taman baca Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/taman-baca/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 21 Jun 2024 03:39:47 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 taman baca Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/taman-baca/ 32 32 135956295 Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf (2) https://telusuri.id/pekan-buku-magelang-upaya-agar-lebih-melek-huruf-2/ https://telusuri.id/pekan-buku-magelang-upaya-agar-lebih-melek-huruf-2/#respond Fri, 21 Jun 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42205 Sebagaimana lumrah terjadi di tempat lain, akhir pekan—Sabtu dan Minggu—menjadi waktu orang-orang meninggalkan rumah dan pergi ke suatu tempat yang menjadi sumber kesenangan. Rehat sejenak dari rutinitas pekerjaan Senin–Jumat. Tidak terkecuali acara Pekan Buku Magelang...

The post Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf
Tur sepeda bersama Go4Tour keliling desa-desa di Borobudur/Rimi Go4Tour

Sebagaimana lumrah terjadi di tempat lain, akhir pekan—Sabtu dan Minggu—menjadi waktu orang-orang meninggalkan rumah dan pergi ke suatu tempat yang menjadi sumber kesenangan. Rehat sejenak dari rutinitas pekerjaan Senin–Jumat. Tidak terkecuali acara Pekan Buku Magelang di Melek Huruf. 

Sedari pagi (15/06/2024), Melek Huruf menyelenggarakan tur sepeda keliling desa bersama Go4Tour, sebuah operator wisata yang diinisiasi anak-anak muda lokal. Ifa, pengurus Desa Wisata Candirejo, didapuk sebagai pemandu tur. Para peserta diajak gowes menyusuri jalanan perdesaan dan mengunjungi tempat-tempat menarik di kawasan Borobudur. 

Rombongan dibawa menemui sosok-sosok inspiratif, di antaranya Lily Erwin, pemerhati gastronomi lokal dan pemilik homestay Omah Garengpoeng; dan Sony Santosa, seniman nyentrik berdarah Bengkulu pemilik galeri dan kafe Elo Progo Art House. Peserta tur juga turut mencicipi kreasi dapur lokal, mulai dari wedang rempah hingga kudapan pasar. Di pengujung tur, peserta kembali ke Melek Huruf untuk mencicipi aneka produk kopi khas Magelang yang dipandu M. Ariep Setiawan, kurator kopi dan pemilik kedai Callme Coffee Roaster.

Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf
Mahfud Ikhwan (kiri) membahas isi buku terbarunya/Rifqy Faiza Rahman

Membicarakan dangdut bareng Mahfud Ikhwan

Selepas Duhur dan jam makan siang, sesi bedah buku pertama dibuka dengan kehadiran Mahfud Ikhwan. Seorang penulis produktif kelahiran Lamongan yang telah lama tinggal di Yogyakarta. Ia banyak menulis novel, esai, cerita pendek, hingga tulisan nonfiksi lainnya. 

Siang itu, dimoderatori oleh Cristian langsung, Mahfud mengaku beberapa tahun terakhir lebih fokus membuat buku esai yang lebih dekat dengan realitas sekitar. Jelas lebih ringan dibanding harus menulis novel yang prosesnya bisa berlangsung bertahun-tahun. Termasuk karya terbarunya, Kepikiran Dangdut dan Hal-hal Pop Lainnya (Januari 2024) terbitan Warning Books. Di buku ini, ia mencoba mengupas pergeseran gaya musik dangdut, yang pada eranya bahkan sampai sekarang memang sangat lekat dengan sang raja dangdut Rhoma Irama. Baginya, apa yang ditunjukkan biduan Inul Daratista hingga muncul variasi dangdut koplo dan sejenisnya bukanlah dangdut yang sesungguhnya; yang juga menjadi titik keresehan dirinya sebagai pengamat dan penikmat dangdut sejati.

