebersamaan dan Ramah Lingkungan dalam Tradisi Botram
Contoh tradisi botram ramai-ramai dengan keluarga di tengah kebun/Djoko Subinarto

Pesan Ramah Lingkungan dari Alas Botram

Terlepas dari pilihan menu serta lokasi penyelenggaraan botram, yang menurut saya paling khas dalam acara ini adalah lembaran daun pisang sebagai alas tempat makan bareng. Maka, saban kali mendengar kata botram, yang langsung terlintas di benak saya adalah bentangan daun pisang dengan sejumlah porsi nasi hangat, sambal, lalap, dan lauk-pauk di atasnya.

Meskipun bisa saja lembaran daun pisang tersebut kita ganti dengan media lainnya sebagai alas. Namun, toh nilai estetika dan kesehatannya boleh jadi tak mungkin bisa tergantikan. Berkaitan dengan kesehatan, saya mengetahui belakangan bahwa makan dengan alas daun pisang ternyata lebih menyehatkan.

Sejumlah literatur menyebut daun pisang mengandung antioksidan organik, karena kandungan polifenolnya yang tinggi. Polifenol dalam daun pisang dilepaskan dan ditransmisikan ke dalam makanan, tatkala makanan panas diletakkan di atasnya. Polifenol tersebut diyakini mampu mencegah berbagai gangguan yang berhubungan dengan sejumlah penyakit. Selain itu juga memiliki sifat antibakteri yang dapat membantu pencernaan dan menghilangkan kuman dalam makanan.

Penggunaan daun pisang juga sangat ramah lingkungan. Begitu selesai terpakai sebagai alas makan, daun pisang tidak bakal mencemari lingkungan karena cepat terurai dalam tanah. Alih-alih menjadi pencemar, ia malah menjadi pupuk alami bahkan bisa menjadi pakan hewan ternak. Tentu ini jauh lebih baik ketimbang harus membungkus nasi atau menggunakan alas dari bahan kertas maupun plastik. 

Semangat Kebersamaan dan Ramah Lingkungan dalam Tradisi Botram
Semangat kebersamaan dalam tradisi botram yang menyehatkan dan lebih ramah lingkungan/Djoko Subinarto

Paket Kuliner Botram di Restoran Sunda

Dewasa ini, botram telah menjadi salah satu paket kuliner andalan untuk menarik pelanggan. Sejumlah restoran Sunda telah menerapkannya. 

Paket kuliner tersebut cocok untuk siapa pun. Terutama bagi yang merindukan suasana kebersamaan dalam botram. Atau, mereka yang belum pernah merasakan botram dan ingin mencicipi menu-menu yang tersaji di dalamnya.

Maka para penikmat kuliner tak perlu repot-repot. Hanya mengeluarkan beberapa ratus ribu rupiah, kita dapat memesan paket botram yang tersedia di beberapa restoran khas Sunda. Cukup buat janji dengan teman dekat, datang ke rumah makan, buat pesanan, dan tinggal duduk manis menunggu. Tak lama, paket menu botram pun siap tersaji untuk kita santap dan nikmati bersama.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Semangat Kebersamaan dan Ramah Lingkungan dalam Tradisi Botram appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/semangat-kebersamaan-dan-ramah-lingkungan-dalam-tradisi-botram/feed/ 0 38861
Kenapa Kabut Senja Tak Lagi Jatuh di Sukarame? https://telusuri.id/kenapa-kabut-senja-tak-lagi-jatuh-di-sukarame/ https://telusuri.id/kenapa-kabut-senja-tak-lagi-jatuh-di-sukarame/#respond Thu, 11 May 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=38614 Saya berkendara dari pusat kota Sukanagara, Cianjur, ke arah selatan menuju Sukarame. Jaraknya sekitar delapan kilometer. Sukarame berada di ujung selatan Kecamatan Sukanagara, dengan ketinggian sekitar 1.100 meter di atas permukaan laut. Desa ini pasti...

The post Kenapa Kabut Senja Tak Lagi Jatuh di Sukarame? appeared first on TelusuRI.

]]>
Saya berkendara dari pusat kota Sukanagara, Cianjur, ke arah selatan menuju Sukarame. Jaraknya sekitar delapan kilometer. Sukarame berada di ujung selatan Kecamatan Sukanagara, dengan ketinggian sekitar 1.100 meter di atas permukaan laut. Desa ini pasti dilalui jika kita ingin pergi dari Sukanagara ke Sindang Barang atau Cidaun di pesisir selatan.

Matahari mulai condong ke arah barat. Angin dingin pegunungan berembus perlahan, menusuk pori-pori kulit. Beberapa kendaraan melaju cepat. Seolah berkejaran melintasi punggung-punggung bukit perkebunan teh, yang terhampar di antara Sukakarya dan Sukarame.

Sabtu petang itu (22/4/2023) saya menyengaja bertandang ke Sukarame. Tujuannya hanya satu, yaitu ingin menikmati kabut senja khas pegunungan. Walau pada akhirnya tetap gagal menikmati senja berkabut di desa ini.

Patok kilometer di tepi jalan raya, yang menandakan jarak dari Sukanagara ke Sukarame
Patok kilometer di tepi jalan raya, yang menandakan jarak dari Sukanagara ke Sukarame/Djoko Subinarto

Sukarame Dahulu dan Sekarang

Kedatangan pertama saya ke Sukarame sudah terjadi 30 tahun silam, untuk sebuah keperluan. Persis dua bulan setelah pemilihan umum (pemilu) yang terselenggara secara serentak pada 9 Juni 1992. Kabut tebal menyambut kedatangan saya ke desa yang sunyi kala itu. Saya juga sampai harus menginap beberapa pekan di desa tersebut. 

