segara anak Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/segara-anak/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 16 May 2025 11:07:10 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 segara anak Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/segara-anak/ 32 32 135956295 Melangkah Bersama Mendukung Rinjani Nol Sampah 2025 https://telusuri.id/melangkah-bersama-mendukung-rinjani-nol-sampah-2025/ https://telusuri.id/melangkah-bersama-mendukung-rinjani-nol-sampah-2025/#comments Wed, 26 Mar 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=46437 Pelbagai kegiatan dilakukan menyongsong program Rinjani Zero Waste. Lintas komunitas berpartisipasi mendukung Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) mengurangi potensi sampah di jalur pendakian. Ada tiga aktivitas bersih gunung sebelum penerapan Rinjani Zero Waste per 1...

The post Melangkah Bersama Mendukung Rinjani Nol Sampah 2025 appeared first on TelusuRI.

]]>
Pelbagai kegiatan dilakukan menyongsong program Rinjani Zero Waste. Lintas komunitas berpartisipasi mendukung Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) mengurangi potensi sampah di jalur pendakian.

Ada tiga aktivitas bersih gunung sebelum penerapan Rinjani Zero Waste per 1 April 2025. Pertama, Tapak Rinjani yang diinisiasi Mahasiswa Pencinta Alam Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Mataram (Mapala FE Unram). Kegiatan tahunan yang dilaksanakan 14–19 Agustus 2024 itu melibatkan mapala se-Indonesia dengan mengangkat spirit: Proud be zero waste trekker.  

Kedua, Rinjani Meriri (20–22 Desember 2024) yang rutin diadakan oleh TNGR jelang penutupan jalur pendakian di setiap akhir tahun. Diikuti 85 peserta dari kalangan relawan, kader konservasi, trekking organizer, pemandu dan porter, serta Forum Wisata Lingkar Rinjani.

Meriri merupakan bahasa Sasak, artinya memperbaiki,” kata petugas penanggung jawab penanganan sampah TNGR, Gusti Ketut Suarta, Rabu (5/3/25).  

Melalui Rinjani Meriri diharapkan pemulihan ekosistem di Gunung Rinjani bisa berlangsung selama aktivitas pendakian dihentikan sementara. “Kita beri kesempatan ekosistem Rinjani secara alamiah memperbaiki dirinya sendiri,” tutur Gusti yang juga seorang Polisi Kehutanan (Polhut).   

Ketiga, Clean Up Rinjani pada 26–28 Februari 2025, memperingati Hari Bakti Rimbawan dan Hari Peduli Sampah. Ada 102 orang dari 24 tim ambil bagian dalam kegiatan ini, meliputi komunitas pecinta alam, Asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI), unit SAR Lombok Timur, Pandawara Group, dan Arei Outdoor Gear. 

Kiri: Komunitas pecinta alam, relawan, dan aktivis lingkungan Pandawara Group bergerak menuju Plawangan Sembalun sambil membawa trash bag. Kanan: Kompak mencari sampah hingga ke semak-semak/dokumentasi Arei Outdoor Gear

Semua kegiatan tersebut mampu membawa turun sampah di sepanjang jalur pendakian sebanyak 907,1 kg. Rinjani Meriri mengumpulkan 483 kg, Clean Up Rinjani 237,1 kg dan Tapak Rinjani 187 kg. Titik potensi sampah paling banyak berada di area camp Plawangan Sembalun dan Danau Segara Anak.

Di luar itu, kata Gusti, ada enam mahasiswa aktivis lingkungan yang berkontribusi memunguti sampah di Pos 2 Sembalun, akhir tahun lalu. Awalnya mereka mau menyisir Plawangan, tetapi Gusti menyarankan di camp area Pos 2 saja. “Sepekan mereka mengumpulkan sampah sebanyak 200 kg. Dapat banyak itu,” ujarnya salut.

Kepala Resor Sembalun TNGR Taufikkurahman menambahkan, kepedulian banyak pihak pada kebersihan Gunung Rinjani mampu menghilangkan ceceran sampah yang tampak di depan mata. “Paling menyisakan lima persen, sulit terjangkau di tepi jurang. Kalau yang di permukaan, kami pastikan sudah steril,” ucapnya.

