sepeda Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/sepeda/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 27 May 2025 15:46:33 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 sepeda Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/sepeda/ 32 32 135956295 Dari Kabut Sukanagara ke Ombak Apra https://telusuri.id/dari-kabut-sukanagara-ke-ombak-apra/ https://telusuri.id/dari-kabut-sukanagara-ke-ombak-apra/#comments Mon, 12 May 2025 03:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=46893 Udara dingin Sukanagara, Cianjur Selatan, Jawa Barat, menyelimuti tubuh saat saya mulai mengayuh pedal mountain bike dari Doneng Sanua, losmen tempat saya menginap selama di Sukanagara. Bermodal semangat ‘45, saya melaju melewati jalanan di tengah-tengah...

The post Dari Kabut Sukanagara ke Ombak Apra appeared first on TelusuRI.

]]>
Udara dingin Sukanagara, Cianjur Selatan, Jawa Barat, menyelimuti tubuh saat saya mulai mengayuh pedal mountain bike dari Doneng Sanua, losmen tempat saya menginap selama di Sukanagara. Bermodal semangat ‘45, saya melaju melewati jalanan di tengah-tengah perkebunan teh yang berkabut dan lengang. Hanya berteman deru angin pagi, kicauan burung liar, dan sesekali bunyi jangkrik yang bersembunyi di rerumputan pinggiran jalan, serta suara roda sepeda yang bergesekan dengan aspal. 

Tujuan saya adalah Pantai Apra, Sindangbarang. Jarak yang harus saya tempuh pagi itu untuk sampai ke Pantai Apra sekitar 65,7 kilometer. Medannya lumayan menantang lantaran sebagian rute yang harus saya lewati adalah jalan pegunungan yang berkelok-kelok yang dihiasi banyak tanjakan dan turunan tajam. Tentu saja, tanjakan akan memaksa otot kaki dan paha bekerja lebih keras sementara turunan menuntut saya untuk lebih berhati-hati dan waspada.

Dari Kabut Sukanagara ke Ombak Apra
Jembatan Leuwi Lutung, sekitar 30 kilometer sebelum Sindangbarang dari arah Tanggeung/Djoko Subinarto

Kali Ini Lebih Percaya Diri

Sebenarnya, tahun 2023 lalu, saya sudah berupaya melakukan solo ride ke Pantai Apra. Cuma, waktu itu saya salah membawa sepeda. Kala itu, saya sempat nekat menggunakan sepeda lipat ukuran 16 inci, single gear, dengan kombinasi gear set 44T chainring depan dan sprocket 16T. Setelah mencoba melaju dan terengah-engah dari Sukanagara hingga perbatasan Pagelaran, saya pun tidak pede (percaya diri) untuk melanjutkan perjalanan. Akhirnya, saya balik lagi ke Sukanagara dan kunjungan ke Pantai Apra pun batal waktu itu.

Nah, Selasa pagi bulan lalu (1/4/2025), dengan menunggang MTB ber-gear set 38T–28T untuk chainring  depan dan sprocket 13T–32T, saya merasa jauh lebih pede menuju Pantai Apra. Pantai ini memang tidak sepopuler Pelabuhan Ratu atau Pangandaran. Namun, justru inilah yang membuat saya penasaran untuk keukeuh menyambanginya. 

Setelah menanjak asoy merayapi jalur tanjakan Sukarame yang dikelilingi perkebunan teh, saya melahap turunan demi turunan hingga Pagelaran dan akhirnya sampai di kawasan Tanggeung. Di Tanggeung, persisnya di daerah Leuwi Lutung, saya bertemu sejumlah pesepeda yang hendak menuju Pagelaran. Kami pun saling sapa. Mengetahui saya hendak menuju Pantai Apra, salah seorang dari rombongan pesepeda itu menyemangati saya. “Semangat, Kang. Dari sini, sekitar 30-an kilometer lagi,” katanya. Tapi, ia menambahkan, jalannya rolling. “Siap-siap tenaga untuk nanjak,” lanjutnya.

Dan memang betul. Setelah Leuwi Lutung, saya dihadapkan sejumlah tanjakan yang lumayan menguras tenaga dan kesabaran. Kilometer demi kilometer saya lalui. Napas terkadang mulai berat dan kaki terasa semakin kaku saat harus melaju di tanjakan dan melahap tikungan. Namun, setiap tanjakan dan tikungan yang saya lewati menghadirkan pemandangan yang memesona: hamparan persawahan nan elok, sungai yang mengalir tenang, dan bukit-bukit hijau yang anggun terlihat dari kejauhan.

Dari Kabut Sukanagara ke Ombak Apra
Gerbang masuk wisata Pantai Apra/Djoko Subinarto

Masuk Pantai Apra Gratis

Setelah total 4,5 jam mengayuh pedal, akhirnya saya sampai di Pantai Apra. Langit cerah kebiruan membentang luas di atas kepala, sementara ombak besar berkejaran menuju pantai. Saya turun dari sepeda, menarik napas dalam-dalam, dan tersenyum lega. Ini adalah momen yang sejak lama saya tunggu-tunggu: berada kembali di bibir pantai Laut Selatan.

Pantai Apra berada tak jauh dari Alun-alun Sindangbarang, sekitar 500 meter jaraknya. Tidak seperti beberapa pantai lain di pesisir selatan Jawa Barat, menurut saya, pantai ini relatif lebih sepi. Tidak overcrowded, seperti—katakanlah—Pangandaran. Tidak ada wisatawan yang berdesakan. Pasir hitam terlihat membentang luas, suara ombak terus bergemuruh.