Saya menginap di sebuah rumah panggung sederhana milik seorang warga. Berdinding bilik dan mempunyai tiga jendela. Sayangnya, seperti sebagian rumah penduduk lainnya, rumah tersebut tidak memiliki fasilitas mandi, cuci, dan kakus (MCK). Untuk keperluan mandi, mencuci baju maupun buang hajat, saya terpaksa harus lari ke sungai yang terletak di tengah-tengah kebun teh. Atau, nebeng ke rumah tetangga yang memiliki fasilitas MCK. 

Pada tahun segitu, jaringan listrik sama sekali belum tersedia di Sukarame. Untuk penerangan rumah di malam hari, warga mengandalkan lampu petromaks atau semprong. Maka saat malam hari kondisi di luar rumah benar-benar gelap, kecuali bulan sedang terang purnama. Sehabis isya, Sukarame seperti desa mati. Nyaris tak ada kehidupan.

Beberapa minggu tinggal di Sukarame membuat saya seolah benar-benar terputus dari dunia luar. Terisolasi. Meski demikian, saya menikmati kondisi itu. Lebih-lebih udara sejuk yang saya hirup saban hari, membuat badan serta pikiran lebih rileks. Hampir sepanjang hari kabut tebal turun menyapa. Nuansa pegunungan benar-benar terasa. 

Dari penuturan salah seorang aparatur desa, di awal tahun 1990-an mayoritas warga Sukarame bekerja sebagai petani dan buruh perkebunan. Ada juga yang menjadi pekerja migran di luar negeri. Salah satu problem yang menonjol di Sukarame ketika itu adalah angka putus sekolah yang masih tinggi. Sebagian besar anak di Sukarame tidak melanjutkan sekolah setelah tamat SD. Penyebabnya antara lain faktor biaya dan jarak ke sekolah yang cukup jauh.

Tampak depan SD Negeri Sukarame, Kabupaten Cianjur
Tampak depan SD Negeri Sukarame, Kabupaten Cianjur/Djoko Subinarto

Kini, setelah tiga dasawarsa berlalu, saya kembali menginjakkan kaki di Sukarame. Saya berhenti persis di depan SD Negeri Sukarame.

“Apakah anak-anak sekarang masih banyak yang putus sekolah setelah tamat SD? Mudah-mudahan tidak,” batin saya sembari mengamati plang sekolah yang berdekatan dengan kantor desa Sukarame.

Sementara di sepanjang jalan saya melihat tiang dan kabel listrik dan telepon berderet. Itu artinya jaringan listrik dan telekomunikasi telah masuk ke Sukarame. Desa ini tak lagi terpencil seperti saat saya datang untuk pertama kalinya. Dua menara besar milik operator seluler juga terlihat menjulang di sekitar SD Negeri Sukarame dan kantor desa.

Tak Ada Kabut Lagi di Sukarame

Bangunan-bangunan di sekitar sekolah terlihat banyak yang telah berubah. Selain itu, lalu lintas kendaraan relatif lebih ramai. Sepeda motor, yang dulu langka di desa ini, tampak berseliweran. Sebaliknya, ada satu hal yang tidak terlihat lagi di Sukarame: kabut jatuh tatkala senja. 

“Kabut paling ada pagi hari. Itu juga kadang-kadang. Kalau petang, sekarang ini, tidak pernah ada lagi kabut,” kata seorang bapak yang membuka sebuah warung di teras rumahnya. Lokasinya beberapa ratus meter ke selatan dari SD Negeri Sukarame.

Kondisi jalan raya di Sukarame
Kondisi jalan raya di Sukarame/Djoko Subinarto

Mengutip Rutledge dkk (2022), kabut muncul ketika uap air, atau air dalam bentuk gas mengembun. Selama proses pengembunan, molekul uap air bergabung untuk membuat tetesan air kecil yang cair dan menggantung di udara. Disebutkan pula bahwa kabut terjadi saat cuaca sangat lembap dan harus ada banyak uap air di udara agar kabut terbentuk.

Sementara itu, Haby (2014) menjelaskan bahwa kabut cenderung lebih tebal dan bertahan lebih lama di kawasan perdesaan. Alasannya adalah suhu dan kelembapan. Kelembapan cenderung lebih tinggi di daerah perdesaan. Area dengan konsentrasi kelembapan yang lebih besar akan lebih mungkin mengalami kabut. 

Berdasar informasi tersebut, saya kemudian menarik sebuah kesimpulan. Tidak adanya kabut senja di Sukarame sekarang dapat bermakna bahwa konsentrasi kelembapan di desa itu sepertinya telah berkurang secara signifikan. Rentang 30 tahun memang waktu yang lumayan panjang untuk terjadinya banyak perubahan. Termasuk soal perubahan lingkungan, seperti yang terjadi di Sukarame, yang menjadikan kabut senja menyingkir dari desa ini.

Referensi

Rutledge, K., dkk. (2022). Fog. National Geographic Society. https://education.nationalgeographic.org/resource/fog.

Haby, J. (2014). Why is Fog More Common in Rural Areas?. The Weather Prediction. https://www.theweatherprediction.com/habyhints/192.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kenapa Kabut Senja Tak Lagi Jatuh di Sukarame? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kenapa-kabut-senja-tak-lagi-jatuh-di-sukarame/feed/ 0 38614
Astana Anyar Bandung, Sentra Barang Bekas di Kota Kembang https://telusuri.id/astana-anyar-bandung-sentra-barang-bekas-di-kota-kembang/ https://telusuri.id/astana-anyar-bandung-sentra-barang-bekas-di-kota-kembang/#respond Tue, 25 Apr 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=38433 Di sela-sela deru mesin kendaraan bermotor, dengan penuh antusias dan semangat, tampak lelaki tua bertopi hitam berbicara kepada pria lain yang sama sepuhnya, Minggu pagi (16/4/2023), di kawasan Jalan Astana Anyar, Kota Bandung. “Lieur mikiran...

