pesawat Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/pesawat/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Sat, 17 Aug 2019 10:36:11 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 pesawat Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/pesawat/ 32 32 135956295 Apa yang Terjadi ketika “Hansaplas” Pejalan Benar-benar Dicabut? https://telusuri.id/ketika-ongkos-pesawat-mahal-dan-bagasi-bayar/ https://telusuri.id/ketika-ongkos-pesawat-mahal-dan-bagasi-bayar/#respond Sun, 27 Jan 2019 09:00:13 +0000 https://telusuri.id/?p=11520 Indonesia terlalu luas, sementara cuti begitu pendek; pesawat adalah solusi. Burung besi memang benar-benar memangkas durasi perjalanan. Sepuluh jam naik kereta dari Jakarta ke Yogyakarta menjadi kurang dari satu jam naik pesawat. Seminggu naik kapal...

The post Apa yang Terjadi ketika “Hansaplas” Pejalan Benar-benar Dicabut? appeared first on TelusuRI.

]]>
Indonesia terlalu luas, sementara cuti begitu pendek; pesawat adalah solusi.

Burung besi memang benar-benar memangkas durasi perjalanan. Sepuluh jam naik kereta dari Jakarta ke Yogyakarta menjadi kurang dari satu jam naik pesawat. Seminggu naik kapal laut ke Papua (itu pun kalau gelombang sedang jinak) dikompres jadi enam jam oleh kapal terbang.

Sejak tahun 2000-2001, ongkos pesawat “low cost carrier” benar-benar bersaing dengan tiket kereta api kelas eksekutif di akhir pekan. Maskapai-maskapai murah itu kebanyakan memang tidak menyediakan makanan gratis. Tapi menahan lapar selama satu sampai dua jam masih lebih baik ketimbang menderita duduk delapan jam di gerbong kereta.

Makanya wajar saja jika banyak orang yang bereaksi ketika harga tiket pesawat melangit naik saat libur Natal dan Tahun Baru, kemudian untuk sementara waktu tak menunjukkan tanda-tanda akan kembali membumi.

Dari mulai penumpang reguler, pengusaha, sampai wisatawan nusantara alias wisnus, semuanya kaget. Menurut YLKI, melansir KOMPAS.com, masyarakat syok dengan kenaikan harga tiket pesawat. “Ketika diskon diambil, ibarat koreng dicabut hansaplasnya, ya sakit,” ungkap Tulus Abadi, Ketua Harian YLKI, dalam berita yang sama.

pesawat koya
Pesawat di tengah hutan/Syukron

Keluhan-keluhan konsumen tentu saja tak bisa diabaikan. Meskipun fluktuasi harga pesawat sebenarnya diserahkan pada pasar, tergantung persediaan dan permintaan, Indonesia National Air Carriers Association (INACA) akhirnya memutuskan untuk campur tangan. Alhasil, pada 13 Januari 2019 lalu INACA mengumumkan bahwa mereka sepakat untuk menurunkan kembali harga tiket pesawat.

Baiklah, kalau begitu. Harga tiket turun. Semua bisa mengelus dada. Tapi, apa jadinya nasib pelancong seandainya diskon benar-benar dicabut dan batas bawah harga tiket pesawat benar-benar dinaikkan?

Bagi yang mencari kenyamanan: persoalan

Pejalan yang sudah malang-melintang dan tumbuh berkembang di jalanan nusantara dan yang perjalanannya berada di luar kendali jatah cuti mungkin tak terlalu ambil pusing dengan kenaikan harga tiket pesawat. Masih banyak moda transportasi alternatif yang bisa dimanfaatkan: kendaraan pribadi, kendaraan orang lain (“hitchhiking”), bis, kereta api, kapal laut, dll. dll.

Selain lebih murah, menumpang moda-moda lain itu juga akan terasa lebih seru. Perjalanan berlangsung lebih lama, makin banyak yang bisa dilihat, bertemu dengan lebih banyak orang, dan, pada akhirnya, bisa bawa pulang lebih banyak cerita.