Ada hal menarik yang saya temui di sini. Saat saya hendak memasuki kawasan Pantai Apra dan membayar retribusi ke petugas, saya justru langsung dipersilakan masuk tanpa harus membayar sepeser pun.

“Mangga lebet, we. Sapedah sareng anu mampah mah teu kedah mayar (Silakan masuk saja. Sepeda dan pejalan kaki tidak perlu bayar),” kata seorang petugas, dengan tanda pengenal tergantung di dadanya.

Dari Kabut Sukanagara ke Ombak Apra
Sepeda tidak ditarik ongkos masuk ke Pantai Apra/Djoko Subinarto

Sementara itu, saya melihat pengunjung dengan mobil dan motor ditarik ongkos masuk. Terus terang, ini kebijakan yang bagus dan bisa dicontoh oleh pengelola tempat wisata lain. Saya pikir, seharusnya lebih banyak destinasi wisata di negeri ini yang menerapkan hal serupa sebagai bentuk dukungan terhadap wisata ramah lingkungan. 

Saya pun melenggang menuju bibir pantai. Ombak terlihat lumayan besar, sesuai dengan karakteristik pantai selatan yang dipengaruhi oleh arus kuat Samudra Hindia. Tampak ada beberapa plang peringatan tentang larangan berenang.

Di tepi pantai, sejumlah dipan untuk bersantai disewakan dengan harga Rp10.000 per dua jam. Angin laut menerpa wajah saya, membawa aroma khas. Rasanya begitu damai, seolah semua kepenatan perjalanan seusai merayapi jalan yang naik-turun menguap begitu saja.

Saya merasakan ihwal bagaimana suara ombak bisa begitu menenangkan. Ada penelitian memang yang menyebutkan bahwa suara alami, seperti ombak dan desir angin, mampu membantu menurunkan stres dan meningkatkan kesehatan mental. Mungkin itulah sebabnya saya merasa begitu rileks berada di pinggir pantai hari itu.

Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada menikmati tempat yang relatif masih alami dan belum terlalu tersentuh pariwisata massal. Tanpa keberadaan banyak wisatawan, saya benar-benar bisa merasakan ketenangan yang boleh jadi sulit ditemukan di tempat-tempat wisata populer.

Bergegas Pulang

Ingin rasanya berlama-lama berada di Pantai Apra hingga senja menjelang dan sang surya tenggelam ke peraduannya. Namun, saya harus kembali lagi ke Sukanagara. Perjalanan pulang toh tidak kalah berat. Saya harus melahap sejumlah tanjakan panjang dan terjal mulai dari Tanggeung hingga perbatasan Sukanagara. Belum lagi jika hujan dan cuaca buruk, mengingat di beberapa titik, di sepanjang jalur Sindangbarang-Sukanagara, terdapat kawasan rawan longsor dan pohon tumbang.

Maka, saat matahari mulai kian condong ke arah barat, saya sadar bahwa ini adalah saat yang tepat untuk kembali Sukanagara. Saya mengambil sepeda MTB saya yang telah menjadi teman setia dalam perjalanan ke Pantai Apra hari itu.

Saya memandang ke arah laut untuk terakhir kalinya sebelum pergi. Ia seolah berbisik, “Kembalilah kapan saja.”

Saya mulai mengayuh pedal perlahan. Jalanan panjang terbentang di depan menanti untuk kembali saya rayapi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Dari Kabut Sukanagara ke Ombak Apra appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/dari-kabut-sukanagara-ke-ombak-apra/feed/ 1 46893
Bersepeda Melibas Tanjakan Ciloto ke Warung Mang Ade https://telusuri.id/bersepeda-melibas-tanjakan-ciloto-ke-warung-mang-ade/ https://telusuri.id/bersepeda-melibas-tanjakan-ciloto-ke-warung-mang-ade/#respond Fri, 18 Aug 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39620 Mang Ade Puncak merupakan sebuah nama yang cukup familiar bagi kalangan pesepeda. Nama ini merujuk kepada sebuah warung nasi di kawasan Puncak Pas, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, yang menjadi posko para pesepeda gunung (MTB). Meskipun...

The post Bersepeda Melibas Tanjakan Ciloto ke Warung Mang Ade appeared first on TelusuRI.

]]>
Mang Ade Puncak merupakan sebuah nama yang cukup familiar bagi kalangan pesepeda. Nama ini merujuk kepada sebuah warung nasi di kawasan Puncak Pas, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, yang menjadi posko para pesepeda gunung (MTB).

Meskipun demikian, kini tak hanya pesepeda gunung yang singgah atau menyambangi Warung Nasi Mang Ade. Para pengguna sepeda balap (road bike), sepeda lipat, sepeda touring hingga BMX kerap singgah di Warung Mang Ade. Lebih-lebih pada hari Sabtu dan Minggu maupun hari-hari libur lainnya.

Di dinding depan Warung Mang Ade tertempel ratusan sticker komunitas sepeda dari pelbagai daerah. Pesepeda yang tergabung dalam komunitas sengaja menempelkan sticker komunitasnya sebagai tanda bahwa mereka berhasil muncak ke Warung Mang Ade, yang berada di ketinggian sekitar 1.700 meter di atas permukaan laut.

