sumba timur Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/sumba-timur/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 26 Oct 2023 07:05:40 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 sumba timur Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/sumba-timur/ 32 32 135956295 Rekomendasi Wisata Pantai dan Air Terjun di Sumba Timur https://telusuri.id/rekomendasi-wisata-pantai-dan-air-terjun-di-sumba-timur/ https://telusuri.id/rekomendasi-wisata-pantai-dan-air-terjun-di-sumba-timur/#respond Thu, 26 Oct 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39939 Selama periode Mei—Juli lalu, saya dan seorang teman seperjalanan, Marselina Jami—biasa saya panggil Kasel—memiliki sejumlah agenda pelesir untuk menikmati akhir pekan. Kami mengunjungi sejumlah destinasi wisata alam yang ada di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. ...

The post Rekomendasi Wisata Pantai dan Air Terjun di Sumba Timur appeared first on TelusuRI.

]]>
Selama periode Mei—Juli lalu, saya dan seorang teman seperjalanan, Marselina Jami—biasa saya panggil Kasel—memiliki sejumlah agenda pelesir untuk menikmati akhir pekan. Kami mengunjungi sejumlah destinasi wisata alam yang ada di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. 

Destinasi-destinasi tersebut kiranya bisa juga menjadi opsi teman-teman yang ingin berlibur ke Pulau Sumba, khususnya Sumba Timur. Terutama buat kalian yang gemar bertualang ke pantai maupun air terjun.

Berikut rekomendasi destinasi wisata alam pilihan kami, beserta informasi umum seputar kondisi akses dan transportasi menuju lokasi.

1. Pantai Watu Parunu dan Pantai Puttu Kapu

Batu berlubang di Pantai Watu Parunu (kiri) dan tebing karang di Pantai Puttu Kapu (kanan)/Yeni Marlina Mangngi

Pantai Watu Parunu terletak di Desa Lainjanji, Kecamatan Wulla Waijelu. Dari pusat kota Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur, perjalanan ke Pantai Watu Parunu memerlukan waktu tempuh 3,5 jam dengan kendaraan roda dua. Akses ke Wulla Waijelu sudah sangat baik, tetapi jalur setelahnya menuju pantai masih belum terlalu bagus. 

Watu Parunu memiliki hamparan garis pantai yang sangat panjang dan berpasir putih, dengan tebing batu putih yang tinggi di ujung timur pantai. Debur ombaknya lumayan besar, karena berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Meskipun begitu, kontur pantai relatif landai. Jika ingin berenang, pastikan kondisi ombak aman.

Nama Watu Parunu berkaitan dengan fenomena alam batu berlubang yang menjadi ciri khas atau keunikan dari pantai ini. Dalam bahasa setempat, Watu berarti batu dan Parunu berarti merunduk. Kebetulan saat kami ke sini air laut sedang surut, sehingga kami dapat melihat jelas bentuk batu yang berlubang. Sedikitnya ada lima lubang, dua di antaranya berukuran cukup besar.

Selain Watu Parunu, kami mampir juga ke Pantai Puttu Kapu. Lokasinya berada di barat daya dari Watu Parunu. Meskipun masih satu garis pantai, tetapi akses menuju Puttu Kapu harus sedikit memutar lewat jalan kampung kembali. Jaraknya sekitar 1-1,5 kilometer. Daya tarik Puttu Kapu adalah batu karang unik berwarna kecokelatan yang mengelilingi pantai dan juga berpasir putih.

2. Air Terjun Wai Marang

Rekomendasi Wisata Pantai dan Air Terjun di Sumba Timur
Kolam alami di air terjun Wai Marang/Yeni Marlina Mangngi

Air terjun Wai Marang berada di Ngaru Kanoru, Kecamatan Umalulu. Perjalanannya sekitar dua jam dari Waingapu dengan sepeda motor. Akses jalan menuju lokasi lumayan bagus dan bisa dijangkau baik menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.

Lokasi air terjunnya berada di tengah hutan. Untuk sampai ke air terjun harus melewati 165 anak tangga dan beberapa jalur landai. Air terjun ini terdiri dari dua tingkat, salah satunya mengalir ke area tempat berenang berbentuk kolam alami dengan kedalaman sekitar delapan meter. Bagi pengunjung yang tidak bisa berenang, terdapat kolam kecil yang kedalamannya 1,5—2 meter. Kesegaran air yang jernih, tebing batu kapur di sekeliling, dan nuansa sejuk bisa membuat siapa pun—termasuk kami—betah berlama-lama untuk berenang atau sekadar bermain air sambil duduk di tepian.