The post Astana Anyar Bandung, Sentra Barang Bekas di Kota Kembang appeared first on TelusuRI.

]]>
Di sela-sela deru mesin kendaraan bermotor, dengan penuh antusias dan semangat, tampak lelaki tua bertopi hitam berbicara kepada pria lain yang sama sepuhnya, Minggu pagi (16/4/2023), di kawasan Jalan Astana Anyar, Kota Bandung.

Lieur mikiran Persib mah. Maen terakhir kalah eleh deui. Geus nyaho back lawan jarangkung, hayoh we maen pepelentungan (Pusing mikirin Persib. Main terakhir malah kalah lagi. Sudah tahu back lawan berpostur tinggi, terus saja main dengan bola-bola lambung),” katanya kesal dan geregetan.

Mereka sedang membahas permainan Persib melawan Persikabo (15/4/2023), yang sekaligus menjadi laga pamungkas Persib di Liga 1 musim ini. Persib kalah telak dengan skor 1-4. Sebagian Bobotoh, suporter pendukung tuan rumah yang hadir di stadion pun marah. Suar meledak. Beberapa di antaranya menyerbu lapangan usai peluit akhir berbunyi.

Kedua orang itu termasuk di antara para pedagang kaki lima (PKL) yang mangkal di Jalan Astana Anyar. Sembari menunggu pembeli mendatangi jongkonya, kekalahan Persib jadi bahan obrolan pengisi waktu mereka.

Suasana Jalan Astana Anyar di Kota Bandung
Suasana Jalan Astana Anyar di Kota Bandung/Djoko Subinarto

Rute ke Astana Anyar Melalui Jalan Inggit Garnasih

Jalan Astana Anyar berada tak jauh dari Monumen Bandung Lautan Api dan Taman Tegallega. Di sepanjang jalan tersebut, kita dapat menjumpai para pedagang kaki lima. Sebagian besar menjual barang-barang bekas.

Salah satu akses untuk menuju Astana Anyar adalah melalui Jalan Inggit Garnasih (dulu bernama Ciateul).  Alasan penggantian tersebut adalah karena di jalan ini berdiri rumah yang jadi tempat tinggal Inggit Garnasih dan Bung Karno, yang ditempati sejak tahun 1926 sampai dengan pertengahan 1934.

Dari arah timur, rumah Inggit Garnasih berada di sisi kiri jalan. Dindingnya bercat putih dengan kusen pintu dan jendela berwarna coklat. Kini pemerintah menetapkan bangunan bersejarah itu sebagai bangunan cagar budaya.

Rumah tersebut dianggap memiliki nilai historis tinggi dan andil sangat besar bagi perjuangan Bung Karno membangun republik. Ketika Bung Karno harus mendekam di penjara Banceuy dan Sukamiskin, dari rumah itulah Inggit Garnasih berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan suaminya. Ia mengerjakan apa pun, seperti menjahit baju, menjual pakaian perempuan, bedak, rokok, sabun, hingga cangkul.

Rumah Inggit Garnasih
Seorang warga melewati depan rumah Inggit Garnasih/Djoko Subinarto

Tatkala saya melewati rumah Inggit Garnasih, beberapa sepeda motor tengah terparkir di depannya. Persis di halaman rumah, berdiri sebuah tiang bendera lengkap dengan sang dwi warna di pucuknya.

Adapun kata ateul sendiri dalam bahasa Sunda bermakna gatal. Jadi, secara harfiah Ciaetul berarti air yang gatal. Adapun Astana Anyar bermakna pemakaman baru. Konon, penamaan Astana Anyar muncul setelah pemerintah Belanda memutuskan membuat kompleks pemakaman baru untuk kaum pribumi di kawasan ini.

Pusat Penjualan Barang Bekas Buruan Kolektor

Saya berjalan beberapa langkah ke arah barat dari rumah Inggit Garnasih. Di ujung jalan yang memasuki kawasan Astana Anyar, terlihat salah satu pedagang barang-barang bekas menggelar dagangannya di bahu jalan. Tanpa tenda.

Di atas terpal, ia menggeletakkan barang-barang jualannya. Ada kompor gas, sepatu, jok motor, knalpot, rantang stainless, blender, headphone, helm, amplifier, boneka anak, hingga traffic cone.

Album kaset lawas
Album kaset lawas, salah satu buruan utama para kolektor/Djoko Subinarto

Bergerak sedikit ke selatan, saya melihat dua pria sedang memelototi kaset-kaset bekas yang tersimpan di dalam beberapa kotak kayu dan plastik. Para kolektor album kaset lawas memang kerap menjadikan kawasan Astana Anyar—selain Cihapit—sebagai area berburu. Jika sedang beruntung, mereka bisa saja mendapatkan koleksi album kaset langka dari penyanyi atau grup band tertentu, baik domestik maupun mancanegara.

Dahulu, sekitar pertengahan tahun 1990-an, hampir setiap akhir pekan saya menyambangi Astana Anyar hanya untuk membeli sejumlah kaset musik jazz. Saat itu ada salah seorang penjual kaset yang mangkal di pojokan Astana Anyar. Ia menjual khusus kaset-kaset jazz dalam kondisi NOS (new old stock).

Kaset-kaset itu diperoleh dari pemilik toko kaset yang terpaksa gulung tikar setelah kalah main judi. Akibatnya, ia terpaksa melelang semua kaset di tokonya. Dari tangan penjual kaset itulah saya memperoleh rekaman album-album jazz dari sejumlah musisi kenamaan. Sebut saja Miles Davis, Art Blakey, Dizzy Gillespie, Jimmy Smith, Woody Herman, Stan Getz, Max Roach, Thelonious Monk, Sonny Rollins, Paul Desmond sampai dengan John Coltrane.  

