taman nasional Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/taman-nasional/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 04 Oct 2021 15:44:14 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 taman nasional Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/taman-nasional/ 32 32 135956295 Mengunjungi Air Terjun Curug Sawer di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango https://telusuri.id/air-terjun-curug-sawer-taman-nasional-gunung-gede-pangrango/ https://telusuri.id/air-terjun-curug-sawer-taman-nasional-gunung-gede-pangrango/#comments Mon, 04 Oct 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=28767 Suka naik gunung, camping, atau menikmati guyuran air terjun? Kayanya tempat ini cocok bagi kamu deh! Curug Sawer merupakan air terjun yang terletak di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat....

The post Mengunjungi Air Terjun Curug Sawer di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango appeared first on TelusuRI.

]]>
Suka naik gunung, camping, atau menikmati guyuran air terjun? Kayanya tempat ini cocok bagi kamu deh! Curug Sawer merupakan air terjun yang terletak di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Curug ini merupakan salah satu wisata yang cukup terkenal karena suasananya yang asri dan sejuk, maka banyak stasiun televisi yang meliputnya. Selain itu, terdapat fasilitas untuk camping  baik secara individu ataupun kelompo.

Kawasan Curug Sawer juga merupakan salah satu area pendakian yang ditetapkan semenjak tahun 1980 dengan luas 21.975 hektar meliputi daerah Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Bila kamu berminat ke kawasan ini berikut hal-hal yang perlu kamu hadapi sebelum ke lokasi.

HTM Air Terjun Curug Sawer dan Situ Gunung Suspension Bridge

Kalau kamu ke sini, bisa borong wisata lho. Satu tiket masuk bisa digunakan untuk mengunjungi beberapa tempat sekaligus, termasuk ke wisata Curug Sawer. Berbicara tentang Curug Sawer, menurut masyarakat setempat, curug ini dulunya dianggap angker karena pernah dipakai sebagai tempat ritual. Ada pula yang bilang bahwa banyak hantu kawasan ini. Maka dari itu, warga setempat tidak berani ke curug tersebut.

Bukan tanpa sebab, ternyata masyarakat setempat berpikir demikian karena mereka meyakini legenda dibalik adanya curug ini. Dikisahkan, Curug Sawer bermula dari seorang yang dipercaya memiliki kesaktian tinggal di kaki gunung Ciremai, Kuningan Jawa Barat. Orang sakti ini seringkali melakukan ritual saweran di sekitar Sungai Cipada untuk mencari berkah. Bukan hanya itu, orang sakti ini juga melakukan pertapaan di daerah sekitaran air terjun hingga wafat.

Dari upacara yang sering dilakukannya inilah, nama Curug Sawer tercetus. Namun, ketika kamu bertanya kepada pengelola curug ini ternyata Curug Sawer diambil dari curahan air terjun yang mengalir sangat deras, sehingga cipratan dari air tersebut tersebar kemana mana atau dalam Bahasa Sunda (sawer).

Situgunung glamping/Riri Safitri

Bisa hiking dadakan, seperti tahu bulat!

Bagi kamu yang tidak suka olahraga atau nggak sempat melakukan aktivitas ini, perjalanan ke Curug Sawer akan sangat cocok. Untuk menuju ke sana, kamu harus berjalan kaki terlebih dulu. Melewati jalan setapak, agak terjal, dan naik turun. Jadi, meski kamu ke sini hanya untuk berfoto saja, pastikan untuk tidak salah kostum ya. Kenakan alas kaki yang ringan dan aman untuk dibawa jalan di atas medan yang cukup menantang.

Meski berjalan kaki cukup jauh, tapi tenang aja, suasana sepanjang perjalanan sangat menyenangkan. Penuh dengan tumbuhan hijau yang sangat menyegarkan.

Bertemu aneka ragam flora dan fauna

Selain menikmati pemandangan alam, kalau beruntung kita akan menemukan satwa yang hidup di kawasan ini. Menurut petugas, kurang lebih ada 250 spesies burung dan 100 jenis mamalia. Sebagian satwa ini bahkan bisa dibilang sudah langka, seperti owa Jawa, macan tutul, lutung surili, dan elang Jawa.

Curug Sawer/Riri Safitri

Dari camping, menyewa penginapan, hingga fasilitas pendukung lain

Kamu suka camping? Kalau iya, kawasan ini memfasilitasinya dengan cukup baik. Walaupun kamu tidak bawa tenda sendiri, kamu bisa menyewanya pada petugas. Atau bagi kamu ingin menyewa penginapan juga ada.

Di sini juga tersedia banyak warung. Mie rebus, aneka minuman, dan makanan lainnya dapat dengan mudah ditemukan. Kalau nggak bawa bekal, nggak perlu khawatir. Fasilitas pendukung lain juga termasuk lengkap. Ada musala, toilet umum, tong sampah, dan pusat informasi.

Tiba di lokasi hanya dalam 30 menit

Hal yang sudah kamu tunggu-tunggu telah tiba! Saatnya bermain air. Air terjun yang mempunyai tinggi kurang lebih 35 meter ini membentuk kubangan kolam dimana kedalamannya mencapai kurang lebih 10 meter. Namun, untuk alasan keamanan, pengunjung tidak diperbolehkan untuk berenang atau mandi dibawah air terjun ini. Walaupun begitu kamu masih bisa kok, bermain air di tepiannya yang membentuk sebuah sungai kecil. Segar sekali pokoknya!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mengunjungi Air Terjun Curug Sawer di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/air-terjun-curug-sawer-taman-nasional-gunung-gede-pangrango/feed/ 1 28767
Jalan-jalan Sore bersama Haryono di Taman Nasional Way Kambas https://telusuri.id/taman-nasional-way-kambas/ https://telusuri.id/taman-nasional-way-kambas/#comments Tue, 10 Jul 2018 09:30:55 +0000 https://telusuri.id/?p=9572 Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita tentang gajah sumatra di media sosial, entah Instagram, Facebook, Twitter, dll. Ironisnya, kebanyakan berita negatiflah yang beredar. Paling kerap didengar adalah kisah pilu tentang hilangnya habitat gajah akibat perluasan...

The post Jalan-jalan Sore bersama Haryono di Taman Nasional Way Kambas appeared first on TelusuRI.

]]>
Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita tentang gajah sumatra di media sosial, entah Instagram, Facebook, Twitter, dll.

Ironisnya, kebanyakan berita negatiflah yang beredar. Paling kerap didengar adalah kisah pilu tentang hilangnya habitat gajah akibat perluasan lahan sawit yang berujung pada konflik dengan manusia. Kalau tidak, mungkin soal maraknya perburuan gading yang mengakibatkan banyak gajah sumatra mati dibunuh secara sadis.

(Kamu pasti juga sudah dengar berita tentang seekor anak gajah bernama Erin yang belalainya putus terkena jerat pemburu? Tak masuk akal ada orang yang tega ingin membunuh anak gajah yang masih lucu!)

Ini adalah pukulan telak bagi kita semua, termasuk saya. Bagaimana tidak, gajah sumatra adalah salah satu satwa/fauna yang dilindungi oleh negara, yang berada di bawah ancaman kepunahan sebab populasinya terus menurun setiap tahun.

taman nasional way kambas

Seekor bayi gajah yang lucu/Oky Hertanto

Data lengkapnya barangkali bisa kamu lihat di arsip Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atau organisasi seperti WWF Indonesia yang menangani masalah-masalah konservasi lingkungan dan satwa di Indonesia.

