tips pendakian Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/tips-pendakian/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Sat, 11 Apr 2020 17:26:52 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 tips pendakian Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/tips-pendakian/ 32 32 135956295 Apa yang Bisa Dilakukan Pendaki saat di Rumah Aja? https://telusuri.id/apa-yang-bisa-dilakukan-pendaki-saat-di-rumah-aja/ https://telusuri.id/apa-yang-bisa-dilakukan-pendaki-saat-di-rumah-aja/#respond Mon, 13 Apr 2020 02:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=20945 Sudah berapa hari karantina di rumah? Sudah memasuki fase di mana angka episode serial One Piece lebih penting daripada angka kalender tampaknya. Yah, pandemi ini memang mau tak mau memaksa kita #dirumahaja demi kesehatan pribadi...

The post Apa yang Bisa Dilakukan Pendaki saat di Rumah Aja? appeared first on TelusuRI.

]]>
Sudah berapa hari karantina di rumah? Sudah memasuki fase di mana angka episode serial One Piece lebih penting daripada angka kalender tampaknya.

Yah, pandemi ini memang mau tak mau memaksa kita #dirumahaja demi kesehatan pribadi maupun orang sekitar. Kalau tidak penting-penting amat, tak perlu pergi ke luar. Bagi para pendaki, tentunya hal ini lumayan menjengkelkan, mengingat bulan April merupakan jadwal tahunan gunung-gunung Indonesia mulai kembali dibuka, sebut saja Gunung Gede-Pangrango, Gunung Semeru, dan Gunung Prau. Akhirnya, tiket kereta yang sudah kamu beli mesti di-refund.

Jangan bersedih. Tak apa-apa. Lihat saja hikmah di balik pandemi ini. Kita, manusia yang senang mendaki, bisa dekat dengan keluarga, sementara gunung-gunung bisa istirahat sebentar dari menerima manusia yang berbondong-bondong datang setiap akhir pekan. Kamu juga bisa menganggap semua ini sebagai sebuah petualangan. Anggap saja sekarang kamu sedang berlindung dari hujan virus di balik jaket bernama rumah. Diammu sekarang adalah bergerak menuju puncak pandemi lalu turun kembali ke keadaan seperti semula, dengan sehat dan selamat.

Lagipula, kamu patut bersyukur punya hobi mendaki. Setiap pendaki adalah insan unggul nan kreatif. Kita dipaksa untuk selalu beradaptasi dengan segala medan. Jika kamu betah berlama-lama di tanah becek dengan akar menjulang, tentunya kamu akan betah juga berlama-lama di kasur nan empuk di rumah. Dan di rumah, sebagai pendaki, banyak hal yang bisa kita lakukan, seperti:

Lari di “treadmill” via pexels.com/Andrea Piacquadio

1. “Workout”

Dalam bahasa umum: berolahraga. Coba review lagi pendakian terakhirmu. Kamu sudah mulai ngos-ngosan di pos berapa? Pos 2?

Pendakian merupakan jenis olahraga yang cukup kompleks. Stamina sangat dibutuhkan dalam olahraga ini. Sekilas, mendaki tampak seperti olahraga aerobik karena mengandalkan suplai oksigen sebagai sumber energi otot tubuh. Namun, fakta di lapangan, energi simpanan dari otot tubuh kita, terutama betis, juga ikut andil dalam kebugaran kita saat mendaki.

Jadi, memang persiapan itu penting banget. Gih olahraga di rumah sebagai persiapan pendakian setelah pandemi ini berakhir. Banyak banget kanal YouTube yang bisa kamu jadikan panduan. Ya, seminimal-minimalnya, kamu bisa skipping di teras rumah.

2. Menengok “peralatan tempur”

Kesibukan sebelum pandemi memaksa kita selalu packing maupun merawat outdoor gear secara terburu-buru. Maka saat inilah kesempatan yang tepat untuk menengok kembali “peralatan tempur” kamu. Apa masih ada bekas tanah di matras atau rain cover keril kamu? Jika lapak memungkinkan, kamu bisa dirikan tenda di rumah untuk melihat sisi-sisi yang tak tersentuh—sekaligus merasakan mountain vibe.

Ilustrasi rute via pexels.com/Brigitte Pellerin

3. Riset rencana perjalanan

Kamu bisa cari tahu lebih dalam tentang gunung yang akan kamu daki setelah pandemi. Catat seluruh info dari vlog pendakian maupun catatan perjalanan para pendaki di internet, dari mulai info soal transportasi umum menuju ke sana, estimasi waktu perjalanan antarpos, bikin daftar logistik yang akan kamu bawa nantinya (coba eksperimen masak menu baru pakai nesting di rumah), juga pantangan-pantangan di gunung yang ingin kamu daki. Soal terakhir ini, kamu boleh tak percaya hal-hal mistis, tapi menghormati aturan lokal merupakan keharusan, bukan?

4. Belanja

Bukan belanja dalam artian keluyuran ke mal, ya. Setelah menengok kondisi “peralatan tempur,” tentunya kamu akan menemukan beberapa alat yang perlu di-upgrade. Kegagalan najak tentu bikin saldo tabunganmu selamat. Coba sisihkan sedikit buat memperbarui peralatan tempurmu. Saat physical distancing ini, berbagai vendor peralatan alam-bebas memberikan diskon yang lumayan menghemat pengeluaran. Jangan lupa gratis ongkirnya juga dipakai, ya.

