renewable energy Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/renewable-energy/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 31 Dec 2024 16:07:39 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 renewable energy Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/renewable-energy/ 32 32 135956295 Epilog Arah Singgah: Dari Akhir Menuju Awal https://telusuri.id/epilog-arah-singgah-dari-akhir-menuju-awal/ https://telusuri.id/epilog-arah-singgah-dari-akhir-menuju-awal/#respond Sat, 30 Dec 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=40764 Satu bulan perjalanan ke Sumatra Utara, Riau, dan Kalimantan Timur menyisakan kenangan tak terlupakan. Tidak akan cukup diceritakan dengan sekat-sekat jejaring maya yang tersedia. Teks: Rifqy Faiza RahmanFoto: Deta Widyananda dan Mauren Fitri Ketika kembali...

The post Epilog Arah Singgah: Dari Akhir Menuju Awal appeared first on TelusuRI.

]]>
Satu bulan perjalanan ke Sumatra Utara, Riau, dan Kalimantan Timur menyisakan kenangan tak terlupakan. Tidak akan cukup diceritakan dengan sekat-sekat jejaring maya yang tersedia.

Teks: Rifqy Faiza Rahman
Foto: Deta Widyananda dan Mauren Fitri


Epilog Arah Singgah: Dari Akhir Menuju Awal
Antrean kendaraan di salah satu ruas tanjakan yang berlubang di jalan poros Berau-Samarinda. Saat malam, jalan ini tanpa penerangan sama sekali sehingga bisa menyebabkan ban mobil menghantam lubang yang cukup dalam/Rifqy Faiza Rahman

Ketika kembali dari Merabu ke Tanjung Redeb sore (16/10/2023), tim ekspedisi Arah Singgah TelusuRI menumpang mobil Asrani. Ester ikut serta. Kebetulan Asrani memang akan mengikuti acara deklarasi damai calon kepala kampung se-Kabupaten Berau. Calon lainnya dari Merabu, yaitu Doni Simson, Delfi Oley, dan Elisabet Ida Saloq sudah berangkat terlebih dahulu paginya.

Sepanjang 103 kilometer awal atau hampir tiga jam sampai tiba di Warung Tower 2, Gunung Sari, Merasa, Asrani yang menyetir. Selepas makan, saya diberi kesempatan mengemudi di sisa 70 km menuju hotel tempat kami akan menginap di Tanjung Redeb. Kurang lebih dua jam perjalanan, saya benar-benar merasakan betapa menantangnya jalan poros Samarinda—Berau tersebut.

Saat berkendara malam harus fokus karena badan jalan sempit, naik turun, berkelok-kelok, banyak lubang, dan minim penerangan. Tidak terhitung ban mobil harus kejeblos lubang dalam karena saya yang belum paham medan kurang antisipasi. Belum lagi truk-truk besar berseliweran dan kadang melaju dengan kecepatan tinggi. Kabut tebal kadang-kadang turun ketika berada di tengah hutan.

Rute seperti itu sudah sangat sering dilewati Asrani dan orang-orang Merabu lainnya. Saking seringnya, mereka seperti hafal tikungan, tanjakan, maupun titik-titik jalan yang rusak berat. Tidak terkecuali arah sebaliknya, dari Merabu ke Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Tatkala dahulu belum beraspal sepenuhnya, mereka bisa terjebak berhari-hari di jalan karena buruknya jalan. Antrean panjang terjadi saat menunggu giliran melalui jalur yang berlumpur atau ada tanah longsor di musim hujan.

Asrani dan orang-orang Merabu sudah amat kenyang dengan bertahun-tahun bersabar menunggu kehadiran negara lewat pembangunan infrastruktur jalan. Aksesibilitas memang belum sepenuhnya merata seperti Pulau Jawa, termasuk akses jaringan listrik dan telekomunikasi. Namun, Asrani mengatakan, “Kami ini sebenarnya merasa beruntung hidup di dua zaman. Zaman susah ketika fasilitas serba terbatas, lalu zaman sekarang yang sudah lumayan maju.”