Maka, beberapa bulan lalu saya memberanikan diri bersama sahabat untuk mengunjungi Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Lampung. Selain penasaran bagaimana aktivitas sehari-hari gajah-gajah sumatra yang hidup di sana, saya juga ingin melihat secara langsung kondisi Erin saat ini.

(Sayang sekali saat tiba di Taman Nasional Way Kambas kami tidak menjumpai Erin di Rumah Sakit Gajah—sepertinya ia sudah dipindahkan ke kandang khusus. Tapi saya juga dapat info bahwa Erin sudah membaik, sudah bisa makan meskipun masih dibantu petugas karena belalainya putus.)

Perjalanan menuju Lampung

Tepat pukul delapan pagi, bus plat merah yang kami tumpangi bergerak meninggalkan Stasiun Gambir menuju Bandar Lampung via Pelabuhan Merak. Kondektur langsung melakukan pengecekan tiket dan memberikan makanan ringan untuk disantap di perjalanan. Sayangnya kami sedang berpuasa saat itu.

Dua jam bis melaju di jalan tol yang kala itu cukup lengang. Setiba di Pelabuhan Merak, Banten, juga tak tampak antrean kendaraan yang akan masuk ke lambung-lambung kapal. Dalam hitungan menit saja bis itu sudah berada dalam ferry. Kami pun ikut turun dari bis, kemudian bergerak menaiki tangga menuju ke dek kapal.

Perjalanan dari Pelabuhan Merak menuju Pelabuhan Bakauheni berlangsung sekitar 1,5-2 jam saja, sebab cuaca saat itu cerah sekali dan ombak di laut tidak tinggi.

taman nasional way kambas

Kandang gajah/Oky Hertanto

Sesaat sebelum kapal sandar di Pelabuhan Bakauheni, saya bergerak turun ke lambung kapal untuk kembali ke dalam bis. Begitu ferry sandar, satu per satu kendaraan bergerak ke luar lewat pintu kapal.

Saat ini di Pelabuhan Bakauheni sedang dibangun jalan tol sampai ke Kota Palembang. Sayangnya saat saya ke sana tol itu baru dibuka beberapa ruas saja, belum terlalu panjang. Jika tol itu sudah rampung dan dibuka, tentu akses transportasi darat Bandar Lampung-Palembang akan semakin cepat dan mudah.

Perjalanan darat dari Bakauheni menuju Bandar Lampung sendiri memakan waktu kurang lebih tiga jam. Namun saat itu saya memilih untuk turun di Kalianda untuk menengok keponakan baru. (Sepupu mengabari bahwa istrinya baru saja melahirkan.) Setelah dari Kalianda, keesokan harinya saya melanjutkan kembali perjalanan menuju Bandar Lampung.

Naik Damri dari Rajabasa ke Way Kambas

Untuk ke Way Kambas dengan moda transportasi umum, kamu mesti naik Bis Damri dari Terminal Rajabasa atau Pool Damri yang ada di Bandar Lampung. Bis berangkat pagi hari, yakni sekitar jam 6 pagi. Jadwal pastinya bisa kamu ketahui dengan menelepon pool atau menanyakan langsung pada petugas Damri yang sedang berjaga.

Bis akan mengantarkanmu ke Way Jepara, sekitar tiga jam perjalanan dari Kota Bandar Lampung. Harga tiketnya juga tidak terlalu mahal. Dengan membayar Rp 30 ribu/orang kamu sudah tiba di Pertigaan Tridatu. Tapi jangan lupa bilang ke kondekturnya bahwa kamu mau ke Taman Nasional Way Kambas.

taman nasional way kambas

Haryono/Oky Hertanto

Dari pertigaan itu, Taman Nasional Way Kambas sudah dekat dan bisa dicapai dengan menumpang ojek (Rp 30-50 ribu/orang tergantung kemampuan menawar).

(Sedikit tips: kalau kamu menginap di Way Kambas, jangan lupa minta nomor ponsel supir Damri agar kamu bisa menanyakan waktu keberangkatan bis keesokan hari. Tenang saja, pelayanan mereka ramah. Saya sendiri kaget mendapati bahwa petugas Damri baik-baik semua dan sangat informatif. Lewat WhatsApp kami diinfokan jadwal dan posisi bis sehingga kami tidak ketinggalan bis untuk pulang. Selain nomor Damri, kamu juga sebaiknya meminta nomor ojek.)

Pusat Latihan Gajah (PLG) Taman Nasional Way Kambas

Naik ojek sekitar 20 menit dari Pertigaan Tridatu, kami pun tiba di Pusat Latihan Gajah (PLG) Taman Nasional Way Kambas.

Setelah lama diam dalam bucket list saya, mimpi untuk ke Taman Nasional Way Kambas akhirnya terwujud tahun ini. Senang sekali rasanya berkesempatan melihat langsung sekolah dan pusat pelatihan gajah terbesar dan tertua di Indonesia. (Saya punya keinginan untuk mengunjungi taman nasional-taman nasional di Indonesia yang ada gajah sumatranya, sebab saya sangat suka dengan salah satu hewan mamalia terbesar di dunia ini.)

taman nasional way kambas

Dua ekor gajah yang baru saja dimandikan oleh mahout/Oky Hertanto

Sesaat setelah selesai berurusan dengan ojek, seekor gajah dewasa—yang belakangan saya tahu diberi nama Haryono—lewat di samping saya. Terang saja saya kaget, tapi senang sekali bisa melihat gajah dari jarak yang lumayan dekat.

Sama seperti di kebun binatang, para raksasa penghuni Way Kambas itu juga punya kandang. Bedanya, kandang mereka bukanlah petak kecil melainkan tanah seluas puluhan hektare tempat mereka bisa leluasa beraktivitas. Gajah-gajah itu jauh dari kesan “terkurung.” Makanan untuk mereka tiap hari disuplai. Kebutuhan air mereka dipenuhi oleh baik air minum khusus gajah bantuan dari pihak luar.

PLG sendiri bisa dikatakan sebagai sekolah para gajah. Sebagian dari “muridnya” adalah gajah-gajah yang diselamatkan dari alam liar, dari mulai yang terkena jerat pemburu, yang tertinggal dari kawanannya, yang pernah terlibat konflik dengan manusia, dll.

Mereka dilatih oleh para pawang profesional (mahout) untuk menjadi gajah atraksi, patroli, latih, dll. Harapannya, keberadaan PLG dapat membantu mengurangi konflik antara gajah dan manusia sekaligus membantu menyelamatkan makhluk berbelalai itu dari kepunahan.

Sekitar 70 gajah jinak dan ratusan gajah liar

Selain 70 ekor gajah jinak, Taman Nasional Way Kambas juga menjadi rumah bagi ratusan gajah liar. Seru sekali melihat aktivitas harian gajah-gajah di PLG Taman Nasional Way Kambas. Pagi hari mereka dimandikan oleh mahout, diberi makan, kemudian diajak keliling/patroli sekitar areal PLG. Tak lupa, gajah-gajah itu juga rutin dilatih.

(Jika ingin bermalam, tersedia penginapan yang letaknya di samping kandang gajah. Dari sana kamu bisa melihat dari dekat aktivitas gajah-gajah jinak mulai dari pagi, siang, sore, hingga malam hari.)

taman nasional way kambas

Ketika diajak oleh mahout untuk ke kandang gajah/Oky Hertanto

Kamu pasti bertanya-tanya begitu menyadari bahwa gajah-gajah di sana kebanyakan dirantai. “Kenapa harus dirantai?” Bukan bermaksud memasung mereka, rantai itu justru untuk menjaga agar gajah-gajah itu tidak keluar dari areal PLG sehingga menjadi target mudah para pemburu. Agar gajah-gajah sumatra itu tak tersiksa karena merasa ruang gerak mereka dibatasi, sengaja yang digunakan adalah rantai panjang.