3. Air Terjun Laiwi

Air terjun Laiwi terletak di Desa Matawai Amahu, Kecamatan Katala Hamu Lingu. Perjalanannya memakan waktu sekitar 2,5 jam dari Waingapu dengan kendaraan roda dua. Jalan menuju air terjun masih rusak dan belum terlalu bagus.

Air terjun ini memiliki empat tingkat. Tingkat pertamanya agak jauh dari tingkat kedua, ketiga, dan keempat. Air terjun tingkat pertama berada di tengah kebun atau sawah warga. Tingkat kedua berada di samping lokasi parkiran dengan ketinggian setidaknya satu meter,  lalu yang ketiga agak lebih tinggi sekitar empat meter. Air terjun tingkat keempat adalah yang paling tinggi. Informasi yang saya dapat sekitar 60 meter, dengan medan jalur yang lumayan bikin kaki gemetaran karena terdapat anak tangga yang cukup banyak untuk turun. Air terjun Laiwi dikelilingi tebing batu vertikal dan hutan dengan pepohonan yang tumbuh menjulang.

4. Pantai Tarimbang

Rekomendasi Wisata Pantai dan Air Terjun di Sumba Timur
Pantai Tarimbang saat senja/Yeni Marlina Mangngi

Ini adalah salah satu pantai yang menjadi daftar keinginan saya sejak tahun 2019. Terletak di Desa Tarimbang, Kecamatan Tabundung, pantai ini bisa dijangkau sekitar 3—4 jam dari Waingapu. Secara keseluruhan akses jalan sudah cukup bagus, tetapi 500 meter memasuki kawasan pantai masih rusak.

Pantai ini memiliki daya tarik yang memikat pengunjung. Selain kontur yang cenderung landai, pasirnya putih dan bertekstur lembut. Terdapat tebing karang yang populer menjadi latar foto wisatawan, pun dengan gradasi warna air laut yang kontras saat hari terang. Ombak relatif tenang sehingga aman untuk berenang. 

Tak hanya untuk anak-anak muda. Pantai Tarimbang juga cocok jadi salah satu destinasi piknik keluarga, sembari menggelar tikar dan makan bersama.

5. Air Terjun Tanggedu dan Pantai Puru Kambera

Perjalanan menuju air terjun Tanggedu yang berada di Desa Tanggedu, Kecamatan Kanatang, memerlukan waktu berkendara setidaknya 2,5 jam dengan sepeda motor dari Waingapu. Akses menuju lokasi sudah lebih baik dari tiga tahun lalu ketika saya pertama kali ke sini. Durasi selama itu tidak membuat kami bosan dan lelah, karena pemandangan alam memanjakan mata.

Saat ini, air terjun yang terletak di tengah hutan dengan trek curam dan melewati beberapa anak tangga itu, telah mengalami perubahan lebih baik. Pengelola telah memberlakukan karcis masuk, membangun lopo untuk tempat istirahat, serta penambahan fasilitas kamar mandi maupun kamar ganti.

Air terjun Tanggedu merupakan salah satu air terjun yang dikenal orang agak berbau mistis, mengingat lokasinya berada di kawasan lembah-lembah yang jauh dari permukiman warga. Ada beberapa titik yang dilarang oleh pengelola untuk mandi maupun berfoto terlalu lama. Walaupun demikian, panorama alam yang tersaji memang memukau. Ciri khasnya adalah relief bebatuan yang unik. Terdapat goresan alam bekas aliran sungai hingga kolam alami untuk berenang.

Selepas berwisata dari air terjun Tanggedu, kami menyempatkan mampir ke Pantai Puru Kambera yang juga berpasir putih dan lembut. Letaknya berada di pesisir utara Kecamatan Kanatang. Tak jauh dari situ, kami juga singgah di padang rumput atau sabana Puru Kambera, yang terkenal menjadi tempat mengabadikan matahari terbenam.

6. Air Terjun Laputi

Destinasi terakhir kami dan paling jauh adalah air terjun Laputi, Praing Kareha, Kecamatan Tabundung. Kami harus menempuh perjalanan 3 jam 45 menit dengan motor dari Waingapu. Jalan menuju lokasi sudah lumayan bagus. Hanya saja kami pergi ketika cuaca sedang hujan. Sempat ingin putar balik, tetapi kami nekat menerobos hujan karena sudah tanggung di pertengahan jalan. Kami menginap terlebih dahulu di rumah Om Ndahangai yang dekat dengan lokasi air terjun sekaligus danau Laputi, baru keesokan paginya berkunjung ke sana.

