senja Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/senja/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 07 May 2024 06:30:24 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 senja Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/senja/ 32 32 135956295 Di Capak, Barangkali Senja telah Dicuri Sukab https://telusuri.id/di-capak-barangkali-senja-telah-dicuri-sukab/ https://telusuri.id/di-capak-barangkali-senja-telah-dicuri-sukab/#respond Tue, 07 May 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41839 Ke Capak, aku ingin menjemput senja. Pukul 15.00 WIB kalau tidak salah. Aku terbangun dari tidur siang akibat hawa panas. Aku bergegas karena telah terikat janji dengan seseorang yang telah menungguku di sebuah kafe. Di...

The post Di Capak, Barangkali Senja telah Dicuri Sukab appeared first on TelusuRI.

]]>
Ke Capak, aku ingin menjemput senja. Pukul 15.00 WIB kalau tidak salah. Aku terbangun dari tidur siang akibat hawa panas. Aku bergegas karena telah terikat janji dengan seseorang yang telah menungguku di sebuah kafe. Di kedai kopi itu, ia telah menanti dengan raut wajah yang tak bisa kutebak. 

“Apakah sudah lama?” tanyaku sambil tersenyum dengan rasa sesal yang dalam. 

“Baru saja, kok. Ayo berangkat,” jawabnya singkat. 

Dari sana, kami berangkat ke utara, lalu ke timur, ke arah tujuan kami. Aku sengaja tidak melewati area perkotaan demi menghindari kemacetan, supaya bisa bercakap di atas motor dan menghirup udara segar. Kami melewati Pademawu Barat. Di peta, desa itu menjadi bagian dari Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura. 

Di perempatan Jalan Bunder, kami menoleh dan melihat Masjid Sotok. Secara harfiah, dalam bahasa Madura, sotok berarti “dorong”. Sejarah penamaannya panjang. Melibatkan Panembahan Ronggosukowati, penguasa Islam pertama di Pamekasan pada abad ke-16. Bangunan masjid itu cukup megah, tetapi tampak tak rampung. 

“Orang Inggris menyebutnya pushing mosque,” ucap kawanku yang kutanggapi dengan tawa.

Setelah melewati Jalan Bunder, ke utara, aku menatap begitu luasnya area kompleks pabrik garam, sebagian telantar, terlihat sedikit sekali yang masih beroperasi. Beberapa kincir angin yang tidak berfungsi menandakan bahwa tempat itu hidup segan mati tak mau. Di kejauhan, pandanganku terbentur deretan pohon bakau yang mengitari kompleks.

Di sana, jalanan terasa sepi. Enam remaja tanggung sedang menikmati panorama sambil bersepeda. Mereka bercakap dan tertawa bersama. Aku sengaja memelankan motor karena momen itu seperti melemparku ke masa lalu. 

“Kayak kembali ke masa kanak-kanak,” kataku. Kawanku bergeming. 

Lalu kulambatkan laju kendaraan. Sebab, matahari masih terlalu tinggi. Kami tak ingin sampai di lokasi dengan hawa yang terlalu hangat. 

Berjarak 16 kilometer dari titik berangkat, kami sampai di lokasi kira-kira 40 menit kemudian. Capak, tempat yang akan kami tuju tercatat sebagai dusun di Kecamatan Galis. Andai kecepatan motor kutambah, barangkali kami hanya butuh waktu 30 menit saja. Namun, motorku bertahan di kecepatan 40 kilometer per jam. 

Di Capak, Barangkali Senja telah Dicuri Sukab
Jalan Capak yang masih sepi/Samroni

Menikmati Capak

Ketika kami memasuki area Capak, tempat itu masih sepi. Ternyata kami memang tiba terlalu awal. Pemuda-pemudi belum berdatangan. Yang terlihat beberapa orang saja, duduk dan bercakap. Mungkin juga sama denganku, tengah menunggu senja. 