Untuk mendukung upaya konservasi gajah, di Taman Nasional Way Kambas juga dibangun fasilitas kesehatan, yakni rumah sakit gajah terbesar di Asia Tenggara melalui dana suntikan pemerintah dan swasta, antara lain dari Australian Zoo dan Taman Safari Indonesia.

Tidak hanya itu, demi melindungi gajah Taman Nasional Way Kambas juga membentuk Tim Patroli Gajah. Tim yang diberi nama Elephant Response Unit (ERU) ini terdiri dari para mahout dan gajah-gajah jinak terlatih. Tugas mereka adalah berpatroli menjaga wilayah taman nasional dan meminimalisir terjadinya konflik antara gajah dan manusia (misalnya menggiring gajah-gajah liar yang masuk ke kebun atau permukiman warga).

Jalan-jalan sore bersama Haryono

Sore itu, saya dan teman sedang asyik duduk di pinggir kolam—melihat para gajah dimandikan oleh mahoutnya—ketika tiba-tiba Haryono bersama mahoutnya datang dari arah belakang. Sang mahout kemudian memanggil saya dan menawarkan untuk ikut bersama mereka ke areal belakang PLG untuk mengambil rantai Haryono.

Saya kaget, tapi langsung mengiyakan untuk pergi bersama mereka. Kami berdua pun bergegas naik ke punggung Haryono. Itu pengalaman berharga yang takkan pernah saya lupakan. Kami menyusuri hutan, lalu turun ke rawa-rawa serta padang sabana yang ditumbuhi rumput-rumput gajah.

taman nasional way kambas

Jalan-jalan sore bersama Haryono/Oky Hertanto

Sang mahout yang ramah tanpa diminta bercerita tentang kehidupan gajah-gajah sumatra di Taman Nasional Way Kambas—juga ancaman-ancaman terhadap kelestariannya.

Ia juga becerita bahwa suatu kali ia pernah diberi cek kosong oleh salah seorang konglomerat di Indonesia. Dalam cek kosong itu ia bebas menuliskan nominal rupiah yang diinginkan, asal bersedia memberikan gading gajah utuh kepada sang hartawan.

Mendengar langsung kisah itu dari seorang mahout, saya kaget. Ternyata gading gajah memang begitu diminati sampai-sampai harganya bisa abstrak seperti itu. Katanya, ada anggapan bahwa belum sah menjadi kaya kalau belum punya gading gajah. Keliru—sungguh edan! Gajah diburu dagingnya hanya untuk pajangan di rumah atau hal-hal tak masuk akal lainnya….

Ayo kampanyekan #SaveElephant

Di ujung tulisan ini saya hanya ingin mengingatkan kita semua bahwa gajah layak mendapatkan kehidupan bebas seperti kita, manusia. Jangan rusak dan ambil habitat mereka. Gajah takkan menyerang manusia jika habitatnya tidak dirusak dan diambil.

taman nasional way kambas

Dua anak gajah sumatra sedang bermain/Oky Hertanto

Dan, saya rasa, revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya—yang masih mengganjar pelaku perusakan dengan hukuman yang tak seberapa—juga dapat berperan untuk mengeliminasi cerita-cerita sedih seperti derita yang dialami oleh Erin dan Bunta.

Terima kasih Taman Nasional Way Kambas karena telah memberikan pengalaman luar biasa. Saya jadi makin semangat untuk ikut mengampanyekan #SaveElephant di media sosial. Minimal agar masyarakat makin sadar betapa pentingnya menjaga habitat gajah sehingga mereka terhindar dari kepunahan.

Lagian, kalau bukan kita yang menjaga mereka, siapa lagi?


Baca tulisan Oky Hertanto yang lain di sini.

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Jalan-jalan Sore bersama Haryono di Taman Nasional Way Kambas appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/taman-nasional-way-kambas/feed/ 5 9572
Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi yang Akan Menjaga Gajah Sumatera? https://telusuri.id/dokter-taman-nasional-tesso-nilo/ https://telusuri.id/dokter-taman-nasional-tesso-nilo/#comments Mon, 21 May 2018 06:00:20 +0000 http://telusuri.id/?p=8785 Tulisan ini kolaborasi antara WWF-Indonesia dan TelusuRI Namaku Annisa Wandha Sari dan biasa dipanggil Wandha. Aku adalah dokter hewan di Kamp Elephant Flying Squad (Tim Patroli Gajah) WWF. Kamp WWF ini terletak di Taman Nasional...

The post Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi yang Akan Menjaga Gajah Sumatera? appeared first on TelusuRI.

]]>
Tulisan ini kolaborasi antara WWF-Indonesia dan TelusuRI


Namaku Annisa Wandha Sari dan biasa dipanggil Wandha. Aku adalah dokter hewan di Kamp Elephant Flying Squad (Tim Patroli Gajah) WWF. Kamp WWF ini terletak di Taman Nasional Tesso Nilo, Provinsi Riau.

Elephant Flying Squad adalah sebuah tim yang terdiri dari pawang (mahout) dan gajah terlatih.

Tim yang pertama kali diperkenalkan oleh WWF-Indonesia dan Balai Taman Nasional Tesso Nilo pada 2004 ini bertugas melakukan penggiringan gajah liar yang memasuki kebun masyarakat untuk kembali ke habitatnya di Taman Nasional Tesso Nilo sehingga dapat mengurangi konflik antara gajah dan manusia.

taman nasional tesso nilo

Menjaga si teman besar via instagram.com/wandha_sari

Sehari-hari, tugasku adalah melakukan tindakan medis, mulai dari perawatan, pengobatan, hingga pencegahan penyakit, terhadap gajah jinak di sana.

Intinya, aku mesti memastikan bahwa gajah-gajah jinak di Taman Nasional Tesso Nilo dalam keadaan sehat dan sejahtera. Namun, jika ada gajah liar yang sakit, bersama-sama Tim Medis BKSDA aku juga ikut membantu mengobati.

Demi kelestarian gajah sumatera

Mendiagnosis penyakit pada gajah tidak semudah mendiagnosis penyakit pada hewan lainnya. Pada gajah, gejala baru akan muncul saat kondisi sudah parah. (Sedihnya, obat-obatan untuk gajah susah didapatkan di Riau.)

taman nasional tesso nilo

Bercengkerama dengan gajah via instagram.com/wandha_sari

Selain itu, kesehatan seekor gajah tidak semata tergantung pada gajahnya saja, melainkan juga pada lingkungannya. Semakin berkurang (atau mengecil) habitatnya, nutrisi yang tersedia akan semakin sedikit. Alhasil, gajah harus disuplai dengan suplemen buatan manusia.

Ada satu peristiwa yang cukup berkesan saat aku mendampingi gajah, mulai dari ia hamil, diperiksa menggunakan USG, hingga melahirkan anaknya. Itu adalah pengalaman yang sangat menakjubkan. Aku terharu melihat gajah itu meneteskan air mata ketika kami menyemangatinya agar kuat untuk melahirkan.

Saya pun kemudian paham bahwa gajah hanya akan bertahan selama kita, bersama-sama, mampu menjaga mereka dari kepunahan. Kita harus belajar berbagi ruang dan hidup berdampingan dengan gajah agar tercipta sebuah keseimbangan. Konsep berbagi ruang itulah yang selalu kami kampanyekan demi kelestarian gajah sumatera.

taman nasional tesso nilo

Memeluk seekor gajah sumatra via instagram.com/wandha_sari

Mereka pun sama seperti kita: punya keluarga, perlu tempat tinggal yang nyaman, dan butuh makanan yang cukup.