Tak hanya dangdut, Mahfud juga menuangkan pikiran pada beberapa tulisan yang mengulas hal-hal populer. Ia turut membicarakan Didi Kempot, Sheila On 7, hingga justifikasi perempuan dalam lagu-lagu sedih. Termasuk mengkritisi lirik-lirik lagu yang cacat tata bahasa sampai dengan tren kover lagu orang. Gaya bahasanya cukup menggelitik dan mengajak kita untuk masuk ke kacamatanya sebagai “orang biasa” yang peduli esensi musik.

Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf
Tiga pendiri klub baca buku Magelang berbagi cerita/Rifqy Faiza Rahman

Berbagi cerita dengan tiga klub baca buku Magelang

Tak jauh setelah acara bedah buku, Nina memandu sebuah gelar wicara yang memperkenalkan klub baca buku di Magelang. Ada tiga klub baca yang diberi kesempatan bicara, yaitu Kisti (Sundayreads Book Club), Ulfa Maula (Readaloud Magelang), dan Sodiq Amrullah (Magelang Book Party).

Setiap pendiri klub buku tersebut memiliki latar belakang berbeda, tetapi satu suara soal mengampanyekan literasi lewat buku. Seperti yang dilakukan Ulfa Maula. Melalui Readaloud Magelang, ia mengajak para orang tua mengajarkan baca buku kepada anak-anaknya. Ulfa menganggap buku sebagai bagian dari parenting agar anak-anak tumbuh mencintai buku.

Sementara Kisti dan Sodiq relatif memiliki semangat dan segmentasi yang sama. Komunitasnya mengakomodasi generasi pencinta buku di Magelang. Biasanya acara baca buku bareng diadakan saat akhir pekan. Sesi yang berlangsung mencakup silent reading dengan buku masing-masing atau pinjaman, lalu saling mengobrol untuk membahas buku yang telah dibaca.

  • Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf
  • Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf

Lokakarya memori rasa bersama Tarlen dan Tiko

Pengalaman menarik lainnya dalam Pekan Buku Magelang adalah lokakarya “Mengingat Rasa yang Pernah Ada” pada Minggu (16/06/2024). Dalam lokakarya ini, sebanyak delapan peserta diajak menggali memori masa kecil dengan orang-orang terdekat yang memengaruhi dalam pembentukan profil atau palet rasa di lidah. Mentor sesi ini adalah Tarlen Handayani, seorang penjilid dan seniman buku, serta Tiko Sukarso, seorang tukang masak plant-based dan salah satu pendiri Eat Fit serta Kulatresna. Keduanya berkolaborasi membentuk klub masak Sirja yang berisi kegiatan kelas memasak, membuat olahan “susu” dari tumbuhan, keju kacang mete, dan penyedap rasa dari sayuran.

Dalam sesi icip-icip, Tiko dan tim menyediakan lima menu lokal yang hasil risetnya digali bersama Bu Lis, tetangga dusun Melek Huruf yang paham kuliner musiman khas Candirejo. Hidangan yang dicicipi antara lain rengginang magelang dengan topping fermentasi krim mete dengan juruh kental gula kelapa, rujak degan, klepon berbalut gula kelapa murni dalam lipatan sudi, ramesan singkong sawut, dan tape ketan. Di sela-sela itu, peserta ikut menceritakan memori rasa yang pernah muncul ketika menyantap penganan tersebut.

Di akhir program, Tarlen memandu peserta untuk menulis jurnal kecil di atas kertas yang nantinya dijilid dengan benang. Semacam “surat cinta” dan ungkapan terima kasih dari peserta kepada orang-orang yang berjasa mengenalkan atau menciptakan palet rasa saat masa kecil dulu. 

Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf
Kalis Mardiasih (kiri) menceritakan isu kekerasan seksual berbasis gender dalam bedah buku terbarunya/Rifqy Faiza Rahman

Buku terbaru Kalis Mardiasih: Luka-luka Linimasa

Di bedah buku terbarunya yang dimediatori oleh Prima Sulistya—seorang jurnalis lepas, tampak Kalis Mardiasih begitu berapi-api menyuarakan keresahan tentang masifnya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Istilah ini memiliki beberapa padanan. Komnas Perempuan menyebutnya sebagai Kekerasan Siber Berbasis Gender (KSBG), sedangkan dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dikenal dengan istilah Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KBSE).

