perjalanan Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/perjalanan/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 04 Jul 2023 09:34:24 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 perjalanan Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/perjalanan/ 32 32 135956295 Cerita dari Atas KM Dobonsolo https://telusuri.id/cerita-dari-atas-km-dobonsolo/ https://telusuri.id/cerita-dari-atas-km-dobonsolo/#respond Sat, 28 Jan 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36963 Kereta api yang membawa saya dari Yogyakarta menuju Surabaya tiba di Stasiun Gubeng pukul sebelas lewat sedikit waktu setempat, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 6 jam. Usai melaksanakan salat dan beristirahat beberapa saat, saya kemudian...

The post Cerita dari Atas KM Dobonsolo appeared first on TelusuRI.

]]>
Kereta api yang membawa saya dari Yogyakarta menuju Surabaya tiba di Stasiun Gubeng pukul sebelas lewat sedikit waktu setempat, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 6 jam.

Usai melaksanakan salat dan beristirahat beberapa saat, saya kemudian beranjak dari stasiun Gubeng menuju Pelabuhan Tanjung Perak. Keluar dari stasiun saya memilih menumpang mobil karena barang bawaan yang cukup banyak. Kendaraan roda empat ini lalu melaju di jalan Surabaya yang terik. Surabaya sore itu yang tampak teramat sibuk, serupa rumah yang sedang menggelar hajatan. 

Sesampainya di Pelabuhan Tanjung Perak, saya kemudian masuk menuju ruang tunggu yang telah dipenuhi penumpang lain, mereka menghampar berkelompok di lantai, di atas koran dan karpet-karpet sederhana yang cukup untuk menghangatkan tubuh.

Stasiun Surabaya Gubeng
Stasiun Surabaya Gubeng/Fatimah Majid

Melakoni perjalanan laut di Indonesia, khususnya di Indonesia bagian tengah dan timur, memang cukup sulit. Jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal tidak menentu. Maka jika tidak ingin ketinggalan, harus sering-sering mengecek jadwal keberangkatan di website Pelni. Jika jadwal sudah “pasti” juga harus tiba di pelabuhan selambat-lambatnya sehari sebelum jadwal keberangkatan. 

Sembari Menunggu Kapal

Begitu mendapatkan kursi, saya mendudukkan tas yang saya panggul; satu tas carrier, tas ransel dan koper. Lalu menarik napas lega karena sudah bisa meluruskan kaki. Ini merupakan pengalaman pertama saya berlayar seorang diri. Dulu sekali, waktu masih duduk di bangku sekolah menengah atas, terakhir kali saya naik kapal dari Kalimantan ke Sulawesi bersama bapak dan adik laki-laki saya. 

Petang itu, dari balik kaca transparan, saya menyaksikan Kapal Dharma Kencana yang tengah bersandar memuntahkan barang-barang dan penumpang. Kapal Dharma Kencana itu sangat besar nan megah berwarna putih yang memenuhi dermaga. Dari informasi yang saya dapatkan di YouTube, itu adalah kapal bekas pakai dari Jepang.

Di tempat lain, Kapal Kelimutu tujuan Jakarta yang tengah sandar tengah memuat barang. Sembari memasukkan barang-barang ke lambung kapal. Truk-truk berukuran sangat besar yang entah memuat apa ikut memenuhi dermaga, serta mobil-mobil yang mengantre panjang, untuk masuk ke dalam kapal. 

Menjelang Magrib, siluet-siluet kapal mulai tampak jelas, di belakangnya matahari masih memancarkan sinar. Semburat senja tampak sangat anggun. Sayangnya, saya hanya bisa menyaksikannya dari balik kaca. 

Mustahil berada di tempat ramai di Indonesia tanpa mengobrol.  Selama menunggu di ruang tunggu pelabuhan, beberapa penumpang lain tampaknya penasaran terhadap saya. Mungkin karena melihat saya melakoni perjalalanan seorang diri dengan barang bawaan yang cukup banyak. Mereka bolak-balik ke kursi tempat saya duduk, mengajak berkenalan, bertukar cerita, menawari bantuan menjagakan barang bawaan, bahkan menyodorkan makanan. Tidak berapa lama kemudian, beberapa dari mereka duduk membelakangi kursi yang saya tempati, membawa gitar dan menendangkan beberapa buah lagu.

Tak berenti di situ, sampai di atas kapal, mereka terus membantu, membawakan barang, mencarikan tempat di atas kapal. Terkadang saya merasa seperti penumpang istimewa karena terus mendapat bantuan dari mereka, dan kadang-kadang merasa bingung harus dengan cara apa membalas kebaikan mereka semua.

Dobonsolo Bersandar

Mendadak terdengar suara klakson dari cakrawala memecah keheningan. KM Dobonsolo telah tiba. Suaranya lebih dulu terdengar. Perlahan KM Dobonsolo muncul. Kecil, lalu perlahan membesar, sampai akhirnya bersandar di dermaga. Massa beraksi. Orang-orang mulai membereskan tikar masing-masing, bersiap menyongsong perjalanan panjang melintasi lautan.

Setelah semalaman berada dalam posisi duduk tegak di kursi, sungguh nyaman rasanya bisa meluruskan kaki di tempat datar. Saya berbaring dengan posisi yang cukup nyaman. 

Di atas kapal, setiap ranjang sudah dilengkapi dengan lubang pengisi daya, tempat menyimpan barang bawaan, pendingin ruangan sentral—meskipun tidak begitu terasa, tetapi cukup untuk mendinginkan dek kapal, juga tong sampah yang ada hampir di setiap sudut kapal. Kamar mandinya pun selalu dibersihkan.

Pagi hari datang dalam sekejap. Pengumuman melalui pengeras suara memberitahukan waktu azan Subuh telah tiba. KM Dobonsolo perlahan meninggalkan Pelabuhan Tanjung Perak.

Pada bulan Ramadan, kapal menyediakan makanan untuk sahur. Penumpang yang akan menunaikan ibadah puasa, dapat mengambil makanan dengan membawa tiket masing-masing yang sudah diberi tanda oleh kru kapal. Setelah mendengar pengumuman dari balik pengeras suara, saya bergegas mengambil makan, kemudian sahur, lalu menunaikan salat Subuh di musala kapal. Kemudian menghabiskan waktu menyambut matahari pagi yang perlahan memakan habis gelap langit malam.

Tak berapa lama berselang sejak kapal mulai berlayar, kelucuan-kelucuan mulai bermunculan yang membuat saya tidak mampu menahan tawa. Selama di atas kapal, saya dan penumpang lain banyak bertukar cerita, saling melempar beberapa pertanyaan. Saat mulai merasa bosan, mereka akan mulai mengeluarkan gitar dan menendangkan beberapa buah lagu, memecah kehingan di atas kapal.

Lembayung matahari tenggelam seiring kumandang azan Magrib dari balik pengeras suara sebagai pertanda sudah saatnya berbuka puasa. Saya naik di atas dek kapal untuk menyaksikan siluet senja nan indah dan meneguk air putih untuk berbuka puasa. Setelah itu turun dan bergegas menuju musala.

Pelabuhan Anging Mamiri Makassar
Pelabuhan Anging Mamiri Makassar/Fatimah Majid

Kapal bersandar mendekati pukul 11.00 WITA di pelabuhan Makassar. Kami turun dengan perasaan lega. Sebelum berpisah di Pelabuhan Makassar, saya mengambil beberapa foto mereka berlatar masjid berwarna biru di pelabuhan, sayangnya tidak ada foto bersama. Surabaya–Makassar merupakan pelayaran pertama saya seorang diri. Bertemu dengan orang-orang baru yang menyenangkan, makanan dingin dengan sayuran layu, percakapan ngalor-ngidul, dan segala senang dan haru di atas kapal yang tak akan terlupa.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Cerita dari Atas KM Dobonsolo appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/cerita-dari-atas-km-dobonsolo/feed/ 0 36963
Sekolah TelusuRI: Menulis Catatan Perjalanan bersama Fatris MF https://telusuri.id/sekolah-telusuri-menulis-catatan-perjalanan-bersama-fatris-mf/ https://telusuri.id/sekolah-telusuri-menulis-catatan-perjalanan-bersama-fatris-mf/#respond Mon, 02 Jan 2023 03:38:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36783 Semua orang melakukan perjalanan, semua orang bepergian, tetapi tidak semua orang melakukan pengamatan dan menuliskan perjalanannya. Untuk bisa menuliskan pengamatan selama perjalanan, dibutuhkan kemampuan yang cakap untuk merasa, meraba, dan merangkai sebuah imaji yang kita...

The post Sekolah TelusuRI: Menulis Catatan Perjalanan bersama Fatris MF appeared first on TelusuRI.

]]>
Semua orang melakukan perjalanan, semua orang bepergian, tetapi tidak semua orang melakukan pengamatan dan menuliskan perjalanannya. Untuk bisa menuliskan pengamatan selama perjalanan, dibutuhkan kemampuan yang cakap untuk merasa, meraba, dan merangkai sebuah imaji yang kita lihat dan menuangkannya ke dalam bentuk catatan perjalanan.

Sebagai salah satu media perjalanan yang memuat banyak catatan perjalanan, TelusuRI  mengadakan “Sekolah TelusuRI: Menulis Catatan Perjalanan” untuk belajar bagaimana menuliskan perasaan, pengamatan, kajian, serta pengalaman pada setiap perjalanan bersama Fatris MF, seorang penulis catatan perjalanan yang telah menelurkan berbagai macam buku seperti: Kabar dari Timur, Merobek Sumatera, Lara Tawa Nusantara, Banda Journal. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu (10/12/2022) dan berlangsung selama dua jam.

