terumbu karang Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/terumbu-karang/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Fri, 09 Dec 2022 06:29:40 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 terumbu karang Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/terumbu-karang/ 32 32 135956295 Berkebun Karang bersama Nuansa Pulau https://telusuri.id/berkebun-karang-bersama-nuansa-pulau/ https://telusuri.id/berkebun-karang-bersama-nuansa-pulau/#respond Tue, 06 Dec 2022 04:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=36444 Pelabuhan Matahari Terbit di Sanur, pagi itu sudah ramai wisatawan. Kami yang baru saja memasuki area parkir, sudah menyangka bakal ramai tapi tidak seramai ini. Puluhan orang berjejal menanti keberangkatan menuju Nusa Penida, pulau yang...

The post Berkebun Karang bersama Nuansa Pulau appeared first on TelusuRI.

]]>
Pelabuhan Matahari Terbit di Sanur, pagi itu sudah ramai wisatawan. Kami yang baru saja memasuki area parkir, sudah menyangka bakal ramai tapi tidak seramai ini. Puluhan orang berjejal menanti keberangkatan menuju Nusa Penida, pulau yang menjadi tujuan kami dan peserta Kok Bisa Green Creators Academy: Local Impact yang akan diselenggarakan hari itu bersama kelompok Nuansa Pulau. Rencananya, kami akan belajar sedikit tentang terumbu karang beserta cara transplantasinya di sana.

Pelabuhan Matahari Terbit tampak bersolek. Nuansa pelabuhannya mirip dengan bandara. Di lantai dua, ada teras luar yang menghadap langsung laut yang memisahkan Nusa Penida dan Bali. Pelabuhan ini baru satu minggu diresmikan, salah satunya karena ada gelaran G20 di Nusa Dua. Kami yang baru pertama kali ke sini menjadi terkagum-kagum. Pun, dalam pikiran saya terngiang bahwa kadang hanya demi sebuah acara seremonial, suatu tempat bisa berubah drastis; jalannya, pelabuhannya, bandaranya.

  • Pelabuhan Sanur
  • Peserta KBGC

“Ini, makan dulu. Biar nggak ngantuk di kapal,” celoteh Mauren, yang membuyarkan lamunan saya tentang pelabuhan.

Semua peserta menikmati pemandangan dari pelabuhan; ada yang berfoto dengan latar belakang laut, ada yang memperhatikan kapal yang lalu lalang di kejauhan, ada juga yang sedang membuat konten video. Tak lama berselang, kami pun satu per satu menaiki kapal. Sepersekian menit terlewati dari jadwal keberangkatan yang tertera di karcis, saya menjadi gusar. Para peserta yang tadinya terlihat antusias, jadi terlihat resah karena jadwal keberangkatan tampaknya terlambat. Kami semua dibuat mati kebosanan.

45 menit berlalu dalam gelisah, akhirnya kapal bernama The Tanis yang kami tumpangi mulai dikemudikan. Guncangan kapal mulai terasa. Sepanjang penyeberangan, gunung-gunung terlihat indah di sisi kiri. Awalnya saya menikmati perjalanan ini, tetapi pada akhirnya saya memilih untuk tidur.

Ini merupakan kali kedua saya naik kapal dalam hidup. Dan, jujur saja, naik kapal tidak semenyenangkan naik pesawat. Ombak yang saling bertautan menghantam lambung kapal, agak membuat saya gusar, membayangkan kalau-kalau perahu ini terhempas dan kami semua terbalik. Alamak! Saya jadi ketakutan sendiri karena overthinking. Mungkin, trauma semasa kecil karena jatuh dari jetski membuat saya enggan menatap lekat ombak. 

Tiba di Nusa Penida

Dari kejauhan, tanah Nusa Penida sudah terlihat mencolok dengan kapal-kapal yang banyak besandar di pantainya. Pulau ini sama sibuknya dengan Bali daratan yang ramai dengan aktivitas pariwisata. Baru saja kaki melangkah untuk pertama kalinya menuju ke Pelabuhan Penida, saya harus merasakan getirnya jatuh di atas air laut. Baju dan tas yang saya bawa jadi basah semua. Alangkah sebalnya saya hari ini! Kegiatan belum mulai saja, ujiannya sudah cukup meledakkan isi kepala.