Tim TelusuRI saja benar-benar bersyukur masih bisa mengakses listrik dan sinyal ketika singgah delapan hari di Merabu. Meski tidak tersedia sepanjang hari, tetapi rasanya cukup dan sesuai kebutuhan. Kami sebagai orang dari luar kampung, merasa beruntung tidak harus naik ketinting menyusuri sungai berhari-hari, seperti masyarakat Merabu alami beberapa dekade lampau. Tatkala Merabu benar-benar bagaikan planet lain yang tidak mudah dijangkau siapa pun.

Dan kini, di tengah tantangan yang belum menyentuh kata usai, di saat upaya menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan perlindungan hutan masih berlangsung, kekhasan alam dan budaya Merabu telah memikat banyak orang untuk berkunjung.

* * *

Epilog Arah Singgah: Dari Akhir Menuju Awal
Herna Hermawan atau Wawan, guru sekaligus pegiat konservasi mangrove di KPHM Belukap pimpinan Samsul Bahri, Desa Teluk Pambang, Bengkalis/Mauren Fitri

Meski berbeda situasi, tetapi semangat senada juga diusung orang-orang hebat yang kami temui di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Siak, Bengkalis, dan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling. Jargon “Masyarakat Sejahtera, Hutan Terjaga” yang disuarakan Kepala Balai Besar TNGL, Dr. U. Mamat Rahmat, S.Hut., M.P. berlaku untuk siapa pun dan di mana pun.

Sampai sekarang saja, pembicaraan kami dengan para narasumber masih terekam jelas dalam ingatan. Empat topik utama dalam ekspedisi ini, yaitu restorative economy (ekonomi restoratif), social forestry (perhutanan sosial), renewable energy (energi terbarukan), dan climate justice (keadilan iklim), menjadi pintu masuk sisi-sisi lain yang tak terduga. 

Para mahout Pusat Latihan Satwa Khusus (PLSK) Tangkahan, Joni Rahman, Budiman, Sudiono, Katio, dan Cece Supriatna, terus berjuang menjaga sembilan gajah sumatra dari ancaman konflik dan penyakit Elephant endotheliotropic herpesvirus (EEHV). Rutkita Sembiring, mantan penebang kayu ilegal, tak henti berkeliling mengampanyekan pelestarian hutan dan ekowisata.

Bobi Chandra dan segenap karyawan Ecolodge Bukit Lawang masih berkomitmen menerapkan kaidah-kaidah ramah lingkungan di tengah tantangan lingkungan dan stigma. Pengabdian tim SMART Patrol yang dipimpin Misno belum mengenal kata lelah menyisir hutan demi keutuhan kawasan TNGL.

Dari pelosok Besitang, seorang Hatuaon Pasaribu akan selalu menyuarakan pertanian berbasis konservasi lewat jengkol, petai, durian, cempedak, rambutan, dan aren. Tak surut nyali sekalipun rekan-rekan lainnya tergoda uang cepat hasil praktik mafia tanah.

Penduduk perdesaan di tepian Sungai Subayang, baik di dalam maupun luar kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling, berupaya melestarikan jejak adat Kekhalifahan Batu Songgan sekaligus menggali potensi-potensi ekonomi alternatif yang berkelanjutan. Mencari titik temu yang saling memberi manfaat antara Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dengan pendampingan lembaga masyarakat sipil.

Generasi muda Siak terus berinovasi lewat ikan gabus dan produk-produk lokal berkualitas demi restorasi gambut dan masa depan Siak Hijau. Di seberang Selat Malaka, Samsul Bahri, Hasnur Rasid, Herna Hernawan, Indra, dan orang-orang Teluk Pambang bergerak di tengah terik dan ancaman illegal logging untuk konservasi 1.001,9 hektare hutan mangrove.

Lalu Merabu, kampung kecil yang dirintis etnis Dayak Lebo di tepi Sungai Lesan, yang bersandar pada kawasan ekosistem karst Sangkulirang-Mangkalihat, menjadi penutup cerita-cerita harmoni manusia dan alam dalam Arah Singgah 2023.