Sebenarnya, yang akrab kami sebut “Capak” adalah sebuah jalan yang rebah di antara pohon-pohon kuda dan diapit bentangan tambak. Aku terkejut. Tongkrongan muda-mudi itu tak seperti biasa. Air tambak surut. Padahal, musim hujan belum sepenuhnya pergi. Padahal, ketika aku bertandang ke sana belum lama dari saat itu, air tambak masih tergenang masif. Dan kini, tak cuma air, pohon-pohon kuda mulai meranggas karena cuaca panas. Memang, walau musim hujan, Madura biasa dengan hawa panas. Atau jangan-jangan, Capak memang jarang tersentuh hujan sehingga air tambak sulit meninggi. 

“Kita ke ujung selatan dulu,” saran kawanku. “Di sini masih sepi. Mungkin di sana kita bisa mendapatkan sesuatu.”

Meski jalan ujung selatan tak beraspal dan rusak karena roda-roda truk, aku manut saja. Di sana, kadang ada beberapa orang memancing ikan. Tak ada pemukiman warga, sebab area itu bekas tempat pembuatan garam. Kematian tempat itu tampak dari gerbang tanpa penjaga, bekas kantor gudang garam yang dibikin jadi bengkel las dadakan, onggokan bangkai traktor, dan lumbung-lumbung garam yang reyot. 

Di tepi muara, kami menikmati kesunyian yang sesekali pecah oleh sayup deru motor.  Di depanku, dua perahu teronggok dalam kondisi rusak dan dua sampan dari pipa raksasa tertambat. Di kejauhan, beberapa orang melempar kail. Kira-kira enam lelaki berusia dewasa. 

“Beberapa bulan lalu, aku birding bareng teman,” kisah kawanku. Aku menyimaknya sambil mendengarkan kicau burung-burung. Ia berusaha menebak nama burung itu, tetapi gagal mengingat. “Kita harus lebih fokus, enggak bersuara, agar bisa menangkap kicau burung-burung itu,” tambahnya.

Aku pun berupaya menangkap seluruh suara di sekitar. Derik serangga, siul burung, dan kesiur angin. Sayang, kesunyian itu harus segera diakhiri supaya kami bisa kembali ke tempat kawula muda menghabiskan sore.

Di sana, anak-anak muda sudah nangkring di tepi jalan. Segerombolan remaja tanggung sedang menggeber motor. Kami menepi di tempat rindang, menapaki rerumputan. 

Di Capak, Barangkali Senja telah Dicuri Sukab
Langit yang muram tanpa warna senja/Samroni

Senja yang Muram

Namun, kali itu, tak ada senja di Capak. Awan mendung menutupi matahari sore. Suasana jadi muram. Aku teringat cerpen Seno Gumira Ajidarma, Sepotong Senja untuk Pacarku (2016). Sukab, protagonis dalam cerpen tersebut, memotong senja seukuran kartu pos untuk dipersembahkan kepada kekasihnya, Alina. Barangkali, senja di Capak juga telah dicuri Sukab, bajingan bucin itu. 

Kemuraman itu kian bertambah ketika kulihat pohon-pohon Capak ditempeli papan-papan kayu bertuliskan kata-kata sok mutiara, seperti kalimat berlagak religius “Pacaran boleh, pegangan jangan” dan “Jagalah kesucian jodohmu”. Aku tahu kata-kata itu ditujukan kepada muda-mudi yang sedang kencan agar tidak berbuat hal-hal tak senonoh di sana.  “Jangan cuma mantan yang dibuang, sampah juga,” ucap papan yang lain, semacam harapan kepada kita untuk menjaga kebersihan lingkungan dari sampah dan pikiran dari mantan.

Di pohon lain, sebuah papan tertulis campuran kode bahasa Indonesia-Madura, “Kematian ta’ abhag-rembhag” yang berarti “kematian tidak bermusyawarah terlebih dahulu”. Kata-kata seperti ini biasanya juga kerap ditulis di badan truk-truk oleng yang belakangan banyak diburu pembuat konten. Ada juga papan bertuliskan kutipan sok bijak dan bersajak, “Visi tanpa eksekusi adalah halusinasi”. 