Foto-foto tua via pexels.com/Kaboompics.com

5. Buka-buka dokumentasi pendakian lama

Buka kembali galeri foto di ponselmu, scroll sampai bawah. Lihat kembali foto keceriaan-keceriaan waktu mendaki, misalnya waktu kamu masak roto bakar depan tenda. Putar kembali video kawan-kawanmu sedang tidur mendengkur dalam tenda. Untuk memeriahkan suasana, coba kirim foto-foto dan video-video itu di WAG pendakianmu.

Foto-foto dan video-video yang keren bisa kamu edit dan unggah di Instagram, biar kawan-kawanmu bisa ikut nostalgia—tentu saja nostalgia pendakian mereka sendiri—dan sejenak melupakan COVID-19.

6. Baca buku

Di era sekarang, membaca buku—entah buku tentang pendakian atau tidak—bukanlah hal yang sulit. Toko eBook sudah banyak di internet. Kamu bisa tengok kembali buku sejarah kala Umar bin Khattab menghadapi wabah tha’un, atau buku Homo Deus karya Yuval Noah Harari tentang perspektif manusia dari zaman ke zaman—termasuk saat menghadapi wabah.

Kamu bisa membaca tentang pelayaran mengungkap sejarah nusantara dari setandan pisang ambon yang berlayar menuju Mesopotamia melalui tulisan Robert Dick-Read dalam buku berjudul Penjelajah Bahari. Ingin tetap “kegunungan”? Tenang, Indonesia punya lord indie bernama Fiersa Besari yang seluruh bukunya bersinggungan dengan pendakian.

Pandemi ini tak sekadar mengurung kita di rumah, namun membuat kita punya kesempatan untuk menggali hal-hal lain di luar rutinitas.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Apa yang Bisa Dilakukan Pendaki saat di Rumah Aja? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/apa-yang-bisa-dilakukan-pendaki-saat-di-rumah-aja/feed/ 0 20945
“Survival Tools” Berbasis Android https://telusuri.id/survival-tools-berbasis-android/ https://telusuri.id/survival-tools-berbasis-android/#respond Sun, 15 Mar 2020 15:43:50 +0000 https://telusuri.id/?p=20166 Sebagai pendaki, pasti kamu sudah nggak asing lagi dengan beragam alat survival untuk mempertahankan diri kala tersesat di gunung. (Ya, mudah-mudahan, sih, nggak terpakai.) Kamu jelas tahu kompas, firestarter, gergaji kawat, peluit, pisau lipat, dan...

The post “Survival Tools” Berbasis Android appeared first on TelusuRI.

]]>
Sebagai pendaki, pasti kamu sudah nggak asing lagi dengan beragam alat survival untuk mempertahankan diri kala tersesat di gunung. (Ya, mudah-mudahan, sih, nggak terpakai.) Kamu jelas tahu kompas, firestarter, gergaji kawat, peluit, pisau lipat, dan apa pun itu untuk mendukung keadaan survival. Tapi, pernah nggak tebersit bahwasanya gawai komunikasi yang kita pakai juga bisa jadi alat bantu survival?

Pendaki Gen Z saat ini mungkin hanya menginstal berbagai aplikasi yang mendukung hasil jepretan mereka kala mendaki, sebut saja Snapseed, VSCO, Adobe Lightroom, StoryArtdan berbagai macam APK lainnya. Sah-sah saja, sih. Tapi, sebagai selebgram gunung, tentunya kamu harus coba aplikasi-aplikasi yang berguna untuk survival, supaya mountain vibe kamu paripurna.

Sebelum masuk ke pembahasan aplikasi, tentunya kita harus sadar bahwa gawai kita memiliki kelemahan. Contohnya, gawai hanya akan berguna apabila baterainya masih terisi. Jadi, kamu tetap harus membekali diri dengan berbagai pemahaman survival. Fungsi gawai di sini hanyalah sebagai penyalur informasi kala kamu beraktivitas di alam. Lagipula, nggak mungkin gawai akan menggantikan fungsi pisau kala, misalnya, kita membangun bivak A-frame.

Terus, apa saja sih APK pendukung kala beraktivitas di alam bebas?

Altimeter Ler

APK ini berguna sebagai penunjuk posisi ketinggian (altitude) kala di gunung. Tapi, nggak cuma ketinggian yang bakal dikasih tahu sama Altimeter Ler, melainkan juga informasi tentang titik koordinat kala kita menjelajah, gambaran suhu, serta tekanan udara. Fitur menjepret foto dengan output data kala foto itu diambil juga menjadi kelebihan aplikasi ini. Dan, yang terpenting, aplikasi ini bisa berjalan offline.

Alat GPS

Aplikasi ini jagonya meramal cuaca. Alat GPS nggak cuma meramal dalam skala hari tapi juga untuk beberapa jam ke depan. Selain ramalan cuaca, APK ini juga bisa berfungsi sebagai barometer, altimeter, dll. Sayangnya, ada beberapa fitur yang hanya bisa dibuka jika kita mendaftar akun premium. Selain itu, nampaknya aplikasi ini sulit digunakan secara offline. Tapi, selama masih ada sinyal, saya merekomendasikan ini.

PMI-FirstAid

Ini produk lokal negara kita tercinta, dibuat oleh PMI yang, sebagaimana kita tahu, selalu menjadi bantuan medis terdepan dalam penanggulangan bencana. Jadi, kamu nggak perlu khawatir kendala bahasa, sebab informasinya disajikan dalam bahasa Indonesia. (Kamu juga nggak perlu khawatir kehabisan sinyal, soalnya APK ini berbasis offline.)