Lelaki yang akrab disapa Opik itu menjelaskan alasan penerapan Rinjani Zero Waste baru dimulai 2025. Sebab, menanti kesiapan sumber daya manusia TNGR yang sebelumnya fokus pada program booking online kunjungan ke kawasan TNGR. “Ini langkah besar bersama. Kami ingin pengunjung nyaman sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,” tutur pemilik Rinjani Guest House tersebut.

Bagaimana dengan Human Waste?       

Pendaki mana sih yang enggak mau ke Rinjani? Saya sendiri—yang naik gunung sejak 2001—baru 23 tahun kemudian menginjakkan kaki di Senaru, Sembalun, dan Torean; tiga gerbang masuk menuju puncak 3.726 meter di atas permukaan laut (mdpl). 

Ketiga jalur itu berkesan. Senaru yang medannya galak ke betis, relatif lebih bersih ketimbang Sembalun. Jalurnya teduh, sepi dan hening menembus lebatnya hutan hujan tropis. Jalur ini berujung di Plawangan Senaru, sebelum turun ke Segara Anak. 

Sembalun kebalikannya: berjalan di area terbuka melintasi sabana mahaluas. Panasnya top. Ramainya bukan main. Pendaki domestik, bule, dan Asia tumplek-blek. Potensi sampah di jalur ini paling tinggi. Tersebar di Plawangan 1–4, tempat berkemah pendaki sebelum dini hari menuju puncak.

Pada pendakian 1–4 Juni 2024, saya bermalam di Plawangan 2. Pagi harinya selepas muncak, pemandangan Segara Anak di sebelah barat begitu memesona. Berbanding terbalik saat melihat sisi timur (belakang tenda), sampah berserakan di tanah berkontur miring yang berujung jurang. Didominasi sampah bungkus makanan, botol air mineral, dan sobekan tisu bekas pendaki buang hajat.

Sampah-sampah berserakan di Plawangan Sembalun (kiri) dan Segara Anak saat pendakian Juni 2024/Mochamad Rona Anggie

Sedih menyaksikannya. Sungguh ironi, Rinjani yang kesohor dengan keindahan alamnya, ternyata dipenuhi sampah. Begitu pula saat meneruskan perjalanan ke Segara Anak. Melewati jalur curam berbatu yang membuat ngilu dengkul, ceceran sampah nyata depan mata. Besar kemungkinan itu sampah dari Plawangan yang diterbangkan angin. Tidak sedikit jumlahnya, tapi banyak! Para pendaki kecewa dan prihatin.

“Enggak nyangka Rinjani banyak sampahnya,” komentar mereka.

Cerita sampah berlanjut ke camp area Segara Anak. Sisa makanan pendaki mudah ditemui di pinggir danau, juga di dasar sungai sebelah danau. Limbah mi instan dan nasi yang tak habis, tampak jelas dari permukaan air. Tak nyaman menatapnya. Tambah miris, karena jeroan ikan hasil memancing pendaki, bergeletakan di tanah. Menimbulkan bau amis. Seharusnya bagian ikan yang tidak dikonsumsi itu dikubur.

Ada-ada saja, batin saya. Danaunya indah, ikonis dengan Gunung Barujari di tengahnya, tapi sampahnya di mana-mana. Nah, giliran saya mau buang hajat, lucu lagi. Pengalaman mendaki gunung-gunung di Jawa, rasanya mudah saja mencari pojokan untuk “bongkar muatan”. Namun, di sekitar Segara Anak, lain cerita. 

Melangkah Bersama Mendukung Rinjani Nol Sampah 2025
Peserta menyisir sudut danau Segara Anak untuk mencari sampah/dokumentasi TNGR

Saya bergegas menuju sebuah semak yang jauh dari pantauan orang. Tak disangka, di situ sudah berderet kotoran manusia. Larilah saya ke sudut lain di bawah pohon besar—saya bayangkan bisa leluasa menunaikan hajat. Sampai di sana, astaga! Tampak tumpukan “warisan” pendaki sebelumnya mulai mengering dan dikerubuti lalat. Tak kuasa pindah tempat lagi—karena sudah di ujung tanduk—terpaksa saya melepasnya di antara “penghuni” lama. Sambil tangan mengibas-ngibas agar lalat menjauh.    