Siapa lagi yang akan menjaga gajah sumatera jika bukan kita

Jalan yang kutelusuri sekarang berawal dari keberanian mengambil profesi yang berbeda dari teman-teman lainnya. Namun, terus terang, aku sempat takut juga ketika melihat berita-berita soal kematian manusia akibat gajah. Bahkan, ketika akhirnya terjun ke lapangan, sempat terpikir untuk pergi.

Tapi, melihat tatapanmu yang penuh arti dan berlinang air mata, aku tak bisa pergi. Engkau menyentuh hati ini, seakan berkata: “Jangan pergi lagi. Tinggallah bersama.”

taman nasional tesso nilo

Merawat gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo via instagram.com/wandha_sari

Selain gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo, yang membuatku bertahan adalah dukungan orang tua, sahabat, dan rekan kerja. Mereka tak pernah putus memberikan semangat dan motivasi. Aku harus bisa. Aku harus bertahan untuk mereka.

Sekarang, aku merasa bahwa ini bukanlah sebuah pekerjaan, melainkan wujud rasa cintaku pada mereka—si teman besar. Lagipula, jika bukan kita, siapa lagi yang mau membantu mereka?

Sehat selalu, teman besarku. Semoga kelak anak cucuku dan generasi masa depan juga dapat merasakan hangatnya pelukmu dan melihat dengan mata kepala sendiri bahwa engkau masih ada untuk keseimbangan Bumi ini.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi yang Akan Menjaga Gajah Sumatera? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/dokter-taman-nasional-tesso-nilo/feed/ 2 8785
Konflik Lahan dan Perambahan, Cerita Lain dari Taman Nasional Gunung Leuser https://telusuri.id/menjaga-keasrian-taman-nasional-gunung-leuser/ https://telusuri.id/menjaga-keasrian-taman-nasional-gunung-leuser/#respond Mon, 25 Dec 2017 02:30:29 +0000 https://telusuri.id/?p=4953 Belum pudar ingatan kita tentang tragedi berdarah di Negeri Serambi Mekah, Nanggroë Aceh Darussalam. Konflik panjang lebih dari tiga dekade di sana telah mengubah segalanya. Konflik-konflik lainnya lahir, baik vertikal maupun horizontal, menyisakan kepedihan yang...

The post Konflik Lahan dan Perambahan, Cerita Lain dari Taman Nasional Gunung Leuser appeared first on TelusuRI.

]]>
Belum pudar ingatan kita tentang tragedi berdarah di Negeri Serambi Mekah, Nanggroë Aceh Darussalam. Konflik panjang lebih dari tiga dekade di sana telah mengubah segalanya. Konflik-konflik lainnya lahir, baik vertikal maupun horizontal, menyisakan kepedihan yang masih tersisa di setiap sudut kota.

Ribuan orang menjadi korban. Lainnya mengungsi ke berbagai penjuru, ke mana pun, asal bisa hidup dengan tenang.

Kontras dengan tetangganya, di areal hutan negara yang dikelola Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) suasana begitu tenang. Harimau sumatera berkeliaran di habitat terakhirnya. Orangutan bercengkerama ramah dengan sesama. Berbagai jenis burung terbang dengan riang dan bebas. Sungai-sungai besar mengalir membelah pegunungan megah.

Jadi tameng aktivitas ilegal

Lalu, apa hubungan antara TNGL dengan konflik yang terjadi di Aceh? Begini ceritanya.

Berdasarkan catatan, sejak tahun 1999 para pengungsi dari Aceh mulai berdatangan ke kawasan TNGL. Mereka eksodus ke Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Taman Nasional Gunung Leuser

Ekosistem Leuser yang masih hijau dan asri via instagram.com/kakikukaku_

Awalnya hanya ada enam kepala keluarga. Kini jumlahnya sudah mencapai hampir seribu kepala keluarga—jumlah yang cukup untuk mengubah kawasan hutan menjadi areal perkebunan. Tak ayal, konflik horizontal dengan masyarakat sekitar tidak dapat dihindarkan. Parahnya, kondisi ini dijadikan tameng oleh para perambah untuk melakukan aktivitas ilegal di kawasan taman nasional. Dari sinilah cerita konflik lahan di Besitang dimulai.

Konflik lahan juga terjadi antara Taman Nasional Gunung Leuser dengan dua perusahaan perkebunan sawit, yakni Perkebunan PIR … dan PT ….¹ Sebagian areal konsesi kedua perusahaan ini disinyalir masuk dalam kawasan taman nasional.

Akhir tahun 2006 Balai TNGL melakukan rapat dengan Kapolda Sumatera Utara dan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Pada kesempatan itu Kakanwil BPN mengatakan bahwa jika sebagian dari tanaman kelapa sawit kedua perusahaan tersebut terbukti masuk kawasan maka BPN akan membatalkan sertifikat dan hak guna usaha (HGU).

Senada dengan konflik sebelumnya, hal ini juga dijadikan alasan oleh para perambah untuk melakukan aktivitasnya. Ahtu Trihangga, penyuluh sekaligus staf Seksi Perlindungan, Pengawetan, dan Perpetaan Balai TNGL, menjelaskan hal ini secara rinci.

“Adanya perusahaan itu seolah-olah jadi pembenaran buat mereka, sampai mereka bilang jika perusahaan boleh beraktivitas di kawasan taman nasional kenapa kami tidak?” tuturnya penuh semangat. Luas hutan yang rusak akibat perambahan diperkirakan mencapai lebih dari 600 hektare.

Langkah penyelesaian

Menanggapi situasi ini, Taman Nasional Gunung Leuser telah melakukan berbagai langkah penyelesaian. Upaya preventif, persuasif, pre-emtif maupun represif telah dilakukan, namun belum dapat menyelesaikan konflik ini.

Taman Nasional Gunung Leuser

Jeram-jeram kecil di Taman Nasional Gunung Leuser via instagram.com/kakikukaku_

Sejak tahun 2002 hingga 2009, TNGL bekerja sama dengan pemerintah daerah dan kementerian terkait berupaya melakukan relokasi terhadap warga perambah. Namun, hanya sebagian kecil yang secara sukarela mengikuti program itu. Sebagian lainnya tetap bertahan di areal TNGL.

Tak ketinggalan, operasi pengamanan hutan dengan melibatkan aparat berkali-kali dilakukan. Tahun 2006, Operasi Hutan Lestari yang melibatkan Polda Sumut berhasil mengeluarkan 33 kepala keluarga serta membebaskan 50 hektare tanaman sawit. Satu tahun kemudian, dengan membawa sebuah ekskavator, 100 hektare tanaman sawit milik perambah berhasil dimusnahkan.

Puncaknya, pada pertengahan tahun 2011 Balai Taman Nasional Gunung Leuser melakukan operasi besar-besaran. Operasi Hutan Lestari dilaksanakan dengan melibatkan 1.500 anggota dari berbagai unsur, baik Polri, TNI, maupun pemerintah daerah setempat.

Namun, rupanya kegiatan ini sudah terendus. Ketika tiba di lokasi, ratusan masyarakat yang melengkapi diri dengan berbagai senjata tajam telah siap melakukan pengadangan. Aksi anarkis tak terhindarkan sehingga terjadi kekacauan.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, delapan anggota masyarakat terkena tembakan peluru karet. Untuk menghindari aksi kekerasan lebih lanjut, kegiatan yang rencananya dilaksanakan selama tiga hari itu diurungkan.