APK ini punya informasi lengkap soal penanganan medis, mulai dari bencana alam hingga kedaruratan medis personal. Mendaki gunung bukan olahraga happy-happy, melainkan olahraga yang memiliki banyak risiko, di antaranya kedaruratan medis personal seperti fraktur, perdarahan, hipoksia, hipotermia, dan dll. Tentunya, semuanya akan semakin darurat apabila kita nggak bisa segera menanganinya.

ViewRanger

Ini adalah aplikasi berbasis GPS untuk me-review jalur trekking kita saat di gunung. Memang tidak sekompleks Garmin, namun saya rasa aplikasi ViewRanger dapat mendukung pendakian apabila belum mampu beli perangkat penerima sinyal GPS Garmin yang harganya lumayan mahal. Penyajian petanya pun beragam, mulai dari mode satelit sampai mode medan. Penggunaan aplikasi ini dipadukan dengan GPX track yang bisa kita unduh di internet. Aplikasi ViewRanger akan menerjemahkan file tersebut menjadi jalur trekking, seperti Google Maps tapi untuk gunung.

Kompas

Ini penting banget. Biasanya aplikasi ini sudah terinstal otomatis di gawai. Sebenarnya ada banyak aplikasi kompas di Play Store, namun sayangnya rata-rata berbasis online. Biasanya saya menggunakan aplikasi ini hanya untuk menentukan arah kiblat. Untuk memaksimalkan kompas, kamu harus mendapat peta fisik dari base camp pendakian. Apabila tersesat, kita bisa menelusuri di ruas mana kita mulai tersesat sebelum menentukan arah kembali ke trek yang benar dengan bantuan kompas. Pemahaman membaca kompas dan peta adalah dasar untuk menguasai navigasi darat.

Army Survival Handbook

Aplikasi offline ini menyinggung tentang pemahaman survival, mulai dari pemaknaan STOP (sit, think, observe, plan) hingga ke penerapannya. Kamu bakal dapat info soal cara-cara bertahan hidup dalam keadaan darurat, mulai dari cara mendirikan selter, membuat api, mendapatkan air, serta pemahaman tentang makanan yang bisa dikonsumsi di hutan. Informasinya tersaji dalam bahasa Inggris. Tapi, melihat bahwa pendaki sekarang didominasi anak muda, para penggiat alam bebas rasanya takkan sulit memahaminya. Lagipula, kalau nggak paham, kamu bisa lihat gambar-gambar yang tersedia di aplikasi ini.

Aplikasi-aplikasi di atas hanyalah “asisten” kala kamu beraktivitas di alam bebas. Tentu semuanya pada akhirnya kembali lagi kepada pemahamanmu soal teknik-tekni survival. Lagipula, aplikasi-aplikasi di atas juga takkan berguna jika kamu nggak bisa membacanya. Kompas takkan memberikan instruksi kamu harus bergerak ke mana. Pun, tekanan udara takkan pernah bicara bahwa sebentar lagi hujan akan turun. Jadi, perkayalah pemahaman survivalmu sehingga kemungkinanmu untuk bertahan dalam kondisi darurat jadi semakin tinggi.

Sebagai paragraf penutup, saya ingin mengingatkan kembali bahwasanya mendaki bukanlah olahraga buat senang-senang seperti yang tercermin dalam foto-foto yang biasa kamu lihat di Instagram. Ada kalanya kegiatan pendakian jadi nggak menyenangkan, misalnya jika kamu berada dalam keadaan survival. Karenanya, akan lebih baik jika kita belajar menangani situasi darurat di gunung, bukan? Lagipula, Adobe Lightroom full preset yang kamu punya nggak akan menyelamatkanmu saat berada dalam keadaan darurat.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post “Survival Tools” Berbasis Android appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/survival-tools-berbasis-android/feed/ 0 20166
Selter 101: Merawat Tenda Rasa Merawat Rumah Tangga https://telusuri.id/selter-101-merawat-tenda-rasa-merawat-rumah-tangga/ https://telusuri.id/selter-101-merawat-tenda-rasa-merawat-rumah-tangga/#respond Fri, 13 Mar 2020 13:51:26 +0000 https://telusuri.id/?p=20126 Judulnya lebay? Nggak juga, sih. Tulisan ini melanjutkan seri sebelumnya, Selter 101: Pilihlah Selter seperti Memilih Pasangan Hidup, di mana saya mengulas bahwa tenda bisa dikatakan sebagai pasangan hidup kita, yang meneduhkan saat dibutuhkan, yang...

The post Selter 101: Merawat Tenda Rasa Merawat Rumah Tangga appeared first on TelusuRI.

]]>
Judulnya lebay? Nggak juga, sih.

Tulisan ini melanjutkan seri sebelumnya, Selter 101: Pilihlah Selter seperti Memilih Pasangan Hidup, di mana saya mengulas bahwa tenda bisa dikatakan sebagai pasangan hidup kita, yang meneduhkan saat dibutuhkan, yang melindungi saat badai menghantam.

Tapi, selayaknya seorang belahan jiwa, kalau tenda tidak diperhatikan a.k.a tidak dirawat, ya dia akan pergi meninggalkan kita. Syukur-syukur kalau alasannya karena ada pihak ketiga—diseruduk babi hutan, tertusuk ranting pohon, dll., kita masih ada alasan untuk meninggalkan tenda tersebut. Tetapi, kalau karena kesalahan kita sendiri, sudah pasti ada penyesalan yang datangnya, tentu saja, belakangan.

Nah, sebelum penyesalan itu datang, saya ingin membagikan tips agar hubungan kamu dan tenda selalu berjalan mesra. Kenapa mesra? Ya, supaya tenda kamu bisa nge-treatment kamu dengan baik kala di gunung. Sejelek apa pun tendamu, kamu harus menerima fakta bahwa tenda itulah yang akan melindungi kamu dari angin gunung, rintik hujan, maupun terik sang surya di awang-awang.