Perhatian Kalis terhadap isu kekerasan seksual, baik di dunia maya dan nyata, erat kaitannya dengan pengalaman tidak mengenakkan di masa kecil. Di masa sekolah dahulu, kerap terjadi perundungan atau godaan dari kaum pria kepada perempuan, yang tanpa disadari sebenarnya merupakan bentuk dari pelecehan. Keresahan dan pemikiran atas problem tersebut coba diungkapkan Kalis lewat bukunya yang akan terbit, Luka-luka Linimasa (2024). Selain lewat buku, Kalis cukup intens bersuara dan mengawal masalah kekerasan seksual di media sosialnya.

Topik pembahasan dalam sesi tersebut mengundang cukup banyak atensi dari peserta. Terlihat dari dua atau tiga orang menceritakan pengalaman tidak mengenakkan, baik yang dialami sendiri maupun dialami temannya. Diskusi yang berlangsung memantik kesadaran betapa ruang dunia maya yang serba bebas dan nyaris tanpa sekat harus dikelola dengan hati-hati. Terlebih tindak lanjut dari pihak berwenang, seperti polisi atau kampus, kadang terkesan lambat dalam menangani masalah tersebut.

* * *

Empat hari penyelenggaraan edisi perdana Pekan Buku Magelang di Melek Huruf tampak berlalu begitu cepat. Suar antusiasme tampak memenuhi seisi ruang yang ada di taman baca di sudut desa itu. Sebuah indikator yang menggembirakan, bahwa masih banyak generasi muda yang peduli pada literasi agar lebih “melek huruf”.

Rasanya, tak sabar untuk menanti seperti apa keseruan Pekan Buku Magelang edisi berikutnya. Sampai bertemu di bulan Juli!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf (2) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pekan-buku-magelang-upaya-agar-lebih-melek-huruf-2/feed/ 0 42205
Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf (1) https://telusuri.id/pekan-buku-magelang-upaya-agar-lebih-melek-huruf-1/ https://telusuri.id/pekan-buku-magelang-upaya-agar-lebih-melek-huruf-1/#respond Thu, 20 Jun 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42196 Siapa sangka, di sudut desa tak jauh dari Candi Borobudur, sebuah taman baca dengan konsep tak biasa mampu memikat orang-orang sefrekuensi dari berbagai daerah? Siapa mengira, di atas lahan 300 meter persegi yang diapit kebun...

The post Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf
(Rifqy Faiza Rahman)

Siapa sangka, di sudut desa tak jauh dari Candi Borobudur, sebuah taman baca dengan konsep tak biasa mampu memikat orang-orang sefrekuensi dari berbagai daerah?

Siapa mengira, di atas lahan 300 meter persegi yang diapit kebun singkong, sebidang bangunan perpustakaan berisi 700-an judul buku dan kafe kecil bisa menghapus dahaga literasi?

Rasanya seperti itu pertanyaan-pertanyaan retorik di kepala saya, ketika melihat edisi perdana Pekan Buku Magelang yang diselenggarakan Melek Huruf pada Jumat–Senin, 14–17 Juni 2024. Kemeriahan yang bersahaja. Lingkup ruang yang tersedia tidak terlalu luas, tetapi justru itulah yang membuat interaksi lebih intim dan hangat.

Di antara program-program berupa bursa buku, gelar wicara, tur sepeda, dan lokakarya, Pekan Buku Magelang adalah tempat berekspresi dan berjejaring bagi siapa pun yang datang. Seperti kata Cristian Rahadiansyah (43), salah satu pendiri dan pemilik Melek Huruf, inisiatif agenda bulanan tersebut seakan menegaskan bahwa tidak perlu jauh-jauh ke Yogyakarta untuk berteman akrab dengan buku-buku dan dunia yang mengiringinya.