Terus melakukan pendekatan

Pada akhir tahun yang sama, Taman Nasional Gunung Leuser kembali melakukan operasi serupa dengan terlebih dahulu melakukan penyuluhan kepada masyarakat perambah.

Tim gabungan antara Polisi Kehutanan dan TNI melakukan pendekatan selama tiga bulan secara terus-menerus. Hasilnya, 1.600 hektare lahan sawit berhasil dimusnahkan. Namun, pekerjaan rumah Balai TNGL belum selesai. Masih banyak para perambah yang belum berhasil dikeluarkan.

Taman Nasional Gunung Leuser

Sebuah sungai menembus TNGL via instagram.com/kakikukaku_

Menurut penuturan Ahtu, tidak mudah melakukan pendekatan kepada mereka. “Tidak mudah bagi kami untuk masuk ke sana. Bahkan, Kepala Balai kami sudah dianggap musuh oleh mereka,” terangnya.

Namun, Andi Basrul, Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, tidak gentar dan tetap berkomitmen untuk menyelesaikan kasus perambahan di seluruh kawasan TNGL.

Langkah penyelesaian tetap mengedepankan solusi yang terbaik untuk semua. Siapa pun tidak ingin kekerasan terjadi. Semoga iktikad baik semua pihak dapat melahirkan hasil yang baik juga. Masyarakat dapat hidup aman dan sejahtera, belantara Leuser bisa terus terjaga kelestarian fungsinya.


[1] Nama perkebunan dan perusahaan disamarkan (25/12/17)—ed.

The post Konflik Lahan dan Perambahan, Cerita Lain dari Taman Nasional Gunung Leuser appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menjaga-keasrian-taman-nasional-gunung-leuser/feed/ 0 4953
Cerita Duka dari Samudra Taka https://telusuri.id/bom-ikan-taka-bonerate/ https://telusuri.id/bom-ikan-taka-bonerate/#respond Fri, 15 Dec 2017 02:30:25 +0000 http://telusuri.id/?p=4575 “Insting bertahan hidupnya masih bekerja. Lelaki tadi segera lompat dari atas perahu. Merasa belum puas, pengemudi perahu motor memutar buritan dan mengarahkan baling-baling mesin seakan ingin membunuh si lelaki. Namun berbekal pengalaman bertahan hidup, si...

The post Cerita Duka dari Samudra Taka appeared first on TelusuRI.

]]>
Insting bertahan hidupnya masih bekerja. Lelaki tadi segera lompat dari atas perahu. Merasa belum puas, pengemudi perahu motor memutar buritan dan mengarahkan baling-baling mesin seakan ingin membunuh si lelaki. Namun berbekal pengalaman bertahan hidup, si lelaki berhasil naik kembali ke boat. Merasa usahanya gagal, sang pengemudi segera melajukan perahu untuk melarikan diri dari kejaran ….”

Kamu keliru jika mengira paragraf di atas dicomot dari sebuah film. Cuplikan itu juga tidak berasal dari novel picisan atau komik. Itu adalah kisah nyata yang dialami para pejuang bahari di Laut Flores, tepatnya Kepulauan Taka Bonerate.

Para pengejar dalam “adegan” itu adalah anggota Polisi Kehutanan (Polhut) dari Balai Taman Nasional Taka Bonerate. Sementara yang dikejar ialah para pengebom ikan yang kerap beroperasi di sana. Datanglah ke Selayar, cerita ini akan kamu dengar langsung dari “aktornya.”

Taka Bonerate saat ini telah menjadi salah satu destinasi wajib para petualang, baik lokal maupun mancanegara. Pulau-pulau berhias nyiur tampak seperti lukisan yang menakjubkan. Gugusan karang terhampar bak karpet yang menutupi dasar samudra. Puluhan bahkan ratusan jenis ikan aneka warna dan ukuran menari-nari dengan bebas. “Mekah para penyelam” dan berbagai julukan lain melekat pada wilayah ini.

Betapa kerdil manusia ketika dihadapkan pada “akuarium raksasa” terindah di dunia itu. Namun sayang sekali: keindahan itu kini tengah terusik. Berbagai ancaman menyapa kehidupan yang damai. Pengeboman ikan, pembiusan, serta perusakan dan pencurian karang semakin merajalela dan menjadi noktah merah di atas kanvas ilahi.

Balada bom ikan Taka Bonerate

Beberapa tahun ke belakang, penggunaan bom dalam penangkapan ikan terus meningkat. Selain beberapa pelanggaran lain, aktivitas pencurian ikan menggunakan bom sudah mencapai taraf yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini terungkap dari penuturan Anto Nor Fajar, Koordinator Polisi Kehutanan di Taman Nasional Taka Bonerate.

“Memang ada beberapa jenis pelanggaran. Tetapi bom ikan ini intensitas dan dampaknya sangat parah,” tutur pria yang akrab disapa Anto itu. Tidak hanya membunuh ikan, karang tempat ikan-ikan bertelur ikut hancur terkena bom. “Kalau tempat bersarangnya rusak, bagaimana bisa berkembang biak?” lanjutnya.

Para pengebom ikan menggunakan modus yang sama. Pertama-tama mereka mencari target, yakni lokasi di mana kawanan ikan berkumpul. Kemudian, “Duar!!!” Dalam sekejap ribuan ikan menggelepar. Para pelaku tinggal menyelam dengan bantuan kompresor untuk memanen hasilnya.

“Hebatnya, sumbu api tidak mati di dalam air; jadi mereka bisa memperhitungkan saat yang tepat kapan bom tersebut harus meledak,” jelas pria yang kini menjabat sebagai Polhut Penyelia itu.

Taka Bonerate

Pulau Makam Karang via SkyGrapher.id/Murah Kurniadi

Jika seorang koboi selalu berkuda ke mana-mana, maka penyelam berkeliaran di bawah laut dengan tabung oksigen. Pengebom ikan lain lagi. Saat menyelam untuk memanen ikan, mereka menggantungkan nyawa pada sebuah kompresor.

Masih bingung hubungan antara kompresor dan menyelam? Baik, saya coba jelaskan sedikit. Biasanya kompresor digunakan untuk mengisi angin pada ban kendaraan yang kempes. Nah, oleh para penyelam tradisional, alat tersebut disambungkan dengan selang sebagai pengganti udara yang mereka hirup di bawah air. Penggunaan kompresor ini memang sangat mengancam keselamatan penggunanya. Namun, hanya dengan inilah mereka bisa menyelam dalam waktu yang cukup lama untuk memungut “hasil panen.”

Dari pupuk urea

Bupati Selayar sempat melegalkan penggunaan kompresor. Namun setelah mendapat berbagai kecaman, edaran tersebut ditarik. Bupati pun mengeluarkan larangan penggunaan kompresor, khususnya di wilayah taman nasional. Seolah tidak pernah kehabisan akal, beberapa pelaku mencoba menggunakan modus lain. Pengeboman ikan dilakukan saat laut sedang surut sehingga mereka dapat menyelam tanpa kompresor.

Asri, Pengendali Ekosistem Hutan di Taka Bonerate, ikut memperkaya diskusi kami dengan informasi. Menurutnya, yang menjadi target para pelaku bom adalah jenis ikan pelagis, yaitu ikan-ikan yang biasanya bergerak secara bergerombol. “Biasanya yang mereka tangkap ikan ekor kuning dan sinrili—itu termasuk jenis ikan pelagis,” papar pria yang saat ini tengah menggilai fotografi itu.