Jongko pedagang barang bekas Astana Anyar
Beberapa bentuk jongko atau kios milik pedagang barang bekas di Astana Anyar/Djoko Subinarto

Koleksi Barang Bekas untuk Menghindari Sampah

Hingga sekarang, boleh dibilang Astana Anyar masih menjadi rujukan utama para pencari barang-barang bekas. Tidak hanya album musik lawas. Barang bekas apa pun, seperti onderdil sepeda, motor, dan lain-lain dapat dengan mudah kita dapatkan di sini.

Tidak usah khawatir kalaupun barang yang kita cari masih belum tersedia. Titipkan saja nomor kontak kepada sejumlah penjual. Saat barang yang dicari sudah ada, ia akan segera menghubungi balik.

Bagi mereka yang memiliki banyak barang dan sudah tak terpakai, Astana Anyar bisa menjadi opsi terbaik. Daripada barang yang nganggur itu terbuang percuma, menjadi sampah dan mencemari lingkungan.

Akan lebih baik jika kita menawarkan atau menghibahkan ke pedagang di Astana Anyar. Barang-barang bekas masih tetap bernilai dan mampu bermanfaat bagi orang lain.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Astana Anyar Bandung, Sentra Barang Bekas di Kota Kembang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/astana-anyar-bandung-sentra-barang-bekas-di-kota-kembang/feed/ 0 38433
Melihat si Kecil Pengurai Sampah di Rumah Maggot Pasar Minggu https://telusuri.id/melihat-si-kecil-pengurai-sampah-di-rumah-maggot-pasar-minggu/ https://telusuri.id/melihat-si-kecil-pengurai-sampah-di-rumah-maggot-pasar-minggu/#respond Thu, 02 Mar 2023 04:00:08 +0000 https://telusuri.id/?p=37388 Sampah sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia. Berbagai aktivitas yang dilakukan akan menghasilkan sampah, baik itu sampah organik atau nonorganik. Sampah-sampah tersebut ada yang mampu mengurai sendiri dan juga ada yang butuh ratusan tahun...

The post Melihat si Kecil Pengurai Sampah di Rumah Maggot Pasar Minggu appeared first on TelusuRI.

]]>
Sampah sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia. Berbagai aktivitas yang dilakukan akan menghasilkan sampah, baik itu sampah organik atau nonorganik. Sampah-sampah tersebut ada yang mampu mengurai sendiri dan juga ada yang butuh ratusan tahun agar bisa terurai. Oleh sebab itu, masyarakat selalu mendapatkan himbauan untuk bijak dalam konsumsi agar sampah-sampah yang dihasilkan tidak menumpuk dan memberi pengaruh buruk terhadap lingkungan. 

Menurut data dari statistik.go.id dalam artikel yang berjudul “Sampah di DKI Jakarta Tahun 2021”, setiap harinya DKI Jakarta menghasilkan sampah sebanyak 7,2 ton. Sampah organik mendominasi dengan jumlah volume terbanyak yaitu sebesar 53,75%. Aktivitas rumah tangga setiap harinya turut menyumbang sampah yang cukup signifikan. Sampah dapur tersebut berupa sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, sisa minyak goreng dan lain-lain. Sebagian besar sampah dapur tersebut merupakan sampah organik.

Beragam edukasi lingkungan digaungkan agar setiap individu paham manfaat dan dampak dari sampah yang dihasilkan. Dewasa ini, berbagai strategi dilakukan oleh pihak-pihak terkait agar masyarakat bijak dalam mengelola sampah. Salah satu cara pengolahan limbah sampah organik yaitu dengan memanfaatkan hewan kecil bernama maggot, sejenis belatung merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia illucens dalam bahasa latin. 

Saya yang tidak pernah tahu tentang maggot sebelumnya, pagi itu tanpa sengaja saat mengunjungi Agro Edukasi Wisata Ragunan yang berada di Jalan Poncol Pasar Minggu setelah melihat sebuah spanduk bertulis “Rumah Maggot Pasar Minggu”. Saya berjalan menuju bangunan kecil berukuran sekitar 6×5 meter untuk melihat lebih dekat. Bangunan semi permanen ini menjadi untuk rumah metamorfosis maggot. Tampak tiga orang petugas mengenakan seragam bertuliskan UPK Badan Air sedang bekerja. Unit Pelaksana Kebersihan (UPK) Badan Air merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan penanganan Kebersihan Badan Air. Salah seorang dari mereka sedang asik mengupas kulit salak yang sudah busuk. Saya mendekat lalu menyapa petugas berseragam oranye tersebut. 

“Pagi, Pak. Lagi ngupas salak buat apa, Pak?” tanya saya.

“Ini untuk maggot di sana.” katanya, sembari menunjuk beberapa kotak yang ada di dalam ruangan.

“Maggot ini apa ya, Pak?” tanya saya penasaran.

“Ini nih buat ngancurin sampah-sampah. Kalau banyak sampah di rumah bisa diurai sama maggot.” ujar Yusuf singkat.

  • Rumah Maggot Pasar Minggu
  • Rumah Maggot Pasar Minggu
  • Rumah Maggot Pasar Minggu

Yusuf dan dua rekannya berasal dari petugas pintu air yang membantu mengelola maggot di Rumah Maggot Pasar Minggu. Saya meminta ijin untuk masuk melihat maggot lebih dekat. Tampak banyak kotak-kotak dan beberapa rak menempel di dinding bangunan. Tampak juga satu area yang tertutup oleh jaring kawat. Maggot-maggot dewasa mengeluarkan larva dari balik jaring kawat tersebut, sehingga tidak ada maggot yang terbang keluar dari ‘rumahnya’.