Magelang, kini tak hanya hidup dengan Borobudur maupun wisata-wisata lainnya, tetapi juga geliat literasi di sudut Pucungan, Desa Candirejo. Sebuah titik temu bagi mereka yang peduli dan antusias pada dialektika ilmu dan gagasan seputar kepustakaan.

Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf
Cristian dan Nina memperkenalkan diri sebagai tuan rumah Melek Huruf saat membuka acara Pekan Buku Magelang di hari pertama. Tampak Kara, buah hati mereka, sibuk bermain mikrofon/Rifqy Faiza Rahman

Mengenal para pustakawan Melek Huruf

Semua itu berhulu pada “rencana pensiun” Cristian Rahadiansyah (43), seorang jurnalis dan pendiri Jakarta International Photo Festival (JIPFest) yang telah malang melintang di tujuh majalah berbeda dalam dua dekade belakangan. Terakhir, ia meletakkan posisi editor in chief majalah DestinAsian Indonesia yang sudah ditempati selama 2012–2023.

Beragam hiruk piruk kehidupan Jakarta ia tanggalkan pelan-pelan demi kehidupan baru di kaki Menoreh, Borobudur. Titik balik itu ada di usianya yang ke-40, ketika ia mempersunting sang pujaan hati, Nina Hidayat—juga berkiprah di JIPFest dan bidang seni budaya—untuk bersepakat membersamai alumni UGM tersebut mewujudkan cita-cita besarnya. Kesamaan frekuensi, jalan hidup, dan kepedulian pada buku membukakan jalan mereka pada berdirinya Melek Huruf. 

Pekan Buku Magelang adalah inisiatif besar pertama Cristian dan Nina untuk merayakan satu tahun Melek Huruf. Rekam jejak dan lingkaran jejaring yang hebat dari keduanya membuat nama-nama besar di dunia buku dan sastra mendekat tanpa ragu untuk berpartisipasi dalam acara tersebut. Jika tak ada halangan, Pekan Buku Magelang akan diselenggarakan rutin setiap bulannya.

Meski baru setahun, sinar Melek Huruf menyala begitu cepat. Konsepnya sebagai taman baca, warung—menjual kopi, teh, dan kudapan ringan, penginapan, dan ruang publik bersama disambut cukup antusias oleh masyarakat. Terutama bagi kalangan lintas generasi pencinta buku, kopi, dan fotografi. 

Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf
Sejumlah pengunjung masih mendatangi bursa buku mendekati jam tutup acara Pekan Buku Magelang di Melek Huruf/Rifqy Faiza Rahman

Bursa buku-buku menarik

Tentu saja bursa buku menjadi salah satu daya tarik utama dari Pekan Buku Magelang pertama ini. Bursa buku terbuka untuk umum selama Pekan Buku Magelang dan berlangsung pukul 10.00–18.00 WIB. Dari katalog yang dipublikasikan lewat situs web Melek Huruf, terdapat 85 judul buku dari 24 penerbit dan pengarang. Baik itu penerbit mayor atau indie, genre fiksi maupun nonfiksi, semuanya menyatu rapi di dalam etalase buku Melek Huruf. Sebut saja Bentang Pustaka, Komunitas Bambu, Marjin Kiri, Partikular, hingga Warning Books.

Saya sempat membeli dua buku baru: Kepikiran Dangdut dan Hal-hal Pop Lainnya (2024) karangan Mahfud Ikhwan; dan Parade Hantu Siang Bolong (2020) karya Titah AW. Dua-duanya terbitan Warning Books, Yogyakarta. Mahfud kebetulan juga menjadi narasumber gelar wicara bedah buku terbarunya itu, sementara Titah AW merupakan jurnalis lepas yang sudah saya ikuti tulisan-tulisannya di sejumlah media, seperti Vice dan Project Multatuli.

Sayang, saya belum mampu membeli semuanya. Saya memilih bijaksana untuk menahan diri, daripada kalap menguras uang tabungan. Belanja buku juga perlu realistis. Namun, setidaknya saya telah mencatat judul-judul buku yang menarik dan masuk daftar beli suatu saat nanti.

Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf
Diskusi membahas dapur penerbit independen oleh Wicahyanti Rejeki (kanan) dan Kurnia Yaumil Fajar (kiri), dipandu Diah Dwi Puspitasari sebagai moderator/Rifqy Faiza Rahman

Optimisme eksistensi penerbit independen

Gelar wicara pertama di Pekan Buku Magelang (14/07/2024)dibuka oleh diskusi tentang dapur penerbit independen. Diah Dwi Puspitasari dari Bentang Pustaka didapuk menjadi moderator, dengan dua narasumber kunci, yaitu Kurnia Yaumil Fajar (SOKONG! Publish) dan Wicahyanti Rejeki (TriBEE). 

SOKONG! Publish merupakan platform penerbitan independen berbasis fotografi yang berasal dari Yogyakarta. Kurnia Yaumil Fajar termasuk dalam salah satu pemrakarsa selain Danysswara, Deni Fidinillah, Moh. A. Ulul Albab, dan Prasetya Yudha. Sementara TriBEE adalah penerbit indie di Magelang yang didirikan oleh Wicahyanti Rejeki, yang juga telah menulis banyak buku anak.

Keduanya membedah perbedaan signifikan antara penerbit mayor dengan independen, sekaligus mengulas potensi besar dari keberadaan penerbit indie. Baik itu dari segi penyusunan naskah, penyuntingan, sampai pemasaran. Di tengah tantangan dan kendala yang tak mudah, Wicahyanti dan Kurnia tetap yakin dengan keberlanjutan penerbit independen. Salah satu semangat yang mereka usung adalah mendorong siapa pun, baik anak-anak maupun orang dewasa, untuk bisa membiasakan menulis dan menerbitkan bukunya. Buku bisa menjadi dokumentasi terbaik untuk merekam ingatan dan pemikiran. Keduanya pun sepakat jika setiap buku pasti memiliki pembacanya sendiri. 

Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf
Nuansa gayeng antara Paksi Raras Alit (kiri), Adimas Immanuel (tengah), dan Akata (moderator) saat mengenang kiprah Joko Pinurbo/Rifqy Faiza Rahman

Mengenang dan mendoakan Joko Pinurbo

Sesi diskusi kedua dilanjutkan dengan perenungan dan penyampaian kesaksian kepada jalan hidup Joko Pinurbo. Seorang penyair legendaris yang terkenal kepiawaiannya mengolah diksi berbalut humor, ironi, kadang-kadang absurd, dan mengandung refleksi. Kata-katanya pun sederhana, tetapi mampu menyenangkan, meneduhkan, bahkan menyayat hati.

Wafatnya penyair besar asal Yogyakarta itu pada 27 April 2024 lalu memang mengejutkan banyak orang, terutama mereka yang pernah beririsan atau bersinggungan langsung dengan Jokpin—sapaan akarabnya, baik dalam urusan pekerjaan atau informal. Tidak terkecuali yang dirasakan Paksi Raras Alit dan Adimas Immanuel, bahkan Akata (penulis) yang bertugas sebagai moderator.

Paksi, misalnya. Penulis sastra cum musisi asal Yogyakarta itu bersaksi pada kebaikan Jokpin saat berada dalam ikatan pekerjaan antara keduanya. Sementara Adimas, penyair dan novelis muda dari Solo, mengaku begitu terkesan dengan perhatian Jokpin pada sastrawan muda seperti dirinya. Paksi dan Adimas turut berbagi impresi pada puisi-puisi karya Jokpin yang dianggap paling melekat di benak masing-masing. Keduanya tak lupa mengajak peserta diskusi mendoakan mendiang sang pujangga sastra dan mengenang karya-karyanya.

(Bersambung)


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pekan Buku Magelang: Upaya agar Lebih Melek Huruf (1) appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pekan-buku-magelang-upaya-agar-lebih-melek-huruf-1/feed/ 0 42196