Bagi saya—dan mungkin juga kebanyakan para pesepeda lainnya—yang membuat Warung Mang Ade istimewa adalah karena proses perjalanan ke tempat ini. Menuju Mang Ade dengan cara mengayuh sepeda, bagaimanapun, perlu sedikit perjuangan, ketekunan, dan ketabahan. Pasalnya, mau menempuh dari arah Bogor ataupun dari arah Cianjur, kita mesti siap lahir batin menghadapi sejumlah tanjakan.

Bersepeda Melibas Tanjakan Ciloto ke Warung Mang Ade
Para pesepeda di Warung Mang Ade Puncak (Djoko Subinarto)

Kesempatan Ketiga ke Mang Ade

Saya sendiri sudah dua kali sepedaan ke Warung Mang Ade. Pertama, tahun 2019. Yang kedua, tahun 2021. Dalam dua kali kesempatan itu, saya menyambangi Mang Ade dari arah Cianjur dan kepayahan, terutama saat merayapi tanjakan di daerah Ciherang dan Ciloto. Namun, toh sama sekali tidak membuat menyesal, kapok atau jera. Buktinya, awal Mei 2023 lalu, untuk kali ketiga saya kembali menyambangi Mang Ade.

Sama seperti kunjungan kedua, saya menggunakan sepeda lipat roda 16 inci, yang saya beli dalam kondisi seken seharga Rp300.000. Sepeda ini model single speed dengan kombinasi gear depan dan belakang 44:16. Ini berbeda dengan kunjungan pertama, saya menggunakan sepeda lipat pinjaman dengan ban 20 inci, enam speed, dengan kombinasi gear depan-belakang 48:14–28.

Di kunjungan ketiga ke Mang Ade ini saya juga mengayuh dari arah Cianjur. Saya berangkat sekitar setengah tujuh pagi dari Pasar Gekbrong, Cianjur. Dari depan Pasar Gekbrong, saya meluncur ke arah utara memasuki daerah Padabeunghar, lantas menembus perkebunan teh Tegallega hingga masuk ke wilayah Tugu, Cugenang, dan keluar di Jalan Raya Cugenang–Cipanas.

Awalnya kayuhan masih terasa enteng. Maklum, tanjakannya masih tipis. Barulah saat mendekati daerah Taman Rindu Alam, Ciherang, kayuhan terasa mulai berat. Dari belakang, seorang pengendara RB dengan jersey hijau-hitam mendahului saya. “Ayo, Om!” sapanya. 

“Siap!” balas saya. Saya tak berniat mengikutinya, apalagi mendahuluinya. Sia-sia saja. Road bike yang beroda lebih besar tersebut tentu bukan tandingan sepeda lipat single speed, yang di tanjakan paling banter mampu melaju antara 5–6 kilometer per jam, seperti yang saya tunggangi. Lagi pula saya sudah mulai agak ngos-ngosan melahap tanjakan Ciherang. 

Dari depan Taman Rindu Alam ke arah barat, jalanan masih terus menanjak dan membuat saya makin kepayahan. Kayuhan kaki pun terasa semakin berat. Barulah saat memasuki wilayah Cipanas, jalanan agak melandai. Bahkan ada sedikit bonus turunan beberapa puluh meter. Lumayan, saya tak perlu kerja terlalu keras mengayuh pedal.

  • Bersepeda Melibas Tanjakan Ciloto ke Warung Mang Ade
  • Bersepeda Melibas Tanjakan Ciloto ke Warung Mang Ade

Menyiksa Diri di Tanjakan Ciloto

Lalu lintas di Jalan Raya Cipanas pagi itu belum begitu ramai. Saya sempatkan berhenti sebentar di depan Istana Kepresidenan Cipanas yang megah. Sekadar mengambil beberapa gambar dari luar pagar. Ingin rasanya bisa masuk dan melihat-lihat kondisi di dalam istana. Akan tetapi, mustahil bagi saya. Untuk dapat masuk ke istana sudah pasti perlu izin khusus dan juga harus memiliki tujuan serta kepentingan yang jelas.

Gerbang di samping timur dan gerbang tengah Istana Cipanas tampak tertutup rapat. Adapun gerbang sisi barat sedikit terbuka. Terlihat ada seorang penjaga yang tengah bertugas pagi itu.

Beres mengambil foto Istana Cipanas, saya kayuh lagi sepeda. Dari depan Pasar Cipanas hingga persimpangan menuju Kebun Raya Cibodas, jalanan tidak begitu menanjak. Baru setelah itu, tanjakannya mulai kian terjal. Terutama saat memasuki daerah Ciloto. Tanjakan tersebut bikin lutut cenat-cenut, napas Senin–Kamis, dan paha pegal linu.  Apa boleh buat. Pilihannya toh cuma dua. Jika mau terus ke Mang Ade, nikmati saja siksaan tanjakannya. Jika tidak, ya, tinggal putar balik saja. Kalau kata Gus Dur, gitu aja kok repot.

Dan saya ambil pilihan pertama, yakni menikmati siksaan tanjakan Ciloto agar bisa sampai ke Mang Ade. Demi menyiasati rasa payah saat harus terus menanjak, saya memainkan jurus: kayuh-berhenti-kayuh. Lewat jurus ini, saya paksa diri untuk mengayuh beberapa puluh meter sampai titik tertentu lalu setop beberapa saat. Mengatur napas dan melemaskan kaki, kemudian mengayuh lagi. Beberapa kali seperti itu. Akhirnya saya mampu juga lolos dari tanjakan Ciloto yang memayahkan. 