Dari ruang kawat, larva-larva dipindahkan ke dalam kotak khusus. Masing-masing boks berisikan maggot-maggot sesuai dengan usia, ada yang masih berusia tiga hari juga satu minggu. Ukuran pun berbeda. Petugas menjelaskan bahwa maggot yang ada di Rumah Maggot Pasar Minggu ini membantu mengolah sampah-sampah organik yang berasal dari Agro Edukasi Wisata Ragunan.

Maggot yang sudah kering juga dijadikan seagai sumber protein untuk pakan ternak yang berada di dalam kawasan. Jelas sekali siklusnya seperti sebuah lingkaran simbiosis mutualisme. Dari sebuah benih, tanaman tumbuh, bagian yang busuk diurai oleh maggot, maggot kering dimakan oleh ternak, kemudian kotoran ternak dijadikan untuk pupuk-pupuk tanaman. 

Utilitas Maggot dalam Kehidupan Sehari-Hari

Maggot merupakan larva dari lalat Hermetia illucens yang bermetamorfosis menjadi maggot atau belatung yang kemudian menjadi Black Soldier Fly (BSF) muda. Proses metamorfosis yang dilakukan larva lalat ini tidak begitu lama, hanya membutuhkan waktu kurang lebih 14 hari atau dua minggu.

Maggot mengalami lima tahapan selama siklus hidupnya, lima stadia tersebut yaitu fase dewasa, fase telur, fase larva, fase prepupa, dan fase pupa. Selama masa itu, satu lalat betina dewasa bisa menghasilkan hingga 500 butir telur yang akan menetas dalam waktu sekitar 4-5 hari.

Mengutip dari CNN Indonesia, sejak berbentuk telur lalat, maggot membutuhkan sampah organik untuk tumbuh selama 25 hari sampai siap panen. Maggot mampu mengurai sampah organik dengan kapasitas 1,3 hingga 5 kali bobot tubuhnya dalam 24 jam. Bahkan, satu kilo maggot mampu melahap 2 sampai 5 kilogram sampah organik per hari.

Tak hanya itu, maggot yang sudah menjadi prepura maupun bangkai lalat BSF masih bisa dipakai sebagai pakan ikan yang kaya protein. Kepompongnya juga dimanfaatkan sebagai pupuk sehingga tidak menimbulkan sampah baru. Larva BSF juga bukan vektor suatu penyakit, jadi sangat aman untuk kesehatan manusia. Utamanya untuk budidaya tidak menimbulkan penularan penyakit. Lewat budidaya maggot, ada nilai ekonomis yang didapat yakni Rp15 ribu sampai Rp50 ribu untuk 100 gram maggot kering. 

Budidaya Maggot untuk Pemula

Mengurangi sampah organik dengan maggot bisa kita mulai dari diri sendiri di rumah. Caranya pun tak sulit. Pertama, kita bisa menyiapkan media kandang lalat BSF dengan tutup kawat atau kasa. Tentunya kandang ini harus tetap terkena sinar matahari guna proses perkawinan lalat. Kita juga harus menjaga kelembaban kandang dengan menyemprotkan air berkala.

Lalat betina membutuhkan tempat untuk bertelur seperti kardus, kayu, atau papan yang memiliki celah. Telur-telur bisa di taruh di atas dedak yang sudah dibasahi, lalu beberapa hari setelahnya menetas. Terakhir, siapkan area untuk tempat tumbuh maggot dan mereduksi sampah organik rumah tangga.

Seorang ibu rumah tangga bernama Debby bercerita bahwa merasa terbantu dengan adanya maggot. Tinggal di kawasan yang minim lahan tanah, maggot menjadi pilihan untuk mengurai sampah rumah tangga. Bersama sang suami—Fadly—pasangan suami istri ini bekerja sama mengurusi sampah di rumah mereka. Fadly menyiapkan media maggot, kemudian memilih maggot yang sudah tidak layak lagi, sedangkan Debby bertugas memisahkan sampah.

“Sisa makanan kayak nasi, sisa sayur gitu atau sampah kertas harus dipecah terlebih dahulu,” gumam Debby. 

Mereka adalah salah satu contoh dari banyak pasangan yang memilih maggot untuk mengurai sampah rumah tangga. Momen kegiatan ini pun kerap dibagikan melalui media sosial pribadi. Semoga aksi yang dilakukan Debby dan Fadly ini memberi inspirasi kamu untuk lebih banyak berkontribusi dalam menyelamatkan bumi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Melihat si Kecil Pengurai Sampah di Rumah Maggot Pasar Minggu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melihat-si-kecil-pengurai-sampah-di-rumah-maggot-pasar-minggu/feed/ 0 37388
Q&A: Extinction Rebellion Indonesia tentang Ancaman Krisis Iklim https://telusuri.id/extinction-rebellion-indonesia-dan-ancaman-krisis-iklim/ https://telusuri.id/extinction-rebellion-indonesia-dan-ancaman-krisis-iklim/#respond Wed, 07 Dec 2022 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36250 Gerakan Extinction Rebellion (XR) cukup sering berkampanye damai mengenai krisis iklim. Melalui akun sosial medianya di Instagram @extinctionrebellion.id mereka mengabarkan berbagai kejadian di Indonesia yang berkaitan dengan kerusakan alam, mengkritik para pemangku kebijakan, hingga poster-poster...

The post Q&A: Extinction Rebellion Indonesia tentang Ancaman Krisis Iklim appeared first on TelusuRI.

