TelusuRI Sungai dan Mangrove Indonesia Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/telusuri-sungai-dan-mangrove-indonesia/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 06 Dec 2023 05:12:41 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 TelusuRI Sungai dan Mangrove Indonesia Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/telusuri-sungai-dan-mangrove-indonesia/ 32 32 135956295 Masa Lalu Bengawan Solo: dari Jejak Pelabuhan Dagang hingga Persoalan Lingkungan https://telusuri.id/masa-lalu-bengawan-solo-dari-jejak-pelabuhan-dagang-hingga-persoalan-lingkungan/ https://telusuri.id/masa-lalu-bengawan-solo-dari-jejak-pelabuhan-dagang-hingga-persoalan-lingkungan/#respond Sun, 13 Aug 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39595 Lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang mengantar saya melakukan perjalanan meniti aliran sungai Bengawan Solo. Tepatnya di Bandar Beton, Kampung Sewu, Jebres, Solo (Surakarta). Kampung Sewu Solo berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Aliran sungai Bengawan Solo melintas...

The post Masa Lalu Bengawan Solo: dari Jejak Pelabuhan Dagang hingga Persoalan Lingkungan appeared first on TelusuRI.

]]>
Lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang mengantar saya melakukan perjalanan meniti aliran sungai Bengawan Solo. Tepatnya di Bandar Beton, Kampung Sewu, Jebres, Solo (Surakarta). Kampung Sewu Solo berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Aliran sungai Bengawan Solo melintas tepat di perbatasan kedua wilayah tersebut. Rekan sejawat, Heri Priyatmoko, menemani perjalanan saya kali ini. Ia berkisah banyak mengenai masa lalu Bengawan Solo.

Mungkin berkunjung ke tempat ini tidak menarik bagi sebagian orang, karena hanya menyaksikan arus sungai berwarna kecoklatan. Namun, jika melihat dari sudut pandang berbeda, kita akan menemukan sesuatu yang tidak mungkin kita temukan di aliran sungai lain. Terlebih Bandar Beton di Kampung Sewu adalah saksi bisu perjalanan perkembangan Kota Solo, serta menjadi pusat jalur perdagangan sejak era Mataram Islam.

Walau sudah tidak lagi menjadi jalur perdagangan, sisa-sisa kejayaan sungai terpanjang di Pulau Jawa itu masih cukup terasa. Tak ayal, Gesang menciptakan lagu Bengawan Solo karena menyimpan memori yang luar biasa bagi Kota Solo. Sekalipun kondisi sungai Bengawan Solo saat ini jauh dari kata sempurna, seperti lagunya.

Masa Lalu Bengawan Solo: dari Jejak Pelabuhan Dagang hingga Persoalan Lingkungan
Aliran Bengawan Solo dari arah hulu/Ibnu Rustamadji

Jejak Perdagangan di Era Mataram Islam

Bandar Beton merupakan pelabuhan dagang Mataram Islam yang ada di wilayah Beton, Kampung Sewu. Pada masa itu, supaya bisa memasuki wilayah Kota Solo, para pedagang harus melalui Bandar Beton terlebih dahulu. Lalu menggunakan perahu sejenis jung berukuran lebih kecil menuju tujuan.

“Sebenarnya Bengawan Solo kala itu mampu dilewati kapal dagang karena cukup lebar. Namun, semakin ke hulu sungai luasannya menyempit. Tentu dibutuhkan kapal jung untuk mempermudah akses barang dan orang,” jelas Heri. 

Heri menambahkan, ketika Kerajaan Mataram Islam pindah dari Kartasura ke Solo, keberadaan Bandar Beton menjadi makin vital. Selain perdagangan, juga berfungsi untuk transportasi utama keluarga dan prajurit militer kerajaan.

“Lebar Bengawan Solo saat ini tentu sudah berubah. Artinya, dulu ketika penuh kapal dagang, luar biasa ramai dan lebar sungainya,” batin saya ketika pertama kali melihat dari tepian sungai. Faktanya demikian. Selain sedimentasi, juga disebabkan pengembangan ruang daerah aliran sungai Bengawan Solo.

Sebagai pusat nadi perdagangan di wilayah Solo dan Yogyakarta, barang-barang kualitas ekspor macam gula, kopi, dan kain sutra melintasi Bengawan Solo. Semua dagangan dibawa oleh pedagang Cina dan Arab dari negeri seberang dan menjualnya ketika singgah di Surakarta.

“Warga Bandar Beton juga menjalin perjanjian dengan para pedagang asing. Tak ayal menjamur gudang pedagang asing berisi komoditas, dengan mengambil pekerja dari warga Bandar Beton sendiri. Lazim kala itu,” terang Heri.

Salah satu wujud perjanjian dagang yang pernah terjadi adalah jual beli opium atau candu. Angkutan sungai Bengawan Solo di abad ke-18 sampai dengan abad ke-19 turut memperlancar perdagangan opium.

Heri mengungkapkan, mereka mendatangkan opium dari Batavia menuju Solo. Mulanya menumpang perahu dagang untuk masuk ke Bandar Beton, kemudian pakai jung hingga hulu Bengawan Solo di Laweyan. Tempat para saudagar batik tinggal.

“Opium atau candu dibeli oleh pekerja pembatik, istilahnya dulu ‘wong madat’ atau pemakai opium. Jejak bandar opium masih ada di Laweyan,” tambahnya.