Sebenarnya di belakang warung penduduk lokal yang berjualan dekat danau, ada bangunan toilet. Namun, sudah lama tidak terpakai. Rusak dan terbengkalai. Gusti menerangkan pihaknya akan meratakan toilet lawas itu. Sekarang TNGR bersama Arei Outdoor Gear tengah menyiapkan toilet kering dua pintu di sana. Termasuk di camp area Plawangan 1 dekat selter darurat. Tujuannya meminimalisasi pendaki buang air besar dan kecil sembarangan. “Sarana memang masih terbatas, tapi kami upayakan ada,” ucapnya.

Perwakilan Arei Outdoor Gear, Fingki Syaputra menjelaskan, toilet kering yang mereka bangun di camp area Plawangan dan danau Segara Anak diberi nama Sani Cycle. Pihaknya bareng Tyo Survival merancang Sani Cycle dengan konsep ramah lingkungan. Penerangan malam hari memakai solar panel. Siangnya memanfaatkan cahaya matahari. 

Pendaki Wajib Pakai Wadah Guna Ulang

Kepala Balai TNGR Yarman mengungkapkan, program bebas sampah di Gunung Rinjani sudah mendesak diberlakukan. Menurutnya, ini kebutuhan semua pihak: TNGR sebagai pengelola, para pengunjung, dan alam Gunung Rinjani itu sendiri.

Peluncuran Go Rinjani Zero Waste, lanjut dia, sudah melalui proses panjang. Mulai pertemuan dengan pemerintah daerah (Pemkab Lombok Timur dan Pemprov NTB), masyarakat sekitar, pegiat alam terbuka, para porter serta pemandu. “Semua mitra kami ajak duduk bersama, merealisasikan pendakian Rinjani yang indah, bersih, dan nyaman,” katanya kepada penulis, Jumat (7/3/25).

Yarman menyebutkan sosialisasi program Rinjani nol sampah yang bakal diterapkan mulai 1 April 2025, juga sudah dilakukan jauh hari. Akun resmi @btn_gn_rinjani telah mengumumkan pendaki wajib memakai wadah makanan guna ulang (bukan sekali pakai), untuk menyimpan logistik pendakian. Setop membawa kemasan makanan dan minuman berbahan plastik, kaleng, styrofoam, botol kaca, dan tisu basah. “Go Rinjani Zero Waste menekankan penggunaan wadah reuse dan refill,” tegas mantan Kepala Balai Taman Nasional Wasur, Merauke.    

Melangkah Bersama Mendukung Rinjani Nol Sampah 2025
Plawangan Sembalun lebih bersih usai Clean Up Rinjani, Februari 2025/dokumentasi TNGR

Persoalan sampah di Rinjani, sambung Yarman, memang tak bisa diselesaikan lingkup TNGR saja. Termasuk ketika sampah hasil kegiatan bersih gunung berhasil dibawa turun. Perlu penanganan dari Pemkab Lombok Timur untuk diangkut ke pembuangan akhir. Kepedulian semua pihak akan membuat wajah Indonesia terhormat di mata internasional.

“Kita tahu banyak pendaki mancanegara di Rinjani. Kalau gunungnya bersih, citra Indonesia akan positif. Sesuai dengan misi ‘Pendakian Kelas Dunia Berkelanjutan’ yang kami canangkan,” papar Yarman.

Soal penyediaan toilet permanen di camp area Segara Anak yang juga urgen, Yarman tak sungkan menyatakan butuh sokongan dan kepedulian pihak lain. “Jujur saja anggaran kami terbatas. Kami membuka diri kalau memang ada yang mau berpartisipasi,” tandas lelaki asli Sungai Penuh, Jambi, menutup perbincangan. 


Foto sampul: Gotong royong berburu sampah dalam kegiatan Clean Up Rinjani 26-28 Februari 2025/dokumentasi Arei Outdoor Gear


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Melangkah Bersama Mendukung Rinjani Nol Sampah 2025 appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/melangkah-bersama-mendukung-rinjani-nol-sampah-2025/feed/ 1 46437
Menikmati “Tujuh Bukit Kegembiraan” di Rinjani https://telusuri.id/menikmati-tujuh-bukit-kegembiraan-di-rinjani/ https://telusuri.id/menikmati-tujuh-bukit-kegembiraan-di-rinjani/#respond Mon, 16 Dec 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=44591 Gunung Rinjani (3.726 mdpl) di Lombok tidak hanya menarik minat banyak pendaki nusantara, tetapi juga Asia hingga Eropa. Maka jangan heran kalau akan menemui banyak warga negara asing. Mereka didampingi pemandu dan porter lokal yang...