Mauren dan Eghi mulai memanggil nama peserta satu per satu, memastikan semua berhadir dan tidak ada yang ketinggalan. Ayu, Debbie, dan Dudu ikut mendokumentasikan kegiatan di tengah arus keluar masuk wisatawan. Selepas presensi, Eghi memimpin rombongan berjalan ke arah parkiran, sementara Mauren sibuk menelpon sang supir yang akan menjemput.

Dari arah yang berlawanan, tampak seorang pria berbaju ungu yang muncul dari arus turis, yang bergerak melawan arah. Ketika rombongan kami berpapasan dengan dia, kami acuh saja, tak mengira dialah yang menjemput kami. Tiba-tiba, dari belakang rombongan, Ayu menyapanya dengan sumringah.

“Bli Gusti!”

Lelaki berbaju ungu itu segera mengenali suara Ayu yang berteriak memanggilnya dan menghampiri rombongan kami. 

“Ayo ke depan, sudah ada mobil yang menunggu kalian,” jelasnya.

Sebuah mobil mini bus sudah menunggu kami di pinggir jalan utama yang cukup sempit dilalui banyak kendaraan. Rombongan kami bergegas naik untuk menghindari kemacetan yang semakin riuh.

Tempat tujuan kami adalah Nuansa Pulau, sebuah kelompok pemuda yang bergerak di bidang transplantasi terumbu karang. Mereka adalah pemuda-pemuda lokal yang dilibatkan untuk memahami alam tempat tinggal mereka, terutama soal laut dan terumbu karang. 

Nuansa Pulau
Foto bersama di depan Nuansa Pulau/Kok Bisa

“Karena materi sudah saya bagikan sebelumnya, saya yakin kalian semua bisa baca. Sekarang silahkan tanya, dari pertanyaan serius sampai pertanyaan konyol,” ucap Pak Pras yang membuka materi pagi itu. Rahmadi Prasetyo, atau yang biasa akrab disapa Pak Pras, merupakan seorang dosen dari Universitas Dhyana Pura yang juga merupakan seorang Coralist Expert di Indonesia, mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para peserta.

“Apakah karang bisa hidup di air tawar apa hanya di air laut?” tanya salah seorang peserta.

“Jawabannya tidak bisa. Kenapa tidak bisa? Karena tidak ada karang yang bisa hidup di air tawar, tetapi ada beberapa karang yang tahan dengan salinitas yang tidak terlalu asin. Tapi hampir semua karang ada di laut dengan salinitas 33-35, dan itu asin,” papar Pak Pras.

“Apa dampak fish feeding pada terumbu karang?” salah satu peserta lain bertanya.

“Itu bantuan langsung tunai kepada ikan,” terang Pak Pras diikuti gelak tawa peserta, “Dalam fisiologis dan ekologis tentang hewan laut, kita tidak merekomendasi kegiatan tersebut, karena bakal mengganggu daya juang ikan untuk makan,” lanjutnya.

“Kalau dampak ke karangnya ada, Pak?”

“Kalau dampak ke karang sebenarnya tidak ada, yang jelas kan makanan itu organik dan itu pasti akan hancur juga. Yang berdampak adalah waktu dia memberi makan ikan,[yang mungkin] kakinya menendang karang.”

Lanjut, pertanyaan lainnya dari peserta perempuan yang menanyakan soal aktivitas pariwisata apa yang tidak ramah terhadap terumbu karang. “Yang pertama, yang paling parah adalah kicking ya, kicking itu aktivitas fisik yang akhirnya akan merusak karang. Yang kedua adalah fishibing, yang itu akan membuat massa berkelompok. Yang ketiga adalah masalah muring atau penjangkaran. Kalau kapal lempar jangkar pasti ke bawah kan? Pasti kena karang. Salah satu yang paling disarankan adalah memakai fixed mooring boey, tapi nggak semua tempat ada kan?” jelas Pak Pras.

Kemudian pertanyaan demi pertanyaan terus mengalir dari mulut para peserta, Pak Pras menjelaskan pemaparannya dengan telaten dan ringan. Saya tidak terpikirkan bahwa materi terumbu karang bisa seasyik ini untuk dimengerti. Penjelasan Pak Pras berlanjut pada bagaimana karang bisa dikategorikan sebagai hewan, zonasi jenis karang, cara perkembangbiakan, dan lain sebagainya. 