Lalu, bagaimana caranya merawat tenda? Untuk mempermudah, saya akan bagi pembahasan menjadi dua bagian: saat mode jalan-jalan dan ketika mode rebahan. Kuy simak!


Mode jalan-jalan

Saat mengemas

Peralihan musim hujan ke musim panas tentunya akan disambut dengan gembira oleh para pendaki gunung. Bagaimana tidak, mereka akan berkesempatan menyaksikan panorama sabana hijau yang sedang beralih menjadi warna kuning kala melangkahkan kaki di setapak kecil gunung.

“Saatnya packing!” kamu berteriak senang dalam hati.

Eits! Tunggu dulu. Kamu mesti tahu dulu soal bagaimana mengemas tenda, supaya nggak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Sebagian pendaki yang saya jumpai suka memisah bagian layer dengan frame. Bagian layer dilipat sedemikian rupa lalu dimasukkan ke dalam keril, sementara frame-nya ditaruh di samping keril. Kalau bisa, jangan. Mengapa?

Dengan memisah kedua bagian tersebut, risiko kelupaan membawa salah satunya akan semakin besar. Tak selamanya kegiatan packing dilakukan secara santai dan paripurna. Kadang kita terburu-terburu. Kalau sudah terburu-buru, apa pun bisa terjadi. Saya akui bahwa size packing memang akan jadi lebih besar. Tapi risikonya tak seberapa ketimbang jika salah satu bagian tendamu ketinggalan. Lagipula, kalau mendaki berkelompok, kamu bisa membagi beban dengan teman-temanmu. Jangan dipaksakan buat membawa semuanya.

“Ah! Gue pisahin saja mereka. Layernya taruh di tengah keril,” kamu masih ngeyel. Kalau masih ngeyel, ya terserah sampeyan.

Jaga-jaga kalau kamu lupa, tenda masuk dalam “the big three” perlengkapan alam-bebas, bersama sleeping bag dan keril. Artinya apa? Ketiga item tersebut adalah yang terberat. Dengan mengepak layer di bagian tengah atau atas keril, kamu bakal memberi beban yang lebih pada pundak, padahal beban keril semestinya terbagi antara pundak dan pinggul.

“Kalau taruh di bagian atas keril?”

Lha, nanti jadi lama ngambilnya kalau mau didirikan, kecuali keril yang punya akses memasukkan barang dari bagian depan keril. Kalau cuma bisa masukin barang dari atas, nggak lucu ‘kan kamu bongkar-bongkar keril cuma buat ambil tenda di bagian bawah? Karena itu, lebih baik layer dan frame-nya dijadikan satu; risiko ketinggalan berkurang dan kamu jadi lebih cepat mendirikan tenda.

Saat mendirikan tenda

Wah, sudah sampai Suryakencana, nih. Saatnya menanggalkan keril dan siap-siap mendirikan tenda. Tapi jangan buru-buru. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan terlebih dahulu. Pertama, kamu harus memastikan bahwa tanah tempat kamu mendirikan tenda rata, tidak ada bebatuan, akar pohon yang menonjol ke luar, atau apa pun yang berpotensi merusak bagian bawah tenda kamu.

Udah fix soal lapak? Sekarang waktunya melapisi lapak tenda dengan trash bag atau emergency blanket (yang disebut terakhir ini cuma dipakai kalau kamu bawa stok banyak). Melapisi lapak akan membuat terpal bawah tenda kamu tak menempel langsung ke tanah. Sebagaimana kita tahu, tanah itu lembap dan tendamu yang bagian bawah juga berpotensi basah. Ini bakal mempermudahmu untuk mencuci tenda pas sudah di rumah. Ada nilai plus lain dari melapisi lapakmu dengan selimut darurat, yakni nanti tenda kamu nggak bakal dingin-dingin amat karena kestabilan suhunya bakal lumayan terjaga.

Kemping/Fuji Adriza

“Sudah? Gelar, nih?”

Tunggu, tunggu! Simak dulu soal layering tenda di Selter 101: Tiada Hujan tapi Kok Rembes? Jangan lupa juga untuk membuat parit di sekitar tenda sebagai jalur ketika hujan. Terus, sedikit tips, cobalah bawa kanebo untuk mengelap titik embun di flysheet kala pagi hari. Ini efektif sekali supaya tenda kamu nggak basah saat dimasukkan kembali ke keril. Lagipula, nggak selamanya mentari pagi menyinari lokasi berkemah dan mengeringkan tenda kamu. Jangan lupa juga: nanti sebelum dimasukkan ke dalam keril, bersihkan dulu bagian dalam dengan cara memiringkan tenda agar yang kotor-kotor bisa keluar.


Mode rebahan

Setelah jalan-jalan

Sudah di rumah? Jangan dulu buru-buru rebahan sambil milih-milih foto buat diunggah di Instagram. Keluarkan dulu tenda kamu. Pisahkan pasak, frame, dan layer-nya. Tinggalkan saja dulu, angin-anginkan, nanti saja dicuci. Kamu bisa rebahan dan pilih-pilih foto keren.

“Lho, kenapa?”

Jaga-jaga kalau tendamu lembap—kemungkinan lembap, sih. Kelembapan itu bakal membuat layer berjamur dan pasak berkarat. Nanti, setelah selesai posting foto di Instagram, kamu bisa kembali lanjut membersihkan tenda. (Share sekalian di Instastory. Lumayan ‘kan buat konten?)