* * *

Epilog Arah Singgah: Dari Akhir Menuju Awal
Hengki Pratama, dubalang muda Tanjung Belit, siaga di bagian haluan piyau dalam perjalanan balik dari air terjun Batu Dinding ke Tanjung Belit. Saat Sungai Subayang keruh sehabis hujan, motoris piyau harus lebih waspada karena kadang ada batu, akar, atau lokasi dangkal yang tidak terlihat di balik permukaan air/Deta Widyananda

Tidak kurang dari 8.700 kilometer kami tempuh selama sebulan ekspedisi. Aneka ragam transportasi, mulai dari pesawat terbang, mobil, bus, motor, dan perahu kami naiki untuk berpindah dari satu tujuan ke tujuan lain. Menemui lebih dari 30 narasumber lokal di tiga provinsi, Sumatra Utara, Riau, dan Kalimantan Timur dengan berbagai macam latar belakang.

Namun, Arah Singgah lebih dari sekadar utak-atik mengumpulkan angka-angka statistik. Arah Singgah sekaligus menjadi ruang tim TelusuRI untuk berkontemplasi. Kami tidak hanya memperluas jangkauan cerita-cerita itu kepada pembaca, tetapi juga mengendap sebagai bahan perenungan kami sendiri. 

Mengingat keterbatasan yang ada, tidak semua kisah tertuang di ruang-ruang kolaboratif, situs web, maupun media sosial. Walaupun demikian, kami yakin suatu saat cerita-cerita tersebut akan menemui waktu dan tempatnya sendiri. Setidaknya dalam bingkai jiwa yang sama, kesejahteraan hidup manusia yang selaras dengan alam sebagai sumber kehidupan. 

Epilog Arah Singgah: Dari Akhir Menuju Awal
Berfoto salam lima jari khas Merabu ASIK bersama Asrani dan Ester di depan rumahnya, sebelum meninggalkan Merabu untuk kembali ke Tanjung Redeb. Lima jari adalah simbol lukisan tangan yang banyak ditemukan di Gua Bloyot/Deta Widyananda

Rasanya satu bulan terlampau sebentar untuk sebuah ekspedisi yang panjang dan berat. Terlalu banyak wacana, keinginan, bahkan janji-janji kami yang harus ditebus kala nantinya diizinkan kembali ke tempat-tempat nan jauh itu. Kami akui, keterikatan batin yang terjalin dengan orang-orang lokal yang luar biasa tersebut tidak akan mudah dilupakan begitu saja. Namun, kami percaya ini bukanlah akhir dari perjalanan. Kami baru saja membuka pintu untuk awal perjalanan berikutnya.

Semoga kita semua belajar dari perjalanan ini. Sampai jumpa di ekspedisi Arah Singgah berikutnya! (*)


Foto sampul:
Mauren Fitri, project leader Arah Singgah 2023 melintasi Jembatan Nini Galang yang membentang di atas Sungai Batang Serangan. Jembatan ini menghubungkan kawasan perkampungan dengan Pusat Latihan Satwa Khusus Tangkahan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Langkat, Sumatra Utara/Deta Widyananda

Pada September—Oktober 2023, tim TelusuRI mengunjungi Sumatra Utara, Riau, dan Kalimantan Timur dalam ekspedisi Arah Singgah: Meramu Harmoni Kehidupan Manusia dan Alam. Laporan perjalanannya dapat diikuti di telusuri.id/arahsinggah.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Epilog Arah Singgah: Dari Akhir Menuju Awal appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/epilog-arah-singgah-dari-akhir-menuju-awal/feed/ 0 40764
Prolog: Arah Singgah 2023 https://telusuri.id/prolog-arah-singgah-2023/ https://telusuri.id/prolog-arah-singgah-2023/#respond Sat, 09 Dec 2023 09:00:29 +0000 https://telusuri.id/?p=40368 Selama satu bulan penuh, TelusuRI berjalan merekam kisah-kisah harmoni kehidupan manusia dan alam di tiga provinsi di Indonesia. Tidak semudah yang dibayangkan dalam daftar rencana. Teks: Rifqy Faiza RahmanFoto: Deta Widyananda dan Mauren Fitri Dalam...