Masa Lalu Bengawan Solo: dari Jejak Pelabuhan Dagang hingga Persoalan Lingkungan
Salah satu temuan di area Bandar Beton, berupa dudukan wadah hio/Ibnu Rustamadji

Perubahan Drastis Bandar Beton di Masa Cultuurstelsel

Hanya saja, eksistensi Bandar Beton di aliran Bengawan Solo berubah sejak tahun 1830 akibat kebijakan cultuurstelsel (Sistem Tanam Paksa) oleh Van Den Bosch. Dampaknya terhadap Bandar Beton cukup masif dan mengubah ekosistem Bengawan Solo.

Pembukaan lahan perkebunan di sekitar aliran Bengawan Solo, membuat Bandar Beton tidak layak lagi menjadi pelabuhan kota. Selain pendangkalan, juga sering terjadi banjir. Para pedagang yang sudah telanjur menetap sementara di kota, mereka memutuskan pindah ke kampung sekitar Bandar Beton. Tidak sedikit dari mereka yang tinggal di kawasan Laweyan, sehingga lahirlah pengusaha kelas atas di kedua kampung tersebut.

Tak pelak hanya sekitar 50% pedagang asing yang masih menggunakan Bandar Beton. Mereka tidak tahu jalur perdagangan alternatif lainnya di Kota Solo. Bagi mereka yang sudah menetap beralih ke moda transportasi yang lebih modern, yakni kereta api. 

“Kereta api kala itu sangat vital. Meski mahal dan tidak semua orang bisa naik, tetapi menyambung seantero Pulau Jawa,” kata Heri.

Kebijakan kolonial tersebut bukan hanya merugikan pedagang, melainkan juga Pura Mangkunegaran dan Keraton Kesunanan Surakarta Hadiningrat. Upaya keduanya dalam melakukan normalisasi Bengawan Solo hanya sekitar 70%. 

Puncak kejayaan Bandar Beton pun akhirnya runtuh. Menyerah dengan keadaan. Terutama sejak Jalan Raya Pos atau Jalan Daendels atau De Groote Postweg terbangun memasuki kawasan kerajaan di Surakarta (Solo) hingga Yogyakarta.

Menurut Heri, perkembangan kota yang cukup pesat membuat Bengawan Solo dan Bandar Beton hanya tinggal kenangan. Persis seperti tergambar dalam penggalan lirik lagu ciptaan Gesang: 

Bengawan Solo
Riwayatmu ini
Sedari dulu jadi…
Perhatian insani

Musim kemarau
Tak seberapa airmu
Di musim hujan air…
Meluap sampai jauh

Mata airmu dari Solo
Terkurung gunung seribu
Air meluap sampai jauh
Dan akhirnya ke laut

Itu perahu
Riwayatnya dulu
Kaum pedagang selalu…
Naik itu perahu

Masa Lalu Bengawan Solo: dari Jejak Pelabuhan Dagang hingga Persoalan Lingkungan
Tambatan perahu penyeberangan tradisional di Bandar Beton, Jebres, Solo/Ibnu Rustamadji

Kisah Bapak Pendayung Perahu di Bengawan Solo

Seiring berkembangnya zaman, kerusakan ekologis dan ekosistem di Bengawan Solo turut berdampak besar pada hilangnya sisa kejayaan peradaban Bandar Beton. Bingung, kaget, dan heran adalah hal pertama yang saya rasakan campur aduk ketika menyaksikan langsung bekas pelabuhan Bandar Beton.

Apakah Bandar Beton sama sekali tidak ada sisanya? Tentu ada, tetapi mungkin sudah tertimbun endapan lumpur Bengawan Solo. Tidak mudah melakukan penggalian untuk mencari bukti-bukti arkeologis. Butuh waktu dan tenaga yang tidak sedikit jika ingin menemukan kembali jejak Bandar Beton. 

Bahkan mungkin tidak hanya reruntuhan Bandar Beton saja, tetapi juga kapal-kapal dagang yang karam di sepanjang aliran Bengawan Solo. Saya pun berharap suatu saat reruntuhan Bandar Beton bisa ditemukan. Sebagai pengingat eksistensi Bandar Beton di Kampung Sewu.

Walau begitu, saya cukup senang masih menemukan perahu penyeberangan tradisional di Bengawan Solo. Hal yang cukup langka, khususnya bagi kalian yang tidak pernah menyaksikan. Bagi saya, perahu penyeberangan tradisional ini adalah gambaran kesibukan pelabuhan Bandar Beton kala itu. Sayangnya saya lupa nama si bapak pendayung perahu itu karena terlalu asyik mengobrol selama penyeberangan. Bermula dari keisengan saya mengajak Heri untuk menyeberang ke wilayah Kabupaten Sukoharjo.

Bapak itu sudah bekerja selama 35 tahun di jalur penyeberangan Bengawan Solo. Penyeberangan tradisional yang menghubungkan antara wilayah Bandar Beton dengan Sukoharjo. Bertambahnya usia tidak menyurutkan niat si bapak untuk membantu warga menyeberang sungai Bengawan Solo. Padahal kondisi perahu miliknya jauh dari kata layak dan berbahaya.

“Sebenarnya perahu ini untuk memancing atau menjaring ikan, tetapi juga saya gunakan untuk menyeberangkan orang dan motornya. Pokoknya pelan-pelan asalkan semua selamat sampai seberang.” jelasnya.

Perjuangan yang patut diapresiasi. Namun, beliau tidak mau menuntut lebih. Si bapak sudah bersyukur, jika para pengendara yang membutuhkan bantuan memberinya sedikit upah atas jasanya. Itu pun lebih dari cukup, ungkapnya.