Air terjun dan Danau Laputi berada di kawasan konservasi Taman Nasional Matalawa (Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti). Menurut cerita mama dari Om Ndahangai, Danau Laputi merupakan sumber mata air Kali Kambaniru dan warga setempat percaya tempat tersebut masih mistis. Terdapat sejumlah rambu tidak tertulis yang harus dihormati, di antaranya dilarang ribut atau bicara sembarangan ketika melihat sesuatu yang aneh di sekitar danau. Oleh karena itu bagi pengunjung yang ingin ke sini disarankan untuk didampingi warga lokal. 

Mata air di Danau Laputi juga terkenal memiliki khasiat kesehatan. Selain itu berlaku aturan khusus lainnya bagi seluruh pengunjung, yaitu tidak boleh menggunakan sabun saat mandi dan jika ingin cuci muka maka harus menyamping dari pusat mata air. Terlepas dari itu, air terjun dan danau ini memang membuat kami betah berlama-lama dan menikmati keindahan alam yang tersaji.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Rekomendasi Wisata Pantai dan Air Terjun di Sumba Timur appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/rekomendasi-wisata-pantai-dan-air-terjun-di-sumba-timur/feed/ 0 39939
Mudik ke Sumba Timur Semasa Corona https://telusuri.id/mudik-ke-sumba-timur-semasa-corona/ https://telusuri.id/mudik-ke-sumba-timur-semasa-corona/#respond Mon, 05 Oct 2020 06:58:46 +0000 https://telusuri.id/?p=24250 Rinduku pada Sumba adalah rindu pelukan hangat ayah dan ibu; rindu senyuman manis yang selalu menjadi penyemangat hidup untuk terus melangkah meraih mimpi dan bahagia. Corona menjawab rinduku pada Sumba. Awal tahun 2020, dunia berduka...

The post Mudik ke Sumba Timur Semasa Corona appeared first on TelusuRI.

]]>
Rinduku pada Sumba adalah rindu pelukan hangat ayah dan ibu; rindu senyuman manis yang selalu menjadi penyemangat hidup untuk terus melangkah meraih mimpi dan bahagia. Corona menjawab rinduku pada Sumba.

Awal tahun 2020, dunia berduka oleh kemunculan wabah baru yang lalu tenar sebagai COVID-19. Tak perlu waktu lama sampai angka orang yang terpapar dan meninggal meningkat, termasuk di Indonesiaku tercinta ini.

Sejak 16 Maret 2020, kampus libur karena corona. Dalam pengumuman resmi, libur disebut berlangsung selama dua minggu. Namun, karena statistik corona meningkat terus dari hari ke hari, libur diperpanjang sampai 29 Mei—lalu kuliah digeser ke dunia maya.

Peningkatan kasus corona di Pulau Jawa, khususnya Jogja, membuat orang-orang panik. Warung-warung mulai tutup, orang-orang takut keluar rumah. Di Sumba, orangtua dan kakak-kakakku juga ikut khawatir. Setiap hari mereka telepon dan suruh aku pulang ke rumah di Sumba Timur—mungkin mereka khawatir jika stok makananku habis karena warung-warung tutup. Terlebih setelah kuberi tahu bahwa teman-teman kos sudah pada mudik.

Lalu, berhubung kampus sudah menerapkan kuliah daring, tanggal 26 Maret aku dikirimkan tiket pesawat untuk pulang. Aku akan transit dua kali dalam perjalanan pulang ke rumah via udara itu. Tanggal 27 Maret aku akan terbang dari Jogja ke Surabaya. Keesokan harinya, 28 Maret, aku berangkat dari Surabaya ke Kupang, baru kemudian terbang ke Sumba Timur.

Sebelum berangkat, kupersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk menjalankan protokol kesehatan. Masker steril, misalnya. Mencari masker steril susah, sebab saat itu benda itu tidak dijual sembarangan. Jangankan di supermarket, di apotek saja susah menemukan masker steril. Aku baru mendapatkannya setelah singgah di empat K24 di Jogja, di apotek sekitar Jalan Janti. Untuk membelinya, ternyata aku mesti mengunduh sebuah aplikasi. Setelah menyebutkan kode dalam aplikasi itu baru aku dilayani. Sudah begitu, aku hanya boleh beli satu paket berisi lima masker (Rp10.000), tisu basah, tisu kering, dan cairan pembersih tangan.