Dalam membuka materinya, Fatris menyebutkan ada dua tipe tulisan perjalanan atau penulisan kreatif perjalanan yang biasanya dituliskan: travel journalism atau jurnalisme perjalanan dan travel writing atau catatan perjalanan. Meskipun terlihat sama, dua-duanya mempunyai prinsip yang berbeda. Jurnalisme perjalanan menekankan pada prinsip jurnalistik, sedangkan catatan perjalanan lebih condong sebagai produk sastra. Namun, keduanya mempunyai jalur yang sama, yakni mengambil perjalanan sebagai tema besar, 

Langkah paling awal yang diperlukan oleh para penulis perjalanan adalah mulailah menulis apa yang paling dekat dengan hidup. ”Menulis perjalanan bukan soal bagaimana kita berjalan jauh,” ucap Fatris. Orang sering mengasumsikan tulisan perjalanan adalah melihat negeri-negeri asing atau suatu tempat yang baru, tapi alangkah baiknya penulis mulai dengan hal-hal di sekitarnya. Semisal tetangga sebelah rumah, selokan kecil di gang, atau tentang barang peninggalan kakek.

Selanjutnya adalah melakukan riset. Dalam tulisan, tentunya penulis membutuhkan sebuah tema untuk acuan. Untuk menghasilkan sebuah tulisan yang utuh, maka penulis harus mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Wacana yang kuat dihasilkan dari riset yang serius, baik riset pustaka yang meliputi pencarian sumber bacaan dan riset lapangan yang mengharuskan penulis terjun langsung. Dengan riset, penulis akan lebih mengenal objeknya sebelum menjadi bahan tulisan.  Riset akan menguatkan wacana awal, juga bisa menentukan posisi penulis, juga berguna untuk memetakan objek.

“Riset juga akan dapat menentukan sudut pandang penulis,” jelasnya. Pada tahap inilah nanti penulis akan menentukan keberpihakkannya. Ada enam tahapan riset yang bisa penulis aplikasikan. 

Pertama temukan isu yang ingin ditulis, ide ini bisa didapat melalui fenomena yang kerap atau jarang diperbincangkan, dan cara menemukannya bisa dari berbagai media seperti buku, koran, televisi, diskusi, hingga pengalaman pribadi. Kedua adalah kritik sumber, yang dibutuhkan untuk melihat secara curiga semua sumber untuk mendapatkan sudut pandang terbaik. Penulis dituntut untuk tidak mudah percaya narasumber lokal, namun bukan berarti menjadikannya lawan untuk berdebat.

Ketiga adalah lakukan perjalanan dan amati segala hal termasuk suasana dan gunakan semua panca indra untuk merasa, meraba, dan melihat. Keempat adalah lakukan dialog dan wawancara dengan narasumber yang kredibel, usahakan selalu mengecek keterangan dari narasumber. Tahap kelima adalah analisis semua data yang didapat untuk menyaring data yang penting dan tidak penting. Yang keenam ada membentuk kerangka untuk menyusun data yang telah dipilih dan agar penulis tidak kehilangan alur.

Fatris mengingatkan kepada para peserta untuk sebisa mungkin menghindari kata sifat. Kata sifat, dalam hematnya bisa saja membuat tulisan membosankan dan biasa saja. 

“Jangan hanya gadis itu sangat cantik, tapi cantiknya gimana,” tuturnya. Metafora akan melahirkan keindahan-keindahan linguistik dan membantu pembaca untuk “melihat” apa yang ditulis. 

“Ketika kalimat verbal yang akan kita sampaikan tidak mampu untuk menggambarkan keadaan, gunakan metafora,” pungkasnya.

Terakhir, proses penyuntingan. Sebelum mulai untuk menyunting tulisan, ada baiknya tulisan yang ditulis harus selesai terlebih dahulu. Tulisan yang baik adalah tulisan yang selesai, kemudian saat proses penyuntingan, penulis bisa meminta saran dan masukan kepada orang-orang maupun editor. “Jangan pernah menyunting tulisan yang belum selesai,” pungkasnya.

Berlanjut ke sesi tanya–jawab, Fatris mempersilakan para peserta untuk bertanya ataupun masih penasaran akan penjelasannya. Para peserta yang hadir antusias bertanya melalui kolom chat ataupun bertanya langsung. 

“Bagaimana cara menuliskan tulisan perjalanan tentang budaya tanpa terjebak eksotisme?” tanya seorang peserta yang berasal dari Ternate.

“Rata-rata penulis perjalanan adalah orang yang hidup di kota besar dan mereka akan melihat dengan cara pandang mereka yang urban sekali,” ujar Fatris yang kemudian ia lanjutkan “bagaimana agar dia tidak terjebak bias tersebut? Siapapun, saya kira akan punya bias terhadap apa yang ia tulis. Persoalannya adalah bagaimana meminimalisir bias tersebut.”

Menurutnya, catatan perjalanan yang dekat dengan pariwisata yang menutup luka-luka bangsa dan manusia, dan akhirnya hanya memperlihatkan “eksotisme” dan keindahannya hingga menutup tragedi yang terjadi di suatu tempat. Eksotisme sendiri adalah cara pandang orang barat terhadap daerah-daerah di timur yang dianggap berbeda. “Saya kira itu [cara pandang eksotisme] adalah pelanjutan dari bagaimana kolonialisme bekerja. Kita hanya komoditi bagi kacamata kolonial.”

“Bagaimana cara mulai menulis catatan perjalanan?” tanya peserta yang lain.

Fatris menjawab dengan mengandaikan petani pemula yang bisa melihat petani lain untuk mengolah ladangnya. Begitu pula untuk yang ingin memulai menulis, bisa dengan cara membaca tulisan-tulisan perjalanan yang telah ada. Yang terpenting adalah coba untuk menulis! 

Terakhir, Fatris menyampaikan para penulis harus adil dalam menilai dan melihat apa yang terjadi. Penulis harus mampu menjadi pengantar yang baik akan kejadian di suatu tempat dan tidak menjadi juri dalam menyimpulkan suatu peristiwa. “Saking ramahnya sekelompok orang, mereka tidak akan membiarkan seekor kucing kedinginan di teras rumahnya, tapi akan menutup mata terhadap puluhan orang yang kelaparan di belakang rumahnya,” pungkasnya menutup acara kali ini.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Sekolah TelusuRI: Menulis Catatan Perjalanan bersama Fatris MF appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/sekolah-telusuri-menulis-catatan-perjalanan-bersama-fatris-mf/feed/ 0 36783
Melihat Posina Tanae, Titik Tengah Indonesia https://telusuri.id/melihat-posina-tanae-titik-tengah-indonesia/ https://telusuri.id/melihat-posina-tanae-titik-tengah-indonesia/#respond Sat, 31 Dec 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36778 Masih dalam perayaan Hari Sumpah Pemuda oleh teman relawan Sokola Kaki Langit, saya bersama beberapa teman mengunjungi satu-satunya sekolah di desa ini yang berjarak sekitar 20 menit dengan berjalan kaki dari Rumah Indo, sementara beberapa...

The post Melihat Posina Tanae, Titik Tengah Indonesia appeared first on TelusuRI.

]]>
Masih dalam perayaan Hari Sumpah Pemuda oleh teman relawan Sokola Kaki Langit, saya bersama beberapa teman mengunjungi satu-satunya sekolah di desa ini yang berjarak sekitar 20 menit dengan berjalan kaki dari Rumah Indo, sementara beberapa relawan lain menyiapkan lokasi pemeriksaan kesehatan yang akan berlangsung pukul 10.00 WITA.

Trekking singkat dari rumah ke sekolah tidak begitu sulit. Medan secara keseluruhan hanya berupa jalur landai dan turunan curam sebanyak tiga kali. Otot-otot kaki yang masih ngilu dampak perjalanan panjang kemarin membuat saya langsung memikirkan perjalanan pulang selepas kegiatan di sekolah. Saat tiba, beberapa anak-anak terlihat bermain di lapangan sekolah, beberapa lagi duduk-duduk di lorong kelas, dan sisanya lalu-lalang tidak karuan. 

Selain arajang dan Rumah Indo, salah satu motivasi mengunjungi desa dengan akses terisolir ini adalah “titik tengah Indonesia” yang selalu disandingkan dengan Desa Umpungeng. Saya sempat bertanya, “Bagaimana orang-orang bisa tahu bahwa desa ini merupakan titik tengah dari sebuah negara?”

Lalu, seorang relawan berbaju kuning sempat bercerita, bahwa di masa lalu, entah siapa, berhasil menemukan tempat ini. “Jika peta Indonesia dilipat menjadi empat bagian sama besar, maka titik pertemuan dari lipatan tersebut berada di desa ini.”

rute trekking
Pemandangan rute trekking ke Umpungeng/Nawa Jamil

Setelah mengajar dan menyelesaikan agenda bermain dan lomba hari itu, kami diajak ke titik legendaris tersebut. Titik tengah Indonesia disebut posina tanae yang berarti pusat tanah. Titik ini tidak jauh dari sekolah. Kami menaiki jalan tanjakan curam, lalu berbelok ke daerah perkampungan yang cukup padat di atas sekolah. Tidak jauh dari rumah-rumah warga, terdapat satu bidang tanah dengan rumput hijau. Sebuah plang bertulis “batas alas kaki” menyambut kami. 