Menurut Pak Pras, pengetahuan tentang alam ini perlu disampaikan kepada masyarakat luas dengan bahasa yang paling sederhana, terutama di media sosial yang sekarang sangat mudah untuk diakses. Nantinya, hal-hal sederhana ini bisa membantu masyarakat luas menjadi paham kenapa terumbu karang sangat berarti bagi ekosistem laut.

Interaksi cair antara kami dan Pak Pras membuat waktu menjadi berlalu sangat cepat, tak terasa saat yang ditunggu-tunggu pun sudah tiba: berkebun terumbu karang! Sebelum peserta pergi ke laut untuk menanam terumbu karang, Bli Nyoman memberikan penjelasan mengenai bagaimana prosedur penanaman terumbu karang beserta media yang digunakan, reef stars. Ada 15 fragment dalam satu reef stars, yang terbagi di beberapa sisi. Di setiap sisinya, kecuali tiga sisi lain yang digunakan untuk mengikat reef stars satu sama lain, terikat satu baby coral yang akan harapannya akan tumbuh setelah berada di laut.

  • Materi terumbu karang
  • Pemasangan terumbu karang
  • Memasang fragmen karang

Satu per satu peserta dengan telatennya mengikat bayi-bayi karang ke reef stars. Tidak satupun di antara mereka yang tak antusias. Bahkan beberapa peserta ingin mengikat lebih banyak karang dari jumlah yang sudah ada.

Meski langit cukup kelabu, tiada satupun air yang jatuh ke bumi siang itu. Kapal yang tertambat di pinggir pantai sudah memanggil kami untuk menaikinya. Kondisi saat itu laut cukup tenang, angin tidak berhembus kencang. Setelah mengikuti aba-aba dari Pak Pras dan kru Nuansa Pulau, semua yang berada di kapal mulai menceburkan diri. Masing-masing mulai mengamati terumbu karang yang tumbuh di sekitaran Nusa Penida. Terumbu karang di perairan Nusa Penida kondisinya cukup bagus. Setelahnya, kami meletakkan tiga reef stars di dasar laut dengan kedalaman 7 meter. 

Berkah terbesar Bali adalah laut. Laut bagi masyarakat di Nusa Penida adalah tautan langsung menuju Sang Hyang Widhi. Jauh sebelum peraturan perundang-undangan tentang pelestarian ekosistem laut dibuat, masyarakat di Pulau Nusa Penida sudah memberlakukan hukum adat atau disebut awigawig yang melindungi alamnya dari eksploitasi berlebih. Meskipun gemerlap pariwisata sempat mengancam alam Penida yang memukau, lambat laun kesadaran masyarakat kembali tumbuh, seiring pengajaran dan pembelajaran yang mereka dapatkan.

Seusai lelah snorkeling dan santap siang. Acara berlanjut dengan pemaparan Menjadi Green Content Creator oleh Debbie Marteng. Sebagai seorang kreator konten, Debbie menceritakan kiat-kiat apa saja yang diperlukan untuk bisa survive dalam dunia perkontenan. Ia juga membagikan cukup banyak tips untuk peserta dalam membuat karya video kampanye perjalanan lestari dan tentu saja perjalananya menjadi seorang kreator konten.

“Sebelumnya saya tidak tahu apa-apa tentang gambar, tapi sok tahu aja tentang menggambar. Ternyata, pas kontennya naik. Akhirnya saya bikin clay artwork; bikin asbak, celangan, terus kontennya naik juga,” ceritanya. Debbie mengingatkan bahwa untuk jadi kreator konten perlu ketelatenan dan konsistensi yang tinggi. Kreatifitas perlu terus diasah untuk tetap menghasilkan konten yang digemari orang banyak. 

“Di dunia ini tidak ada yang baru, adanya ATM (Amati Tiru Modifikasi),” tutur Debbie meyakinkan para peserta untuk berani mulai membuat konten sepulang dari Nusa Penida.

  • Kebun karang
  • Reef star
  • Reef star
  • Reef star
  • Debbie Marteng

Kala mentari tak nampak jua karena kepulan awan yang mulai semakin rapat, kami semua harus menyudahi kegiatan di Nusa Penida. Seharian berkawan dengan laut dan matahari membuat sebagian kulit saya terbakar. Saya dan Mauren harus meninggalkan teman-teman di belakang untuk mengurus tiket kapal menuju ke Bali daratan. Semoga saja hujan tidak turun. 

