semeru Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/semeru/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Sat, 25 Dec 2021 06:55:29 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 semeru Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/semeru/ 32 32 135956295 Bersumpah Berhenti Merokok di Bibir Jonggring Saloko https://telusuri.id/bersumpah-berhenti-merokok-di-bibir-jonggring-saloko/ https://telusuri.id/bersumpah-berhenti-merokok-di-bibir-jonggring-saloko/#respond Tue, 21 Sep 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=29293 Dari stasiun Senen, kami bertolak ke Malang, Jawa Timur. Kereta api Matarmaja dengan biaya Rp150.000 per orang, akan membawa kami dalam jangka waktu kurang lebih 16,5 jam perjalanan. Setibanya di kota yang dicap sebagai kota...

The post Bersumpah Berhenti Merokok di Bibir Jonggring Saloko appeared first on TelusuRI.

]]>
Dari stasiun Senen, kami bertolak ke Malang, Jawa Timur. Kereta api Matarmaja dengan biaya Rp150.000 per orang, akan membawa kami dalam jangka waktu kurang lebih 16,5 jam perjalanan. Setibanya di kota yang dicap sebagai kota pendidikan tersebut kami bertemu dengan regu pendaki yang juga berasal dari Jakarta, Indra dan Ical.

Setelah makan siang bersama di alun-alun kota, kami menaiki angkot TA atau Tumpang-Anjung Sari, menuju Pasar Tumpang. Di sekitar Pasar Tumpang, kami menyewa basecamp dan menjadikannya tempat menyimpan barang yang sekiranya tidak diperlukan pada saat melakukan trekking atau pendakian. Basecamp tersebut sudah dilunasi di awal bersama tiket dan simaksi yang sekiranya kurang lebih Rp500.000 selama kurang lebih 5 hari untuk 4 orang.

Tim pendakian/Etzar D

Setelah istirahat sejenak dan melengkapi beberapa kebutuhan lain di pasar tradisional, Pasar Tumpang, kami segera menaiki jip menuju desa terakhir, Ranu Pani. Harga sewa Jeep umumnya Rp650.000 untuk kapasitas 10-12 orang dan memakan waktu 1,5 jam perjalanan. 

Ketika sampai di Ranu Pani, kami hanya tinggal daftar kembali atau sekadar melapor dan menunjukkan bukti pendaftaran serta memberikan KTP dan nomor telepon yang bisa dihubungi tanpa harus mengeluarkan biaya karena sudah dilunasi via online dengan biaya Rp19.000 – Rp24.000 per orang. 

Bertolak dari Ranu Pani kami mulai berjalan kaki sejauh 3 km mengikuti jalur yang telah dibuat khusus ke arah Landengan Dowo yang disambut dengan perkebunan maupun persawahan serta tanjakan-tanjakan kecil yang lumayan menguras tenaga. Perjalanan dari Ranu Pani ke Landengan Dowo bisa memakan waktu 1,5 jam. 

Lalu, kami berjalan kaki lagi sejauh 3 kilometer menuju Watu Rejeng yang bentang alamnya sudah memasuki hutan rimba dan perbukitan. Perjalanan ini juga memakan waktu sekitar 1,5 jam. 

Dari Watu Rejeng kami lanjut lagi sejauh 4,5 km ke Ranu Kumbolo dengan estimasi waktu 2 jam perjalanan naik turun bukit-bukit kecil yang memakan banyak tenaga, tidak heran jika di setiap pos kami akan rehat sejenak. Di jalur ini giliran Ivan yang kondisi tubuhnya melemah. Asmanya kambuh yang membuat kami harus berkali-kali harus rehat di jalur pendakian dan pada akhirnya tiba di Ranu Kumbolo ketika magrib telah usai. 

Di danau indah tersebutlah kami bahu-membahu membangun tenda di tengah suhu yang dingin serta gelap yang indah dikarenakan di angkasa terlihat jelas bintang-bintang bertaburan yang nyaris tidak pernah ditemukan ketika berada di Jakarta. Indah sekali, seperti berada di tepian Danau Telaga atau Danau Lindu di Sulawesi Tengah. 

Seusai memasak dan makan malam bersama, kami segera beristirahat karena sudah terlalu lelah. Kali ini, giliranku yang kondisi tubuhnya tidak baik, aku diserang demam. Menggigil kedinginan, untung saja Rey sigap lalu segera mengobatiku. Ia takut jika aku diserang hipotermia.