Papan-papan tersebut dibikin mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN). Papan-papan semacam itu banyak ditemui di tempat-tempat wisata di Madura. Bukannya indah, papan-papan tersebut malah kerap merusak pemandangan dan membuat lanskap alam jadi tidak alami. 

Dari jauh kulihat sekelompok remaja mengambil gambar. Mereka memakai kostum seiras, warna loreng marun dan putih.

“Baju seragam kayak gitu udah biasa jamet pakai,” celetuk kawanku. Mendengarnya, aku geli. Aku tak asing dengan kebiasaan berseragam semacam itu. Dulu, ketika masih remaja, aku juga berkubang dalam pergaulan jamet.

“Hal hal receh seperti inilah yang membuat mereka disebut jamet. Melakukan hal-hal kurang faedah: sepeda motor yang dimodifikasi sembrono kayak mengganti ban pabrik dengan ban cacing, nyopot spion, dan lain-lain. Salah jika menghakimi jamet tanpa alasan yang jelas. Tapi aku enggak suka mereka karena peduli,” tambahnya.

Sinar senja yang tak ada dan raung suara motor mengiringi kami meninggalkan Capak. Kami tidak menemukan apa yang kami cari. Akan tetapi, mungkin kami mendapatkan hal-hal lain. Hal-hal yang belum kami tahu dan harus kami renungkan setelah sampai di rumah. Nanti, nanti.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Di Capak, Barangkali Senja telah Dicuri Sukab appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/di-capak-barangkali-senja-telah-dicuri-sukab/feed/ 0 41839
14 “Quotes” Senja yang Bakal Bikin Fotomu Lebih Berwarna https://telusuri.id/14-quotes-senja-dari-pengarang-dunia/ https://telusuri.id/14-quotes-senja-dari-pengarang-dunia/#respond Thu, 28 Mar 2019 16:00:29 +0000 https://telusuri.id/?p=12741 Punya foto bernuansa senja dan matahari terbenam tapi bingung mau ngasih caption apa? Kasih quotes aja. Nih, TelusuRI punya 14 quotes senja yang ditulis oleh pengarang-pengarang tenar dari penjuru dunia: Quotes senja dari Paulo Coelho...

The post 14 “Quotes” Senja yang Bakal Bikin Fotomu Lebih Berwarna appeared first on TelusuRI.

]]>
Punya foto bernuansa senja dan matahari terbenam tapi bingung mau ngasih caption apa? Kasih quotes aja.

Nih, TelusuRI punya 14 quotes senja yang ditulis oleh pengarang-pengarang tenar dari penjuru dunia:

quotes senja
Senja yang dipercantik oleh awan via pexels.com/Pixabay

Quotes senja dari Paulo Coelho

“Don’t forget: beautiful sunsets need cloudy skies.”

Paulo Coelho

“Jangan lupa: matahari terbenam yang indah perlu langit yang kelabu.”

Lahir di Rio de Janeiro, 24 Agustus 1947, Paulo Coelho adalah seorang penulis Brazil yang tenar lewat novel The Alchemist. Novel itu berkisah tentang seorang penggembala bernama Santiago yang bertualang dari Spanyol sampai ke Mesir demi satu tujuan: melihat piramida. Selain The Alchemist, buku Paulo Coelho lain yang seru buat dibaca adalah Aleph yang menceritakan pengalaman Coelho menumpang kereta api Trans-Siberia.

quotes senja
Dandelion via pexels.com/Negative Space

Quotes senja dari George R.R. Martin

“When the sun has set, no candle can replace it.”

George R.R. Martin

“Ketika mentari telah terbenam, tak ada sebatang lilin pun yang bisa menggantikannya (sebagai penerang).”