Jam 7 malam tanggal 27 Maret, aku pun akhirnya mengantre check-in di bandara. Malam itu ramai dan aku yang paling terakhir melapor masuk. Maka terjadilah drama perdebatan dengan petugas yang melayani pelaporan. Pasalnya, pihak bandara memberi tahu bahwa pesawatnya sudah hendak berangkat. Aku tak bisa lagi masuk. Hanguslah tiket Jogja-Surabaya itu.

Untuk tetap berangkat pulang ke rumah hari itu, aku harus naik kereta api atau bus ke Surabaya. Aku pilih naik bus. Lalu dari bandara aku ke terminal. Jam 9.45 malam aku tiba di terminal dan, beruntungnya, masih ada bus. Lima belas menit kemudian, jam 10 malam, bus itu berangkat. Aku tiba di Surabaya jam 5 pagi dan langsung naik Grab ke bandara. Sampai di bandara, pas jam 5.15, aku langsung antre lapor-masuk. Setelah urusan beres, aku ke kamar mandi, bersih-bersih dahulu sebelum take-off menuju Kupang. Dari Surabaya ke Kupang 2 jam; Kupang ke Sumba Timur 45 menit.

Begitu mendarat di Sumba, terasa sekali ada yang beda dengan pulang kampung kali ini. Turun dari pesawat aku langsung melapor dan mengisi lembaran tentang kesehatan pribadi. Menuju rumah pun—aku dijemput kakak pertamaku—aku tidak langsung dibawa ke rumah. Aku dibawa dulu ke rumah paman untuk mandi air hangat dan ramuan obat-obatan alami—bawang merah, bawang putih, daun serai wangi, dan lainnya—untuk mengantisipasi penularan virus corona. Selesai bersih-bersih baru ke rumah. Sampai rumah, ada duka: opaku meninggal dunia. Tapi hanya dua jam aku di rumah sebelum dibawa lagi ke rumah tanteku.

Aku karantina mandiri di sana selama 14 hari dan benar-benar tidak keluar rumah.

Setelah karantina mandiri selama 14 hari

Setelah karantina mandiri selama dua minggu, hari ke-16 di tanah kelahiran aku akhirnya keluar rumah untuk jumpa sahabat-sahabat SMP-ku, yakni Vini Alfernia Rambu, Dhyan Bale, dan Adik Oni.

Niatnya, kami ke Pantai Walakiri. Tapi, karena pantai tersebut tutup sementara akibat corona, kami ganti arah ke pantai lain yang matahari terbenamnya tenar, yang di garis pantainya ada batu karang besar serta pohon-pohon cemara, yaitu Pantai Lie. Pantai Lie berada di Laipori, sekitar 35 menit dari rumahku. Pantai itu bersih. Masuk ke sana juga gratis. Jadilah kami duduk-duduk santai di atas batu karang, di bawah pohon cemara, sembari cerita-cerita mengulang memori masa SMP. Sambil menikmati matahari terbenam, tentunya.

Lepas itu, sekali-sekali aku juga keluar rumah. Di bawah ini adalah catatan-catatan soal jalan-jalanku selama di kampung halamanku, Sumba Timur:

18 April 2020

Aku kembali ke Pantai Walakiri. Masih tutup memang, tapi aku bisa masuk karena rumah suami kakak pertamaku persis di pinggir pantai berpasir putih itu. Aku menghabiskan waktu di sana menikmati suasana pantai sambil mendengar lagu dan melihat matahari terbenam. (Banyak yang bilang matahari terbenam terbaik di Sumba ada di Walakiri.)

Di pantai itu ada warung atau lopo. Bisa pesan makanan laut segar dengan harga yang tidak terlalu mahal di sana. Tapi hari itu warung tutup sehingga aku tak bisa mencoba makanan khas di pantai tersebut. Sekitar dua minggu kemudian, 5 Mei, aku kembali ke sana untuk mandi di laut mengilangkan penat.