Tanah lapang tersebut dikelilingi bebatuan rata yang membentuk lingkaran hampir lonjong. Di salah satu bagian lingkaran tersebut terdapat gundukan batu menyerupai tahta, lalu di tengah-tengah lingkaran tersebut terdapat satu batu yang dipagari besi yang bercat merah bata gelap. Situs ini merupakan situs megalitikum bersejarah bernama Garugae. Konon, Garugae—yang hingga saat ini terawat dengan baik—menjadi tempat pertemuan para raja terdahulu dalam bermusyawarah, serta lokasi pelantikan datuk, raja, atau kepala daerah di sini.

“Tidak ada yang tahu kapan dan bagaimana situs ini ada, atau siapa yang meletakkan batu-batu dengan permukaan rata hingga berbentuk seperti ini,” cerita seorang relawan. 

Sayangnya, sangat sulit menemukan literasi atau dokumen yang menceritakan tentang Umpungeng sebagai titik tengah Indonesia, berbeda dengan Sabang dan Merauke sebagai titik barat dan timur Indonesia yang bahkan dengan mudah ditemui di lagu-lagu nasional, bahkan sering terdengar dalam jingle populer salah satu merk mi instan. 

Namun setelah semuanya, titik yang jarang diketahui secara luas ini membawa kesyahduannya tersendiri. Terlepas dari misteri dan peruntukannya di masa lalu hingga sekarang, sebagai seorang yang berkunjung ke sini, saya menemukan salah satu kenikmatan memandangi deretan pegunungan dari rerumputan situs Garugae. 

Keseruan Perayaan Hari Sumpah Pemuda

Terlepas dari segala nilai sejarah dan magis Desa Umpungeng yang cukup terisolir ini, perayaan Hari Sumpah Pemuda merupakan momentum yang mempertemukan banyak relawan, menjadi jembatan yang menakdirkan langkah kami sampai ke desa syahdu ini. 

Secara umum, agenda perayaan sumpah pemuda hari itu terbagi dua: bermain dan rangkaian lomba bersama anak sekolah dasar, serta pemeriksaan kesehatan warga di rumah Pak Dusun. Saya mengikuti rombongan ke sekolah pagi itu. Setelah meminta izin ke guru sekolah, kami menggunakan satu ruang kelas untuk bermain selama satu jam pertama. 

Selama satu jam tersebut, para relawan mengajari anak-anak dari beragam kelas tersebut seni origami, tepatnya cara membuat bunga mawar dari selembar kertas persegi dengan teknik lipat sana-sini. Kelas berlangsung meriah dan sedikit kacau, tetapi pada akhirnya, masing-masing anak berhasil membuat bunga mawar mereka sendiri. 

  • Anak-anak
  • Origami
  • kemiri

Setelah membuat bunga mawar dari kertas, para relawan lalu melangsungkan serangkaian lomba di lapangan sekolah. Lomba ini terdiri dari balap karung dan lomba kelereng yang dibagi per kelasnya. Jumlah siswa tiap kelas yang sangat variatif menjadi tantangan tersendiri. Di kelas empat, kami melaksanakan lomba sampai beberapa kloter sebab siswanya sampai belasan, sementara di kelas dua hanya terdapat dua siswa saja. 

Lomba hari itu berlangsung meriah. Saya bertugas sebagai juri di garis akhir, sesekali mengambil kesempatan untuk mengabadikan anak-anak dan ekspresi senang mereka. Kompetisi kecil hari ini berakhir dengan satu hadiah untuk setiap anak, baik yang berhasil menjuarai, atau yang hanya keluar sebagai peserta. 

Doa Baik Sebelum Pulang

Mengunjungi Umpungeng menjadi salah satu kesyukuran di tahun 2022, setelah hanya mendengarkan nama tempat ini sejak 2019. Meskipun hanya menetap selama tiga hari dua malam, tetapi tempat ini menyajikan perasaan damai yang begitu dekat. Saya merasakan sebuah perasaan yang akrab, seperti telah berada di tempat ini sebelumnya, saat kenyataannya adalah, saya mengunjungi Umpungeng baru kali pertama. 

“Tidak semua orang bisa ke sini. Ketika kita tidak ditakdirkan menginjakkan kaki ke sini, terkadang ada saja halangan [berkunjung] yang ditemui,” kata seorang relawan. 

Saya mengucap suatu doa dalam hati, untuk diizinkan berkunjung ke Umpungeng di masa mendatang. Doa baik untuk berkunjung lagi saya latunkan sesaat setelah melewati sungai pertama yang konon merupakan “gerbang” desa ini.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Melihat Posina Tanae, Titik Tengah Indonesia appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melihat-posina-tanae-titik-tengah-indonesia/feed/ 0 36778
Keseruan Perayaan Sumpah Pemuda di Desa Umpungeng https://telusuri.id/keseruan-perayaan-sumpah-pemuda-di-desa-umpungeng/ https://telusuri.id/keseruan-perayaan-sumpah-pemuda-di-desa-umpungeng/#respond Fri, 30 Dec 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36767 “Bahkan cukup dengan mengingat kampung ini dan Rumah Indo sudah bisa menghadirkan perasaan damai dalam hati kita.” Ucapan Kak Mei, founder sekaligus relawan Sokola Kaki Langit ini menjadi salah satu yang saya amini diantara banyaknya...

The post Keseruan Perayaan Sumpah Pemuda di Desa Umpungeng appeared first on TelusuRI.

]]>
“Bahkan cukup dengan mengingat kampung ini dan Rumah Indo sudah bisa menghadirkan perasaan damai dalam hati kita.” Ucapan Kak Mei, founder sekaligus relawan Sokola Kaki Langit ini menjadi salah satu yang saya amini diantara banyaknya hal-hal baik yang terjadi selama berkunjung ke Desa Umpungeng yang terletak di Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Kak Mei bercerita banyak hal di balkon Rumah Indo pagi itu, saat rekan lain sibuk mengemasi barang-barang mereka, hendak kembali ke Makassar sebelum siang hari.

Bahkan setelah beberapa hari pasca perjalanan ke Umpungeng kemarin, saya masih merasakan sisa-sisa perasaan baik dari desa yang dikelilingi deretan gunung-gunung yang memukau ini. Perjalanan ke Desa Umpungeng dimulai tanggal 28 Oktober, masih dalam rangkaian memperingati Hari Sumpah Pemuda bersama Sokola Kaki Langit, salah satu komunitas pendidikan di Kota Makassar.

Perjalanan Menuju Umpungeng

Perjalanan menuju Umpungeng kami mulai dengan bersepeda motor ke titik kumpul di Pertamina, daerah Sudiang. Saat tiba di sana, rombongan kami sudah nyaris lengkap, tinggal menunggu dua orang lagi. Saya dan Kak Dewi memutuskan menunggu rombongan yang tersisa, sementara beberapa relawan yang telah hadir memutuskan untuk berangkat lebih awal. 

Sekitar 20 menit setelahnya, dua relawan terakhir pun tiba dan kami langsung memulai perjalanan sepanjang 120 km dari Pertamina Sudiang menuju Gattareng di Kabupaten Soppeng, titik kumpul sebelum memulai pendakian ke Desa Umpungeng. Perjalanan dari Makassar ke Barru sebelum berbelok ke arah Pakkae berlangsung mulus dan menyenangkan. Kami berhenti sebentar mengganti sparepart salah satu motor sebelum melanjutkan perjalanan.

Saya mengambil beberapa foto dan mendengarkan kumpulan lagu The Smiths berulang-ulang, sampai motor kami berbelok ke daerah Pakkae dan menemui beberapa meter jalan sedang dalam pengerjaan. 

Sepanjang perjalanan dari Pakkae sampai ke gerbang perbatasan Barru–Soppeng menjadi salah satu yang paling menyenangkan, meskipun beberapa bagian jalan sedang dilakukan perbaikan besar-besaran. Rombongan kami tiba di check point sekitar pukul dua siang. Saat itu, sebagai rombongan yang tiba lebih dulu, kami memutuskan untuk mengisi tenaga sejenak, menyesap kopi dan Indomie rebus dengan tambahan kacang goreng pada kuahnya. Belum habis semangkok, rombongan lain tiba beruntun. Jadilah warung sederhana dengan bale-bale di depannya ini ramai sesak oleh orang-orang yang saling menyapa, bercerita, dan tampak tidak sabar melanjutkan perjalanan ke Desa Umpungeng. 

Perjalanan dari Makassar ke Soppeng
Perjalanan dari Makassar ke Soppeng/Nawa Jamil

Dari warung di Gattareng, rombongan melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor menuju Bulu Batu, suatu perkampungan di tengah-tengah sebelum desa tujuan kami. Dari sini, medan semakin sukar. Kami melewati tanjakan beton curam yang sesekali diselingi tikungan tajam. Seolah tidak cukup menantang, jalanan beton di awal ternyata tidak sampai di kampung. 

Kami harus melewati medan batu pengerasan dan tanah merah yang berteman tanjakan serta turunan. Jalur paling menantang selama rute Gattareng menuju Bulu Batu terletak sepanjang hutan pinus. Meskipun begitu, kami berhasil tiba di lokasi tempat memarkirkan motor, sebuah rumah panggung dengan sepasang penghuni rumah yang begitu ramah. Saat kami datang, beliau tengah memecahkan kemiri di bawah rumah. 

