ranu kumbolo Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/ranu-kumbolo/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 31 Jul 2024 06:13:10 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 ranu kumbolo Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/ranu-kumbolo/ 32 32 135956295 Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2) https://telusuri.id/kilas-balik-ranu-kumbolo-dalam-bingkai-lensa-2/ https://telusuri.id/kilas-balik-ranu-kumbolo-dalam-bingkai-lensa-2/#respond Wed, 31 Jul 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42433 Suhu fajar tentu akan lebih menusuk tulang ketimbang angin semalam. Demi menyongsong pemandangan pagi, kehangatan kantung tidur dan kenyamanan tenda harus disibak, menuntut otak memberi perintah pada sekujur tubuh untuk bergerak. Teks & foto: Rifqy...

The post Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
Suhu fajar tentu akan lebih menusuk tulang ketimbang angin semalam. Demi menyongsong pemandangan pagi, kehangatan kantung tidur dan kenyamanan tenda harus disibak, menuntut otak memberi perintah pada sekujur tubuh untuk bergerak.

Teks & foto: Rifqy Faiza Rahman


Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2)
Kabut pagi Ranu Kumbolo/Rifqy Faiza Rahman (Agustus 2018)

Selain malam bertabur bintang, hal ikonis lainnya yang ditunggu-tunggu pendaki di Ranu Kumbolo adalah matahari terbit. Saking identik dan populernya, kalau mengetikkan nama danau ini di mesin peramban, tak terhitung potret pagi telaga suci itu yang berseliweran menghiasi dunia maya. Seperti halnya Danau Segara Anak yang melekat pada Gunung Rinjani, Lombok, begitu pun Ranu Kumbolo dan Gunung Semeru.

Normalnya, pendaki akan menginap setidaknya satu malam di Ranu Kumbolo. Baik itu sebelum menuju Kalimati-Mahameru atau sesudahnya. Kondisi ideal sejatinya adalah dua malam dihabiskan di Ranu Kumbolo, dengan program pendakian empat hari tiga malam. Semalam sebelum ke Kalimati, semalam sebelum turun ke Ranu Pani. Saya pernah merasakannya, dan percayalah, Ranu Kumbolo benar-benar menyuguhkan nuansa yang berbeda. 

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2)
Embun es di semak-semak Ranu Kumbolo saat puncak musim kemarau/Rifqy Faiza Rahman (Agustus 2018)

Melihat atraksi alam di pagi hari

Bahkan kalaupun taman nasional membatasi pendakian menjadi tiga hari dua malam saja, saran saya, lupakanlah Puncak Mahameru. Serahkan nasib dua malam kita dengan berkemah di tepi danau yang terbentuk dari kawah purba Gunung Jambangan itu. Ketika pagi mulai terang, lihatlah detail-detail yang tercermin di pinggiran danaunya.

Kita akan menyaksikan salah satu pertunjukan kolosal dan dramatis dari alam Ranu Kumbolo. Diawali dengan semburat rona langit yang memerah. Lalu pada saat yang tepat, sang rawi akan menampakkan diri dari balik dua bukit di timur danau. Di bulan-bulan tertentu, matahari akan terbit persis di antara dua bukit tersebut.

  • Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2)
  • Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2)

Kemunculan matahari terbit adalah kabar gembira bagi para pendaki yang singgah di Ranu Kumbolo. Ia adalah berita tentang kehangatan yang menebus bekunya pagi, serta harapan akan hari yang cerah. Pada momen-momen seperti inilah pendaki akan berbondong-bondong menyambutnya dengan bingkai lensa kamera atau gawai lain yang dimiliki.

Acapkali halimun akan ikut menampakkan dirinya. Entah itu kabut-kabut tipis yang melayang di permukaan danau, maupun terbang rendah dari balik dua bukit ke arah tempat berkemah. Adakalanya cuaca kurang bersahabat. Kabut seakan “berkonspirasi” dengan awan-awan tebal menciptakan pagi yang mendung dan suram. Menghalangi matahari yang dipaksa bersembunyi, yang tak jarang disambut seruan kekecewaan sebagian pendaki.