20 menit berselang, para peserta mulai berdatangan ke pelabuhan. Kami menghabiskan sisa waktu di Penida berkumpul di warung untuk jajan dan minum kopi. Kapal datang, dan kami masuk dan mengecek semua peserta agar tidak ada yang tertinggal.

Tapi tunggu! Ada dua orang yang tidak terlihat batang hidungnya di kapal. Jangan-jangan mereka ketinggalan di pelabuhan? Atau jangan-jangan mereka masih di Nuansa Pulau?

Saya menjadi agak sedikit panik.

Mauren mulai berkeringat gugup dan naik ke atas dek untuk menghitung kembali peserta. Setelah bolak-balik sampai tiga kali, dua orang yang kami cari ternyata duduk santai di beranda. Syukurlah, di hari yang melelahkan sekaligus menyenangkan ini, saya mengakhirinya dengan duduk mengantuk di kursi kapal.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Berkebun Karang bersama Nuansa Pulau appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/berkebun-karang-bersama-nuansa-pulau/feed/ 0 36444
Terumbu Karang yang Menopang Beban https://telusuri.id/terumbu-karang-yang-menopang-beban/ https://telusuri.id/terumbu-karang-yang-menopang-beban/#respond Tue, 09 Feb 2021 10:43:00 +0000 https://telusuri.id/?p=26917 Bawah laut Indonesia memang indah. Tempat-tempat snorkeling dan diving baru bermunculan seiring tingginya minat wisatawan untuk berkunjung. Pada 27 Desember 2020, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengumumkan melalui akun sosial media instagramnya bahwa Indonesia meraih...

The post Terumbu Karang yang Menopang Beban appeared first on TelusuRI.

]]>
Bawah laut Indonesia memang indah. Tempat-tempat snorkeling dan diving baru bermunculan seiring tingginya minat wisatawan untuk berkunjung. Pada 27 Desember 2020, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengumumkan melalui akun sosial media instagramnya bahwa Indonesia meraih penghargaan sebagai Destinasi Wisata Selam Terbaik di Dunia Versi Dive Travel Awards 2020 oleh Majalah Dive UK.

Namun, di balik keindahan tersebut terdapat satu hal yang kerap menjadi perhatian namun seringkali diacuhkan, yaitu sikap pelaku wisata (penyelenggara dan wisatawan).

Demi Konten, Abai Perilaku 

Terumbu Karang
Snorkeling/Melynda Dwi

Wisata bawah air tidak hanya sebatas scuba diving, tetapi ada pula freedive dan snorkeling. Ternyata, kegiatan penyelaman lebih banyak berpengaruh terhadap kerusakan karang. Terlebih lagi jika penyelam kurang berpengalaman, hal ini akan berpotensi menyebabkan kerusakan karang lebih besar. Penggunaan alat scuba mulai dari sarung tangan, tabung oksigen hingga diving fins juga berpotensi merusak karang. Studi menyebutkan, dibandingkan dengan snorkeling yang melayang di air, menyelam lebih berdampak besar terjadinya gesekan dengan karang.

Terumbu karang acap kali dianggap sebagai batu atau benda mati yang boleh diperlakukan semena-mena. Sehingga saat melihat karang, timbul rasa penasaran dari wisatawan untuk menyentuhnya.

Padahal, terumbu karang tergolong sebagai binatang yang juga merasa terancam saat didekati oleh benda asing, termasuk dari manusia. Banyak orang yang mengira bahwa sentuhan kecil pada karang tidak menimbulkan efek yang signifikan. Padahal sentuhan tersebut dapat mengakibatkan kerusakan fisik dan terganggunya pertumbuhan karang. Bahkan dapat berakhir pada kematian karang.

Terumbu Karang
Kaki di atas karang/Melynda Dwi

Berdasarkan pengalaman pribadi saat berwisata ke salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Saya yang menyaksikan langsung wisatawan menyentuh bahkan menginjak karang-karang. Bahkan yang lebih membuat tak henti-hentinya diri ini menggelengkan kepala ialah tour guide-nya pun juga melakukan hal yang sama. Ia seperti tidak tahu bahwa terumbu karang termasuk ekosistem yang dilindungi.