]]>
Gerakan Extinction Rebellion (XR) cukup sering berkampanye damai mengenai krisis iklim. Melalui akun sosial medianya di Instagram @extinctionrebellion.id mereka mengabarkan berbagai kejadian di Indonesia yang berkaitan dengan kerusakan alam, mengkritik para pemangku kebijakan, hingga poster-poster satir tentang keadaan alam kita yang sudah tidak bisa ditoleransi.

Baru-baru ini TelusuRI berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan XR mengenai bagaimana krisis iklim dalam pandangan masyarakat Indonesia dan lebih jauh mengenal XR sebagai gerakan global penentang krisis iklim.

XR Indonesia
Contoh poster kegiatan oleh XR Indonesia/XR Indonesia

Apakah kesadaran masyarakat Indonesia akan krisis iklim sudah mencukupi untuk membuka mata mereka bahwa lingkungan di Indonesia diambang ancaman besar?

Memang ada banyak orang di Indonesia yang tidak percaya bahwa krisis iklim disebabkan oleh aktivitas manusia (faktor antropogenik), bahkan hasil survei YouGov menempatkan kita di peringkat pertama sebagai negara dengan climate deniers terbanyak. Namun kesadaran anak muda (khususnya Gen Z dan Millennials) justru tinggi. Hasil survei dari Yayasan Indonesia Cerah dan Indikator Politik menemukan bahwa anak muda akan lebih memilih partai politik yang memiliki standing position yang kuat terhadap isu lingkungan.

Namun memang orang yang sudah tahu akan krisis iklim belum semuanya mengetahui akan bahaya dan dampaknya yang parah. Apalagi mengenai solusi yang perlu diterapkan.

Sebagai salah satu gerakan, bagaimana cara Extinction Rebellion mengambil langkah untuk protes dan kemudian menarik animo masyarakat Indonesia?

Kami percaya hal ini bisa dilakukan dalam aksi langsung nirkekerasan (non violent direct action). Dengan demikian, kita bisa menarik perhatian lebih banyak orang tanpa menyakiti siapapun. Kami selalu mengupayakan agar aksi yang dilakukan bisa dipublikasikan, baik melalui media sosial kami maupun media lain seperti koran.

Secara paralel, kami pun turut melakukan edukasi kepada masyarakat melalui beragam wadah dan cara. Dari konten media sosial, menyelenggarakan webinar dan menjadi narasumber, hingga menyelenggarakan pameran seni.

Apakah kalian kerap menemui kendala saat berkampanye, atau saat menyosialisasikan mengenai ancaman krisis iklim kepada masyarakat? 

Hal ini merupakan tantangan yang seringkali dihadapi para aktivis, peneliti, hingga komunikator yang bergerak untuk isu krisis iklim. Banyaknya terminologi sains dalam menyuarakan isu krisis iklim cukup menjadi sekat. Hal ini turut disebabkan oleh belum optimalnya edukasi lingkungan di Indonesia, khususnya mengenai krisis iklim. Lebih sedihnya, informasi yang beredar dari lembaga pemantau cuaca dan media pun masih ada yang  belum mengakui krisis iklim sebagai faktor penyebab terjadinya cuaca ekstrim.

Sebagai contoh, hanya disebutkan tingginya curah hujan, tanpa menyebutkan bahwa hal ini merupakan implikasi dari krisis iklim. Bukan hanya dalam menyuarakan isu dan dampaknya, namun juga ketika membahas solusi: rendahnya literasi masyarakat akan transisi energi maupun energi terbarukan. Selain komunikasi, kita juga berhadapan status quo yang telah lama lekat pada masyarakat serta “keanekaragaman opini” dan misinformasi iklim.

Tidak hanya aksi, kami juga berperan dalam memecahkan mitos-mitos dalam konteks krisis iklim dan menyampaikan fakta [berdasarkan prinsip dan tuntutan XR, yakni Tell the Truth]. Sebagai contoh [narasi-narasi seperti] “krisis iklim merupakan fenomena alami, bukan disebabkan manusia,” “harusnya negara barat dan global north yang bertanggung jawab [terhadap krisis iklim],” hingga “kalau [kita] meninggalkan batubara, para pekerja di sektor tersebut akan terancam.” 

Tentunya, jika kita tidak melakukan aksi iklim serentak secara global, [hal ini] akan menaruh kita (terutama Indonesia) di posisi yang rentan. Padahal, transisi energi [batubara] ke energi terbarukan akan membuka lapangan pekerjaan hijau baru, mewujudkan perekonomian hijau yang lebih resilient, dan tentunya mengurangi risiko perubahan iklim.

tambang batu bara
Kerusakan lingkungan akibat mafia tambang batubara di Kalimantan Selatan(TEMPO/Arif Zulkifli)

Bagaimana koordinasi antargerakan Extinction Rebellion dari negara lain, apakah kerap kali melakukan kerja sama untuk mengusung suatu program?

Karena kita menyuarakan sebuah isu yang bersifat global, tentu ada komunikasi dengan tim internasional, baik sesama Extinction Rebellion maupun gerakan lainnya.

Ada banyak isu yang turut bersinggungan pula dengan negara lain, contohnya pinjaman untuk mendanai PLTU Indramayu dari pemerintah Jepang. Tentunya ketika dilakukan aksi bersamaan dari negara penerima donor sekaligus negara sponsor akan meningkatkan sense of urgency, sehingga lebih efektif dalam mendorong perubahan.

Bagaimana penerapan teori 3,5 persen? Apakah di Indonesia berjalan seperti yang diharapkan?

We’re getting there! Awalnya diinisiasi oleh segelintir orang di Jakarta, namun kini Extinction Rebellion sebagai gerakan sudah semakin berkembang. Bahkan kini sudah ada di berbagai daerah dan kota di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Makassar, Bali, Papua. Sehingga gerakan ini semakin besar, suara kita pun semakin keras. 