Setelah makan siang, perjalanan kembali kami lanjutkan. Danau di belakang kami semakin terlihat indah ketika melihatnya dari jalur Tanjakan Cinta. Mitos yang beredar di kalangan pendaki, apabila mendaki di jalur pendakian ini tanpa istirahat dan menengok ke kanan serta kiri, maka kisah percintaan yang diimpikan bisa terkabul. 

Faktanya, aku hanya bisa merasakan capek dan haus. Tapi soal Ranu Kumbolo yang semakin indah dilihat dari puncak bukit Tanjakan Cinta, itu nyata.

Setelah puas menikmati sajian alam tersebut, kami segera turun menyusuri Oro-oro Ombo, yang merupakan rumah dari tumbuhan Verbena Brasiliensis. Sayang, bunga yang jika mekar berwarna ungu mirip bunga lavender itu sedang tidak mekar. Verbena memang merupakan semak tahunan yang tumbuh dari Januari hingga Agustus. Verbena Brasiliensis berpotensi merusak ekologi karena bunga ini menyerap air sangat banyak dan cepat membuat daerah di sekitarnya kekeringan. Jika perkembangannya tidak dikendalikan, Verbena dikhawatirkan akan menguasai habitat dan menggeser tanaman asli Oro-oro Ombo, juga mengganggu ekosistem.

Sekitar setengah jam kemudian rombongan kami akhirnya tiba di Cemoro Kandang dengan ketinggian kurang lebih 2500 mdpl. Di kawasan ini terdapat spesies bunga daisy. 

Jambangan 2600 mdpl/Etzar D

Kemudian kami lanjut lagi berjalan naik turun bukit selama setengah jam menuju Jambangan di ketinggian 2600 mdpl. Di wilayah ini bunga edelweis terlihat tumbuh liar layaknya tumbuhan lain. Lalu, sesuatu yang membuat hati semakin bergetar ketika melihat  Mahameru dari kejauhan, ia terlihat gagah, aku terpesona. 

Di Jambangan kami bertemu dengan pendaki lain dengan tujuan yang sama. Salah satunya ialah rombongan polisi asal Makassar yang tengah melakukan ekspedisi pendakian bersama yang ternyata di pandu oleh Mas Rochman Pembelot, pendaki yang terkenal dengan ekspedisi 0 rupiah. Puas menikmati suguhan keindahan yang ada, kami lanjut berjalan sejauh 3 km menuju Kalimati. 

Bersama pendaki Rp0/Etzar D

Pos ini berada di ketinggian 2700 mdpl. Terdapat sebuah bangunan serupa dengan yang ada di Ranu Kumbolo. Saat itu yang berkemah di Kalimati cukup ramai, beberapa tenda berdiri dengan warna yang berbeda-beda. Di Kalimati terdapat sumber mata air bernama Sumber Mani, butuh waktu berjalan sekitar setengah jam pulang pergi untuk menuju sumber mata air tersebut. Disarankan pendaki tidak ke Sumber Mani sendirian apalagi pada malam hari karena di wilayah ini masih banyak binatang buas berkeliaran. Sebelum gelap tiba sudah harus berada di area tenda. 

Selesai makan malam bersama, kami segera masuk ke tenda karena udara di luar semakin dingin. Lebih dingin dari ruang kantor berpendingin udara. Karena lelah, kami tertidur cukup lelap dan bangun pada pukul 1 pagi. Inilah pendakian sebenarnya. Tidak ada lagi kata landai seperti yang sudah dilewati sebelumnya. 

Rey dan Ivan sempat mengucapkan kata-kata mundur. Dalam artian, cukup di Kalimati saja. Tidak usah Mahameru. Ivan terlihat ragu, aku pesimis melihat semangat redupnya. Dia semacam racun akan bara semangatku sendiri. Sementara, aku dan Toni yakin bisa berdiri di Puncak Semeru. Seperti yang kita tahu, pendakian resmi Gunung Semeru sebenarnya hanya diizinkan sampai Kalimati. Lebih dari itu, risiko harus pendaki tanggung sendiri jika terjadi sesuatu yang bisa jadi kurang mengenakkan.

“Tidak akan kubiarkan siapa pun yang merusak impianku!” batinku. 

Seusai berdoa bersama, semua pendaki siap untuk summit attack. Setengah jam kemudian, sebelum menembus batas vegetasi, Ivan semakin menunjukkan hal-hal yang seharusnya ia tidak melakukan pendakian. Tiga menit berjalan, istirahat sampai lima menit. Begitu seterusnya, sementara udara semakin dingin dan angin mulai bertiup kencang. 