Dari penanda jarak yang terpasang di pinggir jalan, akhirnya saya ketahui, hanya tinggal dua kilometer lagi saya bakal sampai ke kawasan Puncak Pas. Saya terus kayuh perlahan pedal sepeda dengan sisa tenaga hingga ke tikungan Puncak Pas.

Saya lantas tuntun sepeda dan naik ke tebing Puncak Pas. Beberapa muda-mudi terlihat tengah asyik nongkrong di atas tebing. Beberapa lainnya tengah mengatur pose swafoto untuk mengabadikan diri mereka dengan latar belakang Jalan Raya Puncak nun di bawah sana.

Saya menikmati sejenak panorama Puncak Pas dari atas tebing. Setelah itu, saya turun dan kemudian gowes perlahan menuju Warung Mang Ade, yang jaraknya hanya sekitar 120 meter dari tikungan Puncak Pas.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bersepeda Melibas Tanjakan Ciloto ke Warung Mang Ade appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bersepeda-melibas-tanjakan-ciloto-ke-warung-mang-ade/feed/ 0 39620
Bersepeda Pagi Menuju Stadion Manahan Surakarta https://telusuri.id/bersepeda-pagi-menuju-stadion-manahan-surakarta/ https://telusuri.id/bersepeda-pagi-menuju-stadion-manahan-surakarta/#comments Thu, 16 Sep 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=29247 Berbekal dari ajakan untuk bersepeda ke Stadion Manahan, aku mengayuh sepeda dan bergegas berangkat menemui ketiga kawan lamaku. Setelah beberapa menit sepedaku berjalan akhirnya aku bertemu dengan kawan-kawanku yang telah menunggu kehadiranku. Tidak menunggu waktu...

The post Bersepeda Pagi Menuju Stadion Manahan Surakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Berbekal dari ajakan untuk bersepeda ke Stadion Manahan, aku mengayuh sepeda dan bergegas berangkat menemui ketiga kawan lamaku. Setelah beberapa menit sepedaku berjalan akhirnya aku bertemu dengan kawan-kawanku yang telah menunggu kehadiranku. Tidak menunggu waktu lebih lama lagi aku melanjutkan kayuhan sepedaku menuju Stadion Manahan. Dengan jarak yang tidak kurang dari 15 KM dari tempat tinggalku, aku menempuh perjalanan sekitar satu jam lamanya menuju stadion yang berada di Kota Surakarta tersebut. 

Jalanan di Kota Solo

Iring-iringan keempat sepeda kami turut meramaikan bahu jalanan Kota Solo yang berjajar dari depan ke belakang. Hal itulah yang seolah menjadi suplemen dan penyemangat diriku ini untuk mengawali hari. Di pagi yang cukup cerah dan suasana hangat kota budaya tersebut seperti menyapa dan mengawali hariku untuk terus bergerak dan berolahraga. Melawan rasa mager alias malas gerak yang sering hinggap di manusia yang satu ini.

Setelah beberapa  lama rupanya kami telah tiba di area Stadion Manahan dan kami langsung menuju Pintu Masuk B Stadion Manahan karena di situlah letak deretan para penjaja dagangan berada. Setibanya di depan Pintu Masuk B Stadion Manahan, keempat pasang kaki kami sejenak berhenti mengayuh pedal. Lantaran deretan jajanan yang dijajakan jalanan Stadion Manahan seolah menyolok mata untuk segera dibeli dan membujuk rayu perut kami yang mulai keroncongan. Meski kami semua sudah sarapan, kami tetap memutuskan untuk jajan makanan kecil yang banyak dijual di sekitar stadion kebanggaan masyarakat Surakarta itu.  

Pintu B Stadion Manahan

Menikmati jajanan yang banyak digemari masyarakat baik tua maupun muda dengan suasana syahdu di tengah kota yang rindang akan pepohonan menjadi karunia Tuhan yang luar biasa nikmat di pagi hari. Banyak sekali jajanan yang dijual para pedagang di sekitar Stadion Manahan dari makanan berat hingga camilan, dari minuman hangat hingga es segar banyak didapati di sini. Akan tetapi bukan hanya makanan dan minuman saja yang dijajakan, banyak pula kerajinan khas Solo yang dijual di area stadion.

Sembari menikmati jajanan yang telah kami beli, tak lupa kami berempat juga berswafoto di depan gerbang belakang stadion tersebut. Harap maklum usia kami semua belum mencapai 19 tahun. Sehingga jiwa-jiwa muda untuk mengabadikan setiap momen tetap melekat pada kami. Setelah puas mengisi memori pada gawai kami dengan foto-foto terbaru berlatar Stadion Manahan yang gagah itu kami beralih ke depan stadion. Laju sepeda yang bergerak agak lambat kami arahkan ke pintu gerbang utama stadion. Kami tak dapat melaju kencang karena setiap hari libur sudah pasti stadion ini dipenuhi masyarakat untuk berolahraga pagi. 

Namun bukanlah rasa kesal yang kami temui saat gerak sepeda kami sedikit terhambat, karena bagaimana bisa jika kami harus kesal dengan sopan santun warga yang sliwar-sliwer memadati jalan. Bahkan, senyum hangat dibalik masker tetap terlihat dari raut wajah warga yang berlalu lalang di sekitar Stadion Manahan kerap kami jumpai, entah saling kenal ataupun tidak, kami sering bertegur sapa dengan sesama pengunjung stadion. Ditambah lagi dengan ramah tamahnya warga yang beraktivitas semakin membuat decak kagum kami pada gaya hidup masyarakat Kota Solo sebagai kota budaya.