Tantangan sesungguhnya dalam perjalanan menuju Umpungeng adalah jalur setelah Bulu Batu. Awalnya perjalanan berjalan lancar dengan medan pendakian yang cukup landai. Lalu secara bertahap setelah turunan di jembatan kedua, medan perlahan menanjak. Beton pun berganti tanah basah, lalu setelah jembatan ketiga, saya mencapai batas pendakian, kakiku tidak dapat menaklukan medan yang menikung dan menanjak di saat bersamaan. Untung saja, setelah tiga tanjakan curam, seorang relawan yang telah tiba sejak Rabu, berbaik hati menjemput kami menuju rumah. 

Rumah Indo dan Arajang

Saya mendengar cerita perihal Rumah Indo jauh sebelum menginjakkan kaki ke sini, sejak bertahun-tahun yang lalu. Orang-orang yang menceritakan rumah ini selalu dengan banyak petualangan, kisah-kisah mistis, dan kerinduan yang baik. 

Rumah Indo berada di ketinggian. Saya menaiki beberapa anak tangga sebelum tiba di tangga depan rumah panggung khas Bugis ini. Sewaktu tiba, langit sudah gelap sempurna. Yang terlihat hanya deretan sandal-sepatu yang terkena cahaya senter gawai secara tidak sengaja. Dengan perlahan, saya menaiki tangga rumah ini. Dua batang pohon pisang dan rumah penuh kain merah menyambut kami yang baru tiba malam itu. 

Momen ini merupakan kali pertama dalam hidup, saya memasuki rumah dengan seluruh bangunan tertutup kain merah seperti Rumah Indo. Sebuah pernyataan berani juga pengingat bahwa tempat yang kami datangi ini bukanlah tempat biasa. Begitu saya memasuki rumah, beberapa relawan tengah beristirahat, beberapa lagi sibuk bertukar cerita perihal keseruan trekking tadi. Mengikuti beberapa relawan lain yang tiba beriringan, saya pun ikut meluruskan kaki di rumah itu, tetapi seorang relawan langsung menegur saya. 

“Maaf kak. Kakinya jangan menghadap ke sana ya kak. Harus ke arah sebaliknya,” tegur seorang relawan. 

Buru-buru saya pun memperbaiki posisi selonjoran, memutar badan ke arah sebaliknya dan membelakangi area kamar tempat arajang disimpan. Arajang, sebuah benda pusaka yang hanya kudengar ceritanya sejak tahun 2019. Benda ini begitu lekat dengan sejarah yang membangun kepercayaan orang-orang disekitarnya, tidak hanya di Desa Umpungeng, melainkan seluruh Kabupaten Soppeng dan beberapa daerah Bugis lainnya. 

Arajang merujuk pada benda atau sekumpulan benda pusaka yang memiliki nilai magis dan dipercaya oleh masyarakat sekitar. Biasanya, benda ini merupakan peninggalan raja atau orang-orang yang memiliki kekuatan dalam memperluas suatu kerajaan di masa lalu. Di Rumah Indo, arajang atau pusaka ini berupa segenggam rambut berwarna merah milik Arung Palakka. Konon, rambut dengan sejarah panjang yang bermula pada 1660-an ini, diberikan kepara Arung Umpungeng, pemimpin desa ini, sebagai wujud penghormatan atas bantuan yang diberikan pemimpin desa ini saat membantu Arung Palakka dan pasukannya bersembunyi dari kejaran Kerajaan Gowa dan Wajo. 

tungku
Tungku di dapur indo/Nawa Jamil

Kisah perihal arajang ini serupa antara kisah-kisah yang kudengar dari para relawan di lokasi dan cerita-cerita yang tertulis dari berbagai sumber. Tertulis dalam suatu tulisan, “Akko iye mupakalebbi Arung Umpungeng iya mupakalebbi, akko iya muparakai Arung Umpungeng iya muparakai, akko iye mucaro Arung Umpungeng iya mucaro,” yang berarti, “Jika ini yang engkau muliakan Arung Umpungeng, saya yang kau muliakan, jika ini yang engkau jaga Arung Umpungeng, saya yang kau jaga, jika ini yang engkau hormati Arung Umpungeng, maka sesungguhnya Zat Kemulianlah yang engkau hormati.” 

Sayangnya, saya tidak bisa melihat benda pusaka ini. Arajang tersimpan rapi di dalam kamar dan hanya dikeluarkan satu kali dalam setahun, pada perayaan Maccera Tana dan Mallangi Arajang yang berarti memberikan persembahan pada tanah dan pencucian benda pusaka. Peristiwa ini biasanya dilakukan pada akhir tahun yang akrab diceritakan para relawan sebagai ‘Pesta Adat Umpungeng’. 

Menurut penceritaan kakak relawan yang telah lama mengunjungi tanah ini, pesta adat menjadi momen teramai Umpungeng. Orang-orang dari berbagai latar belakang dan komunitas, utamanya anak muda Desa Umpungeng yang keluar mencari peruntungan di kota. Saat saya tanya kepastian perayaan adat tahun ini, seorang relawan kemudian menjelaskannya. “Biasanya akhir tahun, November atau Desember. Sekitaran waktu tersebut saat Indo sudah merasa waktu tersebut adalah saat yang tepat.”Indo, merupakan sosok perempuan paruh baya yang tinggal di rumah ini dan menjaga arajang. Tak lama setelah saya tiba dan berbincang sebentar bersama relawan lainnya, sosok Indo yang hanya kudengar lewat cerita tengah berjalan dari arah dapur dengan satu nampan penuh gelas keramik dan seteko teh hangat. Ia meletakkan nampan tersebut dengan senyum tipisnya, sembari berucap agar kami menikmati teh manis hangat tersebut dalam bahasa Bugis (bersambung).

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Keseruan Perayaan Sumpah Pemuda di Desa Umpungeng appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/keseruan-perayaan-sumpah-pemuda-di-desa-umpungeng/feed/ 0 36767
Penting! 5 Destinasi yang Pas buat Memulai Hobi Traveling https://telusuri.id/5-destinasi-buat-memulai-hobi-traveling/ https://telusuri.id/5-destinasi-buat-memulai-hobi-traveling/#respond Mon, 09 May 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=5580 Tiap kali buka-buka media sosial dan melihat foto-foto perjalanan, jantung kamu berdebar-debar. Kamu pengen memulai hobi traveling tapi masih takut buat mengayunkan langkah pertama. Padahal kata Lao Tzu, “The journey of a thousand miles begins...

The post Penting! 5 Destinasi yang Pas buat Memulai Hobi Traveling appeared first on TelusuRI.

]]>
Tiap kali buka-buka media sosial dan melihat foto-foto perjalanan, jantung kamu berdebar-debar. Kamu pengen memulai hobi traveling tapi masih takut buat mengayunkan langkah pertama. Padahal kata Lao Tzu, The journey of a thousand miles begins with a single step.”

Berbagai pertanyaan berseliweran di pikiranmu: “Aman nggak, ya?” “Murah nggak, ya?” “Ntar kalau gue diculik gimana?” Kalau kamu masih ragu untuk melakukan perjalanan perdana, nggak ada salahnya buat nyimak 5 destinasi yang pas buat memulai hobi traveling yang khusus TelusuRI persembahkan buat kamu.

1. Bali—destinasi paling pas buat memulai hobi traveling

memulai hobi traveling
Salah satu sudut Pasar Ubud/TelusuRI

Nggak ada destinasi di Indonesia yang lebih pas buat memulai hobi traveling selain Bali. Pulau Dewata punya sejuta destinasi wisata yang bisa kamu kunjungi, dari mulai air terjun, pantai, sampai pulau sepi di tengah-tengah samudra.

Hal lain yang bikin Bali pas banget buat memulai hobi traveling adalah keberadaan kawasan backpacker tempat kamu bisa menemukan penginapan murah. Di Kuta ada Poppies Lane II. Kalau mau yang lebih tenang, kamu bisa stay di Jalan Monkey Forest, Ubud. Mau keliling-keliling? Kamu tinggal sewa kendaraan di rental motor-mobil yang bertebaran di Bali.

2. Yogyakarta—kota sederhana dan berbudaya

memulai hobi traveling
Angkringan KR Jogja/Fuji Adriza

Selain dikenal sebagai Kota Pelajar, Yogyakarta berangsur-angsur menyusul Bali menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia. Karena itu, sarana dan prasarana pariwisata di Yogyakarta kian hari semakin berkembang. Itulah yang bikin Yogyakarta jadi salah satu destinasi yang cocok buat memulai hobi traveling.

Seperti halnya Bali, Yogyakarta juga punya beberapa kawasan backpacker tempat kamu bisa menyewa penginapan murah. Dua lokasi, Sosrowijayan dan Dagen, berada di kawasan Malioboro, sementara satu lokasi lain, yakni Prawirotaman, berada di Jalan Parangtritis. Enaknya Jogja, kamu nggak perlu keliling jauh-jauh. Di sekitar Malioboro dan Keraton Yogyakarta saja sudah banyak banget atraksi wisata yang bisa kamu lihat.

3. Cirebon—wisata kuliner, sejarah, dan budaya

memulai hobi traveling
Salah satu spot wisata kuliner di Cirebon/TelusuRI

Kalau kamu tinggal di Jakarta, Cirebon pas banget kamu jadiin destinasi buat memulai hobi traveling. (Kamu bisa one-day trip!) Tinggal naik kereta beberapa jam, kamu bakal tiba di kota yang punya beberapa bangunan keraton bersejarah itu.

Cirebon pas banget buat kulineran. Di kota ini kamu bisa nyicipin santapan-santapan tradisional lezat seperti empal gentong, mie koclok, nasi jamblang, docang, sampai yang kekinian seperti es krim batok.