Pernahkah Extinction Rebellion “dimusuhi” karena dianggap sebagai pengganggu jalannya bisnis yang merusak alam?

Tidak perlu jauh-jauh, gerakan Extinction Rebellion di UK pernah dijuluki sebagai sekte di tahun 2019. Namun memang kami melakukan aksi atas fakta dan sains mengenai krisis iklim. Memang tidak semua orang menyukai kebenaran yang pahit, ya kan?

Dalam melaksanakan aksi langsung (turut ke jalan) tentu ada pihak yang bersinggungan dengan kami, seperti penegak hukum/keamanan (kepolisian, satpam, dst). Namun [dari situ] justru kita turut mengedukasi mereka akan apa yang menjadi keresahan dan alasan kami melakukan aksi.

Musuh sesungguhnya adalah mereka yang merusak dan mencemari lingkungan.

Juli lalu, bersama Jeda Untuk Iklim (koalisi keadilan iklim), kami menyertai pengaduan kepada Komnas HAM akan dampak krisis iklim. Dalam pengaduan tersebut, Komnas HAM turut mengakui bahwa pembiaran krisis iklim (inaction, hingga tindakan memperparah) merupakan tindakan pelanggaran HAM, karena akan mengancam pemenuhan hak hidup, hak atas pangan, hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan tempat tinggal yang layak, dan hak asasi lainnya.

XR Indonesia
Salah satu contoh kampanye nirkekerasan oleh XR Indonesia/XR Indonesia

Kerja sama apa yang sudah dilakukan Extinction Rebellion dengan organisasi lainnya yang mengusung tema sejenis?

Kami bukan NGO, melainkan gerakan. Sehingga hal ini memperluas kemungkinan untuk berkolaborasi dengan organisasi, pergerakan, bahkan individu apa saja, selama memiliki keresahan yang sama. 

Selain itu, isu ini merupakan isu yang besar dan akan memberi dampak pada semua orang. Sehingga, bukan hanya dengan mereka yang perlu bergerak dalam isu krisis iklim dan lingkungan saja. Beberapa aktivis, seniman, gerakan seni, hingga organisasi transpuan pernah berkolaborasi bersama kami seperti Wanggi Hoed, Oscar Lolang, dan Sanggar Seroja.

Harapan Extinction Rebellion untuk lingkungan Indonesia kedepannya seperti apa?

Kebijakan iklim Indonesia masih jauh dari serius. Hal ini bisa dilihat dari kesenjangan antara rekomendasi sains (IPCC) dengan kebijakan yang diadopsi dan diterapkan di Indonesia. Target penurunan emisi Indonesia saja belum sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Bahkan target jangka panjang atau Long Term Solution (LTS) Indonesia (yang merupakan bagian dari Paris Agreement) adalah mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060, padahal IPCC merekomendasikan untuk mencapai NZE di tahun 2050.

Dalam mengatasi krisis iklim, kami harap pemerintah menerapkan kebijakan yang serius; sektor industri bisa serius peduli pada lingkungan dan menghentikan tindakan yang merusak lingkungan; sektor finansial seperti bank dan asuransi bisa meninggalkan proyek kotor dan investasi ke proyek yang mendorong kelestarian lingkungan; dan [tentunya] bukan sekedar iming-iming hijau alias greenwashing semata karena untuk menghadapi krisis iklim dan melestarikan lingkungan, dibutuhkan keselarasan banyak pihak, dari yang lingkup individu hingga lingkup nasional.

meme
Selain kegiatan serius, kadang juga XR Indonesia menyindir dengan meme/XR Indonesia

Saat ini kami sedang mendorong deklarasi darurat iklim melalui petisi di Change.org. Dengan deklarasi ini, harapannya semua kebijakan yang mengancam dan merusak lingkungan dan kehidupan bisa dicabut. Petisi ini telah diserahkan melalui Kantor Staf Presiden kepada Presiden Joko Widodo pada Rabu, 10 Agustus 2022. Namun hingga kini belum ada tanggapan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Q&A: Extinction Rebellion Indonesia tentang Ancaman Krisis Iklim appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/extinction-rebellion-indonesia-dan-ancaman-krisis-iklim/feed/ 0 36250
5 Karya Video Perjalanan Lestari https://telusuri.id/video-perjalanan-lestari/ https://telusuri.id/video-perjalanan-lestari/#respond Fri, 20 Aug 2021 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=30010 Beberapa waktu yang lalu rangkaian acara kolaborasi antara SENYAWA+ dan TelusuRI dengan tajuk “Sekolah TelusuRI: Perjalanan Lestari” resmi berakhir. Lokakarya ‘Perjalanan Lestari’ adalah sebuah pelatihan daring pembuatan video bertemakan lingkungan yang ditujukan bagi para pejalan...

The post 5 Karya Video Perjalanan Lestari appeared first on TelusuRI.

]]>
Beberapa waktu yang lalu rangkaian acara kolaborasi antara SENYAWA+ dan TelusuRI dengan tajuk “Sekolah TelusuRI: Perjalanan Lestari” resmi berakhir. Lokakarya ‘Perjalanan Lestari’ adalah sebuah pelatihan daring pembuatan video bertemakan lingkungan yang ditujukan bagi para pejalan dan penggiat konten media sosial.

Tema perjalanan lestari dipilih dengan tujuan menumbuhkan kesadaran akan lingkungan yang lestari dan menambah wawasan sebagai pejalan yang ikut andil dalam menjaga lingkungan. Acara ini berkolaborasi dengan beberapa influencer, videographer, dan penulis perjalanan dan didukung oleh Kemenkumham, Friedrich Naumann Foundation, dan Climate Institute.