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2)
Mega bergelayut yang menutupi pancaran sang surya di Ranu Kumbolo/Rifqy Faiza Rahman (Mei 2014)

Padahal seorang teman pernah berkata, “Tidak cuma sunrise yang ngangenin, tapi juga kabutnya.”

Bahkan kabutnya saja dirindukan. Ia tidak peduli alam memberikan sajian pagi seperti apa, mau cuaca cerah melebihi ekspektasi atau jauh dari yang diimpikan. Sebab berada di Ranu Kumbolo saja sudah melebihi bayangan setiap orang, yang tidak semuanya beruntung bisa bertamu ke sana. 

Setiap pendaki rela berjalan menempuh 10 kilometer yang melelahkan dari Ranu Pani. Melintasi empat pos utama dan hutan di bawah tebing Watu Rejeng, sampai akhirnya tiba di Ranu Kumbolo. Sebuah danau seluas 15 hektare yang menjadi Ikon utama dari Semeru yang legendaris. Setiap pendaki, rela menghabiskan banyak biaya, waktu, dan tenaga demi pengalaman yang tak akan terlupakan.

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2)
Refleksi Ranu Kumbolo/Rifqy Faiza Rahman (Agustus 2018)

Tempat untuk merefleksikan diri

Ranu Kumbolo adalah daya pikat yang selalu berhasil menggoda siapa pun untuk kembali. Ya, berdiri di Mahameru atau titik tertinggi Pulau Jawa memang sebuah pencapaian. Namun, pamor danau yang pernah dikunjungi Mpu Kameswara pada 1447 silam, bagi saya, mampu melebihi ketenaran puncak itu sendiri.

Saya jadi teringat lagu Mahameru milik Dewa 19. Nuansa tembang yang dirilis dalam album Format Masa Depan tahun 1994 itu begitu personal dan emosional, sebab sebagian personelnya pernah menginjakkan kaki ke Gunung Semeru. Roman persahabatan dan interaksi hangat antarpendaki tergambar jelas di potongan liriknya.

Mendaki melintas bukit
Berjalan letih menahan berat beban
Bertahan di dalam dingin
Berselimut kabut Ranu Kumbolo

Menatap jalan setapak
Bertanya-tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat cokelat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2)
Balutan kain putih di beberapa pohon menandakan titik-titik sakral bagi masyarakat Hindu Tengger di Ranu Pani/Rifqy Faiza Rahman (Mei 2017)

Bagi saya, Ranu Kumbolo bukan sekadar tempat transit. Tempat ini adalah guru, sekaligus titik krusial untuk menimbang keputusan akan ego dan ambisi pendaki. Melampauinya hingga ke Kalimati dan Puncak Mahameru, berarti mengantar pendaki beriringan dengan tantangan di depan yang lebih berbahaya. Atau, menghentikan langkah sebagai titik akhir, dan singgah untuk meresapi ruang terbuka yang menenangkan jiwa.

Sebagaimana terpantul dalam permukaan airnya yang tenang, bentuk kehidupan yang mengepung—pohon, bukit, rerumputan, hingga polah pendaki—bak cermin raksasa. Refleksi diri, sebagai kesempatan terbaik untuk memeluk kala yang melambat. Sampai akhirnya kita menyadari, bahwa waktu yang ada di rimba Semeru terlalu singkat untuk dinikmati.