Saat mencuci tenda

Pertama, siapkan lapak. Cari alas buat mencuci tenda, entah terpal atau karpet yang tak terpakai. Percuma ‘kan dicuci kalau tendamu tetap saja nempel langsung ke tanah. Kotor-kotor juga bakal.

Kedua, bersihkan bagian bawah terlebih dahulu. Iya, rekan-rekan: bagian terpalnya. Biasanya bagian inilah yang paling kotor karena kontak langsung dengan tanah. Makanya, kalau kamu ikut tips yang di bagian pertama, kamu nggak bakal kesulitan untuk membersihkan. Mencucinya cukup dengan air. Gosoknya perlahan-lahan saja, jangan terlalu kencang nanti rusak.

Ketiga, bersihkan bagian layer. Caranya, dirikan tenda kamu lalu bersihkan bagian dalam terlebih dahulu. Sapu-sapu sebentar lalu pel dengan kanebo. Kalau bagian dalam sudah bersih, lanjut ke layer luar. Cukup dengan air saja, jangan pakai deterjen. Mengapa? Karena bahan kimia deterjen berpotensi merusak lapisan layer tenda, terlebih bagian seam seal-nya atau jahitannya. Kalau bagian-bagian itu rusak, siap-siap rembes pas digunakan kembali di musim penghujan. Juga, jangan disikat terlalu kencang, pelan-pelan saja seperti—ah, sudahlah….

Ketiga, kalau sudah bersih, jangan langsung dijemur di bawah sinar matahari. Dijemur langsung di bawah terik matahari berpotensi bikin layer tenda kamu rusak. Terpapar mataharinya cukup saat kemping saja. Kamu pasti nggak tega ‘kan membiarkan si dia panas-panasan?

Saat menyimpan tenda

Sebelum disimpan di singgasananya, pastikan semua bagian tenda sudah kering. Semuanya, dari mulai pasak, frame, sampai layer tenda. Jika disimpan dalam keadaan basah atau lembap, pasak dan ujung frame akan berkarat, sementara layer akan jadi sarang jamur. Pastikan tempat penyimpanannya kering, suhu ruangan. Jangan simpan di tempat yang lembap, atau tempat-tempat yang langsung bersentuhan dengan keramik rumah. Kalau perlu, kamu bisa menyediakan etalase agar tendamu, rumahmu saat di gunung, tak kusam dilapisi debu. Jangan lupa juga: sewaktu mengemas, jangan beri kompresi berlebih pada tenda.

Banyak prosedur memang dalam merawat tenda. Tapi itu semua demi umur pakai tenda itu sendiri. Apalagi kamu sudah tahu sendiri kalau tenda adalah salah satu perlengkapan alam-bebas yang mahal harganya. Sayang sekali ‘kan kalau rusak karena kesalahan perawatan. Perlakukan tenda kamu selayaknya tendamu memperlakukanmu di gunung.

Lagipula, seru bukan kalau kamu sampai mewariskan tendamu ke anak-cucu sembari cerita-cerita soal perjalanan yang kamu lakukan dengan selter itu? Eh, tapi bentar, udah ketemu sama kakek/nenek/ayah/ibu dari calon anak-cucumu itu belum?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Selter 101: Merawat Tenda Rasa Merawat Rumah Tangga appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/selter-101-merawat-tenda-rasa-merawat-rumah-tangga/feed/ 0 20126
Nutrihiking: Jenis-jenis Kompor Lapangan https://telusuri.id/nutrihiking-jenis-jenis-kompor-lapangan/ https://telusuri.id/nutrihiking-jenis-jenis-kompor-lapangan/#comments Tue, 03 Mar 2020 14:59:58 +0000 https://telusuri.id/?p=19958 Kenapa kompor masuk serial Nutrihiking? Ya, habisnya percuma dong kalau bahan pangan sudah bagus tapi kompornya tidak mumpuni. Tulisan ini akan membedah berbagai macam kompor untuk pengunungan tropis di Indonesia berdasarkan bahan bakarnya. Kenapa hanya...

The post Nutrihiking: Jenis-jenis Kompor Lapangan appeared first on TelusuRI.

]]>
Kenapa kompor masuk serial Nutrihiking? Ya, habisnya percuma dong kalau bahan pangan sudah bagus tapi kompornya tidak mumpuni. Tulisan ini akan membedah berbagai macam kompor untuk pengunungan tropis di Indonesia berdasarkan bahan bakarnya. Kenapa hanya pegunungan tropis? Karena tulisan ini ditujukan untuk kamu pendaki Gen Z yang mendaki gunung-gunung hits di bawah 4.000 mdpl. Kalau sudah lewat dari ketinggian itu, tentunya kompor dan bahan bakar yang digunakan akan berbeda, sebab tekanan udaranya juga akan berbeda dan memengaruhi stabilitas bahan bakar.

Dahulu kala sebelum negara api menyerang—eh! Pokoknya, dulu sekali para senior pedaki biasa memakai kompor BRS dengan berbahan bakar bensin (tapi ini sepertinya cuma berlaku buat pendaki lawas yang cuan-nya oke). Sampai sekarang pun kompor BRS multifuel masih dijual, namun dengan harga yang—yaaah—beli satu kompor berasa beli satu tas keril, belum lagi tabungnya.

Tapi tenang, senior kita tak kehabisan akal dalam memasak di gunung menggunakan bahan bakar dan kompor yang murah. Yang masih eksis sampai sekarang diwariskan ke kita ialah kompor berbahan bakar spiritus dan parafin. Bagaimana dengan yang berbahan bakar gas portabel? Sudah masuk sejak tahun 1980, semakin tenar di akhir 90-an, dan tampaknya akan tetap eksis untuk tahun tahun ke depan.