Bekerja sama dengan Polres setempat, otoritas Taman Nasional Taka Bonerate melakukan investigasi untuk memetakan jalur perdagangan bom. Menurut penjelasan Anto, bahan dasar pembuatan bom adalah pupuk urea. Di Malaysia pupuk ini digunakan pada perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan penelusuran tim, bahan dasar pupuk berasal dari Batam dan Malaysia.

Pupuk urea itu diangkut menggunakan kapal dari Pulau Bonerate. Mengarungi Laut Jawa, kapal bergerak menuju wilayah Pangkep. Di pulau ini sebagian pupuk diturunkan, dijual dengan sistem barter—motor bodong sebagai alat pembayarannya. Sisanya diturunkan di Pulau Bonerate.

Sumbu dan detonator didatangkan dari Parepare dan Kalimantan. Setelah dikumpulkan di Bonerate, pupuk, sumbu, dan detonator disebarkan dalam bentuk terpisah ke beberapa wilayah sekitar seperti Sinjai, Pulau Panjang, hingga Wakatobi. “Mereka memiliki jaringan yang rumit dan rapih. Bom ini disinyalir digunakan sampai Taman Nasional Wakatobi,” ujar Anto yang hingga kini telah berkarir selama empat belas tahun sebagai Polhut.

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Sinjai beroperasi 24 jam. Berton-ton ikan diangkut setiap hari dari Taka Bonerate. Ikan yang telah dikeringkan dan dibekukan juga dikirim ke Makassar dan Bulukumba. “Penjual seafood di Makassar dan Sinjai bisa bangkrut kalau tidak ada kiriman ikan dari pulau ini,” sela Asri.

Menjaga atol terbesar ketiga di dunia

Masih menurut Asri, ikan kerapu dan sunu khusus dijual ke Bali. Sebagian kecil dijual ke Makassar. Kedua jenis ikan ini ditangkap dengan cara dibius sehingga sesampainya di tujuan ikan-ikan itu masih tampak segar. Jika pernah mengonsumsi kedua jenis ikan ini di Pulau Dewata, barangkali santapan mahal kamu didatangkan dari Taka Bonerate secara ilegal.

Hitung-hitungan kasar terhadap aktivitas ilegal ini akan membuat siapa pun tercengang. Sebuah kapal yang mengangkut 1200 sak bahan dasar bom dapat menghancurkan karang seluas 6000 km2.

Dengan asumsi satu kilometer persegi karang sehat menghasilkan 30 ton ikan, maka bom tersebut bisa memanen 180.000 ton ikan. Jika rata-rata ikan karang hidup berharga Rp 200.000 per kilogram, maka kerugian negara setidaknya sekitar Rp 36 triliun. Sungguh bukan angka yang kecil. Ironisnya, jangankan pemerintah pusat, pemerintah daerah setempat pun sepertinya belum menyadari telah terjadi perampokan besar-besaran terhadap sumber daya mereka.

Taka Bonerate

“Mangrove” Pulau Pasi Gusung via SkyGrapher.id/Murah Kurniadi

Taman laut seluas 530 ribu hektare–dengan hamparan karang terluas di Asia Tenggara–ini diawasi oleh 15 orang Polhut.

Meskipun ditugaskan di wilayah yang luasnya bukan main, mereka tidak menganggap kondisi ini sebagai sebuah kendala. Berbagai upaya pengamanan terus ditingkatkan. Koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak semakin dipererat. Penyuluhan dan penyadartahuan dilakukan tiada henti. Bukan semata karena kewajiban. Lebih dari itu, kebanggaan menjadi penjaga salah satu taman laut terindah di dunia menjadi alasan mereka untuk tetap bertahan. Mereka adalah para pengabdi samudra.

Namun di sisi lain, menyangsikan mereka mampu menghadapinya sendiri rasanya sebuah kewajaran. Berbagai kekuatan dan kepentingan hadir di sini menjadi lawan yang tangguh. Dukungan bagi mereka merupakan keniscayaan jika kita ingin taman bawah air ini tidak hanya menjadi dongeng bagi anak cucu kita nanti. Sampai kapan Taka Bonerate menjadi atol terbesar ketiga di dunia? Mari kita jawab dengan aksi nyata, bukan dengan kata-kata.

The post Cerita Duka dari Samudra Taka appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/bom-ikan-taka-bonerate/feed/ 0 4575
Berkenalan dengan 7 Taman Nasional Laut di Indonesia https://telusuri.id/7-taman-nasional-laut-di-indonesia/ https://telusuri.id/7-taman-nasional-laut-di-indonesia/#comments Mon, 07 Aug 2017 02:00:53 +0000 http://telusuri.org/?p=1492 Indonesia dikaruniai alam bawah laut yang indah tiada duanya. Untuk menjaga eksistensi alam bawah laut Indonesia, pemerintah menetapkan beberapa wilayah untuk menjadi taman nasional. Inilah tujuh taman nasional laut di Indonesia yang perlu kamu tahu:...

The post Berkenalan dengan 7 Taman Nasional Laut di Indonesia appeared first on TelusuRI.

]]>
Indonesia dikaruniai alam bawah laut yang indah tiada duanya. Untuk menjaga eksistensi alam bawah laut Indonesia, pemerintah menetapkan beberapa wilayah untuk menjadi taman nasional. Inilah tujuh taman nasional laut di Indonesia yang perlu kamu tahu:

1. Taman Nasional Laut Teluk Cendrawasih

Dengan luas total sekitar 14.535 km2, 90% dari areal Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) adalah perairan. TNTC dihuni oleh beragam spesies ikan dan terumbu karang.

Laman WWF Indonesia menyebutkan bahwa ada sekitar 500 jenis karang di perairan TNTC. Jumlah jenis ikan yang berkeliaran di antara karang-karang TNTC jauh lebih banyak lagi, yakni sekitar 950. Namun atraksi utama TNTC adalah hiu paus (Rhincodon typus) yang kerap menghampiri bagan-bagan yang tersebar di perairan Kwatisore untuk mencari makanan.

Untuk mencapai taman nasional laut yang resmi didirikan pada tahun 2002 ini, kamu bisa naik pesawat ke Manokwari lalu lanjut menumpang kapal selama 5,5 jam ke Pulau Rumberpon.

Hiu paus di Taman Nasional Teluk Cendrawasih/Syukron

2. Taman Nasional Bunaken

Mendengar kata “Bunaken” kamu pasti akan langsung membayangkan taman laut penuh terumbu karang warna-warni nan indah. Sejak didirikan pada tahun 1991, Taman Nasional Bunaken yang luasnya sekitar 890,56 km2 ini seolah menjadi “duta” keindahan bawah laut Indonesia.

Tidak main-main, sekitar 90 spesies ikan dan 390 spesies terumbu karang bersimbiosis meramaikan dunia bawah laut taman nasional yang terletak di Sulawesi Utara ini. Untuk kamu yang hobi menyelam, luangkan waktu agak lama untuk jalan-jalan ke Bunaken, sebab ada sekitar 40 titik penyelaman di areal ini.

Untuk ke Taman Nasional Bunaken kamu bisa menumpang perahu atau kapal ferry dari Manado.

3. Taman Nasional Kepulauan Seribu

Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) adalah rumah bagi puluhan jenis karang keras/lunak dan ratusan jenis ikan. Selain ikan-ikan karang, di TNKpS juga berkeliaran satwa-satwa langka yang dilindungi, seperti penyu hijau.