4. Malang—mengintip masa lalu

memulai hobi traveling
Katedral Malang di Jalan Ijen via instagram.com/failureproject

Kota sejuk di pegunungan Jawa Timur ini juga pas buat memulai hobi traveling. Sama kayak Jogja, kamu nggak perlu keliling jauh-jauh kalau lagi jalan ke Malang. Di pusat kota aja kamu sudah bakal menemukan banyak sekali atraksi wisata.

Tentu saja yang paling menyolok dari Malang adalah bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Tapi, selain itu kamu juga bisa mencicipi aneka kuliner Malang yang lezat dan bikin ketagihan. Di sekitar Alun-Alun Malang, ada Toko Oen, Rawon Nguling, dan Bakso Cak Toha.

5. Belitung—menelusuri jejak-jejak “Laskar Pelangi”

memulai hobi traveling
Menikmati pemandangan Tanjung Kelayang/TelusuRI

Pulau Belitung yang tak terlalu besar ini juga cocok untuk memulai hobi traveling. Jalan di pulau ini sudah lumayan bagus dan terkoneksi. Jadi, meskipun angkutan umum di sini nggak begitu lancar, kamu bisa dengan leluasa berkeliling dengan kendaraan sewaan.

Kalau ke Belitung jangan lupa mampir ke Tanjung Kelayang. Dari pantai berpasir putih itu kamu bisa menyeberang ke Pulau Lengkuas buat snorkeling atau naik ke atas mercusuar. Main ke Belitung Timur, kamu bisa mengunjungi Museum Kata Andrea Hirata dan jejak-jejak kisah “Laskar Pelangi.”

Sepulang dari 5 destinasi di atas, kamu pasti bakal langsung nyari tanggal merah lagi!

The post Penting! 5 Destinasi yang Pas buat Memulai Hobi Traveling appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/5-destinasi-buat-memulai-hobi-traveling/feed/ 0 5580
Sambut 2022 dengan 7 Film Perjalanan Ini https://telusuri.id/sambut-2022-dengan-7-film-perjalanan-ini/ https://telusuri.id/sambut-2022-dengan-7-film-perjalanan-ini/#respond Fri, 07 Jan 2022 12:09:14 +0000 https://telusuri.id/?p=31912 Nggak terasa, tahun 2022 sudah berjalan beberapa waktu. Awal tahun, menjadi waktu yang menegangkan karena catatan-catatan yang kita buat setahun sebelumnya, apakah resolusi yang telah kita buat untuk tahun lalu telah tercapai atau masih menunggu...

The post Sambut 2022 dengan 7 Film Perjalanan Ini appeared first on TelusuRI.

]]>
Nggak terasa, tahun 2022 sudah berjalan beberapa waktu. Awal tahun, menjadi waktu yang menegangkan karena catatan-catatan yang kita buat setahun sebelumnya, apakah resolusi yang telah kita buat untuk tahun lalu telah tercapai atau masih menunggu terealisasi. Sembari mulai menyusun rencana untuk mencapai resolusi-resolusi baru di tahun ini, ada beberapa rekomendasi film dari TelusuRI untuk mengisi liburan akhir pekan kamu. Siapa tahu dengan menonton film-film bertema perjalanan yang kami rekomendasikan ini, kalian akan menemukan inspirasi untuk perjalanan tahun 2022 dengan semangat positif dan inspirasi terbaru.

Nomadland
Nomadland via vertigoposter.com

1. Nomadland

Film yang menjadi sorotan dalam Oscar 2021 ini telah memenangkan 3 dari 6 nominasi yaitu Best Motion Picture of the Year, Best Performance by Actress in Leading Role, dan Best Directing. Bercerita tentang wanita paruh baya yang bernama Fern, yang memutuskan untuk memasuki kehidupan nomaden setelah kepergian suaminya. Film ini membawa kita menikmati belantara Amerika dan bagaimana kehidupan para nomad berlangsung yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ulasan Nomadland dari kami juga dapat dibaca di sini.

Space Sweepers
Space Sweepers via Netflix

2. Space Sweepers

Bagaimana jika bumi yang kita tempati sudah rusak total dan tidak bisa diperbaiki? Bagaimana jika kita harus bisa beradaptasi dengan kehidupan luar angkasa? Premis tersebut rupanya diangkat dalam film Space Sweepers yang dibintangi oleh Song Joong-ki. Latar waktu yang terjadi pada 2092 ketika oksigen sudah menipis dan manusia sudah kesulitan bernapas hingga akhirnya harus meninggalkan bumi. Di luar angkasa ternyata banyak puing-puing yang bisa dijual dan banyak diantara kapal luar angkasa yang mencoba mengumpulkannya. Meskipun terbilang fiksi ilmiah, ada pesan-pesan yang ingin disampaikan sineas Jo Sung Hee terkait dengan lingkungan kita yang semakin rusak.

Seaspiracy
Seaspiracy via Netflix

3. Seaspiracy

Bagi penggemar film konspirasi dan dokumenter, ada Seaspiracy yang akan menemani kalian menyelami kehidupan di lautan dan hubungan buruknya dengan manusia. Ali Tabrizi mengungkapkan kepada kita bahwa penyajian ikan-ikan yang ada dihadapan kita melewati proses yang merusak dan berbahaya bagi kehidupan biota laut. Meski terbilang kontroversi, film ini mampu menjadi bahan diskusi yang menarik di forum internet dan sosial media.

4. Welcome to Earth

Seri dari National Geographic yang dibintangi oleh Will Smith, salah satu aktor Hollywood kenamaan dunia—yang berpetualang menyusuri bumi dari sisi yang jarang diekspos seperti gunung berapi, samudera, hingga gurun bersama para ilmuwan dan petualang dari National Geographic. Will Smith yang sebelumnya tidak pernah melakukan pendakian gunung ataupun berenang di danau harus menghadapi bahaya yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. 

5. 14 Peaks

Selalu ada puncak dunia yang ingin ditaklukkan oleh manusia, begitu pula dengan Nirmal Purja, seorang pendaki profesional berkebangsaan Nepal yang ingin memecahkan rekor pendakian puncak gunung tercepat dan terbanyak. Pendakian gunung tidak hanya melibatkan fisik dan kondisi diri, tetapi ada teman-temannya dan keluarganya yang selalu mendukung keinginan Nirmal untuk menjadi sesuatu yang “lebih dan berguna” bagi semua orang. Film ini akan membawa kita menikmati puncak-puncak dunia bersama kru Project Possible yang dinamakan oleh Nirmal karena setiap hal di dunia menurutnya nothing is impossible. Ulasan film 14 Peaks dari TelusuRI bisa dibaca di sini.

Expedition Happiness
Expedition Happiness via Netflix

6. Expedition Happiness

Meskipun ini bukan film terbaru, Expedition Happiness wajib masuk daftar film yang wajib tonton. Mencari kebahagiaan adalah tujuan setiap orang, termasuk dua orang pasangan dari Jerman yang berpetualang dengan seekor anjing demi mencari makna kebahagiaan. Mereka melakukan perjalanan ke Amerika Utara menggunakan sebuah bis sekolah rongsok dan menikmati setiap momen perjalanan mereka.

Dark Tourist
Dark Tourist via Netflix

7. Dark Tourist

Apa jadinya ketika kita berlibur bukan malah mencari kesenangan tetapi menguji adrenalin serta keberanian? Dark Tourist, sebuah series dari Netflix yang mengundang para pemirsa untuk mengikuti David Farrier menjelajahi spot spot wisata dari danau yang terkena radiasi nuklir sampai hutan yang terkenal angker, David Farrier ingin melihat hal-hal yang berhubungan dengan kematian dan kehancuran, yang menguji adrenalin dan melihat ada apa dibalik itu semua dan mendapatkan kesenangan yang mungkin bagi banyak orang terkesan aneh.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

The post Sambut 2022 dengan 7 Film Perjalanan Ini appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/sambut-2022-dengan-7-film-perjalanan-ini/feed/ 0 31912
Perjalanan Menuju Kesembuhan https://telusuri.id/perjalanan-menuju-kesembuhan/ https://telusuri.id/perjalanan-menuju-kesembuhan/#respond Thu, 14 Jan 2021 04:50:10 +0000 https://telusuri.id/?p=26330 Peluh menetes, menyeruak keluar dari setiap pori tubuh. Langkah berderap, membuat bising lorong-lorong penuh tubuh terduduk. Semua mata menelisik, memandang arah tertuju. Demikian juga denganku, khusyuk memandang segerombolan orang pembawa pasien dengan kekuatan laju. Entah...

The post Perjalanan Menuju Kesembuhan appeared first on TelusuRI.

]]>
Peluh menetes, menyeruak keluar dari setiap pori tubuh. Langkah berderap, membuat bising lorong-lorong penuh tubuh terduduk. Semua mata menelisik, memandang arah tertuju. Demikian juga denganku, khusyuk memandang segerombolan orang pembawa pasien dengan kekuatan laju. Entah untuk penyelamatan atau sekadar pemeriksaan, aku pun tak tahu. Yang jelas sorot mata mereka menunjukkan sebuah pilu.

Di sini aku, duduk termangu menanti panggilan dari mereka berbaju biru. Mereka tampak sibuk, meladeni kami para pejuang sembuh. Aku memandang sekitar, mengamati setiap pergerakan. Aku tau ini tak berguna, tapi entahlah aku suka melakukannya.

Kursi-kursi berjarak sudah terisi penuh, lansia serta anak duduk bukan bersimpuh. Mungkin beberapa terlihat tidak lumpuh, alih-alih hanya takut jika kambuh. Di belakang kami anggota keluarga ikut menunggu. Dengan mendekap tangan atau akhirnya bertengger pada saku. Hanya sorot mata mereka yang dapat berseru, karena mulut dan hidung kami tertutup kain pelindung. Berusaha untuk menembus jutaan partikel yang bisa saja menjadi virus.