“Mau dikasih seribu rupiah atau tidak, juga tidak ada masalah apa-apa. Seringnya saya dikasih Rp2.000 sekali berangkat. Kalau lagi rame bisa Rp25.000-an pergi-pulang menyeberang. Saya tidak maksud untuk dikasihani, cuma karena bisanya saya seperti ini, ya, dimaklumi,” terang si bapak.

Selama lebih dari tiga dasawarsa bekerja di Bengawan Solo, tentu banyak pengalaman manis dan pahit yang beliau rasakan. Termasuk saat banjir bandang tahun 1966. Seluruh Kota Solo, yang terletak di cekungan, tenggelam karena jebolnya tanggul di tepian Bengawan Solo. Si bapak pun pontang-panting bersama ratusan warga lain untuk mengungsi ke dataran yang lebih tinggi.

“Kata orang tua saya dulu, banjir 1966 termasuk yang terparah kedua setelah zaman Belanda. Satu kota tenggelam, warga semua bingung, tiba-tiba air ini [Bengawan Solo] sudah masuk permukiman. Rumah langsung tenggelam bersama seluruh perabot. Pokoknya itu zaman sengsara, seperti zaman Belanda,” kenangnya.

Masa Lalu Bengawan Solo: dari Jejak Pelabuhan Dagang hingga Persoalan Lingkungan
Pesepeda menyeberangi Bengawan Solo. Selain ancaman keselamatan, sungai ini juga menyimpan bahaya banjir di masa mendatang jika ekosistem sekitar tidak dijaga/Ibnu Rustamadji

Ironi di Balik Keindahan Bengawan Solo

Pernyataan bapak tersebut diperkuat temuan Heri mengenai musibah banjir bandang pada 1966 dan banjir zaman Belanda. Menurutnya, banjir 1966 memiliki keterkaitan dengan banjir di zaman kolonial. Ambrolnya tanggul di tepi sungai Begawan Solo karena debit air yang cukup besar dari daerah hulu.

Seluruh kota tergenang. Posisi jebolnya tanggul berada di sekitar Semanggi, Pasar Kliwon, tetapi dampaknya luar biasa. Bayangkan saja debit air sungai seperti sekarang, tanggul tepi ambrol. Hancur sudah, ungkapnya seraya menunjuk aliran hulu sungai.

Tidak hanya warga pribumi, orang Belanda yang tinggal di Solo pun ikut panik. Jelas panik bukan kepalang, ketika tiba-tiba air bah memasuki kampung dan rumah mereka.

“Banjir tiba-tiba, tentu wabah penyakit merebak. Anak-anak keturunan Belanda dan pribumi kena imbasnya. Adapun mereka yang mampu bertahan hidup, akhirnya kembali ke Belanda. Banyak juga dari mereka yang akhirnya wafat akibat ‘virus’ banjir,” tandasnya.

Mengingat dahsyatnya banjir tersebut, pemerintah Belanda di Kota Solo membangun kantor pengairan bernama “Opak” Irrigatiewerken di Loji Wetan, timur Benteng Vastenburg. Sekarang gedungnya rusak parah. Tujuan dan fungsi kantor tersebut, salah satunya adalah mengurus aliran sungai Bengawan Solo.

“Seperti pepatah, air tenang menghanyutkan. Benar adanya dan terbukti oleh Bengawan Solo,” kataku.

Menarik memang aliran sungai Bengawan Solo ini. Selain nilai sejarah, juga menyimpan memori kelam mengenai tragedi dua kali bencana banjir bandang. Meski saat ini hanya tinggal aliran sungai seperti lazimnya, jika ekosistem alam dan lingkungan Bengawan Solo tidak kita jaga, tentu bencana banjir bandang sewaktu-waktu bisa terjadi kembali.

Ironis memang, di balik keindahannya ternyata menyimpan bahaya yang terus mengintai warga yang tinggal di sekitarnya. Masyarakat harus tetap menjaga keseimbangan alam, terutama dengan Bengawan Solo. Jangan malah merusak, jika kita tidak mau dirusak oleh banjir.

Semoga semua makhluk hidup, dapat saling hidup berdampingan.


Tulisan ini diikutsertakan dalam kampanye “TelusuRI Sungai dan Mangrove Indonesia” untuk memperingati Hari Mangrove Internasional 26 Juli dan Hari Sungai Nasional 27 Juli


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Masa Lalu Bengawan Solo: dari Jejak Pelabuhan Dagang hingga Persoalan Lingkungan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/masa-lalu-bengawan-solo-dari-jejak-pelabuhan-dagang-hingga-persoalan-lingkungan/feed/ 0 39595
Pentingnya Merawat Sungai di Era Pendidihan Global https://telusuri.id/pentingnya-merawat-sungai-di-era-pendidihan-global/ https://telusuri.id/pentingnya-merawat-sungai-di-era-pendidihan-global/#respond Sat, 12 Aug 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39588 Kawasan hulu dan daerah aliran sungai menjadi kunci penting dalam menangkal dampak buruk terjadinya pendidihan global (global boiling). Menjaga dan merawat kawasan hulu dan daerah aliran sungai adalah kewajiban kita bersama.  Sekarang ini, kita semua...

The post Pentingnya Merawat Sungai di Era Pendidihan Global appeared first on TelusuRI.

]]>
Kawasan hulu dan daerah aliran sungai menjadi kunci penting dalam menangkal dampak buruk terjadinya pendidihan global (global boiling). Menjaga dan merawat kawasan hulu dan daerah aliran sungai adalah kewajiban kita bersama. 