Sebagai taman nasional laut yang letaknya paling dekat dengan ibukota, akses menuju TNKpS relatif mudah. TNKpS bisa dicapai dengan naik perahu dari Pelabuhan Muara Angke (sekitar 2,5 jam) atau perahu cepat dari Pelabuhan Marina Ancol (sekitar 1 jam).

Pulau Pramuka/Syukron

4. Taman Nasional Wakatobi

Kepulauan Wakatobi di Sulawesi Tenggara dahulunya hanya dikenal sebagai kepulauan yang dihuni oleh para pandai besi, sebab wilayah ini di masa lalu adalah pusat pembuatan keris tradisional.

Namun kemudian keindahan laut Kepulauan Wakatobi pun tersibak. Citranya pun bergeser dari Kepulauan Tukang Besi menjadi kepulauan yang memiliki salah satu taman laut terindah di Indonesia. Pesona bawah laut Taman Nasional Wakatobi yang luasnya mencapai 1.39 juta hektar ini akan membuat para penyelam betah berlama-lama liburan di sini.

Sekarang, Wakatobi bisa diakses via laut dan udara. Lewat laut, kamu bisa naik kapal Pelni dari Makassar ke Pelabuhan Marhum Bau-Bau, kemudian dilanjutkan dengan naik kapal cepat dari Bau-Bau ke Wanci selama 8-9 jam.

5. Taman Nasional Karimunjawa

Ada dua pilihan jalur menuju Karimunjawa: lewat Semarang dan lewat Jepara. Jalur kedua lebih populer di antara pelancong sebab di Jepara tersedia kapal ferry dengan ongkos yang lebih murah, selain kapal cepat. Dengan ferry perjalanan berlangsung sekitar 6 jam, sementara dengan kapal cepat hanya sekitar 1,5 jam.

Wilayah ini ditetapkan menjadi taman nasional laut pada tahun 1999, setelah sebelumnya dijadikan cagar alam. Taman Nasional Karimunjawa lumayan luas, yakni sekitar 111.625 Ha yang meliputi daratan (pulau) dan lautan.

Di taman nasional ini kamu bisa naik kapal ke pulau-pulau kecil berpasir putih atau ke gosong-gosong gersang yang tampak seperti mengambang di tengah laut. Beberapa klub penyelam juga kerap menelusuri bangkai Kapal Indonoor yang tenggelam di perairan Karimunjawa puluhan tahun yang lalu dan sekarang telah menjadi rumah bagi ikan dan karang.

Taman Nasional Laut Karimun Jawa

Karimunjawa/Rendy Cipta Maulana

6. Taman Nasional Taka Bonerate

Di Taman Nasional Taka Bonerate terdapat gugusan atol terbesar ketiga di dunia setelah Kwajifein di Kepulauan Marshall dan Suvadiva di Kepulauan Maladewa. Taman laut yang terletak di ujung selatan Provinsi Sulawesi Selatan ini dihuni oleh sekitar 295 jenis ikan karang dan 261 jenis terumbu karang baik dari jenis terumbu karang atol (barrier reef) maupun terumbu tepi (fringing reef).

Musim-musim terbaik untuk jalan-jalan ke Taman Nasional Taka Bonerate adalah April sampai Juni dan Oktober sampai Desember.

Tapi perlu tekad yang kuat untuk ke taman laut ini, sebab kamu harus naik bis dari Makassar ke Bulukumba selama 5 jam (153 km) sebelum lanjut naik ferry selama 2 jam ke Pelabuhan Pamatata di Kepulauan Selayar. Perjalanan belum selesai. Kamu harus terus ke Kota Benteng (1,5 jam) baru dari sana kamu bisa berlayar pulau terdekat, yakni Pulau Rajuni, menggunakan kapal kayu dalam perjalanan panjang sekitar 5 jam. Tapi kalau tidak tahan perjalanan darat lama-lama, kamu bisa juga naik pesawat dari Bandara Hasanuddin Makassar ke Bandara H. Aroeppala Kepulauan Selayar.

Salah satu pantai di Togean/Ridho Mukti

7. Taman Nasional Kepulauan Togean

Terletak di perairan Teluk Tomini yang tenang di Provinsi Sulawesi Tengah (dan di zona transisi antara Garis Wallace dan Weber), Taman Nasional Kepulauan Togean adalah bagian dari Segitiga Karang (The Coral Triangle), tempat ratusan spesies ikan dan karang bermukim. Tak heran jika Togean sangat populer di kalangan para penyelam, yang biasanya mampir ke resor selam di Pulau Kadidiri.

Kamu bisa ke Taman Nasional Kepulauan Togean via dua jalur. Pertama lewat Poso, lalu terus ke Ampana sebelum menyeberang dengan perahu ke Wakai atau Malenge. Kedua lewat Marisa di Gorontalo. Dari sana kamu bisa naik perahu ke Dolong atau ke Wakai.

The post Berkenalan dengan 7 Taman Nasional Laut di Indonesia appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/7-taman-nasional-laut-di-indonesia/feed/ 5 2223
7 Fakta Unik Taman Nasional Gunung Leuser yang Perlu Kamu Tahu https://telusuri.id/leuser/ https://telusuri.id/leuser/#respond Sun, 09 Jul 2017 01:05:31 +0000 http://telusuri.org/dev/?p=359 7. Terletak di dua provinsi, yaitu Sumatera Utara dan Aceh Meskipun bernama “Leuser,” secara administratif wilayah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) tidak hanya masuk ke dalam wilayah Provinsi Aceh. Sebagian wilayah TNGL masuk ke dalam...

The post 7 Fakta Unik Taman Nasional Gunung Leuser yang Perlu Kamu Tahu appeared first on TelusuRI.

]]>
7. Terletak di dua provinsi, yaitu Sumatera Utara dan Aceh

Meskipun bernama “Leuser,” secara administratif wilayah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) tidak hanya masuk ke dalam wilayah Provinsi Aceh. Sebagian wilayah TNGL masuk ke dalam Provinsi Sumatera Utara. Maklum saja sebab TNGL lumayan luas, sekitar 1.094.692 hektare.

6. TNGL adalah kumpulan dari berbagai cagar alam dan hutan

Dalam wilayah TNGL, terdapat banyak cagar alam dan hutan, antara lain Cagar Alam Gunung Leuser, Cagar Alam Kappi, Cagar Alam Kluet, Suaka Margasatwa Sikundur-Langkat, Stasiun Peneltian Ketambe, Singkil Barat, dan Dolok Sembilin. Pantas saja luas TNGL mencapai sejuta hektare!

Trek Leuser via Flickr/Neil

5. Sungai Alas membelah TNGL menjadi dua bagian, yakni barat dan timur

Mengalir melalui Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Gayo Lues, dan Kabupaten Aceh Selatan, Sungai Alas (Lawe Alas) yang bermuara di Samudra Hindia ini membelah TNGL menjadi dua. Nama Sungai Alas berasal dari nama suku bangsa asli yang mendiami Kabupaten Aceh Tenggara, yakni suku Alas.

4. Dihuni 89 spesies fauna langka dan dilindungi

Sebagai cagar biosfer dan warisan dunia (world heritage), TNGL adalah kawasan yang dihuni beraneka ragam flora dan fauna. Menariknya, 89 spesies fauna dari sekitar 130 mamalia dan 325 burung itu dikategorikan sebagai spesies langka dan dilindungi. Beberapa di antaranya adalah orangutan sumatera (Pongo pygameus abelii), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus), beruang madu (Helarctos malayanus), rangkong papan (Buceros bicornis), ajag (Cuon alpinus), dan siamang (Hylobates syndactylus).