“Antrian A nomor 214, silahkan ke loket tiga,”  begitu bunyi yang menggema di ruang kami. Aku melirik kartu yang kupegang sedari tadi. Ternyata aku sudah dapat berdiri, menuju ke loket yang baru saja berbunyi. 

“Ini nanti ibunya harus periksa ke dokter bedah dulu ya, dokternya ada di poliklinik 3. Setelah itu, nanti dapat instruksi lanjut dari dokter yang ada disana,” ujar wanita muda dengan piawainya.

Aku mengingat semua informasi dan kuletakkan dalam memori. Sebelum akhirnya mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Aku berjalan mundur dan segera mendorong kursi roda dari wanita yang kupanggil ibu. Ku katakan padanya bahwa hari ini perjalanan kita akan cukup rumit.

Seperti instruksi, kami sudah sampai di sebuah ruangan bertuliskan poliklinik 3 pada bagian depan. Kami disambut oleh suster cantik dengan perut yang menggembung berisi janin. Ia menggiring kami menemui dokter yang nampaknya sudah sangat berpengalaman.

Foto: Unsplash/NeONBRAND

“Ini harus dioperasi bu, mulai besok mondok di rumah sakit. Agar nanti tubuhnya bisa diawasi sebelum hari operasi tiba,” katanya. Aku sedikit melirik ibu, ia nampak mengangguk dan tersenyum. Walau aku tau nyatanya ia pasti merasa terpukul.

Setelah mendapat surat rujukan, kami kembali ke rumah. Menyiapkan segala kebutuhan bahkan mental. Khususnya bagi mental ibu.

Hari berikutnya, kami mendapat konfirmasi untuk datang setelah adzan dhuhur berbunyi. Dengan terik yang menusuk diri, kami sudah siap secara lahir dan batin. Lagi-lagi bukan aku, melainkan ibu yang sudah pasrah terhadap Sang Ilahi.

Setelah melakukan perjalanan menggunakan kereta beroda empat, kami tiba di pelataran. Aku segera meminta tolong satpam untuk meminjami kami sebuah kursi roda. Dengan sedikit tertatih kami mulai untuk berpetualang.

Ruangan yang kami tuju pertama kali adalah ruang konfirmasi. Disana, aku seperti seorang artis. Memberikan tanda tanganku dengan percuma di beberapa lembar kertas izin rumah sakit.

Dari mulai mengizinkan untuk rujukan, mengizinkan untuk operasi, hingga mengizinkan untuk segala biaya yang akan ditanggung. Semuanya sudah sah dengan tanda tangan serta nama terangku yang nemplok di atas sana. Aku menghela nafas, sudah pasrah.

Selesai, ku mulai mendorong kursi roda itu kembali. Menuju sebuah ruangan yang menjadi ruang scanner bagi para pasien calon penghuni kompleks rumah sakit. Disana kami ditodong banyak pertanyaan, lebih tepatnya untuk ibuku, pertanyaan itu beragam, dari mulai kapan sakit ini menyerang, keluhannya apa saja, alergi obat atau tidak, hingga pernahkah kami kontak langsung dengan pasien virus yang sedang viral. Semacam angket dari mereka.

Setelah puas, mereka menganjurkan kami untuk pergi pemeriksaan paru serta darah. Tujuannya untuk mengidentifikasi apakah ibu cukup aman untuk bisa mondok hari ini juga atau tidak. Katanya, jika ibu tidak aman alias terkena paparan virus, dengan berat hati kami harus isolasi diri di rumah.

Jantung ini terus berdetak kencang selama perjalanan. Mulutku tak henti mengucap baitan-baitan doa, berharap agar hasil periksa ibu nantinya akan berbuah negatif. Agar ibu segera dirawat dan tak perlu merasakan sakit lagi.

Ruang pemeriksaan paru dan darah sudah kami lewati, kini jarum-jarum pada jam tanganku sudah menunjukkan pukul 4 sore. Terhitung, sudah hampir 4 jam kami mondar-mandir dengan segala keperluan. Untuk sekali lagi, kami harus menunggu hasil keputusan yang pasti.

Foto: Unsplash/Daan Stevens

Pukul 17.00 seorang dokter mengabarkan bahwa ibu sudah bisa masuk ke ruangan dengan hasil pemeriksaan yang negatif. Senyum mengembang di sudut-sudut bibir kami, rasa syukur terus terucap walau hanya di dalam batin.

Walau sudah mendapat ruangan, kami tidak boleh asal masuk seperti majikan. Kami harus rela untuk menunggu seseorang untuk menjemput dan mengantarkan ke ruangan. Dengan APD lengkap, seorang lelaki bertubuh tambun menyapa kami dengan hangat.

Beliau mengantarkan kami pada ruangan lantai dua, ruangan ini terbagi atas 3 sekat. Tentu saja satu sekat untuk satu pasien, dan kami memilih sekat ujung dekat dengan jendela. Lagi-lagi, sebelum memasuki ruangan dengan sah aku harus menandatangani sejumlah dokumen resmi dari mereka. Ah sungguh melelahkan.

Kurang lebih seminggu kami berada di ruangan ini. Menurutku itu waktu yang sangat lama, karena kegiatanku sangat terbatas. Hanya berkisar makan, menjaga, dan bolak-balik ke rumah, bahkan terkadang aku harus rela begadang karena tidur yang tidak bisa nyenyak.

Hari ini adalah hari ibu operasi. Ia harus berpuasa selama 6 jam terlebih dahulu. Ada satu kegiatan yang aku senangi selama disini, yakni memandang orang-orang dari ketinggian. Menyandarkan kepala pada dahan jendela, serta menikmati angin lembut yang menyapa.

Di bawah sana, orang-orang beragam jenis terus berlalu-lalang. Membawa banyak kebutuhan atau bahkan hanya sebuah niat. Baik pasien, kerabat, maupun dokter silih berganti melewati lorong seberang yang bisa kupandang.

Tak jarang aku melihat beberapa dokter melajukan ranjang pasien dengan tergesa. Menuju ke sebuah ruangan yang aku tak tahu itu apa. Terkadang mereka panik namun tak jarang juga mereka bersikap biasa saja.

Aku menengok ke arah kamar mandi yang berada di depan sekat. Disana ada seorang wanita tua yang menjadi pasien di ranjang ujung dekat pintu. Dia nampak terbatuk dan berusaha untuk berjalan walau sebenarnya dia bisa memakai pispot, jika ingin.

Kini giliran ibu yang menjadi sorotanku, kulit putih pucat dengan beberapa kerutan di sana sedang tertidur sangat pulas. Aku menggenggam tangannya, kulihat selang infus masih terpasang. Jari jemari itu ku perhatikan satu-persatu, mengingat bagaimana ibu harus menahan sakit setiap suntikan menyentuh kulitnya.

Kami menunggu cukup lama, akhirnya kami dijemput oleh beberapa perawat. Dibawa-lah kami keluar ruangan yang ternyata akan menuju pada gedung di seberang sana. Setelah sampai di gedung operasi, aku tidak diperbolehkan masuk dan harus menunggu di luar. Mau tak mau aku harus mematuhinya.

Glodak glodak glodak..

Suara ranjang pasien lewat di hadapanku, menampakkan seorang lelaki paruh baya terbaring di atas sana dan didorong oleh banyak perawat. Ia berambut putih, dengan banyak kerutan yang mulai muncul, bisa kuperkirakan usianya sekitar 50 tahun ke atas. Sama sepertiku, keluarga dari lelaki itu tidak diperbolehkan masuk.

Setelah 1 jam berlalu, ibu keluar dari ruangan dengan masih memakai baju operasi lengkap. Kami akan kembali ke ruangan dengan ditemani dua orang perawat yang bertugas mendorong ranjang ibu. Sebelum memasuki lift, aku mendengar isak tangis pecah dari keluarga lelaki pasien tadi, kulirik mereka dan kudapati salah seorang bahkan pingsan terbaring di lantai.

Dua hari setelahnya kami diperbolehkan untuk pulang.

Dengan mendorong kursi roda, aku memandang situasi yang sama dari lingkungan sekitar. Kami bergegas menuju pintu keluar dan menunggu mobil jemputan. Setelah sampai, dengan hati-hati kubaringkan tubuh ibu untuk masuk ke mobil.

Aku menatap lama gedung rumah sakit ini, gedung yang menyimpan banyak peristiwa, bahkan sejarah tentang kepulangan mereka. Ya, hari ini aku bersyukur karena perjuangan ibu untuk kembali ke rumah telah dipenuhi. Karena aku tahu, permintaan kembali bisa jadi tidak sesuai keinginan.

Ada yang kembali ke ruangan dan menunggu operasi kedua, ada yang kembali sakit karena penyakitnya mendadak kambuh, bahkan ada yang kembali ke pangkuan Sang Pemilik Alam Semesta. Itu semua bisa terjadi bukan?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Perjalanan Menuju Kesembuhan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perjalanan-menuju-kesembuhan/feed/ 0 26330
Refleksi Hidup Untuk 2021 yang Lebih Baik Lagi https://telusuri.id/refleksi-hidup-untuk-2021-yang-lebih-baik-lagi/ https://telusuri.id/refleksi-hidup-untuk-2021-yang-lebih-baik-lagi/#respond Thu, 07 Jan 2021 03:32:01 +0000 https://telusuri.id/?p=26252 Hai, gimana harinya? Bagaimana awal Januari dan tahun barunya? Apakah sudah lebih baik dari hari-hari sebelumnya? Tahun 2020 memang bukanlah tahun yang mudah untuk dihadapi. Ada banyak rintangan yang datang silih berganti. Rasanya baru bahagia...

