petualang Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/petualang/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 30 Jul 2019 11:24:14 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 petualang Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/petualang/ 32 32 135956295 Kenapa Orang Menjelajah sampai ke Ujung Dunia? https://telusuri.id/kenapa-pejelajah-sampai-pergi-ke-ujung-dunia/ https://telusuri.id/kenapa-pejelajah-sampai-pergi-ke-ujung-dunia/#respond Wed, 06 Mar 2019 14:36:55 +0000 https://telusuri.id/?p=12080 Pernah bertanya-tanya apa yang menggerakkan para penjelajah (frontier travelers) untuk pergi ke tempat-tempat yang bagi kita tak masuk akal untuk ditelusuri—padang gurun, pegunungan salju yang jarang ditapaki manusia, samudra lepas tanpa batas, kutub utara dan...

The post Kenapa Orang Menjelajah sampai ke Ujung Dunia? appeared first on TelusuRI.

]]>
Pernah bertanya-tanya apa yang menggerakkan para penjelajah (frontier travelers) untuk pergi ke tempat-tempat yang bagi kita tak masuk akal untuk ditelusuri—padang gurun, pegunungan salju yang jarang ditapaki manusia, samudra lepas tanpa batas, kutub utara dan kutub selatan, atau luar angkasa?

Laing dan Crouch, dalam “Lone Wolves? Isolation and Solitude within the Frontier Travel Experience” (2009), mewawancarai 37 penjelajah dan melakukan analisis isi terhadap 58 memoar dan buku harian para petualang. Mereka mengungkap motivasi-motivasi di balik “kegilaan” para penjelajah itu melakukan perjalanan-perjalanan akbar ke ujung dunia.

Jadi motivasi apa saja yang bikin mereka menjelajah?

pejalan-aras
Berdiri di pinggir tebing via pexels.com/Marius Venter

Kebebasan (freedom)

Seorang penjelajah kutub bernama Aaron mengaku bahwa ia jadi bisa menikmati kesendirian dan terlepas dari tekanan orang-orang di sekelilingnya. Ia sadar bahwa cara berpikirnya agak beda dari orang lain, dan itu sering berujung pada konflik. “Jadi Kutub Utara adalah tempat yang bagus buatku!” (hal. 332).

Terlalu banyak tekanan dan kekangan dalam kehidupan modern, entah dari orang terdekat, keluarga, atau bahkan pekerjaan. Dengan bertualang ke tempat-tempat sepi yang jauh dari peradaban, mereka bisa membebaskan diri dari tekanan-tekanan itu dan kembali pada hal-hal esensial, hal-hal paling mendasar yang menunjang kehidupan seorang manusia.

pejalan-aras
Ilustrasi perjalanan dengan balon udara via pexels.com/Bess Hamiti

Autentisitas pengalaman (the authenticity of experience)

Motivasi lain yang mendasari para penjelajah itu untuk menyambangi ujung-ujung bumi adalah keinginan untuk merasakan pengalaman yang autentik, meskipun sebenarnya mereka “hanya” mengikuti jejak-jejak “peziarahan” petualang-petualang lawas, “pahlawan-pahlawan” dari abad-abad silam.

Tapi autentisitas pengalaman ini sekarang terdisrupsi oleh kemajuan teknologi. Sarah, penjelajah Kutub Selatan, mengeluh bahwa rasa keterpencilan yang dialaminya di Kutub Selatan direnggut oleh kemudahan berkomunikasi. “Kami punya telepon satelit, PDA, kami punya semua peralatan yang menguhubungkan kami dengan dunia luar sehingga kesan bahwa kami berada di tempat terpencil tak sebesar yang pernah saya rasakan ketika saya naik gunung …” (hal. 334).

pejalan-aras
Gurun pasir via pexels.com/Pixabay

Spiritualitas (spirituality)

Berada di tempat-tempat di mana manusia cuma jadi titik kecil, butiran debu yang tak berarti, tentulah akan mempengaruhi spiritualitas para penjelajah. Spiritualitas di sini bukan hanya soal hubungan antara makhluk dan pencipta, namun juga antara manusia—para penjelajah itu—dan alam.

Di tempat-tempat yang jauh dari peradaban itu, seseorang bisa melepaskan diri dari interaksi sosial dan berfokus pada interaksi dengan alam. Menurut Bryan, seorang pendaki solo, “Interaksi sosial dapat menghalangi [keterhubungan] antara dirimu dan lingkungan. Jadi kalau kamu mengenyahkan [interaksi sosial] itu, kamu lebih fokus pada apa yang terjadi di sekelilingmu dan itu, bagiku, adalah penting …” (hal. 334).

pejalan aras
Pegunungan berpuncak salju via pexels.com/eberhard grossgasteiger

Keheningan (silence)

Sebagian penjelajah itu tergoda untuk menelusuri sudut-sudut bumi demi merasakan keheningan. Dalam kehidupan modern, apalagi urban, keheningan adalah sebuah kemewahan. Peter Hillary sang penjelajah wilayah kutub menganggap keheningan yang ia alami di ujung bumi sebagai keheningan yang mempertajam indera. “Aku menyukai keheningan mengagumkan yang datang saat angin berhenti berhembus. Itu membuatku merasa bahwa pegunungan sedang memasang telinganya padaku ….” (hal. 335).