Terima kasih Alfamart dan Indomaret.

Dahlah, langsung saja.

1. Kompor berbahan bakar parafin

Kompor dengan bahan parafin bentuknya simpel sangat, biasa dijual di toko-toko militer dengan harga Rp20-30 ribu. Bahan bakar parafin juga bentuknya sederhana: kotak dan padat seperti lilin. Harga parafin pun cukup murah, mungkin sekitar Rp14-20 ribu/8 keping parafin.

Menariknya, sebenarnya parafin tak perlu wadah khusus—yang penting aman. Kita bahkan bisa membuat tungku dari bahan yang tersedia di alam seperti bebatuan. Simpel dan enteng. Senior-senior kita sudah ultralight (UL) dari jauh ternyata.

Kompor parafin/Muhammad Husen S.

Tapi ada kelemahan, dong. Bahan bakar ini agak sulit dicari karena biasanya hanya dijual di toko-toko peralatan militer. Hanya beberapa toko barang-barang outdoor barangkali yang sekarang masih menjual parafin. Solusi lain, ya, olshop (plus voucher free ongkir).

Kelemahan lain adalah api kompor parafin tidak bisa diatur. (Kecuali mungkin kompor nesting ala militer yang kedua engselnya bisa diatur kemiringannya.) Buat kompor-kompor parafin DIY, untuk mengecilkan atau membesarkan api, jarak nesting ke apinya saja yang diatur. Kelemahan berikutnya adalah baunya yang menyengat, yang bagi sebagian orang mungkin akan mengganggu. Tapi, terlepas dari kekurangannya, saya sangat suka kompor berbahan bakar parafin, terutama karena keping-keping parafin itu bisa digunakan untuk memantik api unggun. Maklum, orang Betawi; demen nabun.

2. Kompor berbahan bakar spiritus

Versi lawas, kompornya biasanya dijual satu set dengan nesting dan windshield-nya. Merk yang paling populer adalah Trangia dari Swedia. (Para pendaki yang terbiasa pakai Trangia kayaknya sudah berada pada masa-masa menimang anak, deh.) Ada juga versi DIY dari Trangia—burner-nya—yang biasanya dibuat dari kaleng softdrink bekas. Kalau malas bikin, beli saja yang sudah jadi. Rentang harganya antara Rp30-150 ribu. Banyak pilihannya, dari mulai buatan pengrajin lokal sampai merk-merk bestseller seperti Alocs.

“Jet burner” berbahan bakar spiritus dan “windshield”/Muhammad Husen S.

Meskipun mekanismenya kurang praktis, nyala api kompor berbahan spiritus bisa diatur. Trangia, misalnya, punya shimmer ring yang bisa digeser untuk menyesuaikan nyala api dengan kebutuhan. Kompor spiritus merk Istove, dengan harga sekitar Rp130-200 ribu, bisa diatur pula besar-kecilnya api dengan mekanisme yang apik. Kalau kamu penggemar kompor spiritus garis keras, bisa itu dicoba.

Karena bahan bakar ini berbentuk cairan, perlu wadah khusus untuk membawanya. Kamu bisa beli tabung Trangia di toko-toko barang keperluan alam-bebas. Kalau mau nekat—mudah-mudahan jangan—bisa pakai botol, tapi, ya, rawan bocor. Bahaya kalau ditaruh dalam keril. (Paling tidak segel tutup botolnya pakai selotip). Ketersediaan bahan bakar ini ada di toko-toko material bangunan. Harga spiritus cukup murah meriah, sekitar Rp20-25 ribu/liter. Patokannya, untuk pendakian standar selama 2 hari biasanya perlu 300-400 ml spiritus untuk memasak.

3. Kompor berbahan bakar gas portabe

Ah, ini dia yang paling laris di kalangan pendaki Gen Z. Kompor ini bisa laku keras karena bahan bakarnya ada di mana-mana, utamanya di mini market. Merk gasnya macam-macam, seperti Hi-Cook, Winn Gas, dan Bright Gas. Yang disebut terakhir produk keluaran Pertamina, lho. Harganya bervariasi, sekitar Rp19-25 ribu/tabung 230 gr. Untuk pendakian dua (2) hari biasanya saya membawa dua (2) tabung. Itu pun juga masih sisa sampai base camp.

Jenis kompornya? Banyak sekali. Pas zaman Avatar Roku mungkin kompornya masih segede gambreng. Tapi, pas zaman Avatar Aang sudah ada beragam varian kompor gas portabel. Yang paling hits kompor Kovar lalu disusul dengan kompor kembang karena harganya paling murah, sekitar Rp50-100 ribu. Pesaingnya, ya, kompor Bulin dengan ciri khas berupa tungku kaki tiga dan selang regulator yang bikin kompor ini tampak futuristik. Harganya sekitar Rp200-500 ribu. Setelah itu barulah masuk kompor-kompor UL berukuran sejari kelingking dengan harga sekitar Rp100-400 ribu. Namun, kompor UL biasanya harus menggunakan tabung canister yang harganya lumayan.

Kompor Bulin/Muhammad Husen S.

Tapi tenang, bukan Indonesia namanya kalau tak mengakali masalah alat-alat. Sekarang sudah banyak dijual kompor UL plus adaptor kaki tiga yang terhubung dengan gas portabel. Jadi tak perlu lagi tabung canister. Satu set biasa dijual Rp100-150 ribu.