Setelah sekitar lima menit empat pasang kaki kami mengayuh, laju sepeda kami hentikan lagi karena memang patung Ir. Soekarno yang berada di depan Stadion Manahan rasanya sayang untuk dilewatkan atas keindahannya. Terlebih untuk spot foto yang dirasa kece ini memang perlu diajak untuk segera diabadikan. Bagi para pengunjung stadion, berfoto dengan latar belakang patung presiden pertama RI yang tengah duduk dengan wibawanya itu adalah momen yang wajib dan kudu dicoba.

Patung Ikonik di Stadion Manahan

Puas berswafoto kami berempat menghabiskan waktu di pagi hari dengan bercengkrama bersama di dekat Pintu Utama Stadion Manahan. Wajar saja kami banyak bercerita tentang masing-masing dari kami lantaran sudah lama tidak berjumpa selepas lulus sekolah menengah atas. Dengan cuaca yang sedang hangat-hangatnya dan tawa ceria kami rupanya membuat lupa akan waktu hingga hari menjelang siang.

SSaat panasnya sinar mentari yang cukup menyengat membuat kami segera bergegas pulang dan meninggalkan Stadion Manahan. Lagi pula di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang ini yang membatasi aktivitas warga di stadion juga harus kami hormati. Peraturan Kota Surakarta yang menutup akses masuk Stadion Manahan pada pukul 10.00 WIB harus kami patuhi. Kebijakan dalam rangka memutus mata rantai penularan COVID-19 juga wajib kami terapkan. Sehingga pedal di masing-masing sepeda kami harus dikayuh lagi untuk kembali pulang dan meninggalkan Kota Surakarta.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Bersepeda Pagi Menuju Stadion Manahan Surakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bersepeda-pagi-menuju-stadion-manahan-surakarta/feed/ 1 29247
Mau Nggowes di Jogja? Cobain 5 Rute Sepedaan Ini Aja! https://telusuri.id/5-rute-sepeda-jogja/ https://telusuri.id/5-rute-sepeda-jogja/#comments Thu, 28 Jun 2018 09:00:20 +0000 https://telusuri.id/?p=9328 Sebagai salah satu kota paling rame di Indonesia, Jogja masih enak banget buat dijelajahi naik sepeda. Lho, kok bisa? Soalnya, meskipun rame, jalanan Jogja masih manusiawi buat para pesepeda. Di antara banyak rute yang tersedia,...

The post Mau Nggowes di Jogja? Cobain 5 Rute Sepedaan Ini Aja! appeared first on TelusuRI.

]]>
Sebagai salah satu kota paling rame di Indonesia, Jogja masih enak banget buat dijelajahi naik sepeda. Lho, kok bisa? Soalnya, meskipun rame, jalanan Jogja masih manusiawi buat para pesepeda.

Di antara banyak rute yang tersedia, inilah 5 rute sepeda Jogja yang perlu kamu coba:

1. Malioboro—Keraton—Kotagede

rute sepeda jogja

Kotagede/morishige

Rute sepeda Jogja ini bisa kamu telusuri seharian penuh. Kenapa? Soalnya di Malioboro, Keraton, dan Kotagede ini banyak atraksi wisata yang bisa kamu samperin.

Di sekitar Malioboro, kamu bisa nggowes ke Kepatihan, Pasar Bringharjo, Benteng Vredeburg, Gedung Agung, dan Kilometer Nol. Ke selatan sedikit, kamu bakal nyampe di Keraton. Kamu juga bisa mampir di Museum Kereta Kuda, Tamansari, Alun-Alun Selatan, dan Plengkung Gading.

Buat ke Kotagede, kamu cuma perlu bersepeda sejauh 6 km ke arah timur. Nah, di bekas Ibu Kota Mataram Islam itu kamu bisa kulineran di Pasar Legi, menelusuri lorong-lorong di Kotagede, atau mampir ke Makam Raja-Raja Mataram dan atraksi sejarah lain di sana.

2. Menelusuri Selokan Mataram dari ujung ke ujung

kamera analog saat traveling

Menelusuri Selokan Mataram via flickr.com/djongiskhan

Provinsi D.I. Yogyakarta dibelah sama sebuah selokan kecil yang diberi nama Selokan Mataram. Panjangnya 31,2 km dan membujur dari Kali Progo sampai Kali Opak.

Nah, di samping Selokan Mataram ada jalan kecil yang bisa dilewati kendaraan. Jalanan itu cocok banget buat bersepeda. Rute sepeda Jogja yang satu ini bakal bawa kamu melewati pedesaan dan persawahan sambil menghirup udara segar yang masih bebas dari polusi.

Kalau kamu menelusuri Selokan Mataram sampai ke ujung barat, kamu bakal tiba di Ancol, pinggir Kali Progo. Sementara kalau kamu ke timur, ujungnya adalah pematang Kali Opak yang deket banget sama Candi Ratu Boko.

3. Kota Jogja—Kaliurang

tahun baru di jogja

Gunung Merapi akan tampak semakin jelas di Kaliurang atas/Fuji Adriza

Rute sepeda Jogja yang ini kayaknya cuma cocok buat pesepeda kelas berat. Kalau kamu biasanya cuma sepedaan ke warung deket rumah, rute ini nggak direkomendasiin. Kenapa? Soalnya nanjak banget, jauh pula (sekitar 26 km).