Seringkali entah wisatawan maupun pelaku wisata cenderung acuh dengan kondisi terumbu karang. Yang ada di benak wisatawan hanyalah rasa puas menelusuri bawah air lengkap dengan ‘foto-foto terbaik’ berinteraksi langsung dengan terumbu karang. Begitu pula dengan pelaku wisata yang merasa bahwa kebahagiaan pengunjung dan keuntungan ekonomi menjadi prioritas.

Dampak Terhadap Lingkungan 

Kerusakan terumbu karang tidak hanya diakibatkan oleh perubahan iklim. Kerusakan ini bisa disebabkan karena peningkatan suhu air laut, peningkatan muka air laut dan penurunan derajat keasamannya yang menyebabkan pemucatan (bleaching) pada karang, ataupun karena kegiatan perikanan yang melibatkan alat tangkap tidak ramah lingkungan. Namun aktivitas pariwisata juga sangat berperan terhadap kerusakan terumbu karang.

Mari mengingat sejenak akan peristiwa pada Maret 2017, kandasnya Kapal Pesiar M.V. Caledonian Sky di Selat Dampier, Raja Ampat. Terjadi kerusakan hebat pada terumbu karang seluas 1,8 hektar. Dan para ahli memperkirakan butuh ratusan tahun untuk memulihkan kondisi karang yang rusak.

Terumbu Karang
Terumbu karang yang tersisa/Melynda Dwi

Rusak bahkan hancurnya terumbu karang tidak hanya berakibat pada nilai estetika semata. Terumbu karang sebagai salah satu ekosistem di kawasan perairan laut berperan sebagai habitat bagi ikan. Mulai ikan konsumsi hingga ikan-ikan karang.

Bila terumbu karang rusak, otomatis biota laut lain akan kehilangan tempat tinggalnya. Selain wisatawan enggan untuk berkunjung, nelayan juga menangis karena tidak ada ikan yang bisa ditangkap. 

Dampak Ekonomi Juga Terasa

Sudah barang tentu, terumbu karang yang sehat akan mendatangkan wisatawan. Pemasukan negara dari sektor kepariwisataan tidak bisa disepelekan. Maka tidak mengherankan apabila pemerintah menggelontorkan dana ‘fantastis’ untuk menggaet influencer dalam hal promosi wisata pasca wabah corona.

Beberapa spot diving seperti Raja Ampat, Bunaken, Wakatobi dan Karimunjawa terkena dampaknya. Jika diambil contoh dari kerusakan terumbu karang di Raja Ampat, semakin banyak wisatawan ternyata semakin berdampak pada kerusakan lingkungan. Pun, keterlibatan masyarakat lokal juga jauh lebih sedikit dalam pengelolaan wisata karena banyaknya ‘pendatang’ ikut serta.

Jika terus dibiarkan, bisa jadi suatu saat jumlah wisatawan di Raja Ampat menurun karena bawah lautnya tak lagi indah. Kalau sudah begitu, tidak hanya pihak pelaku pariwisata yang terdampak. Setidaknya industri hospitality, transportasi, dan makanan juga akan terkena imbas.

Sekali Lagi, Edukasi Itu Penting!

Saat ini banyak program rehabilitasi terumbu karang dengan berbagai metode bermunculan. Sayangnya, kegiatan rehabilitasi tidak semudah yang diperkirakan. Selain membutuhkan biaya pemasangan dan perawatan besar, urusan tenaga ahli nggak boleh sembarangan karena rehabilitasi terumbu karang yang terkesan asal-asalan akan berdampak pada kesia-siaan. 

Maka dari itu upaya mencegah lebih baik daripada mengobati, bukan?

Yang saya tahu, selama ini sebatas nelayan-nelayan perikanan yang mendapatkan perhatian dan arahan untuk tidak merusak karang. Namun, pelaku industri wisata sering dinomorsatukan dan malah kurang mendapatkan pengetahuan terkait konservasi terumbu karang ini.

Sebagai wisatawan yang sedikit mengetahui bahwa terumbu karang termasuk dalam lingkup konservasi, melihat langsung tour guide yang menginjak karang hanya bisa membuat saya terdiam.