Tentu saja keseruan perjalanan seperti itu ekuivalen dengan penderitaan. Darah dan air mata akan jadi teman akrab, begitu juga dengan ketidakpastian dan tipu muslihat. Namun, jika dipikir-pikir lagi, bukankah darah, air mata, ketidakpastian, dan tipu muslihat yang dialami dalam perjalanan itulah yang kemudian akan membuat seorang pejalan jadi lebih dewasa?

naik pesawat atr 72
ATR 72 sedang parkir/Fuji Adriza

Hanya saja, tidak semua orang siap dengan pengalaman itu. Sebagaimana ada yang berpikir bahwa traveling adalah sebuah pencarian, tentu ada juga orang yang beranggapan bahwa perjalanan adalah (sekadar) liburan. Saya punya uang, saya berangkat liburan Jumat malam, saya bayar, saya senang, dan Minggu malam saya kembali ke kamar dan gemetar menanti Senin.

Tidak ada yang salah memang. Namun, pejalan seperti itu pasti akan mengeluh saat menghadapi 11 jam naik bis dari Medan ke Banda Aceh, atau 34 jam perjalanan berganti-ganti angkutan dari Mataram di Lombok ke Sape di Sumbawa terus menyeberang ke Labuan Bajo di Flores. Mending naik pesawat.

Ketika maskapai-maskapai penerbangan bareng-bareng menaikkan harga, tentu saja mereka yang lebih nyaman liburan naik pesawat akan berpikir dua kali sebelum memesan tiket si burung besi. Bagi pihak terakhir, ini adalah sebuah persoalan. Tapi, bagi para “kritikus” dunia perjalanan yang kerap mempermasalahkan kehadiran turis secara massal di suaka margasatwa atau di lokasi-lokasi spiritual, kenaikan harga tiket pesawat tentu adalah kabar baik.

Menurunkan minat untuk traveling atau mengubah preferensi destinasi traveling?

Lalu, apa dampaknya bagi para pejalan jika ongkos pesawat benar-benar dinaikkan? Tak ada yang bisa memastikan. Kita hanya bisa mereka-reka.

Bisa jadi minat untuk traveling akan menurun. Anggaran untuk traveling akan dimanfaatkan untuk hal-hal lain, misalnya membeli properti yang harganya sebentar lagi akan mencapai “the dark side of the Moon”; investasi emas atau reksadana; menonton konser musisi internasional, dll. dsb. Untuk apa menghabiskan uang yang sebenarnya bisa digunakan untuk membayar DP rumah hanya untuk merasakan pengalaman artifisial selama dua malam di sebuah destinasi wisata?

Atau, kemungkinan kedua, minat publik untuk traveling takkan berkurang, namun preferensi dalam memilih destinasi (dan gaya perjalanan) jadi berubah.

biaya liburan
Dalam pesawat via pexels.com/Tim Gouw

Jika sekarang destinasi domestik menjadi pilihan, mungkin selanjutnya para pejalan Indonesia akan berbondong-bondong membikin paspor dan melancong ke negara-negara Asia Tenggara yang tiket pesawat menuju ke sana tidak semahal penerbangan domestik.

(Sebagai imbas dari penurunan (atau penghilangan) jatah bagasi, barangkali akan terjadi “migrasi” besar-besaran para pejalan dari koper pada ransel besar yang lebih praktis yang bisa leluasa dibawa ke kabin. Tidak mustahil cara bepergian ultra ringkas jadi semakin populer dan ke mana-mana pejalan hanya memanggul ransel kecil.)

Kemungkinan lain, traveling ke destinasi-destinasi dekat akan jadi lebih diminati, terlebih ketika banyak ruas tol yang sudah rampung (misalnya, perjalanan Solo-Surabaya di malam hari sekarang hanya sekitar 3 jam naik mobil via tol), sehingga, mudah-mudahan, pariwisata lokal jadi lebih menggeliat.

Entahlah. Apa pun bisa terjadi jika harga tiket pesawat dinaikkan. Yang pasti, harga tiket pesawat sekarang sudah turun kembali. Tak main-main, “nyungsep” sampai 60%.