Tapi pemandangan yang bisa kamu lihat (pas hari cerah) keren banget. Kalau mau nyobain rute ini, mending bareng komunitas pesepeda lokal. Jalur berat seperti Kaliurang bakal lebih asyik dilewati sama orang-orang yang “satu frekuensi.” Percayalah.

Jalur ini biasanya ramai tiap minggu pagi. Orang-orang bakal nggowes ke atas pagi-pagi banget dan turun sekitar tengah hari. Tapi kamu mesti ingat satu hal ini: jangan lupa pemanasan!

4. Kota Jogja—Parangtritis

wisata di bantul

Gumuk Pasir/Gallant Tsany Abdillah

Waktu yang paling pas buat menjajal rute sepeda dari Jogja ke Parangtritis adalah pagi-pagi sekitar jam 6.30. Kamu bakal sepedaan bareng anak-anak sekolah dan para petani yang sedang menuju sawah.

Jarak dari Jogja ke Parangtritis lumayan jauh, sekitar 30 km. Tapi, karena jalanannya datar jarak segitu bisa kamu tempuh dalam waktu 45 menit sampai 1 jam saja!

Kamu bisa mampir di Helipad, Pantai Parangtritis, Gumuk Pasir, atau ke Pemandian Air Panas Parang Wedang. Pas pulang, kamu bisa mampir di beberapa kafe dekat kampus ISI di Sewon, Bantul.

5. Kota Jogja—Makam Raja-Raja Mataram Imogiri

kamera analog saat traveling

Pohon di tengah sawah daerah Imogiri via flickr.com/djongiskhan

Untuk ke Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri, kamu mesti sepedaan sejauh sekitar 17 kilometer lewat Jalan Imogiri Timur. Karena jalannya agak kecil dan nggak terlalu mulus, perlu waktu sekitar 1-1,5 jam buat ke sana kalau kamu ngayuhnya santai.

Di Imogiri, jangan lupa cobain wedang uwuh yang dijual di warung-warung dekat makam para raja. Pas pulang, jangan lupa juga buat berhenti di Warung Sate Klathak Pak Pong yang legendaris.

Supaya enak, sediakan waktu seharian penuh buat sepedaan dari Jogja ke Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri.

Jadi rute sepeda Jogja mana nih yang menurutmu paling seru buat dijajal?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mau Nggowes di Jogja? Cobain 5 Rute Sepedaan Ini Aja! appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/5-rute-sepeda-jogja/feed/ 1 9328
Kenapa Bersepeda Jadi Cara Terbaik untuk Menelusuri Surabaya? https://telusuri.id/bersepeda-menelusuri-kota-surabaya/ https://telusuri.id/bersepeda-menelusuri-kota-surabaya/#respond Sun, 01 Apr 2018 03:00:52 +0000 https://telusuri.id/?p=7727 Setiap kali mendengar nama Kota Surabaya disebut, maka yang terbayang—selain kulinernya yang memanjakan lidah—tentu saja limpahan sinar matahari yang membuatnya menjadi salah satu kota terpanas di Pulau Jawa. Wajar saja, Surabaya adalah sebuah kota industri...

The post Kenapa Bersepeda Jadi Cara Terbaik untuk Menelusuri Surabaya? appeared first on TelusuRI.

]]>
Setiap kali mendengar nama Kota Surabaya disebut, maka yang terbayang—selain kulinernya yang memanjakan lidah—tentu saja limpahan sinar matahari yang membuatnya menjadi salah satu kota terpanas di Pulau Jawa. Wajar saja, Surabaya adalah sebuah kota industri yang berada di tepi laut.

bersepeda

Sepedaan bareng komunitas sepeda Surabaya/Inanta Indra Pradana

Tapi, pernahkah terbayang dalam benakmu bahwa kota yang menjadi gerbang menuju Indonesia timur ini menyimpan banyak cerita seru? Nah, cara terbaik untuk menikmati setiap cerita tersebut adalah dengan bersepeda. Kenapa? Saya akan jelaskan kepadamu alasannya:

1. Punya geomorfologi lengkap

Tidak banyak kota yang memiliki beragam geomorfologi seperti Surabaya. Topografinya yang rata-rata datar dengan sedikit areal perbukitan membuatnya sangat nyaman untuk bersepeda. Kamu bisa menjelajahi wilayah pantai dari kawasan Tanjung Perak hingga Kenjeran yang cukup romantis apabila dikunjungi berdua dengan pasangan sembari menyapa senja.

bersepeda

Salah satu taman indah di Surabaya/Inanta Indra Pradana

Kalau ingin menguji ketangguhan dan skill, coba ke perbukitan di kawasan Dukuh Kupang, Darmo Permai, Wonokitri, Pakis, dan sekitarnya. Jika rasanya masih kurang menantang, kamu bisa mencoba Bukit Ular, Alas Malang, atau Gunung Bajul.

Kawasan metropolis dengan gedung-gedung bertingkat bisa kamu jumpai di Jl. Basuki Rahmat, Jl. Mayjen Sungkono, dan Jl. HR Muhammad. Kamu juga bisa menelusuri pinggiran sungai yang membelah kota mulai dari areal Jembatan Merah hingga Gunungsari.

bersepeda

Berhenti sebentar di Jembatan Merah yang bersejarah/Inanta Indra Pradana

Ingin belajar sejarah? Jelajahi saja kawasan Undaan, Ampel, dan Tugu Pahlawan. Taman-taman kota yang ada pun bisa memanjakan kamu dengan suasana hijau yang syahdu. Bahkan, kamu bisa kemping di salah satu taman itu, lho.