Tapi sebagian lain menganggap keheningan itu menakutkan. Penulis Jonathan Waterman, petualang solo, cemas bahwa keheningan itu akan menjadi semacam lubang yang akan memerangkapnya dalam dunianya sendiri. Jika kebablasan, ia takut akan susah baginya, ketika pulang nanti, untuk kembali berbagi dengan partnernya, menjalani rutinitas, belanja, dan hidup dalam ruangan (hal. 335).

pejalan-aras
Menyepi di gua via pexels.com/Marius Venter

Kesempatan untuk berefleksi (opportunities for reflection)

Kesunyian yang dialami di tempat-tempat jauh itu memberi para penjelajah kesempatan untuk merefleksikan diri. Tersedia ruang yang sangat lebar untuk berpikir tentang segala hal, termasuk soal menata hidup (sampai sangat detail) sepulang dari penjelajahan, seperti yang dialami oleh Jonathan, seorang penjelajah kutub.

Saat trekking, Jonathan dan rekannya berganti peran sebagai leader setiap dua puluh menit sekali. Setiap kali ia berada di belakang, ia berpikir tentan banyak hal: “Oh … Aku baru saja memikirkan soal rencana bisnisku, [evaluasi bisnis] tahun kemarin, dan rencana-rencana apa saja untuk tahun depan dan apa yang akan aku tulis nanti malam di buku harian,” ungkapnya (hal. 335).

pejalan-aras
Batu karang dihantam ombak via pexels.com/Sebastian Voortman

Tantangan (challenge)

Keterpencilan tempat yang dijelajahi berhubungan dengan besarnya tantangan atau risiko (hal. 336). Untuk bertahan menghadapi medan, para penjelajah harus menghadapi segala tantangan dan risiko itu dengan sebaik-baiknya.

Namun, kesadaran atas tantangan atau risiko itulah yang justru memberi mereka kekuatan—terlebih ketika bertualang sendirian. “Aku belum pernah benar-benar sendiri, dan meskipun membuatku gelisah itu juga memberikan kekuatan padaku,” tulis Joe Simpson dalam Touching the Void.

pejalan aras
Jalan di tengah gurun via pexels.com/The Lazy Artist Gallery

Aktualisasi diri (self-actualization)

Pengalaman melakukan penjelajahan bisa jadi sebuah sarana untuk pengembangan diri (hal. 337). Bagaimana tidak jika dalam penjelajahan seseorang harus benar-benar bergantung pada dirinya sendiri dan berada sangat jauh dari kemudahan yang ditawarkan oleh peradaban.

Hal ini tak hanya dirasakan oleh para penjelajah kontemporer. Para penulis cum penjelajah dari beberapa abad silam seperti Thoreau, Emerson, dan Montaigne sepakat bahwa kesunyian (dalam penjelajahan) membantu kita untuk mengeksplorasi atau menemukan kembali diri kita (hal. 337).

Jadi, berminat untuk mengikuti jejak para lone wolves itu untuk menginjakkan kaki di sudut-sudut terpencil dunia
—atau alam semesta?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kenapa Orang Menjelajah sampai ke Ujung Dunia? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kenapa-pejelajah-sampai-pergi-ke-ujung-dunia/feed/ 0 12080
Wanita-Wanita Petualang dari Indonesia https://telusuri.id/wanita-petualang-dari-indonesia/ https://telusuri.id/wanita-petualang-dari-indonesia/#respond Mon, 17 Apr 2017 21:59:17 +0000 http://telusuri.org/dev/?p=628 1. Hajjah Assabariah Jalan-jalan dengan mencegat truk di pinggir jalan atau naik bis dari terminal ke terminal sudah biasa. Naik sepeda juga sudah biasa. Apalagi naik motor atau mobil pribadi. Hajjah Assabariah jalan-jalan dengan cara...

The post Wanita-Wanita Petualang dari Indonesia appeared first on TelusuRI.

]]>
1. Hajjah Assabariah

Wanita Petualang Hajjah Assabariah

Hajjah Assabariah via old.hifatlobrain.net

Jalan-jalan dengan mencegat truk di pinggir jalan atau naik bis dari terminal ke terminal sudah biasa. Naik sepeda juga sudah biasa. Apalagi naik motor atau mobil pribadi. Hajjah Assabariah jalan-jalan dengan cara yang tidak biasa. Ia benar-benar jalan—jalan kaki.

Tak main-main, sebagai wanita petualang ia jalan selama sekitar 16 tahun dari Sabang sampai Merauke, di umur 49 tahun ketika anak-anaknya sudah besar dan bisa mengurus diri sendiri. Berjalan keliling nusantara adalah obsesinya dari muda yang baru terwujud ketika sudah beranjak tua.