The post Refleksi Hidup Untuk 2021 yang Lebih Baik Lagi appeared first on TelusuRI.

]]>
Hai, gimana harinya? Bagaimana awal Januari dan tahun barunya? Apakah sudah lebih baik dari hari-hari sebelumnya?

Tahun 2020 memang bukanlah tahun yang mudah untuk dihadapi. Ada banyak rintangan yang datang silih berganti. Rasanya baru bahagia dan senang sebentar, eh kesedihan sudah datang lagi. Tapi bukankah dua fase besar dalam hidup adalah bahagia dan sedih, ya? Jadi meskipun sulit, meskipun sakit, mau tidak mau suka dan tidak suka harus diiyakan dan diterima hadirnya.

Banyak lika-liku hidup yang mengajarkan kita menuju proses pendewasaan. Apapun itu pasti alasannya adalah tidak lain dan tidak bukan untuk membuat kita semakin dewasa. Untuk setiap yang datang, pergi, dan bertahan. Dan untuk setiap perjalanan pulang ataupun pergi. Berikut adalah refleksi hidup untuk 2021 yang lebih baik lagi.

helobagas

1. Bangun di Pagi Hari

Bangun di pagi hari untuk masa-masa pandemi yang bersama kita lewati memanglah hal yang lumayan sulit. Kebiasaan tidur malam untuk menghabiskan drama korea atau film kesukaan kita memang membuat jam tidur jadi lumayan terganggu. Belum lagi tentang bagaimana pikiran kita yang di kala malam jadi semakin riuh. Namun percayalah, dengan bangun di pagi hari ada banyak sekali hal-hal yang bisa kamu lakukan dengan lebih baik lagi. Menyusun hari ini akan melakukan apa saja dan bisa menyempatkan untuk jalan-jalan pagi keliling sekitar tempat tinggal.

2. Memaafkan Orang Lain

Memaafkan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, apalagi harus memaafkan kesalahan yang rasanya masih sulit untuk dihilangkan rasa sakitnya. Tapi, mau sampai kapan dirimu sendiri dihantui oleh perasaan berat dan bersikeras untuk menyimpan dendam? Mau sampai kapan kamu menutup diri dengan segala rasa benci terhadap seseorang? Karena dengan memaafkan, semua yang terikat dan bikin sesak jadi terasa lebih lega.

3. Mengurangi Ekspektasi

Mungkin banyak dari kita yang sudah mengetahui bahwa berekspektasi sama saja bersiap untuk harus menerima rasa kecewa yang akan datang di kemudian hari. Berharap yang terbaik tidak selamanya salah. Namun ada baiknya untuk tidak terlalu menaruh harapan, apalagi kepada orang lain. Selalu ingat bahwa, membahagiakan dirimu sendiri adalah kewajiban dirimu, bukan orang lain. 

4. Perbanyak Eksekusi

Hei, sudah berapa kali mimpi yang kemudian jadi sekadar mimpi begitu saja, hanya karena kamu tidak segera memulai Langkah pertama? Tahun 2020 memang sulit, namun akan selalu terbuka jalan dan pintu yang lebar untuk orang-orang yang berani mencoba. Jadi jangan lagi takut dengan omongan orang lain yang justru tidak sepenuhnya tahu tentang diri kita. Udah jalan aja dulu. Nanti mereka juga tahu dengan sendirinya kalau kamu sudah berhasil.

5. Jangan Malu untuk Belajar dan Bertanya

Jangan pernah takut merasa bodoh apabila banyak bertanya. Justru karena adanya ketidaktahuan maka pertanyaan itu ada sebagai cara untuk dapat jawaban. Jangan malu juga untuk belajar banyak hal. Percayalah, dunia yang bergerak sedemikian cepatnya juga butuh kamu yang ingin berkembang dan terus belajar. Jadikan tahun 2021 ini sebagai tahunmu untuk bisa lebih memahami apa yang kamu ingin, dan terus mengejar apa yang ingin kamu tuju.

6. Beri Sejenak Waktu untuk Ngobrol dengan Diri Sendiri

Terkadang yang membuat diri merasa capek dan mudah lelah akan semua hal adalah, karena kita seringnya terlalu banyak memaksakan sesuatu. Bekerja terlalu keras sampai lupa dan memperhatikan diri sendiri. Biasanya yang membuat jenuh adalah terus melakukan sesuatu hal yang tidak hati dan diri sendiri inginkan. Bukan bermaksud cengeng, namun…  bekerja dengan hati akan terasa lebih indah dan nyaman. Beri waktu untuk ngobrol tentang apa yang harus terus diperjuangkan dan apa yang harus dilepas agar tidak terus menerus menjadi beban. Jadi, coba untuk ngobrol sama diri sendiri ya.

7. Lebih Banyak Lihat Alam daripada Lihat Kehidupan Orang Lain

Kalau lihat kehidupan orang lain mungkin rasanya hidup kita akan selalu merasa kurang. Bagai rumput tetangga yang jauh lebih hijau, mungkin kita tidak pernah tahu pasti bagaimana keadaan aslinya. Terus melihat ke atas apabila jadi motivasi dan inspirasi sangat baik, namun bagaimana kalau jadi timbul rasa iri? Membandingkan dengan yang orang lain punya tapi diri sendiri tidak? Padahal jika berbincang tentang kepemilikan, kita juga punya kok. Mungkin saja dalam bentuk yang berbeda. Untuk mengurangi rasa iri itu, bisa dengan jalan-jalan lihat alam, atau dimasa-masa seperti ini bisa dengan jalan-jalan sore keliling komplek. Lihat pepohonan, rumput dan daun yang jatuh, matahari yang sinarnya berubah menjadi jingga, dan banyak lagi.

8. Jangan Insecure Lagi Ya!

Percaya deh kamu itu keren dan unik. Jangan biarkan perkataan mereka, standar mereka, justru jadi mengekang apa yang kamu inginkan. Terus berjalan dan terus bersinar dengan caramu sendiri. Karena kalau kita tahu apa yang kita lakukan, tujuan, serta mimpi yang akan diraih. Itu akan menambah value kita sebagai manusia. Jadi gak semuanya selalu tentang fisik ya.

9. Terus Jadi Orang Baik

Jadi orang baik memang capek, sulit, dan kadang dikecewakan. Tapi percayalah bahwa tidak ada yang sia-sia dari berbuat baik itu sendiri. Karena dengan berbuat baik, akan mempertemukan kita dengan niat, kesempatan, dan orang-orang baik juga. Dunia butuh banget orang kayak kamu, jadi jangan sampai ada alasan sedikit pun untuk jadi jahat ya!

The post Refleksi Hidup Untuk 2021 yang Lebih Baik Lagi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/refleksi-hidup-untuk-2021-yang-lebih-baik-lagi/feed/ 0 26252
Lagu Perjalanan ala Endah N Rhesa https://telusuri.id/lagu-perjalanan-endah-n-rhesa/ https://telusuri.id/lagu-perjalanan-endah-n-rhesa/#respond Fri, 11 Dec 2020 03:51:50 +0000 https://telusuri.id/?p=25792 Musik dan perjalanan, seperti mata uang logam yang saling melengkapi. Sunyi, mungkin begitu rasanya jika perjalanan tidak diiringi oleh alunan musik yang mengisi kekosongan waktu saat belasan jam harus duduk di kereta atau sekedar berbincang...

The post Lagu Perjalanan ala Endah N Rhesa appeared first on TelusuRI.

]]>
Musik dan perjalanan, seperti mata uang logam yang saling melengkapi. Sunyi, mungkin begitu rasanya jika perjalanan tidak diiringi oleh alunan musik yang mengisi kekosongan waktu saat belasan jam harus duduk di kereta atau sekedar berbincang dengan kawan sembari menunggu matahari tenggelam. Berhubung beberapa waktu lalu TelusuRI telah menggelar #NgobrolBareng Endah N Rhesa, kali ini kita akan menggali koleksi lagu mereka yang bertemakan perjalanan. Kalau kamu masih #dirumahaja, lagu-lagu ini juga seru kok didengerin sambil baca buku perjalanan.

  1. Liburan Indie

Lagu ini berkisah tentang konsep liburan santai sambil menikmati hiburan rumahan. Diiringi genjrengan gitar, lirik lagu ini menyebutkan beberapa penyanyi dan grup musik kenamaan Indonesia, seperti Barry Likumahuwa, Mocca, dan Sir Dandy. Pas banget buat jadi temen liburan #dirumahaja ala kamu.

  1. Long-Lost Friend

Tidak jauh dari karakteristik Endah N Rhesa yang liriknya selalu bercerita, lagu ini mengangkat kisah perjalanan bersama kawan. Long-Lost Friend dibuat setelah mereka mengadakan tur sepeda ke tujuh kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Liriknya pendek, namun menggambarkan tentang pengalaman di tempat-tempat yang dikunjungi, salah satunya di Sidoarjo.

  1. Take Me Home

Lagu ini menjadi bagian dari album pertama Endah N Rhesa bertajuk Nowhere to go yang rilis di tahun 2005. Take Me Home bercerita tentang keinginan untuk pulang, ah, pasti sobat rantau mengerti gimana rasanya rindu, ingin pulang ke rumah dan bertemu keluarga. Namun makna “pulang” dalam lagu ini bisa diartikan tidak hanya pulang ke rumah, tapi juga bisa berarti kembali ke sebuah situasi atau keadaan yang sekiranya lebih baik dari saat ini.