Ia memintaku untuk segera membawanya turun, tetapi tentu saja aku tidak mau. Usia yang lebih tua tujuh tahun dariku membuatnya seolah menganggap aku pemuda yang tidak bertanggung jawab dan terlalu mementingkan diri sendiri. 

Jujur, aku merasa bersalah, tetapi selain impian, aku mempunyai alasan yang jelas mengapa memilih untuk tetap naik ke puncak. Ia marah besar, tubuh tak berdaya itu ditolong oleh seorang pemuda baik hati, Ical, ia berkorban demi keselamatan dan kebaikan bersama. Aku merasa berhutang budi terhadapnya. 

Sekali lagi, ini bukan hanya soal impian besar atau kesetiakawanan. Memang benar, puncak sebenarnya adalah pulang dengan selamat. Tetapi, pilihan dia sendiri yang membuatku lebih memilih puncak. Andai saja, dari bawah, dari tenda ia memilih untuk tetap tinggal. Mungkin, itu lebih terhormat ketimbang menyusahkan banyak orang di jalur pendakian. Perlahan air mata ini jatuh, jatuh bersama embun dan gerimis di dedaunan. Rasa bersalah ini akan kusimpan selamanya. 

Sementara Rey dan Toni sudah jauh di atas sana, mereka sudah melewati batas vegetasi. Indra menguatkan aku. Di antara rasa takut dan kesedihan yang baru saja dilalui, kami akhirnya berhasil melewati Arcopodo. 

Kabarnya, di wilayah ini pendaki sering menemukan patung tak kasat mata. Hanya pendaki beruntung saja yang bisa melihatnya. Aku dan Indra terus naik, Rey menunggu kami sementara Toni sudah jauh di atas sana. 

Mahameru/Etzar D

Melihat aku dan Rey sedang serius dalam obrolan, Indra segera meninggalkan kami. 

Rey bertanya, “Zar, apa Ivan baik-baik saja? Oh iya, kalau berhasil berdiri di puncak sana, apa yang akan kamu lakukan setelahnya?”  

“Seharusnya sejak tadi di Kalimati, dia sudah menyerah. Jadi tidak ada pihak yang dirugikan. Aku merasa bersalah sekaligus berhutang budi kepada Ical. Untuk itu, aku berjanji setelah ini aku akan lebih mencintai alam ini.”

“Maksudmu? Dengan cara apa? Aku saja tidak yakin akan berhasil berdiri di sana. Kita sama-sama terlihat payah.” 

“Aku bersumpah akan berhenti merokok. Demi nafas yang sesak dan kepentingan menyelamatkan bumi dari asap rokok,” pungkasku. 

Aku dan Rey saling terus berjalan hingga tiba di Mahameru. Aku langsung bersujud syukur. Air mata kembali menetes. Haru biru di Mahameru. Aku dan Rey berpelukan. Aku tidak membawa wanita perkasa itu ke atapnya Pulau Jawa ini, dialah yang membawa dirinya sendiri. Dia bangga, aku pun demikian.

Sejenak merenung, inilah saat yang tepat. Maka kubiarkan mereka semua turun lebih dulu, sementara diri ini berjalan pelan menuju bibir kawah Jonggring Saloko. 

“Demi impian yang telah terwujud ini, wahai pemilik Jonggring Saloko, aku bersumpah akan berhenti merokok demi keselamatan diri dan bumi dari asap rokok!” Pekikku. 

Beberapa saat kemudian kawah itu seakan bergetar dan mengeluarkan asap seakan menerima sumpahku. Aku ketakutan. 

Soe Hok Gie menghembuskan nafas terakhir di sini karena menghirup zat racun yang berasal dari kawah tersebut. Takut hal itu terjadi kepadaku, aku segera menyusul turun. Padahal hati masih betah di Mahameru.

Setiba di Kalimati, aku segera menemui Ivan yang sedang bersantai di atas hammock lalu segera meminta maaf dan mentraktirnya air minum dan buah semangka segar. “Mendaki gunung adalah sebuah perjalanan spiritual, tidak bisa direkayasa. Sejak turun dari Mahameru, aku putuskan untuk berhenti merokok.” — Etzar D Sastra.