The post Prolog: Arah Singgah 2023 appeared first on TelusuRI.

]]>
Selama satu bulan penuh, TelusuRI berjalan merekam kisah-kisah harmoni kehidupan manusia dan alam di tiga provinsi di Indonesia. Tidak semudah yang dibayangkan dalam daftar rencana.

Teks: Rifqy Faiza Rahman
Foto: Deta Widyananda dan Mauren Fitri


Prolog Arah Singgah 2023
Hutan pegunungan karst Sangkulirang-Mangkalihat berselimut awan di pagi hari, tandon air raksasa yang menghidupi masyarakat Dayak Lebo Kampung Merabu. Menyimpan ribuan tahun jejak prasejarah/Deta Widyananda

Dalam The State of Indonesia’s Forest (SOIFO) 2020 rilisan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampai dengan tahun 2019 sekitar 120 juta hektare lahan atau 64 persen daratan Indonesia adalah kawasan hutan negara—dengan berbagai macam fungsi dan peruntukan. Termasuk di antaranya 5,3 juta hektare kawasan konservasi perairan. Indonesia bersanding bersama Brazil dan Republik Demokratik Kongo sebagai pemilik kawasan tutupan hujan tropis terluas. Penyumbang paru-paru dunia.

Situasi tersebut merupakan berkah sekaligus mengundang bahaya. Tingginya keanekaragaman hayati serta kebutuhan perut jutaan penduduk Nusantara rupanya malah turut memicu deforestasi. WWF’s Living Forest Report: Chapter 5 (2015) memproyeksikan Pulau Sumatra dan Kalimantan menyumbang deforestasi global selama 2010—2030. Indonesia tidak sendiri. Sembilan kawasan lainnya adalah Amazon, Atlantic Forest (Gran Chaco), Cerrado, Choco-Darien, Congo Basin, Afrika Timur, bagian timur Australia, Greater Mekong, dan Papua Nugini.

Berdasarkan data KLHK, sepanjang periode 1990 sampai dengan 2019, Indonesia telah kehilangan lahan hutan seluas 13,75 juta hektare. Sekitar 1,46 persen dari keseluruhan hutan yang ada di Indonesia. Kebakaran masif, perambahan hutan, pembalakan liar, dan perburuan satwa ilegal adalah penyebab berkurangnya tutupan lahan secara signifikan. 

Sekilas angka tersebut kecil, seperti tak akan berdampak apa-apa. Namun, kenyataan di lapangan berkata sebaliknya. Meskipun laju deforestasi terbilang menurun, angka deforestasi tetaplah berarti masih terjadi deforestasi. Sebuah tekanan luar biasa hingga mengancam hajat hidup banyak penghuni bumi, karena bernapas dari sumber udara yang sama.

Berita gejolak alam—yang menjadi bencana— mendera. Menimbulkan penderitaan. Banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, hingga kekeringan serta sulitnya akses air bersih dan pangan. Akibat segelintir oknum dengan kepentingannya sendiri, harapan hidup flora, fauna, dan orang-orang tak bersalah pun terancam.Di sela kekacauan itu, ada orang-orang hebat bergerak meniti jalan sunyi. Jalan hidupnya tidak populer dan terdengar nyaris mustahil dilakukan. Keseimbangan hidup bukan tawaran yang menggiurkan banyak orang. Ada yang berjuang sendirian. Ada pula yang memiliki kekuatan besar di balik amanah jabatan strategis. Melalui Arah Singgah 2023, TelusuRI ingin menjadi media penampung sekaligus penerus beragam kisah itu.