Sekarang ini, kita semua sudah tidak lagi berada di era pemanasan global. Era ini telah berakhir. Kita kini telah memasuki era pendidihan global. Setidaknya itulah yang dapat kita simpulkan dari pernyataan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, di markas PBB, akhir Juli lalu, setelah para ilmuwan mengonfirmasi bahwa Juli tahun 2023 ini menjadi bulan terpanas dalam sejarah kehidupan di bumi.

Dr. Karsten Haustein, seorang ilmuwan iklim dari Universitas Leipzig, Jerman, dalam sebuah analisisnya, seperti dikutip Louise Boyle, koresponden koran The Independent, menegaskan bahwa Juli 2023 boleh jadi sebagai bulan terpanas dalam 120.000 tahun sejarah bumi. Dimulai dari periode interglasial Eemian, ketika pohon kayu keras tumbuh di Kutub Utara dan kuda nil masih berkeliaran di belahan bumi utara hingga lembah Sungai Rhine dan Sungai Thames.

Para ilmuwan mengingatkan bahwa kian mendidihnya bumi pada saatnya akan termanifestasi dalam bentuk peristiwa cuaca ekstrem di seluruh dunia. Kemarau ekstrem dengan ancaman krisis air bersih maupun kebakaran hutan, serta curah hujan intens yang memicu banjir dahsyat adalah risiko-risiko yang kini mengancam banyak kawasan di bumi. Termasuk di Indonesia.

Pentingnya Merawat Sungai di Era Pendidihan Global
Sungai bukan tempat sampah/Djoko Subinarto

Peran Kawasan Hulu

Menjaga kawasan hulu dan daerah aliran sungai tetap lestari adalah bagian penting dalam meminimalisasi implikasi pendidihan global. Khususnya yang terkait dengan kelangkaan air saat kemarau ekstrem dan banjir dahsyat saat curah hujan intens berlangsung.

Seperti kita ketahui, kawasan hulu adalah daerah tangkapan air. Semua induk sungai berada di kawasan hulu. Hulu adalah sumber mata air bagi sungai, yang sejatinya merupakan kawasan konservasi. Kawasan hulu semestinya steril dari pembangunan apa pun. Biarkan hutan di kawasan hulu tumbuh alami dan lestari. Kerusakan kawasan hulu niscaya akan berpengaruh pada tangkapan air, yang pada gilirannya berdampak pada ketersediaan sumber mata air.

Adapun sungai menjadi salah satu sumber air permukaan untuk berbagai keperluan, mulai dari kebutuhan air minum, pertanian, hingga energi listrik. Terjaganya sumber mata air di kawasan hulu akan menjadi penyelamat saat terjadi kemarau ekstrem. 

Celakanya, alih-alih menjadi kawasan konservasi, tak sedikit area hulu di negeri ini malah menjadi kawasan-kawasan terbangun. Faktanya, alih fungsi lahan di banyak kawasan hulu terus terjadi. Sebagai kawasan konservasi, daerah hulu seharusnya mendapat proteksi seketat mungkin. Bahkan, idealnya tidak boleh ada sedikit pun campur tangan manusia yang dapat mengganggu proses alami di kawasan hulu. 

Pentingnya Merawat Sungai di Era Pendidihan Global
Pengerukan di aliran Sungai Citarum, di daerah Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat/Djoko Subinarto

Solusi Pendangkalan dan Penyempitan Aliran Sungai

Selain menjaga kelestarian kawasan hulu, kita juga perlu menjaga kelestarian daerah aliran sungai. Pendangkalan dan penyempitan di sepanjang aliran sungai adalah hal yang kerap kita saksikan dewasa ini. Tidak hanya mengancam kelangsungan hidup flora maupun fauna yang hidup di sekitar sungai, tetapi juga akan mempermudah terjadinya banjir tatkala curah hujan tinggi. 

Guyuran air hujan yang semestinya bisa membikin suasana menjadi lebih adem, asyik, dan romantis malah akhirnya melahirkan bala petaka memilukan. Banjir dahsyat yang dapat menelan korban harta maupun jiwa. Sudah banyak contoh kasus seperti ini di Indonesia.

Oleh karena itu, upaya-upaya mencegah pendangkalan dan penyempitan daerah aliran sungai perlu terus diupayakan. Pengerukan sungai seyogianya secara rutin dilakukan. Sementara itu perlu pula menanam di sepanjang daerah aliran sungai perlu, terutama dengan tanaman-tanaman keras agar tidak kosong melompong. atau penuh sesak oleh bangunan. Sebagaimana kawasan hulu, daerah aliran sungai harus penuh dengan tutupan (kanopi) tanaman. 

Pentingnya Merawat Sungai di Era Pendidihan Global
Kita harus menjaga kelestarian di sepanjang daerah aliran sungai/Djoko Subinarto

Menurut International Rivers, sebuah organisasi nirlaba asal Oakland, Amerika Serikat, keberadaan tutupan tanaman di daerah aliran sungai berfungsi sebagai penahan hujan sehingga mengurangi kekuatan hujan menghantam tanah. Lembaga yang memiliki misi utama melindungi sungai dan mempertahankan hak masyarakat yang bergantung pada sungai itu menambahkan, tutupan tanaman mampu mengurangi potensi erosi yang dapat membuat sungai keruh dan bertambah dangkal. 