“Mendaki gunung adalah sebuah perjalanan spiritual, tidak bisa direkayasa. Sejak turun dari Mahameru, aku putuskan untuk berhenti merokok.” – Etzar D Sastra. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bersumpah Berhenti Merokok di Bibir Jonggring Saloko appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bersumpah-berhenti-merokok-di-bibir-jonggring-saloko/feed/ 0 29293
Perjumpaan Pertama dengan Ranu Kumbolo https://telusuri.id/perjumpaan-pertama-dengan-ranu-kumbolo/ https://telusuri.id/perjumpaan-pertama-dengan-ranu-kumbolo/#respond Tue, 15 Oct 2019 10:07:59 +0000 https://telusuri.id/?p=18042 Agustus 2019 kemarin, saya diajak teman untuk trekking ke Ranu Kumbolo. Sebelum menerima ajakan itu, banyak pertimbangan yang berseliweran dalam kepala saya. Maklum, ini bakal jadi trekking perdana bagi saya. Tapi, akhirnya saya mengiyakan juga....

The post Perjumpaan Pertama dengan Ranu Kumbolo appeared first on TelusuRI.

]]>
Agustus 2019 kemarin, saya diajak teman untuk trekking ke Ranu Kumbolo. Sebelum menerima ajakan itu, banyak pertimbangan yang berseliweran dalam kepala saya. Maklum, ini bakal jadi trekking perdana bagi saya. Tapi, akhirnya saya mengiyakan juga.

Jam 6 pagi di hari yang ditentukan, saya dan teman-teman berangkat dari Kota Malang ke kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kami berdelapan—dua perempuan dan enam laki-laki—konvoi naik motor selama dua jam.

Setiba di base camp pendakian, kami melapor. Barang-barang bawaan kami dicek dan didata untuk memastikan bahwa kami trekking dengan bekal yang layak dan (nantinya) tidak meninggalkan sesuatu kecuali jejak. Lalu kami di-briefing soal banyak hal, dari mulai peraturan dan larangan, tentang flora dan fauna dilindungi, fauna dilindungi yang aktif di malam hari, pohon-pohon berkain yang dikeramatkan di sekitar Ranu Kumbolo, dll. Pengarahan itu lumayan lama, sekitar setengah jam.

ranu kumbolo
Foto bersama di gapura Gunung Semeru/Cindar Bumi

Sekira jam 9 pagi, kami memulai petualangan. Estimasi waktu tempuh perjalanan menuju Ranu Kumbolo ialah empat sampai lima jam. Meskipun perjalanan itu akan berlangsung lama, saya merasa sangat antusias dan bersemangat. Rasa ragu tak ada lagi dalam benak saya, sudah hilang disapu indahnya pemandangan yang saya lihat dari tadi.

Tapi, baru lima belas menit berlalu, saya sudah merasa benar-benar lelah. Tenaga saya begitu terkuras oleh jalanan yang menanjak dan berdebu itu. Rasa ragu yang tadi hilang kembali muncul: apakah saya bisa tiba di Ranu Kumbolo? Saya tak enak hati mengutarakan keraguan saya pada teman-teman, enggan membuat mereka kecewa.

Untungnya kami sering istirahat, entah di tanah berdebu atau rerumputan. Untuk menawar lelah, kami juga selalu bersenda gurau. Dalam perjalanan seperti ini, kelakar-kelakar yang dilempar bisa jadi bahan bakar untuk menjaga semangat.

ranu kumbolo
Ranu Kumbolo tampak dari Tanjakan Cinta/Cindar Bumi

Mungkin pendaki-pendaki veteran yang membaca tulisan ini akan bilang saya norak. Tapi, saya kagum sekali melihat interaksi para pendaki. Ketika berpapasan, para pendaki selalu saling sapa dan melontarkan kalimat-kalimat penyemangat: “Semangat, Mbak dan Mas. Sebentar lagi sudah sampai,” atau, “Ayo, sedelut maneh sampek. Wes karep ngarep.

Pendaki yang pendiam, atau terlalu “ngap” untuk bicara, akan menyapa dengan wajah ramah dan senyuman.

Hal lain yang bikin saya bersemangat adalah di beberapa pos—untuk ke Ranu Kumbolo kami harus melewati empat pos yang jaraknya jauh-jauh—ada penjual makanan, minuman, dan obat-obatan ringan. Di salah satu pos, kami mendapati lapak yang menjual buah semangka merah dan kuning, yang masing-masing sepotongnya dijual Rp2.500 dan Rp3.000. Teman-teman saya mengatakan bahwa rasa semangka di sana lebih manis dan segar, beda dari rasa semangka-semangka yang pernah mereka coba sebelumnya.