2. Keterbatasan moda transportasi bermotor

Yang terbatas di sini bukan jumlahnya, tapi aksesibilitasnya. Surabaya adalah kota yang tersusun oleh kumpulan kampung-kampung. Alhasil, cukup banyak jalan kecil yang akan membawamu dari satu titik ke titik lain lebih cepat daripada lewat jalan-jalan utama.

Bersepeda

Masih banyak warga yang Surabaya yang sehari-hari menggunakan sepeda/Inanta Indra Pradana

Mobil jelas tak bisa lewat jalan-jalan seperti itu. Sepeda motor mungkin bisa, tapi cukup banyak kampung yang melarang pengendara motor menyalakan mesin saat melintas, misalnya kawasan perkampungan Peneleh dan Pandean di mana terdapat situs-situs menarik seperti Rumah HOS Tjokroaminoto, Rumah masa kecil Bung Karno, dan Makam Peneleh.

Sepeda adalah pilihan terbaik karena tidak ada larangan untuk melintasi kawasan perkampungan dan jalan-jalan kecil itu. Tapi, tetap harus hati-hati.

3. “You’ll never ride alone”

Meski cuacanya panas, tidak sedikit warga kota yang bersepeda setiap hari. Selain itu, setiap bulan, kamu bisa ikut dua ajang di mana kamu bisa sepedaan bareng penggemar sepeda Surabaya. Gratis!

bersepeda

Surabaya Nite Ride/Inanta Indra Pradana

Ada Mancal Nang Suroboyo yang diinisiasi oleh teman-teman SubCyclist. Dalam kegiatan ini mereka akan mengajak kamu mengeksplorasi tempat-tempat unik seperti Tempat Pengolahan Modern Jambangan, Kawasan Kerajaan Belanda Ereveld, Makam Pendiri Surabaya Raden Sawunggaling, dan lain-lain.

Juga ada Surabaya Nite Ride yang merupakan ajang silaturahmi ratusan warga pesepeda di Surabaya. Mereka akan bersepeda bersama menelurusi jalanan kota, berbagi jalan dengan pengguna kendaraan bermotor, dan menikmati indahnya lampu kota yang mewarnai malam.

surabaya

Sepedaan di antara gedung-gedung tua Surabaya/Inanta Indra Pradana

Bersepeda di Surabaya memang memiliki tantangannya tersendiri. Selain cuaca panas, kendaraan bermotor yang memenuhi jalanan juga bisa menimbulkan hambatan. Kalau sudah begitu, ada satu hal yang dapat dilakukan: naiklah trotoar dan kayuhlah pedalmu di sana. Namun tetap utamakan pejalan kaki dan teman-teman difabel, ya.

Jadi gimana? Siap menjelajahi Kota Pahlawan dengan bersepeda?


Baca tulisan Inanta Indra Pradana yang lain di sini.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kenapa Bersepeda Jadi Cara Terbaik untuk Menelusuri Surabaya? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bersepeda-menelusuri-kota-surabaya/feed/ 0 7727
Bersepeda Menelusurinya, 4 Kota Ini Bakal Bikin Kamu Jatuh Cinta https://telusuri.id/bersepeda-menelusuri-4-kota/ https://telusuri.id/bersepeda-menelusuri-4-kota/#respond Sat, 02 Dec 2017 02:30:06 +0000 http://telusuri.id/?p=3995 Ada banyak cara yang bisa kamu lakukan untuk menjelajahi sebuah kota yang sedang kamu kunjungi. Kamu bisa memakai jasa seorang guide. Jika memiliki teman di kota tersebut kamu bisa minta antar dia. Kamu juga bisa...

The post Bersepeda Menelusurinya, 4 Kota Ini Bakal Bikin Kamu Jatuh Cinta appeared first on TelusuRI.

]]>
Ada banyak cara yang bisa kamu lakukan untuk menjelajahi sebuah kota yang sedang kamu kunjungi. Kamu bisa memakai jasa seorang guide. Jika memiliki teman di kota tersebut kamu bisa minta antar dia. Kamu juga bisa berjalan kaki atau memanfaatkan transportasi umum, yang modalnya cuma satu: berani bertanya. Atau, ada sebuah opsi lain yang layak sekali untuk dipertimbangkan, yakni bersepeda.

Kota-kota di bawah ini sangat cocok apabila kamu jelajahi dengan sepeda. Mungkin tidak semuanya menawarkan kenyamanan bagi para pengayuh pedal. Tetapi, sekali kamu menjelajahi kota-kota ini dengan bersepeda, kamu akan jatuh cinta pada mereka.

1. Bandung

bersepeda

Di depan Gedung Sate Bandung/Inanta Indra Pradana

Julukan kerennya Paris van Java. Walikotanya sangat hobi bersepeda—kamu bisa cek Instagramnya kalau tidak percaya. Kota dengan morfologi perbukitan ini memiliki jalanan naik-turun yang memaksamu untuk mengeluarkan energi lebih saat ber-boseh ria. Tapi, energi yang keluar itu tidak akan terbuang percuma sebab sembari mengayuh pedal kamu juga bisa sekalian menikmati keindahan kota yang dihuni oleh orang-orang kreatif ini. Ada banyak jalur yang bisa kamu jelajahi.