Manfaat lain dari tutupan tanaman adalah mengurangi kecepatan angin. Tanah lebih terlindungi dari kemungkinan sapuan angin yang juga bisa menyebabkan erosi tanah. Akar tumbuhan yang menancap ke tanah juga mampu mengekstraksi air dari permukaan lalu mengalirkan air ke dalam tanah, sehingga membantu terciptanya cadangan air di bawah tanah. Di saat yang sama, tanaman menyerap karbon dan melepaskan oksigen. Ini menjadikan udara di sekitar menjadi lebih bersih dan temperatur lebih dingin.

Upaya menjaga dan merawat kawasan hulu dan daerah aliran sungai tentu saja harus melibatkan semua pihak, baik sektor publik maupun privat. Tak terkecuali melibatkan warga dan komunitas lokal yang tinggal di sekitar sungai.

Jika kawasan hulu dan daerah aliran sungai mampu kita jaga dan rawat dengan sebaik-baiknya serta berkelanjutan, maka tidak hanya akan semakin meningkatkan nilai lingkungan, sosial, budaya maupun ekonomi sungai; tetapi juga bakal menjauhkan kita dari petaka ekologis yang memilukan di era pendidihan global sekarang ini.

Sumber rujukan:

1) International Rivers. Tanpa tahun. River Basin Basics.
2) Louise Boyle. 2023. World Is Entering ‘Era of Global Boiling’UN Warns as July Is the Hottest Month on Record.
3) UN News. 2023. Hottest July Ever Signals ‘Era of Global Boiling Has Arrived’Says UN Chief.


Tulisan ini diikutsertakan dalam kampanye “TelusuRI Sungai dan Mangrove Indonesia” untuk memperingati Hari Mangrove Internasional 26 Juli dan Hari Sungai Nasional 27 Juli


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Pentingnya Merawat Sungai di Era Pendidihan Global appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/pentingnya-merawat-sungai-di-era-pendidihan-global/feed/ 0 39588
Seutas Makna dari Aliran Sungai Lahar Dingin Merapi https://telusuri.id/seutas-makna-dari-aliran-sungai-lahar-dingin-merapi/ https://telusuri.id/seutas-makna-dari-aliran-sungai-lahar-dingin-merapi/#respond Thu, 10 Aug 2023 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39574 Lestari alamkulestari desakudi mana Tuhankumenitipkan aku Mungkin penggalan lirik lagu Lestari Alamku dari Gombloh itu menggambarkan perjalanan saya kali ini. Suatu kebetulan, saya tinggal di salah satu desa yang terletak di lereng timur Gunung Merapi....

The post Seutas Makna dari Aliran Sungai Lahar Dingin Merapi appeared first on TelusuRI.

]]>
Lestari alamku
lestari desaku
di mana Tuhanku
menitipkan aku

Mungkin penggalan lirik lagu Lestari Alamku dari Gombloh itu menggambarkan perjalanan saya kali ini. Suatu kebetulan, saya tinggal di salah satu desa yang terletak di lereng timur Gunung Merapi. Salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia dan dunia.

Tema perjalanan saya sengaja mencatat tentang relasi kehidupan antara kehidupan warga desa dan ekosistem sungai, yang acap kali terlupakan oleh masyarakat perkotaan. Jika ada yang bilang hidup di desa tidak berkecukupan, itu hanya mitos belaka.

Selama bijak memanfaatkan sumber daya alam, saya yakin kita mampu bertahan hidup. Namun, jangan sampai mengeksploitasi secara berlebihan supaya tidak mengalami kerugian satu sama lain, seperti kerusakan ekosistem dan hilangnya sumber air sebagai kunci kehidupan.

Rumit memang, tetapi begitulah yang saat ini tengah terjadi. Sama-sama memberikan dampak baik dan buruk. Akan tetapi, apabila salah kelola tentu satu pihak atau bahkan keduanya bisa merugi. Seperti apa yang saya saksikan, ketika berjalan menikmati kehidupan dan kehangatan warga desa di lereng Gunung Merapi. Tepatnya di aliran sungai Kali Apu, Dukuh Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.

Seutas Makna dari Aliran Sungai Lahar Dingin Merapi
Proses penambangan berjalan secara manual dengan peralatan sederhana/Ibnu Rustamadji

Rezeki dan Bom Waktu Pasir Merapi

Gunung Merapi, dengan segala keindahan dan sumber daya yang dihasilkan, masih ada segelintir warganya yang menggantungkan nasib pada kehidupan di sekitarnya. Mereka rela menjadi penambang pasir di aliran sungai Merapi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tentu berbahaya, tetapi ini jamak terjadi.

Para penambang bekerja dengan alat sederhana dan semampunya. Mereka bekerja di sekitar aliran air yang tidak terlalu deras untuk mempermudah mengumpulkan pasir. Setelah terkumpul cukup banyak, biasanya sang istri atau kaum perempuan memindahkan pasir ke pinggir jalan untuk diambil pengepul.

Selama bekerja, tidak jarang mereka membawa bekal dari rumah dan menikmatinya bersama penambang lain kala istirahat. Momentum saya tepat saat itu. Saya menyambangi ketika mereka tengah mencari pasir di aliran Kali Apu, salah satu sungai aliran lahar dingin aktif, yang berhulu di puncak Merapi. Tempat saya berada berjarak sekitar sembilan kilometer dari puncak Merapi. 

Aliran sungai lahar dingin tentu membawa material pasir yang tumpah ruah di dalamnya. Tak ayal masyarakat memanfaatkannya sebagai sumber mata pencaharian. Rezeki bagi para penambang. Namun, jika pengelolaan tidak tertata, tentu akan menjadi bom waktu bagi keduanya. Kerusakan ekosistem dan perubahan daerah aliran sungai tampak nyata di depan mata. 