Prolog Arah Singgah 2023
Motoris dan penumpang piyau melintasi Sungai Subayang yang keruh setelah diguyur hujan deras. Piyau jadi satu-satunya transportasi utama masyarakat desa di dalam kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling, Kampar, Riau/Deta Widyananda

Bertemu para peramu harmoni

Melalui Arah Singgah, TelusuRI melakukan ekspedisi menggali cerita-cerita dengan beragam isu, yang kadang jarang atau bahkan tidak terdengar sama sekali di media arus utama. Filosofi dasar perjalanannya berupaya menyentuh sisi-sisi lain yang tanpa disadari sebenarnya saling berhubungan. Jika episode Arah Singgah pertama lalu kami berjalan ke arah matahari terbit—Bali dan Nusa Tenggara Timur—kali ini kami pergi ke arah berlawanan.

Di edisi kedua, Arah Singgah mengusung tema “Meramu Harmoni Kehidupan Manusia dan Alam” di tanah Sumatra dan Kalimantan. Kami berupaya menginventarisasi cerita-cerita penyelarasan kehidupan antara manusia dan alam di Sumatra Utara, Riau, dan Kalimantan Timur. Ada empat topik utama yang kami angkat di ekspedisi ini, yaitu restorative economy (ekonomi restoratif), social forestry (perhutanan sosial), renewable energy (energi terbarukan), dan climate justice (keadilan iklim). Setidaknya satu dari empat topik tersebut melekat pada seluruh destinasi yang dituju selama periode September—Oktober 2023.

Prolog Arah Singgah 2023
Detail mata dan muka Christopher, gajah sumatra jantan berusia sembilan tahun yang dirawat di Pusat Latihan Satwa Khusus Tangkahan, Kabupaten Langkat/Deta Widyananda

Di Kabupaten Langkat, kami singgah ke dua destinasi ekowisata yang telah lama dikenal turis, yaitu Tangkahan dan Bukit Lawang. Melihat kerja para mahout, berbincang dengan mantan pembalak liar, hingga menjumpai seorang polisi hutan. Lalu kami diajak oleh Hutaoan Pasaribu, ketua Kelompok Tani Hutan Konservasi (KTHK) Sejahtera, menengok ladang perkebunannya di resor Sekoci yang rawan akan konflik lahan mafia tanah. Ketiga daerah tersebut merupakan kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser di wilayah Sumatra Utara.

Kami juga menemui Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, Dr. U. Mamat Rahmat, S.Hut., M.P., untuk mendengar mimpi besar dan program konservasi berbasis masyarakat yang ia canangkan. Bukan sesuatu yang mustahil. Namun, perjalanannya tak akan semudah melepas lebah dari madu.

Prolog Arah Singgah 2023
Foto udara Sungai Kembung yang membelah hutan mangrove Teluk Pambang, Bengkalis, Riau. Beberapa kelompok masyarakat setempat aktif merestorasi mangrove dan menjemput peluang perdagangan karbon dunia/Deta Widyananda

Kami menyebar lebih jauh ke tiga kabupaten berbeda di Riau. Melihat langsung jejak nyata Samsul Bahri menghijaukan puluhan hektare pesisir Bengkalis dengan mangrove. Berbincang dengan komunitas generasi muda penuh inovasi dan kreativitas di Siak, kabupaten yang 57 persen wilayahnya merupakan lahan gambut.

Kami menyempatkan pula bermalam di kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling, Kabupaten Kampar untuk merasakan denyut kehidupan masyarakat desa adat yang aksesnya bergantung pada Sungai Subayang. Yang tampak di permukaan, tidak semulus yang dibayangkan.

Menyeberang ke Kalimantan, kami fokus menggali cerita di Merabu. Sebuah kampung Dayak Lebo di pelosok Berau yang hidupnya bersandar pada napas hutan Pegunungan Sangkulirang-Mangkalihat. Kawasan karst dengan sumber daya alam melimpah dan tempat memasok kebutuhan dasar, seperti air, hasil hutan, ekowisata, obat-obatan tradisional, hingga kuliner. Di balik itu, eksistensi adat berada di bayang kepunahan.