George R.R. Martin lahir di New Jersey, 20 September 1948. Penggemar Game of Thrones pasti ngerti siapa penulis gaek ini. Ia adalah penulis novel serial A Song of Ice and Fire yang kemudian diadaptasi jadi TV series oleh HBO. Selain sebagai novelis, Martin juga dikenal sebagai penulis cerita pendek bergenre fantasi, horor, dan fiksi ilmiah.

quotes senja
Bokeh senja via pexels.com/Adrianna Calvo

Quotes senja dari Pablo Neruda

“My soul is an empty carousel at sunset.”

Pablo Neruda

“Jiwaku adalah sebuah komidi putar yang kosong saat matahari terbenam.”

Penyair peraih Nobel Sastra 1971 ini lahir di Parral, Chile, 12 Juli 1904. Karya-karyanya bergaya surealis, kaya sentuhan sejarah, politik, tapi juga romantis. Kumpulan puisi Pablo Neruda yang paling tenar adalah Veinte poemas de amor y una cancion desperada (Twenty Love Poems and a Desperate Song). Selain sastrawan, ia juga seorang diplomat ulung yang sudah ditempatkan di mana-mana. Neruda meninggal di Santiago, 23 September 1973.

quotes senja
Senja di antara rerumputan via pexels.com/Vlad Bagacian

Quotes senja dari Nicholas Sparks

“That a day spent with dreaming and sunsets and refreshing breezes cannot be bettered.”

Nicholas Sparks

“Bahwa sebuah hari yang diisi dengan bermimpi dan (melihat) matahari terbenam dan (merasakan) angin yang menyegarkan takkan bisa terkalahkan.”

Nicholas Sparks lahir di Omaha, Nebraska, 31 Desember 1965. Ia adalah penulis novel-novel romantis yang banyak di antaranya sudah diadaptasi menjadi film, misalnya A Walk to Remember, The Notebook, dan Dear John. Sparks ini ibarat John Green buat orang-orang yang melewatkan masa mudanya pertengahan tahun 90-an sampai awal milenium baru.

quotes senja
Menikmati senja via pexels.com/Garon Piceli

Quotes senja dari Kahlil Gibran

“Let me, O Let me bathe my soul in colours; let me swallow the sunset and drink the rainbow.”

Kahlil Gibran

“Biarkan aku, O Biarkan aku memandikan jiwaku dalam warna; biarkan aku meneguk matahari terbenam dan meminum pelangi.”

Kahlil Gibran lahir pada 6 Januari 1883 di Lebanon semasa Kekaisaran Ottoman. Karena keluarganya begitu miskin, di masa kecilnya Gibran nggak menerima pendidikan formal. Untungnya dia rutin menerima pelajaran tentang Injil dan bahasa Arab dari biarawan yang datang ke rumah. Waktu remaja, ia ikut ibunya pindah ke New York, Amerika Serikat. Di benua baru itu kemampuan menulis Kahlil Gibran berkembang. Tahun 1923 prosa The Prophet yang legendaris terbit dan diterjemahkan ke puluhan bahasa.

quotes senja
Bersepeda kala senja via pexels.com/Pixabay

Quotes senja dari W. Somerset Maugham

“Thank God, I can look at a sunset now without having to think how to describe it.”

W. Somerset Maugham

“Terima kasih Tuhan, aku sekarang dapat melihat matahari terbenam tanpa harus berpikir bagaimana cara menggambarkannya.”

Lahir di Paris, 25 Januari 1874, William Somerset Maugham adalah dramawan, novelis, dan cerpenis legendaris berkebangsaan Inggris. Konon, dia adalah penulis dengan bayaran paling tinggi waktu dekade 1930-an. Menariknya, ternyata Maugham bukan lulusan jurusan sastra, melainkan alumni sekolah kedokteran. Pas Perang Dunia I ia bertugas di korps ambulans.

quotes senja
Bermain bola via pexels.com/Manu Mangalassery

Quotes senja dari Milan Kundera

“In the sunset of dissolution, everything is illuminated by the aura of nostalgia, even the guillotine.”

Milan Kundera

“Di akhir senja, semuanya disinari oleh nuansa nostalgia, bahkan guillotine itu (juga).”