Efek jangka panjang dapat memengaruhi perkebunan dan ladang warga desa lain yang ada di sepanjang sungai. Bahkan aliran hulu ke hilir pun bisa sewaktu-waktu berubah apabila tidak ada pengelolaan berkelanjutan. Sangat disayangkan, tetapi fakta bercerita.

Seutas Makna dari Aliran Sungai Lahar Dingin Merapi
Suami menggali pasir dan kerikil, sedangkan sang istri mengangkat dan memecah kerikil hingga menjadi pasir halus/Ibnu Rustamadji

Bertaruh Nyawa demi Menjemput Asa

Selama di aliran Kali Apu, saya cukup tertegun dengan apa yang ada di depan mata. Sepasang suami istri saling membantu merajut asa di tengah gejolak Gunung Merapi. Uang yang mereka dapat pun tidak seberapa daripada nyawa dan peluh keringat saat menambang pasir.

“Sebenarnya juga takut, kalau dari atas ada hujan bisa banjir di sini. Tapi, ya, bismillah saja. Kalau ada apa-apa langsung pergi,” ungkap salah satu perempuan penambang.

Mereka sudah biasa lantaran tinggal di sekitar aliran Kali Apu dan memahami kondisi sekitar gunung. Ketika terjadi erupsi atau hujan lahar dingin di puncak, mereka menghentikan semua aktivitas pertambangan.

Hal yang membuat saya khawatir adalah tebing di sisi kiri dan kanan yang sewaktu-waktu bisa longsor. Tentu bukan ulah mereka saja, tetapi tidak stabilnya tanah pun bisa ikut menjadi pemicu terjadinya bencana. Namun, ia mencoba mengklarifikasi, “Tebing tidak ditambang, Mas. Itu isinya tanah, pasirnya sedikit. Kalau di tengah sungai ini, jelas pasir banyak.”

Tetap saja, bagi siapa pun yang menyaksikan mereka pasti merasakan kekhawatiran seperti saya.  Mereka tetap melanjutkan pekerjaan, meski  terganggu aktivitasnya karena kehadiran saya. Di tengah asyik memotret mereka, tiba-tiba seorang ibu memanggil untuk mengajak saya istirahat sejenak.

Saya sambut ajakannya untuk sekedar melepas penat. Mereka membawa bekal untuk dimakan bersama. Meski hanya jajanan tradisional, tetapi yang terpenting adalah kebersamaan.

“Ambil [jajanan] ini, Mas! Silakan, seadanya. Kalau mau minum teh saya juga ada. Masih panas,” tawarnya.

Karena saya lahir hingga tumbuh dewasa di desa, saya harus mau menerima tawaran mereka sebagai bentuk penghormatan. Sama seperti apa yang kami lakukan d isini, yaitu menghormati dan menerima pemberian alam. Mungkin tidak semua orang akan memahami kalau belum pernah tinggal di perdesaan lereng gunung. Masyarakat lereng gunung memiliki prinsip yang sama, yakni saling menghormati, membantu, dan berbagi. Hanya cara dan wujudnya saja yang berbeda.

Setelah sekitar 30 menit beristirahat, mereka kembali bekerja. Saya memutuskan berpamitan karena sudah hampir dua jam bercengkerama. Tak lupa mereka menawarkan diri supaya suatu saat saya berkunjung ke kediamannya. 

Seutas Makna dari Aliran Sungai Lahar Dingin Merapi
Kawasan hulu aliran sungai lahar dingin Kali Apu yang dekat dengan puncak Merapi/Ibnu Rustamadji

Ancaman di balik Eksotisme Hulu Kali Apu

Puas menyambangi para penambang, rasa penasaran saya terhadap hulu Kali Apu menuntun saya hingga ke Desa Kinahrejo, Sleman, Yogyakarta. Titik nol sungai yang saya datangi berjarak kira-kira satu kilometer dari puncak Merapi. Tempat ini termasuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III yang paling terancam bahaya erupsi. 

Tidak ada maksud melawan kekuatan alam, tetapi saya hanya sekadar menikmati eksotisme Merapi dari sudut lain. Tidak pernah saya duga sebelumnya, alam memberikan restu agar saya menikmati setiap detiknya.

Puncak Merapi tampak cerah tanpa tertutup awan maupun kabut. Tidak mau menyia-nyiakan waktu yang ada, saya segera mengabadikan sang ancala sekaligus jalur sungai lahar panas yang mengalir di sepanjang lereng gunung.

Di sini, makin jelas terlihat bahwa sungai yang masuk areal gunung berapi aktif, sangat rentan rusak dan merusak apa pun di sekitarnya. Termasuk kehidupan warga desa.  Dengan kedalaman di luar perkiraan, bahkan tidak tampak adanya aktivitas pertambangan di bawahnya, tentu sangat berbahaya.

Beberapa warga yang sempat saya temui, mengaku sebenarnya merasa khawatir. Terlebih di kala puncak Merapi terang benderang. Mereka takut apabila terjadi erupsi dan melihatnya secara langsung. 

“Kalau puncak seperti ini [cerah] saya takut kalau terjadi apa-apa [dan] melihat secara langsung. Kalau kabut atau berawan [malah] tidak apa-apa, kita bisa mewanti-wanti,” ujar salah satu warga.