Orang Utan di TN Gunung Leuser via explore.surf

3. Trek pendakian gunung terpanjang di ASEAN

Jika dibandingkan dengan trek Leuser, trek Argopuro yang terpanjang di Jawa akan terasa seperti trek pendakian Sabtu-Minggu. Bagaimana tidak jika untuk ke puncaknya saja perlu waktu sekitar 10-14 hari dengan menempuh jarak sekitar 51 km (Argopuro sekitar 59 km tapi dihitung dari Baderan ke Bremi). Pendakian Leuser dapat dilakukan melalui tiga jalur, yakni Kedah, Agusan, dan Meukak.

2. Ada tiga puncak yang bisa dicapai di Taman Nasional Gunung Leuser

Di Taman Nasional Gunung Leuser ada tiga puncak yang letaknya berdekatan, yakni Gunung Leuser (3.444 mdpl), Puncak Leuser (3.319 mdpl), dan Puncak Tak Punya Nama yang terpaut sekitar 100 meter dari Puncak Leuser.

Gunung Leuser

Salah satu ruas trek di Gunung Leuser via Flickr/Neil

1. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah antara bulan Juni sampai Oktober

Meskipun kamu bisa berkunjung ke sini kapan saja (jangan lupa untuk mengurus perizinan, ya), ada waktu-waktu terbaik untuk mengunjungi TNGL, yakni di bulan-bulan kering antara Juni sampai Oktober ketika curah hujan tidak setinggi musim hujan. Mendaki di musim-musim basah akan terasa lebih berat dan melelahkan.

The post 7 Fakta Unik Taman Nasional Gunung Leuser yang Perlu Kamu Tahu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/leuser/feed/ 0 359
Sejarah Pitarah di Lembah Napu Taman Nasional Lore Lindu https://telusuri.id/lembahnapu/ https://telusuri.id/lembahnapu/#respond Sun, 08 Jan 2017 13:05:38 +0000 http://telusuri.org/?p=1385 Kata orang tua di Jawa, “Anak kecil aja mangan brutu, nanti getune tibo mburi” (anak kecil jangan makan brutu atau pantat ayam, nanti penyesalan ada di belakang). Entah kenapa kata-kata itu yang teringat saat saya...

The post Sejarah Pitarah di Lembah Napu Taman Nasional Lore Lindu appeared first on TelusuRI.

]]>
Kata orang tua di Jawa, “Anak kecil aja mangan brutu, nanti getune tibo mburi” (anak kecil jangan makan brutu atau pantat ayam, nanti penyesalan ada di belakang). Entah kenapa kata-kata itu yang teringat saat saya melewatkan dua situs batu besar (megalitikum) yang terdapat di Lembah Napu, Taman Nasional Lore Lindu. Jika dilihat saat ini memang tidak ada yang istimewa dari situs tersebut. Tetapi jika ditelisik lebih jauh ke masa lalu maka akan terasa betapa berharganya peninggalan manusia zaman dahulu.

Indonesia dianugerahi lanskap yang luar biasa. Namun tidak banyak yang mengira bahwa ada masa ketika Sumatera, Kalimantan, dan Jawa masih bergabung menjadi satu daratan. Begitu pula dengan Papua dan Australia—juga satu daratan. Sementara itu Sulawesi kokoh berdiri menjadi pulau tersendiri. Kira-kira begitu para ahli geologi menceritakan bentuk muka bumi Indonesia pada masa lalu.

Lain lagi cerita dari para arkeolog yang meneliti asal muasal manusia, khususnya soal siapa nenek moyang orang Indonesia. Teori Out of Africa menceritakan bahwa pada 100 ribu tahun yang silam ada migrasi manusia dari Afrika menuju seluruh penjuru dunia. Dari bukti fosil yang ditemukan di beberapa tempat di Indonesia, manusia sampai di nusantara sekitar 39.000-40.000 tahun yang lalu. Sebelum manusia (Homo sapiens) datang di nusantara, sudah ada yang datang terlebih dahulu yakni Manusia Purba (Homo erectus) yang kini sudah tinggal fosil saja.

Lembah Napu yang serupa mangkuk raksasa/Dhave Dhanang

Menurut catatan sejarah, ada tiga periode kedatangan manusia ke nusantara. Periode pertama adalah kedatangan ras melanesia, kedua adalah kedatangan austronesia lewat Malaya, dan yang ketiga adalah tibanya austronesia lewat Taiwan. Yang menarik, perjalanan migrasi manusia dari Taiwan menuju Filipina, lalu masuk Sulawesi, berpencar ke Kalimantan, Jawa, dan Indonesia Timur ini dikenal sebagai teori Out of Taiwan.

Berbicara tentang Sulawesi, pulau ini adalah pulau pertama di nusantara yang disinggahi para pitarah [nenek moyang] yang berjalan dari Taiwan, menyebrang ke Filipina, sebelum berjalan ke Sulawesi. Di Sulawesi banyak ditemukan bukti-bukti sejarah kehidupan masa lalu, dan yang terkenal adalah di Goa Leang-Leang di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Bukti prasejarah inilah yang menguatkan dugaan asal-usul nenek moyang manusia nusantara.

Sideperti Pulau Paskah di selatan Samudara Pasifik yang memiliki peninggalan megalitik berusia sekitar 600 tahun yang termasyhur sampai ke penjuru dunia, Indonesia juga memiliki situs-situs megalitikum yang hingga saat ini masih mudah di temukan. Di NTT masih banyak dijumpai kubur batu berukuran raksasa. Sementara itu, di Sulawesi terdapat patung-patung berukuran besar yang mirip moai Pulau Paskah.

Lembah Napu

Peninggalan Zaman Megalitikum di Lembah Napu/Dhave Dhanang

Selain lembah-lembah lain di Pulau Sulawesi, Khususnya di Sulawesi Tengah dan Selatan, Lembah Napu di Taman Nasional Lore Lindu, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, juga punya situs megalitikum. Lembah Napu serupa mangkuk ukuran raksasa di ketinggian di atas 1.000 mdpl. Di sini ditemukan beberapa situs megalitukum berupa patung-patung menyerupai manusia. Ukuran patung di sini masih berkisar 1-1,5 meter, sedangkan di Lembah Bada ada yang berukuran hingga 4 meter. Konon, menurut ahli sejarah batu-batu ini dibuat pada 3.000-4.000 SM. Menurut Kompas.com, berdasarkan “…data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sulawesi Tengah saat ini terdapat 432 objek situs megalit di Sulawesi Tengah. Tersebar di Lore Utara dan Lore Selatan, Poso sebanyak 404 situs dan di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala sebanyak 27 situs.”

Tidak terbayangkan pada 3.000-4.000 SM sudah ada peradaban di Sulawesi—berdasarkan bukti-bukti megalitikum. Nusantara memiliki sejarah yang panjang dan tidak kalah dengan sejarah dunia, namun sayang belum tergali sepenuhnya. Situs-situs megalitik yang berjumlah lebih dari seribu menjadi saksi bisu perjalanan panjang nenek moyang dari negeri antah berantah menuju seluruh pelosok nusantara. Suatu saat Indonesia akan berkata pada dunia: kami punya rekaman sejarah perjalanan panjang umat manusia!


Artikel ini ditulis oleh Dhave Dhanang dan sebelumnya dipublikasikan di sini.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Sejarah Pitarah di Lembah Napu Taman Nasional Lore Lindu appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/lembahnapu/feed/ 0 2216