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2)
Siapa pun yang telah datang ke sini, suatu saat akan kembali/Rifqy Faiza Rahman (Agustus 2018)

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kilas-balik-ranu-kumbolo-dalam-bingkai-lensa-2/feed/ 0 42433
Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (1) https://telusuri.id/kilas-balik-ranu-kumbolo-dalam-bingkai-lensa-1/ https://telusuri.id/kilas-balik-ranu-kumbolo-dalam-bingkai-lensa-1/#respond Mon, 29 Jul 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42420 Tiba-tiba sebulan terakhir lini masa media sosial membicarakan Gunung Semeru, yang hampir empat tahun terakhir tutup karena pandemi dan aktivitas vulkanik. Namun, Ranu Kumbolo, mencuat sebagai primadona yang paling dirindukan banyak orang. Teks & foto:...

The post Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
Tiba-tiba sebulan terakhir lini masa media sosial membicarakan Gunung Semeru, yang hampir empat tahun terakhir tutup karena pandemi dan aktivitas vulkanik. Namun, Ranu Kumbolo, mencuat sebagai primadona yang paling dirindukan banyak orang.

Teks & foto: Rifqy Faiza Rahman


Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (1)
Selamat datang di Ranu Kumbolo/Rifqy Faiza Rahman (Mei 2014)

Terutama ketika Juni lalu. Beberapa akun pemengaruh, komunitas lokal, atau lembaga pencinta alam baru pulang dari kegiatan bersih jalur pendakian bersama Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Ada satu-dua kawan baik saya yang ikut. Tujuannya memang hanya sampai ke Ranu Kumbolo. Mereka mendirikan camp dan memaksimalkan fasilitas shelter kayu di tepi danau berketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut (mdpl) tersebut.

Meski rute relatif tidak banyak berubah, tetapi pergerakan alam meninggalkan banyak jejak setelah pendakian umum ditutup sejak November 2020. Mulai dari longsor di jalur menuju Pos 3 setelah kawasan tebing Watu Rejeng, tumbuhnya banyak pohon di area berkemah Ranu Kumbolo, hingga permukaan debit air ranu yang lebih tinggi dari sebelumnya. Lama tak dikunjungi manusia, alam Semeru memulihkan diri sebagaimana mestinya.

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (1)
Permukaan air Ranu Kumbolo yang tenang, dengan latar kolom abu tampak membubung setelah meletus dari kawah Gunung Semeru. Letusan kecil tersebut terjadi berkala dalam 20-30 menit sekali setiap harinya/Rifqy Faiza Rahman (Agustus 2018)

Berita penurunan status aktivitas Gunung Semeru dari Level III (Siaga) menjadi Level II (Waspada) pada 15 Juli 2024 turut memantik obrolan di media sosial. Rata-rata menyuarakan rasa rindunya pada jalur pendakian Semeru, khususnya kenangan berkemah di Ranu Kumbolo. Lini masa bak menjadi tempat reuni para pendaki lintas generasi; sekaligus meledek pendaki yang belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di hutan Semeru.

Tidak terkecuali saya. Meski belum bersuara “ugal-ugalan” di media sosial, saya lekas membuka memori yang tersimpan di cakram keras eksternal. Melihat-lihat lagi kenangan tentang Ranu Kumbolo dalam rentang satu dasawarsa silam. 

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (1)
Gunung Semeru dan lanskap ladang sayur warga Ranu Pane, desa terakhir di kaki Gunung Semeru, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Dari desa inilah pendaki memulai langkahnya menuju Ranu Kumbolo dan Semeru/Rifqy Faiza Rahman (Mei 2014)

Bersiap dibekap dingin sejak petang

Umumnya pendaki tiba di Ranu Kumbolo sore hari. Pendakian dari Ranu Pani (2.200 mdpl)—desa terakhir dan pos registrasi pendakian TNBTS—membutuhkan waktu tempuh normal 4–5 jam untuk jarak sekitar 10 kilometer. Melewati jalur yang relatif landai sepanjang gapura pendakian, Pos 1, Pos 2, sampai Watu Rejeng (2.350 mdpl).