Milan Kundera lahir di Brno, Cekoslowakia, 1 April 1929. Tahun 1975 ia mengasingkan diri ke Prancis, lalu resmi jadi warga negara Prancis pada 1981. Novel-novel Milan Kundera bakal bikin kamu merenung soal kehidupanmu—atau bahkan bikin kamu mengalami “kecemasan eksistensial.” Ada pengaruh Nietzsche, Heidegger, sampai Kafka dalam karya-karya Milan Kundera.

quotes senja
Senja di kota via pexels.com/Pixabay

Quotes senja dari Dan Brown

“…Our sunsets have been reduced to wavelengths and frequencies. The complexities of the universe have been shredded into mathematical equations. Even our self-worth as human beings has been destroyed.”

Dan Brown

“…Matahari terbenam kita sudah diciutkan menjadi panjang gelombang dan frekuensi. Kerumitan alam semesta sudah dikoyak-koyak menjadi persamaan matematika. Bahkan nilai kita sebagai manusia sudah dihancurkan.”

Dan Brown lahir tanggal 22 Juni 1964 di New Hampshire, Amerika Serikat. Namanya tenar berkat The Da Vinci Code, novel thriller yang mengombinasikan dua tema sensitif: sejarah (kelam) dan agama. (Meskipun ada juga sih karangan Dan Brown yang bertema teknologi dan politik.) Tapi, selain tema, ada satu hal lagi yang bikin novel-novel Dan Brown jadi istimewa: teka-teki. Kalau suka cerita Sherlock Holmes-nya Sir Arthur Conan Doyle, kamu pasti suka juga novel-novel Dan Brown.

quotes senja
Menikmati “sunset” via pexels.com/Pixabay

Quotes senja dari Oscar Wilde

“A glass of absinthe is a poetical as anything in the world. What difference is there between a glass of absinthe and a sunset?”

Oscar Wilde

“Segelas absinthe sama puitisnya dengan segala apa pun di dunia. Apa bedanya antara segelas absinthe dan matahari terbenam?”

Penyair dan dramawan legendaris ini lahir di Dublin, 16 Oktober 1854. Sebagai anak dari orangtua yang terpelajar, Wilde kecil sudah lancar berbahasa Prancis dan Jerman. Ia kuliah di Trinity College, Dublin, terus lanjut ke Magdalene College, Oxford. Tuntas kuliah, Wilde pindah ke London dan langsung “terjun” ke dunia literasi. Kalau mau ngintip isi kepala Oscar Wilde, mungkin kamu bisa mulai dengan baca The Importance of Being Earnest atau The Picture of Dorian Grey. Wilde meninggal 30 November 1900 pada umur 46 tahun.

quotes senja
Senja yang romantis via pexels.com/freestocks.org

Quotes senja dari Marcel Proust

“I have a horror of sunsets; they’re so romantic, so operatic.”

Marcel Proust

“Aku takut pada matahari terbenam; ia sangat romantis, sangat memukau.”

Marcel Proust lahir di Auteuil, Prancis, 10 Juli 1871. Karya Proust paling menumental adalah tujuh volume À la recherche du temps perdu (In Search of Lost Time). Banyak kritikus yang menganggapnya sebagai salah satu dari penulis paling berpengaruh abad ke-20. Sayang sekali ia meninggal lumayan muda pada usia 51 tahun.

quotes senja
Di tengah hutan via pexels.com/Johannes Plenio

Quotes senja dari J.M. Coetzee

“Deprived of human intercourse, I inevitably overvalue the imagination and expect it to make the mundane glow with an aura of self-transcendence. Yet why these glorious sunsets, I ask myself, if nature does not speak to us with tongues of fire.”

J.M. Coetzee

“Tercerabut dari pertalian dengan manusia, aku mau tak mau terlalu melebih-lebihkan imajinasi dan menganggap bahwa ia akan membuat hal yang membosankan berpendar dalam aura transendensi-diri. Tapi kenapa sampai bisa ada matahari terbenam yang menawan, aku bertanya pada diriku, jika alam tidak berbicara pada kita lewat bahasa yang membara.”