Tenda-tenda di Ranu Kumbolo/Cindar Bumi

Saya dan teman-teman akhirnya sampai di Ranu Kumbolo sekitar jam 4 sore. Kami tak langsung memasang tenda, melainkan duduk-duduk dulu untuk menikmati senja. Setelah hari mulai gelap, baru kami mencari lahan kosong yang cukup untuk tiga tenda. Begitu tenda terpasang, kami memasak mi dan meracik minuman hangat.

Saat kami tiba, tenda belum begitu banyak. Namun, semakin malam, tepian Ranu Kumbolo semakin meriah oleh tenda.

Jam 8 malam, ketika menengadah ke langit, saya melihat milky way yang tampak elok meskipun harus berebut panggung dengan bulan dan gemintang. Malam itu saya benar-benar bersyukur sekali karena sudah mengambil keputusan untuk menerima ajakan trekking ke Ranu Kumbolo, sambil berharap akan diberikan kesempatan sekali lagi untuk ke sana suatu hari nanti.

Karena hawa makin dingin, saya lapisi badan dengan jaket, celana tumpuk tiga, kaus kaki tumpuk empat, dan sarung tangan dua lapis. Jam 10 malam kami sudah istirahat dalam tenda. Tapi, sampai jam 1 dini hari, saya tak bisa tidur nyenyak karena kaki saya kram. Untuk mengatasinya, saya oleskan minyak tawon di kaki—ampuh!

ranu kumbolo
Para pendaki sedang mengemasi tenda di pinggir Ranu Kumbolo/Cindar Bumi

Saya baru bisa tidur nyenyak jam 2 dini hari. Lucunya, teman-teman saya malah banyak yang terbangun selepas saya tidur. Menurut cerita mereka, suhu saat itu mencapai 8˚C. Tapi saya tak merasakannya karena saya sudah tidur pulas disponsori minyak tawon.

Pagi-pagi, kami bersama-sama menyambut matahari—sekalian foto-foto tentunya. Ranu Kumbolo pagi-pagi begini indah sekali. Ada kabut putih menggelayut rendah di atas permukaan danau.

Matahari makin naik dan kami makin lapar. Kami pun kembali ke tenda dan memasak dengan kompor kecil. Karena persediaan air menipis, kami menggunakan air danau untuk memasak. (Kami juga meminum air danau yang tak direbus, yang secara mengejutkan ternyata benar-benar segar.)

Kami bermalas-malasan dalam tenda sehabis makan. Sekitar jam 11 siang, kami mengemasi barang bawaan dan bersiap-siap untuk turun ke base camp. Berangkat tengah hari, kami tiba di base camp sekitar jam 4.30 sore lalu bergegas pulang ke Malang.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Perjumpaan Pertama dengan Ranu Kumbolo appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/perjumpaan-pertama-dengan-ranu-kumbolo/feed/ 0 18042
7 Kegiatan Lucu yang Bisa Kamu Lakukan di Bromo-Tengger-Semeru https://telusuri.id/kegiatan-di-kawasan-bromo/ https://telusuri.id/kegiatan-di-kawasan-bromo/#comments Wed, 13 Sep 2017 17:15:53 +0000 http://telusuri.org/?p=1852 Kawasan Bromo-Tengger-Semeru ibarat sebuah taman bermain yang punya banyak wahana. Jadi kamu pasti nggak bakal mati gaya di sini karena pilihan aktivitasnya banyak banget, terutama kalau kamu suka aktivitas luar ruangan. Tinggal pilih aja mana...

The post 7 Kegiatan Lucu yang Bisa Kamu Lakukan di Bromo-Tengger-Semeru appeared first on TelusuRI.

]]>
Kawasan Bromo-Tengger-Semeru ibarat sebuah taman bermain yang punya banyak wahana. Jadi kamu pasti nggak bakal mati gaya di sini karena pilihan aktivitasnya banyak banget, terutama kalau kamu suka aktivitas luar ruangan. Tinggal pilih aja mana yang paling pas buat kamu.

1. Melihat matahari terbit di Pananjakan

Pananjakan 1/Erferdik Mustika

Kamu pasti sudah sering lihat foto sunrise di Kasawan Bromo yang kayak begini: lautan pasir berselimut kabut, Gunung Bromo dan Batok, lalu Gunung Semeru di latar belakang. Foto itu diambil di Pananjakan, lokasi paling populer buat lihat matahari terbit di Bromo. “Males, ah, ke sana. Udah mainstream,” begitu kamu bilang. Percaya, deh; melihat pemandangan di foto sama melihatnya langsung beda banget rasanya. Jangan jadiin “udah mainstream” alasan bagimu buat nggak nyobain langsung melihat sunrise di Pananjakan. Rugi sendiri, ntar!