Trek akan menanjak menjelang Pos 3 dan kembali melandai saat mendekati Pos 4. Di pos terakhir ini, Ranu Kumbolo sudah terlihat sangat jelas. Tinggal menyusuri turunan terjal menuju sabana Pangonan Cilik, lalu berjalan melipir bukit hingga tiba di area shelter di sisi barat danau untuk berkemah.

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (1)
Dua pendaki menyusuri jalur di tepian utara danau untuk menuju area utama berkemah Ranu Kumbolo/Rifqy Faiza Rahman (Agustus 2018)

Pada prinsipnya, pendaki bebas mendirikan tenda di mana saja, selama tidak terlalu dekat dengan bibir danau dan aktivitasnya tidak mencemari danau. Ranu Kumbolo memiliki arti penting dan sakral bagi kepercayaan masyarakat Hindu Tengger di Ranu Pani. Di area camp, terdapat prasasti berbahan batu andesit yang bertuliskan sebuah kalimat berbahasa Jawa Kuno. Artinya, prasasti tersebut menceritakan tokoh bernama Mpu Kameswara yang melakukan suatu ritual bernama tirthayatra pada tahun Saka 1447. Ritual ini merupakan salah satu rangkaian langkah hidup wanaprastha untuk bisa memasuki tahap akhir kesempurnaan yang disebut dengan sanyasin atau biksuka.

Saya membayangkan di masanya keheningan menyelimuti perjalanan dan laku tapa Mpu Kameswara di Ranu Kumbolo. Saat malam tiba, kedamaian tampak paripurna setelah bintang-bintang dan galaksi menyemut di kolom langit. 

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (1)
Pemandangan Ranu Kumbolo dari puncak bukit Tanjakan Cinta/Rifqy Faiza Rahman (Agustus 2018)

Lukisan malam yang harus diabadikan

Sebagaimana di malam terakhir pendakian saya pada akhir Mei 2014. Bertepatan dengan fase bulan mati atau new moon, Ranu Kumbolo begitu hidup. Terlihat tenda-tenda seperti bercahaya, disorot lampu senter para pendaki yang lalu-lalang. Sayup suara pendaki masih terdengar, meski samar.

Selebihnya adalah suara-suara dari corong alam. Gemercik air danau, embusan angin yang menyibak rerumputan dan ranting-ranting pohon. Bahkan langit gemerlap itu pun mungkin bersuara dalam diamnya. Maka jika ingin mengulang, kelak saat pendakian kembali dibuka, saya akan datang bermodalkan fase kalender bulan yang sama, untuk merasakan pengalaman serupa seperti dahulu.

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (1)
Warna-warni tenda pendaki saat malam memeluk Ranu Kumbolo dan beratap langit penuh bintang/Rifqy Faiza Rahman (Mei 2014)

Saya sempat berpaling ke belakang. Melihat siluet celah bukit di ujung Tanjakan Cinta. Gurat pepohonan menukik mengikuti kontur tanah. Di atasnya, bintang-bintang menyemut. Seolah-olah menyentuh pucuk pepohonan cemara gunung.

Sejatinya, saya juga menyaksikan pemandangan malam yang sama tatkala pendakian bulan November 2012. Namun, kamera yang saya bawa kurang memadai untuk merekam lukisan malam yang luar biasa itu. Kala itu, hanya tutur cerita dari mulut saya bagi mereka yang bertanya, tentang bagaimana melalui malam yang cerah di tempat semagis Ranu Kumbolo. Kini saya memiliki sedikit simpanan foto malam yang meriah di Ranu Kumbolo. Sebuah alasan paling kuat yang bisa mengajak saya kembali ke sana.

Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (1)
Sudut pandang lain untuk melihat bintang di Ranu Kumbolo, yaitu dengan latar depan siluet Tanjakan Cinta/Rifqy Faiza Rahman (Mei 2014)

(Bersambung)


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kilas Balik: Ranu Kumbolo dalam Bingkai Lensa (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kilas-balik-ranu-kumbolo-dalam-bingkai-lensa-1/feed/ 0 42420