Meski menyimpan ketakutan, tetapi karena harus menafkahi anak dan istri, semua pekerjaan dilakoni. Tak terkecuali sebagai penambang pasir, selain berkebun sebagai mata pencaharian utama. Sekalipun aliran sungai tempat mereka bekerja amat rawan bencana. Dilema memang.  

Kalaupun mereka membanting kemudi kehidupannya ke sektor pariwisata,  tentu dituntut harus memiliki kemampuan lebih. Tidak semua warga memiliki keahlian mumpuni. Mayoritas warga Desa Kinahrejo berprofesi sebagai petani sayur, penambang pasir, peternak, dan hanya sebagian sopir jip wisata.  

Mereka tidak malu sedikit pun, meski banyak orang kota berkunjung, berfoto, dan merasa senang melihat desanya. Tidak sedikit juga yang merasa kurang cocok untuk diabadikan, tetapi selama ini tidak ada masalah. 

Malahan kita yang berkunjung wajib menghargai sesama serta menjaga adat istiadat dan tata krama di mana pun. Apabila kita mampu dan bisa menjalani, tentu warga setempat sangat senang dan menaruh perhatian. Hidup harus selaras, seimbang, dan merasa cukup. Begitu kiranya prinsip warga desa sepanjang aliran Kali Apu.

Seutas Makna dari Aliran Sungai Lahar Dingin Merapi
Aktivitas penambangan pasir di hulu aliran Kali Apu, sekitar satu kilometer dari puncak Merapi/Ibnu Rustamadji

Makna Perjalanan di Kali Apu

Pelajaran berharga dari perjalanan saya ke Kali Apu ternyata sangat banyak. Ada beberapa poin yang mungkin relevan dengan kondisi saat ini. Tidak masalah seseorang bekerja menjadi apa pun, asal halal dan mampu menjadikan kita lebih wawas diri serta mengerti akan kondisi sekitar. 

Menjadi penambang pasir tentu memiliki risiko lebih tinggi daripada nominal pendapatannya dalam sehari. Maka kita patut bersyukur tidak sampai memiliki kehidupan yang seberat itu. Walaupun demikian tetap harus menjaga keseimbangan alam dan jangan mengeksploitasi berlebihan.

Para penambang tentu membutuhkan uang. Namun, alam pun memerlukan ruang untuk menjaga ekosistemnya. Singkatnya, saling menghargai. 

Untuk kalian yang orang tuanya bekerja di pertambangan, tidak perlu malu. Justru harus bangga. Mereka bisa menghidupi kalian dari jerih payahnya, meski nyawa jadi taruhan.

Apabila terjadi erupsi atau banjir lahar dingin dari puncak Merapi, jangan terlampau larut dalam kesedihan. Tentu dengan intensnya komunikasi antara warga desa, dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Untuk meminimalisasi kerugian korban jiwa dan harta.

Alam memberikan kita segalanya, termasuk aliran sungai dengan segala isinya. Adakalanya alam meminta kembali sesuatu yang telah ia berikan, karena kerusakan yang kita perbuat. Berani berbuat berani bertanggung jawab.

Di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung. Setiap orang sudah sepatutnya menghormati segala hal yang berlaku di tempat ia tinggal, termasuk menjaga ekosistem alam dan hayati yang terkandung di dalamnya.


Tulisan ini diikutsertakan dalam kampanye “TelusuRI Sungai dan Mangrove Indonesia” untuk memperingati Hari Mangrove Internasional 26 Juli dan Hari Sungai Nasional 27 Juli


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Seutas Makna dari Aliran Sungai Lahar Dingin Merapi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/seutas-makna-dari-aliran-sungai-lahar-dingin-merapi/feed/ 0 39574
Mari Memuliakan Sungai https://telusuri.id/mari-memuliakan-sungai/ https://telusuri.id/mari-memuliakan-sungai/#respond Tue, 25 Jul 2023 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=39397 Sungai adalah sahabat kita. Ia wajib kita muliakan dengan jalan memperlakukannya secara baik dan bijak. Dengan demikian sungai tidak akan memusuhi kita dan melahirkan petaka. Sejak tahun 2011, setiap tanggal 27 Juli, kita rutin memperingatinya...

The post Mari Memuliakan Sungai appeared first on TelusuRI.

]]>
Sungai adalah sahabat kita. Ia wajib kita muliakan dengan jalan memperlakukannya secara baik dan bijak. Dengan demikian sungai tidak akan memusuhi kita dan melahirkan petaka.

Sejak tahun 2011, setiap tanggal 27 Juli, kita rutin memperingatinya sebagai Hari Sungai Nasional. Tujuan utama peringatan ini adalah menggerakkan kepedulian kita untuk berkolaborasi serta bahu-membahu menjaga kebersihan dan kelestarian sungai-sungai di sekitar kita.

Dalam Pasal 74 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, disebutkan bahwa pada Hari Sungai Nasional, pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat bersama-sama melakukan pemantauan langsung kondisi sungai. Pemantauan langsung tersebut bertujuan agar masyarakat memahami pengaruh pelaksanaan kegiatan terhadap sungai, baik pengaruh negatif (merugikan) maupun positif (menguntungkan) bagi fungsi sungai.

Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan antara lain pembersihan sampah dan gangguan aliran di sungai, lalu mengidentifikasi sumber pencemaran sungai. Termasuk pula penanaman tumbuh-tumbuhan yang sesuai di sempadan sungai (riparian zone).