Saya masih sadar diri. Saya hanya pengunjung, bukan penduduk asli. Oleh karena itu, peran Pemerintah dan LSM yang memberikan sosialisasi dan pengawasan mutlak diperlukan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Terumbu Karang yang Menopang Beban appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/terumbu-karang-yang-menopang-beban/feed/ 0 26917
Cara Sederhana Mencintai Bumi https://telusuri.id/cara-sederhana-mencintai-bumi/ https://telusuri.id/cara-sederhana-mencintai-bumi/#respond Sun, 07 Feb 2021 11:21:00 +0000 https://telusuri.id/?p=26867 Sampah sejak dulu memang selalu menjadi perhatian utama di Indonesia dalam pencemaran lingkungan baik pencemaran tanah maupun laut. Indonesia juga merupakan penghasil sampah plastik terbanyak kedua di dunia setelah China.  Akhir-akhir ini semakin gempar pemberitaan...

The post Cara Sederhana Mencintai Bumi appeared first on TelusuRI.

]]>
Sampah sejak dulu memang selalu menjadi perhatian utama di Indonesia dalam pencemaran lingkungan baik pencemaran tanah maupun laut. Indonesia juga merupakan penghasil sampah plastik terbanyak kedua di dunia setelah China. 

Akhir-akhir ini semakin gempar pemberitaan yang memperlihatkan perairan di Indonesia tercemar parah, sungai berisikan air yang hitam, bau, dan tak jarang tertutup sampah plastik. Laut dan pantai yang seharusnya bersih, kini juga menjadi tempat sampah berlabuh. Ekosistem sekitar pun ikut rusak.

Tak jarang juga kita menonton video melalui media sosial yang memperlihatkan terumbu karang yang awalnya berwarna-warni berubah menjadi tandus, sampah-sampah plastik kadang tersangkut diantaranya. Sering juga saya melihat video yang memperlihatkan satwa laut terluka karena terperangkap jaring, karet ban, dan sampah plastik—yang mana jika tidak mendapat pertolongan dari manusia benda itu selamanya akan terperangkap dan melukai tubuh satwa tersebut. Tak jarang pula ditemukan ikan atau satwa laut lain yang terdampar mati di pantai, lalu saat perut satwa tersebut dibedah, isinya penuh dengan sampah plastik.

Foto: Ocean Cleanup Group (Unsplash)

Dari hal itu seharusnya kita sudah dapat melihat akibat dari sampah plastik itu sebesar apa. Ikan memakan sampah atau berenang di air yang sudah tercemar, lalu ikannya kita yang makan. Sama saja manusia memakan sampah yang dibuangnya secara sembarangan, kan?

Konsumsi barang-barang berbahan plastik atau non organik sangat tidak beraturan. Selain pola pemakaian, cara kita membuang sampah juga sangat memprihatinkan, tangan kita sangat ringan untuk membuang sampah sembarangan yang nantinya sampah itu akan terbawa air, angin berujung ke sungai dan bermuara di laut. 

Nggak heran kalau sering kita melihat kampanye cinta lingkungan berseliweran di media sosial. 

Cara untuk mengurangi sampah plastik setiap harinya itu tidak susah kok, nggak perlu susah-susah nunggu aturan pemerintah, kita bisa mulai dari diri sendiri dulu. Kita bisa mulai dengan mengurangi penggunaan barang-barang yang sulit terurai. Seperti mengurangi beberapa barang di bawah ini, simak ya!

Tidak menggunakan kantong plastik sekali pakai

Penggunaan kantong plastik memang sudah seperti kebiasaan bahkan bisa dibilang seperti kebutuhan. Plastik digunakan untuk membawa barang atau benda yang memiliki skala besar atau banyak. Dimanapun kita berbelanja selalu akan diberi plastik, ke pasar, ke supermarket, atau beli apapun lah pasti kantong plastik menjadi barang yang tidak pernah ketinggalan, dan jika lupa pasti bakalan minta.

“Minta kantong plastiknya dong Mba, double ya biar nggak sobek.” Ucapku.

Saat ini pemerintah dan di beberapa daerah sudah menerapkan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai di supermarket atau swalayan, bagi pembeli diwajibkan membawa kantong sendiri atau membeli kantong kain yang sudah disediakan. 

Ya, meskipun itu makanan atau barang yang dibeli di supermarket memiliki kemasan plastik juga yang lebih tebal, tapi setidaknya dengan menggunakan kantong/tas kain kita bisa mengurangi sekian persen sampah plastik. Harapannya sih, kamu juga mulai menggunakan kantong kain meski di tempatmu belum menerapkan aturan ini.