The post Apa yang Terjadi ketika “Hansaplas” Pejalan Benar-benar Dicabut? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ketika-ongkos-pesawat-mahal-dan-bagasi-bayar/feed/ 0 11520
Inilah yang Bakalan Kamu Alami waktu Traveling Naik Pesawat ATR 72 https://telusuri.id/traveling-naik-pesawat-atr-72/ https://telusuri.id/traveling-naik-pesawat-atr-72/#comments Mon, 26 Nov 2018 09:00:37 +0000 https://telusuri.id/?p=11020 Sebagian besar destinasi favorit di Indonesia—yang sudah punya bandara tentunya—sudah bisa dijangkau sama pesawat besar seperti seri-serinya Boeing 737. Tapi, kamu perlu tahu bahwa masih banyak juga daerah-daerah yang baru bisa dijangkau oleh pesawat-pesawat kecil...

The post Inilah yang Bakalan Kamu Alami waktu Traveling Naik Pesawat ATR 72 appeared first on TelusuRI.

]]>
Sebagian besar destinasi favorit di Indonesia—yang sudah punya bandara tentunya—sudah bisa dijangkau sama pesawat besar seperti seri-serinya Boeing 737. Tapi, kamu perlu tahu bahwa masih banyak juga daerah-daerah yang baru bisa dijangkau oleh pesawat-pesawat kecil seperti ATR 72.

Nah, sensasi naik pesawat ATR 72 ini agak beda, Sob, sama sensasi naik pesawat-pesawat besar seperti Boeing 737. Kalau penasaran, ini TelusuRI kasih beberapa hal yang bakalan kamu alami dan rasakan kalau naik pesawat ATR 72:

1. Naiknya dari belakang

naik pesawat atr 72

Pintu belakang pesawat/Fuji Adriza

Naik pesawat Boeing 737, kamu bisa naik dari pintu depan dan belakang. Naiknya pun lebih sering lewat garbarata ketimbang harus turun dulu ke tarmak. Beda cerita kalau kamu bepergian naik pesawat jenis ATR 72.

Pintu yang bisa digunakan penumpang untuk naik pesawat ATR 72 hanya satu. Itu pun di bagian belakang. Uniknya, yang jadi tangga naik adalah pintu pesawat! “Lho, terus bagian depan buat apa?” Bagian depan buat masukin barang, Sob.

2. Pramugarinya cuma satu orang

naik pesawat atr 72

ATR 72 sedang parkir/Fuji Adriza

Kerena pesawatnya kecil, nggak ada gunanya buang-buang sumber daya manusia dengan mempekerjakan lebih dari satu pramugari. Makanya, selama perjalanan naik pesawat ATR, biasanya cuma bakalan ada satu pramugari yang mengasisteni (maksimal) 74 penumpang.

Pramugari itu melakukan semuanya sendirian, dari mulai menyambut penumpang, memandu mereka ke tempat duduk, memperagakan prosedur keselamatan, dan lain-lain.

3. Kadang-kadang duduk nggak sesuai nomor bangku

naik pesawat atr 72

“Boarding pass” tulis tangan/Fuji Adriza

Pesawat kecil seperti ATR 72 ini nggak selalu ramai. Kalau sedang sepi, kamu nggak perlu duduk di nomor bangku yang tertera di boarding pass (yang kadang-kadang cuma seperti formulir kecil yang ditulis tangan).

Kalau lagi sepi begitu, sang pramugari bakalan membebaskan kamu duduk di tempat yang kamu suka. (Paling dia ngatur-ngatur dikit biar pesawat seimbang.) Kalau bawa tas yang agak besar, kamu juga bisa menaruh tas itu di bangku yang ada di sampingmu.

4. Suaranya lumayan berisik

naik pesawat atr 72

Suasana kabin/Fuji Adriza

Nggak seperti suara pesawat Boeing 737 yang lumayan lembut, ATR 72 lumayan berisik. Kalau nggak terbiasa, kamu mungkin bisa jengkel sendiri mendengar suaranya yang “full treble” itu.

Tapi kamu nggak perlu khawatir bakalan merasa nggak nyaman sehingga susah buat tidur. Sebentar saja mendengar suara mesin ATR 72 ini, kamu bakalan terbiasa. Suaranya lama-lama bakalan hanya terasa seperti denging di telinga.

5. Ketinggian jelajah hanya sekitar 15.000 kaki

naik pesawat atr 72

Sedikit di atas awan/Fuji Adriza

Ini nih yang paling seru dari naik pesawat ATR 72. Kalau Boeing biasanya terbang sampai ke ketinggian lebih dari 30.000 kaki, pesawat ATR 72 biasanya hanya menjejalah di ketinggian sekitar 15.000 kaki. Jadi kamu masih bisa melihat pemandangan di bawah dengan jelas.