The post Menikmati “Tujuh Bukit Kegembiraan” di Rinjani appeared first on TelusuRI.

]]>
Gunung Rinjani (3.726 mdpl) di Lombok tidak hanya menarik minat banyak pendaki nusantara, tetapi juga Asia hingga Eropa. Maka jangan heran kalau akan menemui banyak warga negara asing. Mereka didampingi pemandu dan porter lokal yang mengawal sampai puncak.

Ada tiga pintu masuk utama untuk bisa menggapai puncak Rinjani: Sembalun, Senaru, dan Torean. Jalur Sembalun paling menjadi rebutan. Kuota tiket daringnya mudah habis. Apalagi dibarengi turun via Torean yang sedang populer. Istilah “perang tiket” berlaku untuk pilihan lintas jalur Sembalun–Torean. Sebab, yang pesan mendadak dijamin gigit jari. Kecuali, kalau reservasi tiket sebulan sampai tiga pekan sebelum hari pendakian. Atau naik dari Senaru, turun Sembalun. Ini punya peluang besar, walau baru mengakses layanan tiket digital sepekan sebelum perjalanan ke Lombok. 

Jalur Sembalun laris karena waktu tempuh ke puncak lebih cepat. Bahkan bisa dua hari satu malam saja, dengan titik camp di Plawangan Sembalun. Tanpa perlu mampir ke danau Segara Anak, sehingga langsung turun Sembalun lagi.

Berbeda dengan Senaru atau Torean, yang butuh waktu empat hari tiga malam. Kita mesti susah payah mencapai Plawangan Senaru untuk bermalam. Besok lanjut ke Segara Anak, nginap lagi. Esoknya, masih “bersakit-sakit” menuju Plawangan Sembalun dan buka tenda kembali. Baru dini hari menjajal trek berpasir, mengarungi “sirkuit” Letter E yang kesohor. Jika lulus ujian fisik dan mental di tanjakan pamungkas itu, puncak Rinjani bakal tersenyum menyambut. 

Menikmati “Tujuh Bukit Kegembiraan” di Rinjani
Suasana registrasi di kantor BTNGR Resor Sembalun/Mochamad Rona Anggie

Tak Ingin Menyesal di Tujuh Bukit Penyesalan

Ketika mendaki hari pertama via Sembalun, ada satu trek terkenal: Tujuh Bukit Penyesalan. Jalur menanjak itu terbentang selepas Pos 3 menuju Plawangan Sembalun. Benarkah pendaki bakal menyesal ketika menapakinya? Saya sendiri, yang mendaki 1–4 Juni 2024 lalu, enggan latah menyebutnya “Penyesalan”. Sungguh, saya mengunjungi Rinjani untuk bersenang-senang! 

Perjalanan darat 27 jam dari pesisir utara Jawa Barat via Bali–Lombok saya tempuh dengan riang kepala, gembira mata. Tak ada mabuk laut dan rasa takut. Saya tidak mau datang jauh-jauh untuk kemudian menyesal di Rinjani. Saya ingin menyongsong “Tujuh Bukit Kegembiraan” dengan sukacita. 

Hari Minggu (2/6/2024), selesai cek kesehatan di Puskesmas Sembalun dan mengurus registrasi di kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), para pendaki naik mobil bak terbuka menuju gerbang Kandang Sapi. Dinamai demikian karena di area padang rumput itu banyak sapi berkeliaran. Kotorannya berserakan, sehingga mesti pandai-pandai melangkah. Jangan sampai terkena “ranjau” hijau-kehitaman.   

Menikmati “Tujuh Bukit Kegembiraan” di Rinjani
Gerbang pendakian Kandang Sapi yang panas dan berdebu/Mochamad Rona Anggie

Petualangan dari Kandang Sapi ke Pos 1 dan Pos 2 melintasi sabana mahaluas. Hijau membentang seakan tak berujung. Pemandangan 360 derajat, ya, hanya padang rumput saja. Sinar matahari panas menyengat kulit. Pakaian banjir keringat. Air mineral, topi rimba, dan kacamata hitam adalah sahabat perjalanan terbaik di sini.