2. Naik jip atau naik kuda menyusuri “Pasir Berbisik”

Berkuda di Bromo

Berkuda di Bromo via morishige.wordpress.com

Kalau betismu seteguh karang, jalan kaki dari Ngadisari—salah satu pintu masuk Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)—ke Gunung Bromo nggak akan jadi masalah. Tapi kalau kamu agak letoy tapi tetap ngebet mau menyusuri Lautan Pasir Bromo, mending jangan nekat jalan kaki, deh. Pilih salah satu: naik jip atau naik kuda. Naik jip bakal membuatmu menjelajah lebih jauh, sementara naik kuda akan membawamu lebih dalam ke relung perenungan… dan bikin kudanya keringetan.

3. Mendaki di Kawasan Bromo

kawasan bromo

Gunung Batok, Bromo, dan Semeru/Rendy Cipta Muliawan

Gunung Bromo bisa didaki sampai ke bibir kawah. Berita baiknya, kamu nggak perlu repot-repot bawa keril ke atas soalnya pendakiannya paling cuma sekitar 15 menit melewati tangga beton. (Daripada bawa beban banyak-banyak mending simpan tenaga buat selfie.) Di pangkal tangga atau di bibir kawah Gunung Bromo biasanya banyak yang jualan makanan dan minuman, seperti pop mie dan kopi. Udah enak banget. Selain itu, pemandangan dari Puncak Bromo juga spektakuler banget. Banyak yang bilang kalau Lautan Pasir Bromo mirip pemandangan di bulan. (Tau deh yang bilang begitu udah pernah ke bulan apa belum.)

4. Mendaki Gunung Semeru

Suasana kamp dalam pendakian Semeru/Fuji Adriza

Gunung Semeru beda dengan Toko Gunung Agung—nggak ada eskalator buat naik. Gunung yang rupawan ini menuntut daya tahan, sebab pendakiannya biasanya memakan waktu sekitar 3 hari 2 malam. Sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa, Semeru kurang pas buat pendakian perdana. Pastikan dulu kamu sudah biasa nanjak sebelum menjajal trek “Puncak Abadi Para Dewa” ini. Untuk ke base camp Gunung Semeru di Ranu Pane (Resor Ranu Pani) kamu perlu naik jip atau truk dari Tumpang di Kabupaten Malang.

5. Kemping di Ranu Kumbolo

Ranu Kumbolo/Fuji Adriza

Kalau kamu belum yakin buat nanjak Gunung semeru, kamu juga bisa cuma kemping-kemping lucu di tepian Ranu Kumbolo. Danau kecil yang jadi lokasi kemping favorit para pendaki Semeru ini berada di jalur pendakian, pada ketinggian sekitar 2.400 mdpl. Kalau datang di bulan yang tepat, kamu bisa lihat matahari terbit tepat di antara dua bukit. Agak siang sedikit suasana bakal dibikin syahdu oleh halimun tipis yang terbang mengambang di atas permukaan danau.

6. Mandi-mandi di Air Terjun Madakaripura

Air Terjun Madakaripura via twisata.com

Kamu juga bisa mampir ke Air Terjun Madakaripura di Kecamatan Lumbang, Probolinggo. Air Terjun Madakaripura istimewa karena air terjun setinggi 200 meter ini adalah yang paling tinggi di Jawa. Dan mungkin salah satu yang paling dingin. Kalau nggak kuat dingin, pikir-pikir dulu sebelum shower-an di sini.

7. Melihat kehidupan sehari-hari masyarakat suku Tengger

Kehidupan orang Tengger via morishige.wordpress.com

Masyarakat suku Tengger di sekitar kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah masyarakat agraris yang hidup dari bercocok tanam. Di areal TNBTS kamu bakal bisa menyaksikan kehidupan sehari-hari mereka yang beda banget dari kehidupan kamu di kota. Sebagai suku penganut Hindu, orang Tengger mengadakan ritual tahunan Kasodo di Pura Luhur Poten (di Lautan Pasir Bromo) yang diadakan pada hari ke-14 bulan Kasada dalam penanggalan Jawa Kuno.

Gimana? Tertarik ke Kawasan Bromo-Tengger-Semeru?

 

The post 7 Kegiatan Lucu yang Bisa Kamu Lakukan di Bromo-Tengger-Semeru appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kegiatan-di-kawasan-bromo/feed/ 2 1852