Prolog Arah Singgah 2023
Ibu-ibu melakukan “manugal”, menanam padi gunung di lahan kering secara gotong-royong. Tradisi setahun sekali ini masih dilestarikan di Kampung Merabu, Berau, Kalimantan Timur/Mauren Fitri

Selama ekspedisi, kami menyaksikan dan merasakan pelbagai situasi perjalanan yang mungkin tak segemerlap kehidupan di Pulau Jawa. Apalagi kota-kota besar, seperti Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. Bahkan membeli minyak untuk sekadar menyalakan listrik dari petang sampai tengah malam tidak segampang datang dan belanja ke toko kelontong terdekat. Muka tertampar realitas paling fundamental. Indonesia bukan hanya Jawa. Indonesia tidak sekadar berbicara Jakarta. Sumatra dan Kalimantan, pulau besar yang tertuduh menyumbang deforestasi—dan terus berjuang menutup lubang-lubang di kawasan hutan berbasis masyarakat dan kearifan lokal—juga bagian dari Nusantara.

Prolog Arah Singgah 2023
Hatuaon Pasaribu, petani hutan mitra Taman Nasional Gunung Leuser, menunjukkan pohon jengkol di kebun miliknya/Deta Widyananda

Para peramu harmoni yang kami temui menyadarkan itu. Apa apresiasi sepadan untuk orang-orang yang mengabdikan diri merawat pertiwi?

Selamat datang di Arah Singgah!

Jauh bukan satu-satunya alasan mengapa tiga provinsi itu menjadi tujuan utama ekspedisi Arah Singgah tahun ini. Namun, jauh tidak menjadi ambisi yang harus dikejar sebagai sebuah pencapaian pribadi kami. Jauh adalah harapan spektrum cerita yang kami laporkan mampu merengkuh lebih banyak pembaca maupun pemerhati kebijakan.

Selama ekspedisi, puluhan orang yang menjadi narasumber telah berbagi banyak cerita kepada TelusuRI. Masing-masing memiliki peran. Masing-masing menyuarakan isu terkini yang relevan, mulai dari ekonomi restoratif, konservasi, iklim, energi terbarukan, sampai dengan perhutanan sosial—di daratan dan perairan. Lengkap dengan keresahan maupun harapan terhadap aneka perubahan; yang cepat atau lambat pasti akan datang.

Kami harus mengakui jika kami bukanlah juru selamat untuk menjawab itu. Kami hanyalah perpanjangan dari suara dan tangan mereka untuk menjangkau mata dan telinga yang lebih luas lagi. Melalui tulisan, foto, dan video. Karya-karya jurnalistik yang sebisa mungkin kami sajikan secara berimbang. Walau sekilas tampak setitik, tetapi jika kami seyakin Pak Hatuaon Pasaribu tentang masa depan, maka semoga Arah Singgah bisa mengetuk hati siapa pun yang peduli.

Inilah, Arah Singgah 2023. Selamat menikmati dan belajar dari tutur serta laku orang-orang yang kami temui. Ada belasan bahkan puluhan sosok yang berupaya mengisi hidupnya untuk mencari titik temu, antara keseimbangan alam maupun memenuhi kebutuhan ekonomi. Merenungi suara-suara hutan, sungai, danau, embun, kabut, hingga para satwa yang turut berjuang menjaga harmoni.

Ritme dan senyawa perjalanan Arah Singgah mungkin bukan untuk semua orang. Tak terkecuali Anda sekalipun. Namun, kami berharap perjalanan ini kelak akan menjadi bagian dari perjalanan hidup kita. (*)


Foto sampul:
Trekking di dalam hutan desa Merabu, Kabupaten Berau/Rifqy Faiza Rahman

Pada September—Oktober 2023, tim TelusuRI mengunjungi Sumatra Utara, Riau, dan Kalimantan Timur dalam ekspedisi Arah Singgah: Meramu Harmoni Kehidupan Manusia dan Alam. Laporan perjalanannya dapat diikuti di telusuri.id/arahsinggah.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Prolog: Arah Singgah 2023 appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/prolog-arah-singgah-2023/feed/ 0 40368