Tak sedikit pendaki naik ojek menuju Pos 2, walau yang berjalan kaki juga banyak. Naik ojek hanya 20 menit dengan ongkos Rp200 ribu per orang. Sementara jalan perlu waktu tiga jam sampai Pos 2. Tak mudah memang, tetapi pesona sabana Sembalun membuat rasa lelah segera sirna. Berganti harapan, meniti pos demi pos. Ah, Rinjani, setiap jengkalmu adalah keindahan.

Di Pos 2, kita bisa isi ulang perbekalan air. Petugas juga siaga menagih bukti check in pendaki dan meminta surat kesehatan resmi dari puskesmas. Pengunjung yang tidak punya tiket online disuruh balik kanan, dilarang melanjutkan pendakian. Ketat banget.

  • Menikmati “Tujuh Bukit Kegembiraan” di Rinjani
  • Menikmati “Tujuh Bukit Kegembiraan” di Rinjani

Pukul 10.30 WITA, kami bergerak menuju Pos 3. Jalan setapak masih membelah area padang rumput. Di depannya terbentang bukit-bukit. Jalur belum begitu terjal. Cerah langit mulai digelayuti mendung. Mudah-mudahan jangan hujan, batin saya. Jurang-jurang besar menganga di sebelah kanan jalur. Mulas melihatnya. Pendaki mesti fokus melangkah.

“Itu jalur sebelum gempa. Sudah tak bisa dilewati,” kata seorang porter menunjuk patahan jalan setapak yang amblas ke jurang. “Sekarang kita melipir turun ke lembah. Naik dari punggungan lain.”

Pada 2018, Lombok diguncang gempa bumi. Jalur pendakian Gunung Rinjani terdampak. Beberapa papan penunjuk arah yang baru terpasang di rute menuju Pos 3. Ini penting, agar pendaki tidak salah jalan dan tersasar ke jalur lama, atau menemui punggungan yang mudah longsor.   

Kami sampai di Pos 3 pukul 11.45 WITA. Saya dan rekan lainnya istirahat sejenak, meluruskan kaki dan menikmati udara sejuk pegunungan. Kami santap siang di sini dengan menu nasi ayam goreng, bekal dari Sembalun. 

Jurang-jurang di sekitar jalur antara Pos 2 ke Pos 3 Sembalun (kiri). Istirahat sekaligus makan siang di Pos 3 Sembalun/Mochamad Rona Anggie

Perjalanan dari Kandang Sapi ke Pos 1 dan 2 bisa disebut etape awal pendakian. Setelahnya, pendaki masuk etape ketiga dan keempat. Dari Pos 3, kita dapat melihat garis tanjakan yang terapit pinus-pinus dan diselingi batu besar. Bikin ciut bulu kaki. Namun, otot paha menolak tunduk. Otot betis enggan takluk. Tak ada kalimat: aku gak bisa, Yura

Itu dia “Tujuh Bukit Kegembiraan”. Saya yang berada dalam rombongan 21 pendaki harap-harap cemas. Kami saling menguatkan tekad, merapal doa-doa. Saya ingat pesan istri di rumah, agar pulang dengan selamat. Sebab, tagihan listrik dan air menanti.

Medan pendakian dari Pos 3 ke Pos 4, sampai Plawangan Sembalun, merupakan arena “Tujuh Bukit Kegembiraan”. Tidak ada tanda spesifik puncak setiap ujung bukit. Juga tidak ada turun bukit, lantas naik lagi, seperti di Gunung Sindoro, Sumbing, atau Semeru. 

Kami malah melipir sungai-sungai kering, melewati lembah berbatu dikelilingi cemara. Terus berjalan menanjak dan menanjak. Sampai kira-kira, setelah rehat kesekian kali, sambil meneguk air dalam veples, sanubari berucap, “Kok, gak kelar-kelar tanjakannya?” Nah, jangan sampai kita terkenang kasur di rumah, lantas menyesal dan menyebutnya sebagai Tujuh Bukit Penyesalan.

Menikmati “Tujuh Bukit Kegembiraan” di Rinjani
Para pendaki berjuang menapaki “Tujuh Bukit Kegembiraan”/Mochamad Rona Anggie

Hiburan dari Porter

Sungguh, saya merasa senang kaki dan suka hati ketika menapaki perbukitan yang bertumpuk-tumpuk itu. Berbagi ceria bersama pendaki lainnya, bertukar tawa bareng turis mancanegara. Sambil menghindarkan pandangan sebisa mungkin, dari udel-udel Eropa yang tak kenal masuk angin.