Bijak menggunakan masker medis

Setelah COVID-19 resmi ditetapkan menjadi bencana nasional di Indonesia, penggunaan masker medis menjadi hal penting bagi setiap orang. Dampaknya, sempat kita rasakan beberapa waktu lalu saat terjadi kelangkaan masker medis. Lalu, karena penggunaan masker medis sekali pakai menggunakan masker medis sekali pakai, sehingga masker medis juga berkontribusi dalam kenaikan produksi limbah medis. 

Menurut observasi dan proyeksi Bappenas, produksi limbah medis naik hingga 400% dibanding kondisi sebelum pandemi COVID-19, dan hingga Desember 2020, kenaikan limbah medis mencapai 30%-50%. Limbah medis [masker] yang seharusnya dihancurkan dengan cara khusus dan di tempat khusus, kini dibuang sembarangan. 

Beberapa jenis masker medis sekali pakai punya kandungan plastik. Sebagian lagi mengandung bahan kimia bersifat karsinogenik, memiliki bahan aditif, tahan air, hingga UV stabilizer yang mana akan sangat berbahaya jika terpapar ke lingkungan. Jadi bingung, kan? Mau menghindar dari COVID-19 tapi enggan kontribusi penumpukan limbah masker medis sekali pakai.

Baru-baru ini, WHO memberikan solusi. Berdasarkan anjuran WHO per 1 Desember 2020, masyarakat berusia kurang dari 60 tahun dan tidak memiliki masalah kesehatan sebaiknya menggunakan masker kain.

Selain itu, sebaiknya kita mengurangi intensitas kegiatan di luar rumah jika tidak ada hal mendesak supaya penggunaan masker medis (dan masker sekali pakai) berkurang. Atau hanya gunakan masker medis jika hanya bepergian jauh dalam jangka waktu lama, dan bertemu dengan banyak orang.

Terobosan menstrual cup dan pembalut kain

Pembalut sekali pakai memang menjadi barang wajib untuk dimiliki oleh para perempuan, karena dipakai setiap bulannya. Namun, pernahkan berpikir kemana saja sampah pembalut sekali pakai ini?

Pembalut sekali pakai seiring berjalannya waktu akan mengeluarkan gas metana yang berakibat pada pencemaran lingkungan dan menyebabkan kenaikan temperatur di permukaan bumi sehingga menyebabkan pemanasan global.

Untuk mengurangi sampah pembalut ini, sering kita berpikiran untuk memusnahkan dengan cara dibakar. Ternyata ini adalah cara yang salah dan justru memperparah pencemaran karena hasil dari pembakaran yaitu dioksin dapat meracuni tubuh manusia, merusak fungsi organ, dan sistem tubuh.

Anggap saja wanita menggunakan 3-4 pembalut sekali pakai dalam sehari, lalu kalikan dengan lama menstruasi. “Kalau dihitung-hitung, jatuhnya bisa di atas 300 pembalut per orang setiap tahunnya,” ujar Jeanny Primasari, penggagas komunitas Zero Waste Nusantara, dikutip dari CNNIndonesia.com.

Nah, untuk mengurangi dampak gas metana, plastik, bahan pemutih, dioksin, dan zat-zat lainnya dari pembalut, kita dapat beralih dari pembalut sekali pakai menjadi pembalut kain atau menstrual cup. Kedua benda ini tentunya bisa menggantikan pembalut sekali pakai, tidak berdampak buruk untuk tubuh, ramah lingkungan, dan lebih ramah di kantong.

Masih banyak lagi terobosan untuk mengurangi produksi sampah khususnya plastik. Kamu bisa baca-baca tipsnya di Topik Khusus Sampah Kita, atau tengok juga komunitas-komunitas zero waste dan lainnya. Jadi, kamu sudah mulai menerapkan gaya hidup bebas dari plastik, belum?


Sampah Kita merupakan sebuah tajuk untuk berbagi pengalaman refleksi tentang sampah. Sampaikan cerita dan refleksimu soal sampah, bagikan tips dan kiat menyelesaikannya di telusuri.id/sampahkita.

Sampah Kita didukung oleh Lindungi Hutan dan Hutan Itu Indonesia.

The post Cara Sederhana Mencintai Bumi appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/cara-sederhana-mencintai-bumi/feed/ 0 26867