Kekurangan? Jelas ada. Meski api kompor gas portabel bisa diatur, bahan bakar gas ini mudah meledak apabila terjadi kebocoran akibat pemasangan gas yang salah. Tak hanya soal kebocoran, klep pengatur apinya pun tak awet-awet amat karena terbuat dari karet. Jadi, ya, ada kalanya kompor ini bakalan rusak dan sulit diservis, sebab suku cadang karetnya langka.

Sekiranya, itu tiga jenis kompor sesuai bahan bakar yang jamak digunakan untuk memasak di gunung. Selanjutnya, saya akan rangkum dalam bentuk tabel agar pembaca yang budiman sekalian lebih gampang dalam menimang-nimang kompor apa yang cocok dibawa dalam pendakian.

Jenis bahan bakarParafinSpiritusGas portabel
Ketersediaan bahanSulitMudahMudah
Harga kompor (Rp)20-30 ribu30-150 ribu50-500 ribu
Harga bahan bakar (Rp)14-20 ribu/8 keping15-20 ribu/liter19-25 ribu/tabung

Lalu bagaimana dengan kompor pilihan saya sendiri? Ya, saya, sih, mengikuti zaman menggunakan kompor UL lengkap dengan tabung canisternya, karena tabung canister dan kompornya bisa masuk ke dalam nesting sehingga lebih ringkas. Namun, saya membawa bahan bakar parafin untuk berjaga-jaga apabila terpaksa berada dalam keadaan survival, atau sebagai bahan bakar cadangan apabila gas portabel habis atau bocor dalam perjalanan.

Jadi, sudah menentukan pilihan kompormu? Yuk, kita flambé pakai nesting di Suryakencana!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Nutrihiking: Jenis-jenis Kompor Lapangan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/nutrihiking-jenis-jenis-kompor-lapangan/feed/ 1 19958
Nutrihiking: Pangan Hewani saat Mendaki https://telusuri.id/nutrihiking-pangan-hewani-saat-mendaki/ https://telusuri.id/nutrihiking-pangan-hewani-saat-mendaki/#comments Mon, 02 Mar 2020 16:30:38 +0000 https://telusuri.id/?p=19941 Sudah lama tampaknya sejak serial Nutrihiking kedua saya, Nutrihiking: Karbohidrat Tepat agar Pendakian Makin Mantap, tayang. Dalam tulisan itu sudah dikupas tuntas manajemen logistik dari sudut pandang zat gizi karbohidrat. Sekarang, mari kita beranjak ke...

The post Nutrihiking: Pangan Hewani saat Mendaki appeared first on TelusuRI.

]]>
Sudah lama tampaknya sejak serial Nutrihiking kedua saya, Nutrihiking: Karbohidrat Tepat agar Pendakian Makin Mantap, tayang. Dalam tulisan itu sudah dikupas tuntas manajemen logistik dari sudut pandang zat gizi karbohidrat. Sekarang, mari kita beranjak ke all about pangan hewani saat mendaki gunung.

Tunggu, tunggu! Mengapa tidak menggunakan judul “Zat Gizi” seperti pada tulisan sebelumnya? Jawabannya, karena pangan hewani itu “hipernim” dari dua zat gizi yang akan kita bahas kali ini, yakni protein dan lemak.

Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita berkenalan dahulu dengan protein dan lemak itu sendiri.

Aktivitas mendaki tentu memerlukan fisik yang prima. Otot-otot kita ikut andil dalam perwujudan fisik yang prima tersebut. Tapi, omong-omong, bahan apa, sih, yang membentuk otot-otot kita, terutama betis sebagai andalan dalam menjelajahi gunung? Yak, kenalin: asam amino bernama leusin, isoleusin, dan valin.

Ribet, ya? Tak usah dihafal; tidak ada ujiannya, kok.

Ketiga asam amino di atas merupakan asam amino esensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Terus dapat dari mana? Dari bahan pangan yang kita makan. Nah, asam amino esensial inilah yang menjadi alasan mengapa pangan hewani mesti dipilih sebagai bekal pendakian. Asam amino pulalah yang membuat pangan hewani dikatakan “protein biologis tinggi.”

But, wait. Apakah protein nabati (tempe, tahu, kacang ijo) tidak penting? Ya penting. Tapi kamu bisa mengonsumsinya sebelum atau setelah pendakian. Asam amino esensiallah yang sangat kita butuhkan dalam perjalanan mendaki gunung. Perjalanan panjang akan merusak sel-sel otot kita; si leusin, isoleusin, dan valin—yang tak dapat ditemukan di pangan nabati—inilah yang meregenerasi kerusakan sel otot.

Lalu bagaimana dengan lemak? Strereotype tentang lemak di masyarakat masih dianggap buruk. Padahal lemak juga dibutuhkan oleh tubuh dalam batas normal. Dalam pendakian sendiri maupun aktivitas lainnya, lemak ini berguna sebagai cadangan energi ketika glikogen (kumpulan glukosa, partikel terkecil karbohidrat) pada otot telah habis. Selain itu, lemak juga disimpan di bawah kulit kita, berfungsi sebagai isolator tubuh untuk menjaga suhu tubuh tetap normal. So buat kamu yang gendut seperti penulis, jangan insekyur tapi bersyukur karena kita punya sistem sleeping bag built-in” kala menjelajah gunung.