Kehadiran porter menjadi pemandangan unik tersendiri. Mereka adalah warga lokal Sembalun yang dibayar untuk membawa perbekalan pendaki. Terutama pelancong luar negeri. Tak usah kaget kalau naik Rinjani, jumlah pendaki dan porter sama banyak. Bedanya, pendaki pakai sepatu gunung, porter bersandal jepit saja. Tapi jangan salah, kaki mereka amat lincah melibas tiap belokan menanjak.

Sepatu gunung kami, keren punya. Sandal jepit mereka, sakti gila. Seolah diberi ajian peringan tubuh. Mereka santai memikul beban dua keranjang. Pundak laksana tugu triangulasi. Napas bak banteng dalam arena, menerjang jalur berdebu. Ah, Rinjani. Kami serupa motor bebek dibanding porter-porter itu. Mereka motor trail. 

Satu momen di bukit terakhir yang curam, sebelum naik tangga memasuki hutan Plawangan, seorang porter menyetel lagu di ponsel yang tersambung dengan pelantang portabel. Suaranya keras terdengar.

Mengudaralah Bohemian Rhapsody (Queen). Pas lirik “Mama…”, spontan pendaki bule dan domestik menyanyi bersama. Kemudian semua tergelak-gelak, sambil berusaha mengatur napas. Menguatkan pijakan agar tak jatuh. Kami berusaha menghibur diri di tanjakan terakhir “Tujuh Bukit Kegembiraan”. 

“Sebentar lagi,” ucap seorang porter menyemangati. “Habis tangga, baru Plawangan.”

Nyatanya selepas tangga, napas kami yang tekor. Saya rebahkan tas carrier lalu selonjoran. Muka bule-bule memerah. Sedikit lagi ujung tanjakan dicapai, eh, masih melipir ke kiri 20-an meter. Baru ada papan penanda: Plawangan Sembalun.

Menikmati “Tujuh Bukit Kegembiraan” di Rinjani
Tangga besi menjelang Plawangan Sembalun, yang juga mengakhiri “Tujuh Bukit Kegembiraan”/Mochamad Rona Anggie

Segara Anak yang Menakjubkan

Akhirnya sampai di Plawangan. Rintik hujan datang, lantas deras. Saya pun terkenang sajak Sapardi: 

Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu.

Gairah membuncah, semangat menyala. Tuntas sudah menapaki “Tujuh Bukit Kegembiraan”. Kini bersiap dengan tantangan dan tempaan berikutnya.   

“Kita lanjut ke Plawangan dua,” kata pemandu.

Sudah pukul empat sore. Baru ada tujuh dari 21 pendaki. Kami bergegas demi sampai tenda. Berabe kalau basah kuyup.

Dekat barisan pinus, tenda berjejer. Baru rebahan sesaat, hujan reda. Langit berangsur terang. Kabut menghilang, mendung pulang. Perlahan, bak mandi raksasa terlihat. Itulah Segara Anak. Biru memukau. Ini bukan lukisan, nyata depan mata. Semesta pujian hanya untuk Sang Pencipta, Allah rabbul ’alamin.

Menikmati “Tujuh Bukit Kegembiraan” di Rinjani
Tenda-tenda di Plawangan Sembalun berjejer menghadap pemandangan Segara Anak/Mochamad Rona Anggie

Jelang setengah enam sore, gelap masih terkena macet. Mentari baru ancang-ancang lepas dinas. Plawangan Sembalun jadi kado terindah bagi para lulusan terbaik “sekolah alam” Tujuh Bukit Kegembiraan.

Semua tenda terpancang menghadap Segara Anak. Para pendaki berlomba merekam suasana. Tebing-tebing kaldera di sisi danau begitu gagah ditimpa temaram cahaya senja. 

Di sisi utara, punggungan besar mengadang. Jalur setapak Plawangan berujung di sana. Dini hari nanti, para pendaki akan mencumbunya demi mencapai batas vegetasi. Setelah itu, trek sepenuhnya berpasir. Panjang dan menguras tenaga. Tak ada kata menyesal, apalagi menyerah. Mesti dijalani, hingga bertemu “ujian akhir” yang bakal membuat dengkul pendaki Rinjani bergetar: Letter E.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menikmati “Tujuh Bukit Kegembiraan” di Rinjani appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menikmati-tujuh-bukit-kegembiraan-di-rinjani/feed/ 0 44591