Kamu bakalan terbang sedikit lebih tinggi dari awan-awan rendah. (Dijamin, kamu pasti bakalan mengkhayal gimana rasanya berlari-lari di atas awan itu.) Makanya, kalau kamu naik pesawat ATR di daerah dataran tinggi, kadang-kadang kamu bakalan lewat di samping puncak-puncak pegunungan.

Gimana? Tertarik buat coba naik pesawat jenis ATR 72?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Inilah yang Bakalan Kamu Alami waktu Traveling Naik Pesawat ATR 72 appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/traveling-naik-pesawat-atr-72/feed/ 2 11020
Traveling ke Bromo, Semeru, Raung, dan Kawah Ijen dalam Sehari https://telusuri.id/naik-pesawat-ke-bali/ https://telusuri.id/naik-pesawat-ke-bali/#respond Thu, 05 Apr 2018 01:30:28 +0000 https://telusuri.id/?p=7819 Aroma ayam salted-egg KFC masih menguar samar-samar saat pesawat Lion Air yang kami tumpangi mulai memacu laju. Nyonya, yang saat itu jelas-jelas masih mengantuk, mulai terkulai. Tapi tidak tidur. Kami berdua menyaksikan bulir-bulir air yang...

The post Traveling ke Bromo, Semeru, Raung, dan Kawah Ijen dalam Sehari appeared first on TelusuRI.

]]>
Aroma ayam salted-egg KFC masih menguar samar-samar saat pesawat Lion Air yang kami tumpangi mulai memacu laju. Nyonya, yang saat itu jelas-jelas masih mengantuk, mulai terkulai. Tapi tidak tidur.

Kami berdua menyaksikan bulir-bulir air yang memenuhi kaca jendala perlahan menyibak disapu angin. Langit kelabu berganti biru. Sebentar saja kami sudah lupa bahwa pesawat itu tinggal landas di bawah guyuran hujan.

bali

Tipikal persawahan dan permukiman di Jawa/Fuji Adriza

Adisutjipto sudah tak kelihatan. Gantinya, yang tampak dari jendela pesawat adalah permukiman yang menggugus di sekitar persawahan. Lalu pesawat mulai melambung menembus awan. Lapis demi lapis. Gerombolan kumulus kecil itu tampak seperti biri-biri di padang gembala—entah siapa gembalanya.

Tak terasa, pesawat makin mendekati sirus yang masih di atas tapi rasa-rasanya bisa digapai oleh tangan. Ah, andai saja tangan ini tak terhalang dua lapis jendela pesawat itu.

bali

Danau di Jawa bagian timur/Fuji Adriza

Ini adalah kali kedua saya naik pesawat ke Pulau Dewata. Sebelum-sebelumnya, dari sebagian besar perjalanan ke Pulau Bali, saya lewat jalur darat—naik kereta, bis, sepeda motor. Tapi yang paling sering adalah naik kereta.

Pertama kali ke Bali naik pesawat, seingat saya adalah di paruh akhir 2015 dalam penerbangan menuju Lombok. Karena waktu itu perjalanan saya disponsori Komunitas KretekJelajah Negeri Tembakau—saya tak punya kuasa menentukan posisi duduk. Jadi, saya tidak duduk di bangku favorit, di samping jendela.

Sebenarnya tak masalah. Tapi, ternyata saya melewatkan banyak hal.

Buah manis dari kekeliruan

Semalam, Nyonya agak lama berkutat dengan ponselnya. Tiba-tiba saja terpikirkan olehnya untuk online check-in, jaga-jaga kalau kami tiba terlambat di bandara.

“Kita mau duduk di mana?” Ia bertanya. Tentu saja saya menjawab, “Mau yang dekat jendela.”

lion air

Menembus awan lapis demi lapis/Fuji Adriza

Ia pun menjelajah layar ponsel dan memilih-milih bangku. “Udah,” ujar Nyonya ceria. “Eh, tapi kita yang E-F, lho.”