  1. Menua Bersama

Lagu ini berkisah tentang perjalanan hidup bersama pasangan, saling menemani hingga hari tua. Romantis namun realistis, menceritakan bagaimana perjalanan hidup bersama mengarungi segala kesulitan dan drama hidup. Nah lagu ini cocok buat kamu yang sudah berpasangan, kala dilanda kesulitan, ingat bahwa semua bisa dilalui bersama. Seperti liriknya ini;

Kau dan aku tak surut waktu/ Merajut drama hidup sampai kita tua nanti/ Perbedaan takkan habis/ Aku Bahagia jalani berdua denganmu/ Kuingin menua bersama//

  1.   Ssslow

Alunan irama yang blues dan santai seolah menggambarkan masa-masa pandemi di mana semua hal bergerak perlahan. Faktanya lagu ini memang baru dibuat dan dirilis sekitar Ramadhan pertengahan tahun 2020 ini. Lagu ini rasa-rasanya pas buat diputar sembari mengingat masa-masa kemacetan saat perjalanan pulang kantor. Eh, cocok lho buat menemani perjalanan kamu sembari melepas kepenatan bagi sobat-sobat yang masih harus mondar-mandir work from office.

  1. Kou Kou the Fisherman

Jika mendengar lagu ini seakan menonton film animasi tentang cerita seorang nelayan yang sedang berlagu. Terutama liriknya;

The time is running I said to myself, “fish or cut bait, Kou?”/ But then there’s something big, swimming towards my boat/ Life is tough, yes it’s tough, but don’t give up/ Life is good, yes it’s good, I’ve got food//

Bagi kalian yang sudah rindu pantai, lagu Kou Kou the Fisherman seperti membawa kita liburan ke pesisir. Selain Kou Kou the Fisherman lagu yang mungkin bisa mengurangi sedikit kerinduan anak kota terhadap pantai adalah lagu yang berikutnya.

  1.   Seluas Harapan

Ya, selain menggunakan metafora pantai di liriknya, serta alunan gitar blues khas Endah N Rhesa, perjalanan di lagu ini diartikan sebagai perjalanan hubungan dua orang dan harapan yang besar terhadap hubungan tersebut agar tetap berjalan langgeng.

  1.   Pulang ke Pamulang

Lagu ini adalah lagu terbaru dari Endah N Rhesa yang rilis di awal Oktober kemarin ini. Mengisahkan tentang perjalanan pulang ke kampung halaman mereka di Tangerang Selatan dan bagaimana Endah N Rhesa mengajak kita untuk mengartikan “pulang”. Pada sesi #NgobrolBareng dengan TelusuRI minggu lalu, Endah N Rhesa bercerita lebih dalam lagi tentang arti dan cerita di balik lagu Pulang ke Pamulang. Simak ceritanya di sini.

  1. Hello, Love is in Town

Lagu ini bercerita tentang perjalanan ke rumah di kereta. Liriknya yang sederhana, mengajak kita untuk mengingat kembali saat-saat kereta akan lepas landas dari stasiun keberangkatan, menuju stasiun tujuan.

Nah itu dia lagu bertema perjalanan ala Endah N Rhesa. Dan, ngomong-ngomong soal musik dan perjalanan, lagu apa sih yang sering kalian putar ketika sedang dalam perjalanan jauh?

The post Lagu Perjalanan ala Endah N Rhesa appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/lagu-perjalanan-endah-n-rhesa/feed/ 0 25792
Angkat Ransel Terakhir sebelum Corona https://telusuri.id/angkat-ransel-terakhir-sebelum-corona/ https://telusuri.id/angkat-ransel-terakhir-sebelum-corona/#respond Mon, 07 Sep 2020 12:57:57 +0000 https://telusuri.id/?p=23812 31 Desember 2019 “Eh, ini ada berita soal wabah virus di China,” ujar abang saat kami menunggu jadwal penerbangan di KLIA 2. Aku mengangguk. Pagi tadi, saat kami menunggu bus rute Melaka Sentral-KLIA 2, aku...

The post Angkat Ransel Terakhir sebelum Corona appeared first on TelusuRI.

]]>
31 Desember 2019

“Eh, ini ada berita soal wabah virus di China,” ujar abang saat kami menunggu jadwal penerbangan di KLIA 2. Aku mengangguk. Pagi tadi, saat kami menunggu bus rute Melaka Sentral-KLIA 2, aku juga membaca satu-dua berita tentang virus di Wuhan itu. Tidak ada rasa khawatir kala itu. Kupikir virus itu akan lekas teratasi dan hanya akan ada di China.

Ternyata, pikiranku waktu itu keliru.

Sebulan berikutnya, pembahasan tentang wabah masih terdengar. Tapi aku sendiri masih (saja) tidak khawatir. Aku, B, dan D, kawan sekampus, berencana berangkat bersama ke Perth. Kami akan menghadiri konferensi di sana. Saya dan B berangkat ke satu konferensi yang sama, sedangkan D ke konferensi lain. Mendekati hari keberangkatan, D menjawilku saat aku sedang mencari kunci kubikel.

“Vi, aku nggak jadi bareng, nih. Konferensiku dibatalkan,” ujarnya.

Hari itu, Australia mengetatkan peraturan. Kegiatan yang mendatangkan rombongan dari Tiongkok harus dibatalkan. Kebetulan, konferensi D akan dihadiri rombongan partisipan dari negeri itu.


Februari 2020

Sore hari di awal Februari, saya dan B mendarat di Perth. Esoknya kami berjalan kaki ke lokasi konferensi. Di depan Perth Mint Building, ada pengumuman dalam dua bahasa, yakni Inggris dan Mandarin. Dua orang turis berwajah Asia membaca pengumuman berbahasa Mandarin itu dengan cermat. Perth Mint Building rupanya ditutup untuk turis dari Tiongkok. Selesai membaca, mereka berdiskusi sebentar dengan bahasa yang tidak kumengerti. Kulihat mereka sempat membuka peta, lalu pergi. Mungkin mereka punya rencana cadangan.

Saat konferensi, ternyata partisipan dari Hong Kong juga tidak datang. Dia mengirimkan video presentasinya dan terhubung dengan Skype untuk tanya jawab.

Sorenya, saya dan B dijemput seorang kawan untuk ngobrol sebentar di pinggir pantai.

“Perth itu kotanya nggak terlalu ramai. Tapi belakangan ini makin sepi karena isu virus corona. Bahkan di Northern Bridge, semacam Chinatown di sini, juga sepi banget. Padahal itu area yang paling jarang tidur,” jelasnya.

Lord St., Perth/Vidiadari

Sepulang dari pantai, M, kawan saya itu, melewatkan mobilnya ke area Northern Bridge yang tadi ia sebut. Dari jalan raya terlihat lampu biru-putih membentuk tulisan Northern Bridge.

“Tuh, lihat. Biasanya dari sini keliatan orang berjubel lalu-lalang di sana. Sekarang kosong,” ujar M.

Betul juga. Di bawah terang benderangnya lampu Northern Bridge, hanya ada satu-dua orang yang lewat.

Selesai rangkaian acara di Perth, saya dan B pulang ke Indonesia, lagi-lagi transit di Denpasar. Di atas pesawat, kami diberi kartu kedatangan dan kartu kuning yang harus diisi tentang kondisi kesehatan saat itu. Semacam tes kejujuran untuk menaksir kesehatan.

Bandara Ngurah Rai malam itu hiruk pikuk. Lapisan pemeriksaan bertambah satu, yakni pengecekan kartu kuning. Kalau boleh suuzan, semua orang bisa saja bilang bahwa kondisinya sehat sehingga lolos dari pemeriksaan.

Kami tiba di Jogja dengan selamat. Pemeriksaan di penerbangan domestik rupanya tidak serumit di penerbangan internasional kemarin. Saya dan B kadang-kadang masih membahas: kartu kuning kemarin berakhir di mana, ya?


Awal Maret 2020

Berita pagi itu mengabarkan tentang pasien pertama corona di Indonesia. Ini seperti momen pecah telur. Dua minggu lalu aku terlibat diskusi dengan seorang kawan. Dia gelisah karena hingga akhir Februari pembahasan tentang corona seperti tidak ditanggapi serius, seolah-olah semua optimis bahwa warga Indonesia kebal terhadap virus ini.

“Nah, bener, ‘kan?” itu isi pesan WA-nya kepadaku, didampingi berita terbaru.

Hanya butuh 14 hari sejak berita pasien pertama untuk membuat kampus memutuskan menyelenggarakan kuliah daring. Seluruh kegiatan dinas ke luar kota pun dilarang. Akibatnya, saya membatalkan keikutsertaan pelatihan di Semarang.


Agustus 2020

Hari ini, seminggu setelah kuliah perdana via daring, saya memandangi ransel kesayangan yang sudah dua tahun menemani jalan-jalan. Tahun lalu adalah tahun tersibuknya.

Enam bulan terakhir, hanya dua kali saya ajak ransel hijau lumut itu jalan-jalan. Itu pun hanya untuk mengangkut barang belanja bulanan dari supermarket dekat rumah. Selebihnya, dia pasrah tergantung di ruang tengah.

Tidak pernah ia menganggur selama ini.

The post Angkat Ransel Terakhir sebelum Corona appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/angkat-ransel-terakhir-sebelum-corona/feed/ 0 23812