Ibukota Jawa Barat ini sedang berbenah untuk mengatasi kemacetan yang mulai menghantuinya. Demi menjadikan Bandung sebagai kota untuk manusia yang tidak lagi penuh sesak oleh kendaraan bermotor, fasilitas bagi pejalan kaki dan pesepeda mulai dikembangkan. Mau bersepeda di kota ini tapi tak bawa sepeda dari rumah? Tenang saja. Ada fasilitas “Bike Sharing” di lokasi-lokasi strategis yang bisa kamu pakai untuk menjelajahi kota ini secara perlahan, untuk membuktikan kalimat: “Bandung diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum.” Kayuh sepedamu, nikmati setiap detiknya dan rasakan cinta yang hangat hadir di relung hatimu yang terdalam.

2. Solo

bersepeda

Bersama komunitas sepeda Solo/Inanta Indra Pradana

Akrab disebut Solo, sebenarnya nama resminya Surakarta. Seperti halnya kota lain di Jawa Tengah, di sini kamu masih dapat menemukan banyak orang bersepeda ke sana kemari. “Ngepit” istilahnya. Budaya Jawa yang sangat kental dengan keberadaan keraton menjadi sisi menarik yang dapat kamu nikmati dengan bersepeda. Dinding-dinding tinggi istana keraton memberimu jalur serupa kota-kota tua di Eropa sana. Sebuah pengalaman yang tentunya tidak ingin kamu lewatkan.

Orang mengidentikkan kota ini dengan segala sesuatu yang berjalan perlahan tapi pasti (alon asal kelakon), karena memang begitulah cara terbaik menelusuri kota ini. Mengayuh sepeda dengan perlahan, menikmati ritme yang tidak secepat kehidupan di kota besar, kamu tidak hanya akan menemukan keindahan kota tapi juga sapa ramah dan senyum tulus warganya yang bikin betah untuk tinggal sedikit lebih lama. By the way, Presiden kita yang suka memberi sepeda itu berasal dari kota ini, lho. Sekali waktu kita dapat menemukannya sedang bersepeda di sana.

3. Surabaya

bersepeda

Bersepeda di Surabaya/Inanta Indra Pradana

Mendengar namanya saja sudah ada satu hal yang terbayang: panas. Kota terbesar kedua di Indonesia ini memang terkenal diberkahi Tuhan dengan sinar matahari yang melimpah ruah. Tentu akan jadi pertanyaan tersendiri bagaimana mungkin bisa jatuh cinta dengan bersepeda di sana?

Percayalah, kota ini memiliki semua persyaratan untuk membuatmu terpesona: areal perkotaan yang luas dengan lanskap yang mendatar, bangunan-bangunan tua bersejarah yang sudah ada sejak zaman perjuangan, pesisir pantai dan pelabuhan yang memanjakan matamu dengan senja yang merona, serta kawasan perbukitan yang akan memberimu tantangan untuk ditaklukkan. Cobalah bersepeda malam hari di sekitaran Kota Tua Surabaya. Cahaya lampu kota yang menyinari pusaka-pusaka yang terpelihara akan memberimu kenangan tak terlupa.

Bingung mau ke mana, kamu tinggal hubungi teman-teman komunitas sepeda yang ada di kota ini. Mereka akan dengan senang hati mengantarkanmu mancal ke mana saja. Ada puluhan komunitas sepeda di Surabaya, mulai dari penggemar sepeda tua hingga low rider, dari mereka yang suka menjelajah jalur pegunungan hingga mereka yang sangat paham tempat-tempat terbaik untuk makan. Mereka tidak hanya akan sekadar mengantarkan, tapi juga akan menjadi teman yang menyenangkan selama perjalanan.

4. Makassar

bersepeda

Bersepeda di Makassar via Info Celebes

Bertualang dengan sepeda di Makassar tentunya merupakan sebuah tantangan yang seharusnya tidak boleh dilewatkan oleh siapapun yang berkesempatan mampir ke kota yang dulunya bernama Ujung Pandang itu. Berada di garis pantai, Makassar memiliki jalanan tepi pantai yang cocok dinikmati saat pagi ataupun sore hari. Belum lagi keberadaan tempat-tempat seperti Benteng Fort Rotterdam yang tentunya akan bagus untuk diabadikan dan diunggah di media sosial.

Serunya lagi, jarak antartempat di sini tidak begitu jauh. Menelusuri kota ini dalam waktu satu hari dengan bersepeda akan memberi kepuasan tersendiri bagi siapapun yang melakukannya. Kelezatan kuliner seperti Sop Konro dan Es Pisang Ijo dapat memberi energi tambahan untuk gowes lebih lama di sini. Senyuman dan keramahan khas belahan timur Indonesia yang kamu temui sepanjang perjalanan akan selalu melekat dalam memorimu dan memaksamu untuk kembali lagi.

Sebenarnya masih banyak kota lain yang bisa bikin kamu jatuh cinta saat menjelajahinya dengan bersepeda. Bahkan, mungkin kotamu sendiri bisa memberikan perasaan yang sama. Kenapa kamu tidak mencoba melakukannya? Simpan motor dan mobilmu, kayuh sepeda, jelajahi tempat-tempat baru, dan temukan bahwa matamu akan melihat lebih banyak hal yang sebelumnya terlewatkan dan mungkin tidak kamu sadari keberadaannya. Selamat bersepeda!

 

 

The post Bersepeda Menelusurinya, 4 Kota Ini Bakal Bikin Kamu Jatuh Cinta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bersepeda-menelusuri-4-kota/feed/ 0 3995