Malangnya, saya lupa memintanya untuk memilih bangku di sebelah kiri—A dan B—agar saya bisa memamerkan padanya Gunung Agung yang anggun saat burung besi melayang-layang di atas langit Bali. Saya jelaskan bahwa kalau duduk di bangku E dan F barangkali kami takkan bisa melihat Gunung Agung dari ketinggian.

bali

Gunung Penanggungan/Fuji Adriza

Ia tampak panik. Tapi saya menenangkannya. Duduk di mana pun dalam pesawat, pasti ada sesuatu yang menarik untuk dilihat.

Ternyata semesta memang punya selera humor yang tinggi. Justru “kekeliruan” itu yang akhirnya memberikan kami sebuah pengalaman naik pesawat yang takkan bisa dilupakan.

Melihat Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dari sudut yang berbeda

Semula, pemandangan di balik jendela biasa-biasa saja. Areal persawahan yang rapi dan terbagi-bagi dalam ruas yang mungil-mungil, permukiman, jalan-jalan panjang yang membentang sampai cakrawala, sungai-sungai yang coklat dan berkelok-kelok dengan elegan.

Lalu ada sebuah areal seperti danau—atau waduk—yang entah apa namanya. Ujung-ujungnya tampak seperti sistem saraf, atau polip terumbu karang. Saya pun mulai ternganga.

bromo dan semeru

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dari udara/Fuji Adriza

Kemudian, dari balik awan muncul sebuah gunung. Bentuknya seperti Semeru, mengerucut dengan sebuah undakan kecil di sisi timur. Tapi tak mungkin itu Semeru, sebab kelihatan terlalu rendah untuk bisa dikatakan sebagai atap Pulau Jawa—itu pasti Penanggungan.

Artinya tak lama lagi, barangkali, pesawat akan melintas di samping Semeru yang sepaket dengan Kawah Tengger, Pasir Berbisik, dan Bromo.

bali

Gunung Raung/Fuji Adriza

Saya menunggu. Pesawat terus melaju. Saya lengahkan pandangan semakin ke selatan. Perbukitan muncul. Dari baliknya, samar-samar, tampak warna pasir dan kepulan asap—Bromo! Di belakangnya, diselimuti awan, Gunung Semeru menjulang. Melihat pemandangan itu, Nyonya terpukau. Ia memang sudah dari dulu ingin ke Bromo.

Melayang-layang di Gunung Raung

Tapi parade pemandangan spektakuler ternyata tak berhenti di situ. Tak berapa lama pesawat mendekati sebuah gunung yang puncaknya bergerigi. Selidik punya selidik—memanfaatkan fitur zoom di rugged camera kesayangan—ternyata itu raung.

kawah ijen

Kawah Ijen/Fuji Adriza

Pesawat agak lama mengitari langit Raung. Dan semakin mendekat. Lama-lama perlapisan di sebelah dalam kawah mulai kelihatan, juga lautan pasir di kawahnya. Kalau saja kamera saya bisa men-zoom lebih dekat, barangkali saya akan melihat orang-orang yang sedang berjuang menuju Puncak Sejati.

Karnaval keindahan itu ditutup oleh penampilan Kawah Ijen dan gunung-gunung yang mengitarinya. Dari jauh, Kawah Ijen tampak seperti periuk nenek sihir yang sedang dipakai untuk merebus ramuan cinta nomor 9.

bali

Tol Bali Mandara/Fuji Adriza

Kawah Ijen ternyata hanya selemparan batu dari pesisir. Sebentar kemudian, pesawat kami pun terbang melintasi Selat Bali.

Di atas sawah-sawah subak dan permukiman-permukiman Bali yang mini, pesawat mulai menurunkan ketinggian. Saat kepala saya masih agak pening karena menyesuaikan tekanan, suara pilot yang gemerisik mengumumkan bahwa sebentar lagi pesawat akan mencapai tujuan.

Tol Bali Mandara dan Pulau Serangan yang kontroversial itu mulai kelihatan. Kapal-kapal cepat berkeliaran di laut biru meninggalkan jejak berupa buih putih yang memanjang. Rumah-rumah dan pepohonan semakin membesar. Tak berapa lama, pesawat mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Traveling ke Bromo, Semeru, Raung, dan Kawah Ijen dalam Sehari appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/naik-pesawat-ke-bali/feed/ 0 7819