Dari rangkaian lokakarya yang sudah dilaksanakan selama 7 hari membuahkan 13 video kampanye bertema perjalanan lestari. Dan, ini dia 5 video terbaik yang dipilih oleh para juri. Mari sebarkan!

Ketika Alam Menyapa Lewat Pandemi

Ketika Alam Menyapa Lewat Pandemi merupakan karya video dari Muhammad Valendra, Erwin Wahyu Megantoro, dan Debby Alin Anugerah Dewi. Video ini menampilkan cerita manusia yang dalam kesehariannya mulai melupakan lingkungan sekitarnya. Polusi dan sampah seakan menjadi hal yang lumrah untuk mengotori lingkungan. COVID-19 mulai menyebar dan menjadi wabah yang menakutkan. Pandemi adalah sapaan alam saat manusia lupa akan tempat tinggalnya.

Cianjur Story

Cianjur Story menceritakan tentang Kota Cianjur yang mempunyai slogan ngaos, mamaos, maenpo. Menceritakan keindahan Cianjur yang tersohor dengan latar belakang persawahan hijau, Gunung Padang, dan diiringi alunan musik yang menggugah. 

Selain mengajak para pejalan untuk menelusuri pariwisata Cianjur, mereka mengajak untuk tidak buang sampah sembarangan saat berwisata. Tentu tidak sekarang, nanti ketika pandemi sudah bisa diajak berkompromi.

Mereka juga mengajak teman-teman pejalan untuk, minimal bisa ikut serta menanam pohon setelah melakukan kegiatan wisata alam. Ibaratkan tebus dosa jejak karbon yang kita keluarkan saat traveling lah ya. Dan tentunya, hal ini sangat bermanfaat untuk kelangsungan makhluk hidup di sekitar kita.

Cianjur Story merupakan karya dari Suhendra, Nia Alawiyah, dan Panji.

Andaikata 

Andaikata merupakan video perjalanan lestari karya Ade Setyaningrum Sutrisno, Stevanus Manuel, Petra Hormati, dan Cut Meviantira Nanda. Video ini bercerita tentang sisi kelam tempat pariwisata yang penuh sampah, yang sangat berbeda jauh dari kenyataan di sosial media. 

Dalam video digambarkan sampah yang dibuang di sungai pegunungan, berakhir dalam mulut ikan di lautan. Miris. Andaikata manusia tidak membuat kerusakan dan kerugian dengan membuang sampah sembarangan. Penyesalan haruslah dibarengi dengan aksi nyata terhadap lingkungan. Tugas kita adalah memanusiakan suatu tempat dengan segala isinya. Sebelum, sesaat, dan sesudah mengunjunginya. 

Kenyataan yang dilihat di sekitar adalah sampah dan itu menyakitkan. Andaikata manusia bisa lebih bijak dalam menikmati anugerah tuhan yang terindah, mungkin kita bisa hidup di dunia yang lebih layak.

Liburan Tanpa Produksi Sampah

Liburan Tanpa Produksi Sampah merupakan video karya Nico Krisnanda, Rony Tri, dan Riga Prasidya. Diakui ataupun tidak, traveling adalah salah satu hobi yang dilakukan oleh banyak orang dikala waktu senggang atau liburan tiba. Namun, tanpa kita sadari kegiatan traveling ini juga berpotensi untuk menghasilkan banyak sampah. Terkadang, kita membeli suatu barang tanpa memikirkan sampah yang kita hasilkan. Lalu, apa yang bisa pejalan lakukan?

Zero waste traveling adalah suatu upaya yang dapat kita lakukan untuk mengurangi limbah yang dihasilkan selama bepergian. Mulai dari menggunakan transportasi umum, hingga membawa toiletries pribadi. Bijak dalam memilih tempat makan yang lebih sedikit menghasilkan sampah, seperti  tempat makan yang menyediakan sedotan stainless steel, membawa lap atau sapu tangan tanpa perlu menggunakan tisu, atau dengan membawa wadah sendiri saat membeli makanan. Sisa makanan bisa dibawa menggunakan wadah untuk mengurangi food waste

Dengan menerapkan zero waste traveling, kita turut berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan, satwa, dan untuk masa depan kita sendiri. Kita dapat terus berupaya untuk mengurangi sampah yang kita hasilkan. Sebagai seorang traveler yang bijaksana dan peduli dengan lingkungan serta perubahan alam.

Titik Balik: Perjalanan Menuju Baik

Sari, seorang travel vlogger yang sudah berpergian kemana-mana dan menuliskan banyak hal, memilih Medan sebagai tempat petualangan berikutnya. Dalam perjalanannya, Sari mendapatkan sudut pandang baru yang merubah cara pandang terhadap perjalanan yang pernah ia catat sebelumnya, menjadi lebih baik. Berbagai sudut kota Medan ditampilkan dengan sinematografi yang apik pada video pendek ini.

Titik Balik merupakan karya kolaborasi antara Arif Tri Admaja, Choirul Hamsyah, dan Salsa Bunga Insani yang baru pertama kali bertemu dalam acara ini. Mereka juga berasal dari daerah yang berbeda sehingga proses pembuatan video dilakukan secara 100% daring.


Sekolah TelusuRI: Perjalanan Lestari diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran akan iklim yang terus berubah akibat pola hidup manusia yang menghasilkan sampah. Yuk, mmari kita menjadi pejalan yang bertanggung jawab pada lingkungan dengan meminimalisir sampah yang kita hasilkan. Sampai jumpa di lokakarya berikutnya, jangan lupa ikutan ya!


Ditulis oleh: M. Irsyad Saputra

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post 5 Karya Video Perjalanan Lestari appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/video-perjalanan-lestari/feed/ 0 30010