Tapi sayang sekali hanya sedikit dokumentasi tentang dirinya. Satu buku tentangnya terbit pada 1989. Namun buku yang berjudul Mutiara Nusantara Hajjah Assabariah itu tidak ditulis langsung oleh sang pejalan, melainkan oleh Sugiono MP, berdasarkan penuturan dari Hajjah Assabariah sendiri.

2. Clara Sumarwati

Clara Sumarwati via langitperempuan.com

Ia mendaki gunung jauh sebelum “nanjak” populer seperti sekarang. Tahun 1990 ia ikut dalam ekspedisi ke Puncak Annapurna IV (7545 mdpl) di Nepal. Tidak berhenti di situ, pada 1993 ia bersama tiga rekan putri lain sampai ke Puncak Aconcagua (6961 mdpl) di Argentina. Puncak pencapaiannya adalah tahun 1996 saat ia menginjakkan kaki di titik tertinggi di bumi, yakni Puncak Everest (8848 mdpl), bersama Perkumpulan Pendaki Gunung Angkatan Darat (PPGAD), setelah gagal pada 1994.

Namun, satu tahun setelah kepulangannya dari Puncak Everest, Clara masuk Rumah Sakit Jiwa Profesor Dokter Soeroyo Magelang (RSSM). Diduga penyebabnya adalah kurangnya apresiasi baik moril maupun materil atas prestasi yang pernah dicapainya itu. Apalagi kisah-kisahnya tentang pendakian Everest seringkali dianggap khayalan belaka oleh orang-orang di sekitarnya. Namun, bagaimanapun, Clara Sumarwati sudah mencatatkan diri dalam sejarah sebagai wanita Indonesia pertama yang menginjakkan kaki di Puncak Himalaya.

3. Riyanni Djangkaru

Wanita Petualang Riyanni Djangkaru

Riyanni Djangkaru via iradiofm.com

Popularitas Riyanni Djangkaru sebagai wanita petualang melambung ketika ia menjadi host Jejak Petualang. Di program itu, ia menjelajah ke puncak-puncak tertinggi dan lautan segar penuh terumbu karang. Riyanni Djangkaru adalah antonim dari stereotip yang kerap ditempelkan pada wanita, yakni manja dan cengeng. Ia mungkin lebih tangguh darimu, para cowok.

Pensiun dari Jejak Petualang, Riyanni Djangkaru melanjutkan sepak terjangnya dengan meluncurkan Divemag Indonesia, majalah tentang selam yang juga mendukung konservasi terumbu karang, perlidungan hewan-hewan laut terancam—seperti hiu—dan hewan-hewan langka, dan juga kelestarian lingkungan secara umum. Ia juga aktif di gerakan #SaveShark.

4. Gemala Hanafiah

Wanita petualang

Wanita Petualang dari Indonesia

Semula Gemala Hanafiah bekerja sebagai desainer grafis di perusahaan alat surfing. Namun laut memanggilnya. Lalu ia meminta ke bosnya agar diizinkan bekerja di luar, dengan cara berselancar sambil membawa nama perusahaannya itu. Jadilah Gemala Hanafiah seorang yang bekerja di atas ombak bersama ikan-ikan badut dan barakuda.

Al, sapaan akrab Gemala, pernah menjadi pembawa acara Mutu Manikam. Namun namanya sepertinya lebih terkenal sebagai pegiat selancar dan longboard. Sesekali dia juga menyelam. Ia aktif menuliskan perjalanannya di blognya dan sering juga menulis untuk Divemag-nya Riyanni Djangkaru.

5. Trinity “The Naked Traveler”

Trinity via pergidulu.com

Kisah-kisah petualangan dalam buku Trinity, The Naked Traveler, sudah beredar luas di Indonesia dan mempengaruhi jutaan pejalan—sekaligus menginspirasi orang-orang untuk melakukan perjalanan. Bahkan film tentangnya juga sudah beredar, meskipun diplesetkan menjadi The Nekad Traveler karena “naked” dinilai terlalu vulgar.

Sebelum dibukukan, Trinity menuliskan kisah-kisah perjalanannya di blog. Tulisan-tulisannya yang ringan serta penuh komedi dan ironi itu kemudian diikuti oleh banyak travel blogger Indonesia.

6. Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari

Fransiska dan Mathilda via news.detik.com

Dua nama di atas barangkali kurang familiar di telinga kamu. Mereka bukan seleb blog atau selebgram. Tapi kamu pasti terkejut mendengar bahwa kedua anggota Mahitala Universitas Parahyangan ini sudah menginjakkan kaki di 5 puncak tertinggi di dunia, yakni Carstensz Pyramid Indonesia, Elbrus Rusia, Kilimanjaro Tanzania, Aconcagua Argentina, dan Vinson Massif Antartika.

Jika tak ada aral melintang, pada April dan Juni ini mereka akan mendaki Gunung Everest di Nepal dan Denali di Alaska dan menjadi Wanita-Wanita Indonesia pertama yang sampai di tujuh puncak tertinggi dunia alias Seven Summits.

The post Wanita-Wanita Petualang dari Indonesia appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/wanita-petualang-dari-indonesia/feed/ 0 628