Berfoto di Bukit Tenau/Yeni Marlina Mangngi

10 Mei 2020

Aku mampir ke tempat wisata yang terpaut hanya 25 menit perjalanan berkendara dari rumah. Tempat yang sedang hits itu bernama Bukit Tenau. Cantik memang. Banyak wisatawan dan warga lokal, termasuk aku, yang tidak mau ketinggalan berpose “ala-ala” menggunakan kain tenun ikat khas Sumba dengan latar belakang bukit dan senja seperti yang lazim diunggah di media sosial. Setelah berpose, kami menikmati makanan ringan yang kami bawa, sambil mendengar lagu dan menikmati matahari terbenam dan angin sepoi-sepoi.

Masuk Bukit Tenau juga gratis. Syaratnya pun hanya membawa kembali sampah plastik dari camilan atau makanan yang dibawa ke tempat itu. Saking terpesonanya dengan Bukit Tenau, lusanya, 12 Mei, aku ke sana lagi untuk menenangkan hati dan pikiran.

Danau Cemara Laipori/Yeni Marlina Mangngi

13 Juni 2020

Aku ke Danau Cemara Laipori yang berada tidak jauh dari Pantai Lie. Bisa ditebak, di danau itu banyak pohon cemara. Suasana sejuk. Angin semilir membuat daun-daun tajam cemara bergemerisik. Andai saja tak banyak pengunjung yang membuang sampah di sana, Danau Cemara Laipori pastilah akan kelihatan tanpa cela.

15 Juni 2020

Aku pergi ke Bukit Piarakuku. Setelah 15 Juni, aku sempat dua kali lagi ke Bukit Piarakuku, yakni tanggal 26 Juni dan 12 Juli. Waktu itu, tempat itu masih ditutup untuk umum, sebab masih masa pandemi. Namun, kami bisa masuk setelah minta izin kepada warga setempat.

Sama seperti Bukit Tenau, Piarakuku juga jadi tempat foto “ala-ala.” Sabananya luas, bukit-bukitnya enak dipandang mata. Tapi aku ke sana untuk melihat matahari terbenam. Entah kenapa aku suka sekali melihat matahari terbenam. Dan itulah yang menjadi tujuan utamaku berwisata.

10 Juli 2020

Tanggal 10 Juli 2020, aku pergi ke Air Terjun Tanggedu. Kami berangkat berenam dari Waingapu. Dari Waingapu ke Tanggedu lumayan jauh, perlu perjalanan sekitar 3 jam. Meskipun perlu waktu lama untuk ke sana, aku betah-betah saja karena pemandangan sepanjang perjalanan sungguh menarik—aku jadi maklum kenapa banyak orang rela jauh-jauh ke tempat itu.

Dulu jalan menuju Tanggedu masih jelek. Tapi, waktu aku ke sana kemarin—puji Tuhan—jalannya sudah bagus. Sudah ada jembatan pula untuk menyeberang. Sebelum ada jembatan itu, orang-orang mesti parkir di tempat yang masih jauh dari air terjun. Sekarang parkiran sudah dekat sekali.

Air Terjun Tanggedu dikelilingi pegunungan dan batu-batu besar alami yang takpak seperti kapal. Kalau ingin lebih nyaman di air terjun, pemandu lokal siap sedia di sana untuk mengarahkan pengunjung.

Pantai Puru Kambera/Yeni Marlina Mangngi

24 Juli 2020

Aku pergi ke Pantai Puru Kambera. Tentu saja untuk menikmati matahari terbenam di sana. Yang membuat Puru Kambera menarik adalah sabana di jalan menuju pantai serta pohon-pohon cemara di pinggir laut.

26 Juli 2020

Tanggal 26 Juli aku mampir ke Pantai Kawangu. Di sana banyak nelaya. Orang-orang datang silih berganti mencari ikan segar. Pasir Pantai Kawangu hitam dan pesisirnya dipagari pohon bakau. Selain mencari ikan, banyak juga yang ke sana untuk berfoto bahkan mandi atau berenang.

Begitulah. Selama menanti pandemi berakhir, di rumahku, Sumba Timur, aku masih bisa pergi ke beberapa tempat wisata. Memang, rasanya ada yang berubah. Sekarang sebelum ke mana-mana aku harus memastikan banyak hal. Protokol kesehatan mesti dijalankan—menggunakan masker, membawa hand sanitizer, dan langsung bersih-bersih, mencuci pakaian, dan mandi begitu pulang. Mungkin akan begitu terus sampai pandemi ini berakhir dan dunia pulih.

The post Mudik ke Sumba Timur Semasa Corona appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mudik-ke-sumba-timur-semasa-corona/feed/ 0 24250