Mari Memuliakan Sungai
Aktivitas wisata sungai yang berkelanjutan dapat menjaga sungai itu sendiri dari kerusakan/Djoko Subinarto

Mengutip laman nationalgeographic.org, sungai adalah aliran air alami yang besar dan mengalir. Sungai dapat kita temukan di setiap benua dan di hampir setiap jenis tanah.

Nil di Afrika dan Amazon di Amerika Selatan disebut-sebut sebagai sungai terpanjang di muka Bumi saat ini. Amazon diperkirakan memiliki panjang antara 6.259—6.800 kilometer. Adapun Nil diperkirakan memiliki panjang antara 5.499—6.690 kilometer. Sejumlah data menaksir bahwa sekitar seperlima dari semua air tawar yang masuk ke lautan berasal dari Sungai Amazon.

Hari Istiawan, dalam liputannya untuk Okezone (22/03/2017), menyebut bahwa Indonesia sendiri memiliki sedikitnya 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai yang tersebar di berbagai penjuru tanah air. Dari jumlah sungai utama sebanyak itu, daerah aliran sungai (DAS) Indonesia mencapai sekitar 1.512.466 kilometer persegi.

Kondisi Sungai Terkini

Sungai, baik yang berada di kawasan perdesaan maupun perkotaan, mempunyai kontribusi besar bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Sungai memiliki nilai lingkungan, sosial, budaya, hingga ekonomi. 

Sebagai salah satu bentuk lahan basah (wetlands), sungai menampung dan menyerap air hujan. Sungai menjadi salah satu lahan basah potensial untuk pengendali banjir. Makin rusaknya sungai berarti menyebabkan kian berkurangnya daerah penampung air hujan, yang pada gilirannya akan mempermudah terjadinya banjir. Sudah sering kita dengar atau saksikan lewat laporan media, tentang sejumlah sungai di negeri ini meluap saat hujan dan menimbulkan banjir besar. Dampaknya tidak hanya menyebabkan korban harta, tetapi juga korban jiwa.

Mari Memuliakan Sungai
Kondisi sungai yang baik dengan vegetasi hijau di sekitarnya/Djoko Subinarto

Sementara itu sebagai sumber air, sungai berperan menjaga kelestarian sumber daya air kita. Air yang menggenang dan mengalir di sungai sebagian masuk ke dalam tanah dan kemudian menjadi cadangan air tanah. Sebagian lagi mengalir menjadi sumber air permukaan.

Sayangnya, alih-alih menjadi sumber air yang bisa kita andalkan, tak sedikit sungai di Indonesia saat ini malah menjadi sumber polusi yang membahayakan. Sungai tidak hanya menjadi tempat pembuangan limbah cair kimia beracun dan berbahaya, yang berasal dari berbagai aktivitas industri. Sungai-sungai kita kini juga menjadi tempat penampungan sampah rumah tangga, yang berasal dari permukiman warga di sepanjang aliran sungai. Akibatnya banyak sungai yang menjadi semacam tempat sampah raksasa karena menampung ribuan ton sampah setiap harinya.

Jika kondisi tersebut kita biarkan, muncul kekhawatiran bahwa bukan saja bakal membuat air sungai makin kotor dan tercemar, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, selain mengairi lahan-lahan pertanian dan kolam perikanan, air sungai juga dapat berfungsi sebagai sumber air minum warga. Pencemaran sungai yang terus meningkat pada masanya akan sangat berbahaya bagi seluruh makhluk hidup.

Mari Memuliakan Sungai
Salah satu contoh sungai yang tercemari sampah/Djoko Subinarto

Penyebab dan Dampak Kerusakan Sungai

Perilaku manusia yang masih suka semena-mena memperlakukan sungai dan lingkungan di sekitarnya, boleh saya bilang menjadi biang kerok terbesar. Menyebabkan kondisi sungai-sungai kita makin rusak sehingga fungsi sungai tidak lagi optimal. Pada akhirnya membuat sungai kehilangan nilai lingkungan, sosial, budaya maupun ekonominya.

Kerusakan sungai dan lingkungan di sekitarnya menjadikan bencana banjir lebih mudah datang. Keadaan ini sering terjadi saat musim hujan dan malah mengalami kelangkaan air pada musim kemarau.             

Banjir atau kelangkaan air bisa jadi merupakan cara alam untuk menyadarkan kita. Pasti ada yang salah dari kita dan harus introspeksi diri. Sebagai khalifah di bumi, sesungguhnya kita telah mendapat amanat agar senantiasa menjadi rahmat bagi segenap alam. Sehingga alam dan seluruh isinya pun akan memberikan hal-hal yang baik bagi kita.

Sejatinya sungai adalah sahabat yang lekat dengan kehidupan kita. Kita perlu menjaga dan merawat sungai sebaik-baiknya. Bukan malah menzalimi dengan menelantarkan dan merusaknya, yang bisa membuat sungai memusuhi dan mendatangkan petaka untuk kita.

Referensi

Istiawan, Hari. (27 Maret 2017). Hari Air Sedunia, Kondisi Sungai di Indonesia Memprihatinkan. Okezone. https://nasional.okezone.com/read/2017/03/22/337/1648855/hari-air-sedunia-kondisi-sungai-di-indonesia-memprihatinkan
National Geographic Society. (19 Mei 2022). River. https://education.nationalgeographic.org/resource/river/


Tulisan ini diikutsertakan dalam kampanye “TelusuRI Sungai dan Mangrove Indonesia” untuk memperingati Hari Mangrove Internasional 26 Juli dan Hari Sungai Nasional 27 Juli


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mari Memuliakan Sungai appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mari-memuliakan-sungai/feed/ 0 39397