Lahir di Cape Town, Afrika Selatan, 9 Februari 1940, J.M. Coetzee menghabiskan masa kecil, remaja, dan kuliahnya di benua kering kerontang itu. Lepas kuliah—setelah dapat gelar di bidang bahasa Inggris dan Matematika—J.M Coetzee cabut ke London, Inggris, dan petualangannya pun dimulai. Setelah tinggal di London, Austin, Buffalo, (balik lagi ke) Cape Town, akhirnya tahun 2002 dia pindah ke Adelaide, Australia. J.M. Coetzee pernah dapat Booker Prize dua kali (1983 dan 1999) dan Nobel Sastra 2003.

quotes senja
Senja merah jambu via pexels.com/Jeff Nissen

Quotes senja dari J.D Salinger

“But don’t tell me I’m not sensitive to beauty. That’s my Achilles’ heel, and don’t you forget it. To me, everything is beautiful. Show me a pink sunset and I’m limp, by God.”

J.D. Salinger

“Tapi jangan bilang bahwa aku tidak sensitif pada keindahan. Itulah kelemahanku, dan jangan kau lupakan itu. Bagiku, semuanya indah. Perlihatkan padaku matahari terbenam berwarna merah jambu dan aku akan terkulai, demi Tuhan.”

Salinger lahir di Manhattan, 1 Januari 1919 dan meninggal di New Hampshire, 27 Januari 2010. Meskipun punya sekitar dua puluh karya, Salinger jadi tenar banget berkat novel The Catcher in the Rye. Novel ini nggak tebal-tebal amat, tapi kaya nuansa. Ceritanya pun sederhana: tentang seorang remaja laki-laki yang baru saja dikeluarkan dari sekolahnya. Buku ini kontroversial karena mengandung banyak banget sumpah serapah (namanya saja anak muda).

quotes senja
Setelah matahari terbenam via pexels.com/Martin Dusek

Quotes senja dari Rabindranath Tagore

“Let my thoughts come to you, when I am gone, like the afterglow of sunset at the margin of starry silence.”

Rabindranath Tagore

“Biarkan gagasan-gagasanku datang padamu, saat aku pergi, seperti rona selepas senja di batas keheningan penuh bintang.”

Lahir di Kalkuta, 7 Mei 1861, Tagore adalah seorang penyair, musisi, dan seniman. Tapi, ia juga bisa dianggap sebagai petualang, sebab, antara 1878-1932, dia menginjakkan kaki di lebih dari tiga puluh negara di lima benua. Salah satu bukunya yang perlu dibaca sama pejalan adalah Europe Jatrir Patro (Letters from Europe). Lulusan University College London ini meninggal 7 Agustus 1941, juga di Kalkuta.

quotes senja
Bermain saat senja via pexels.com/Pixabay

Quotes senja dari Albert Camus

“Truth, like light is dazzling. By contrast, untruth is a beautiful sunset that enhances everything.”

Albert Camus

“Kebenaran, sebagaimana cahaya adalah menyilaukan. Sebaliknya, kepalsuan adalah matahari terbenam yang membuat segalanya lebih indah.”

Albert Camus lahir di Aljazair, 7 November 1913. Camus bukan cuma seorang penulis, tapi juga filsuf dan aktivis—paket lengkap. Karya tulisnya nggak cuma novel, tapi juga cerpen, buku non-fiksi, drama, dan esai. Penulis yang satu ini jadi legenda sebab ia menang Nobel Sastra di usia yang masih muda banget, 44, tahun 1957. Tapi itu mungkin memang sudah takdir, sebab pas Camus berumur 46, 4 Januari 1960, ia meninggal dunia.

Keren-keren ‘kan quotes senja di atas? Jadi, mana nih yang mau kamu pakai?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post 14 “Quotes” Senja yang Bakal Bikin Fotomu Lebih Berwarna appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/14-quotes-senja-dari-pengarang-dunia/feed/ 0 12741