Nah, kita sudah berkenalan dengan protein dan lemak. Lalu, bahan pangan apa aja yang kompatibel untuk dibawa ke gunung? Ada banyak. Namun sebelum masuk ke pembahasan bahan pangan, penting untuk mengetahui bahwa pangan hewani dalam ilmu gizi diklasifikasikan berdasarkan tingkatan lemaknya: lemak rendah, sedang, dan tinggi. Di tiap klasifikasinya ada kandungan gizi per satuan ukuran rumah tangga yang ada pada setiap bahan. Jadi, buat kamu yang mau naik gunung tapi lagi menjalani diet gorengan, simak, nih:

1. Lemak rendah (energi: 50 Kal; protein: 7 g; lemak: 2 g)

  • Cumi-cumi: 45 g/2 ekor kecil

Belum pernah, ya, bawa cumi-cumi ke gunung? Padahal ini enak sekali kalau ditumis bareng saos tiram. Tapi, sebelum diolah, diblansir dulu pakai air hangat. Kalau tidak, nanti bisa jadi asin sekali.

  • Ayam tanpa kulit: 40 g/1 ptg sedang

Ini mah sudah jelas enak. Bagian ayam yang tanpa kulit bisa kamu dapatkan di bagian dada atau ayam filet di toserba mini. Tapi, pas dibawa ke gunung harus dalam keadaan beku, ya. Kecuali kalau sudah diungkep terlebih dahulu.

  • Ikan asin: 15 g/1 ptg sedang

Tak usah diceritakan sepertinya betapa endeusnya ikan asin featuring sambal terasi. Tapi, sebelum diolah, diblansir dulu juga, ya, dengan air hangat.

2. Lemak sedang (energi: 75 Kal; protein: 7 g; lemak: 5 g)

  • Bakso: 170 g/10 biji sedang

Ini sudah pasti dibawa biasanya. Selain awet, olahan bahan pangan ini juga banyak. Bisa jadi tambahan sop, dijadikan bakso bakar untuk disantap saat ngobrol di perapian, dan, yang terakhir, bisa digoreng dadakan.

  • Telur ayam: 55 g/1 butir

Ini juga mestinya sering dibawa saat mendaki, apalagi sekarang sudah ada egg holder yang bisa digunakan supaya telur tidak pecah saat packing. Telur juga dikatakan sebagai pangan hewani dengan asam amino esensial terlengkap. Tapi, kolesterolnya juga banyak, terutama pada bagian kuningnya. Jenis hidangannya juga tentu banyak. Coba, deh, sekali-sekali bikin semur di gunung.

  • Daging sapi: 35 g/1 ptg sedang

Biasanya pendaki bawa bahan pangan ini dalam bentuk rendang, dendeng, atau abon. Tapi bisa juga dibawa dalam keadaan mentah asal dalam keadaan frozen. Sedikit tips juga nih: sebelum membekukan daging, dibungkus dulu dengan daun pepaya biar empuk pas dimasak. Mana enak kalau dagingnya alot pas dimakan. Sayang gigi juga.

  • Telur asin: 50 g/1 butir

Ini, sih, paling ajaib. Telur asin bisa dimakan tanpa proses pemasakan terlebih dahulu alias bisa langsung disantap. Cocok sekali untuk bekal pendakian kalau mau makan siang di trek. Kamu jadi tak perlu repot-repot buka nesting dan kompor—sampahnya juga organik. Tapi kayaknya bahan ini jarang sangat masuk dalam pertimbangan untuk dibawa saat mendaki.

3. Lemak tinggi (energi: 150 Kal; protein 7 g; lemak: 13 g)

  • Corned beef: 45 g/3 Sdm

Nah, ini salah satu yang paling sering dibawa. Kemasannya ringkas, awet—harganya saja yang agak lumayan. Biasa dijadikan campuran tumis sayuran atau tambahan saus Bolognaise. Ditumis biasa juga sudah enak, sih.

  • Sosis: 50 g/2 ptg

Bahan ini juga umum dibawa. Ada yang masih mentah, ada juga yang siap santap. Jenis hidangannya juga sama bervariasinya seperti bakso. Tak bakal ribet mengolah bahan pangan ini.

  • Sarden: 35 g/1 ptg sedang

Si ikan kaleng ini juga biasanya wajib dibawa pendaki. Selain sudah enak dari sananya, pengolahan sarden pun tak ribet. Pendaki pemula pasti bisalah. Iyalah, wong cuma dihangatkan.

  • Ayam dengan kulit: 40 g/1 ptg sedang

Paha dan sayap yang paling banyak kulitnya. Saya, sih, biasa bawa ini dalam keadaan matang a.k.a beli di warung pecel ayam. Sampai kamp tinggal goreng, dah.

Total, ada sebelas (11) bahan pangan hewani yang kompatibel sebagai logistik kala pendakian. Dengan merujuk berbagai bahan pangan di atas, minimal kamu bisa menyusun enam (6) menu dengan pangan hewani yang berbeda. Dijamin takkan bikin bosan. Tapi, perhatikan pula ketahanan pangan tiap bahan. Untuk bahan pangan dalam bentuk beku atau ungkepan, baiknya dikonsumsi di hari pertama pendakian. Selebihnya gunakan bahan hewani yang lebih awet. Jadi, ya, saya harap kamu bis mix and match sesuai dengan skill memasak kamu.

Terkadang, saya mengeluarkan segenap kreativitas saat menyusun menu pendakian. Kenapa? Because good food is good mood.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Nutrihiking: Pangan Hewani saat Mendaki appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/nutrihiking-pangan-hewani-saat-mendaki/feed/ 1 19941
5 Tips dan Trik supaya Naik Gunung Sendirian Jadi Asyik https://telusuri.id/tips-trik-naik-gunung-sendirian/ https://telusuri.id/tips-trik-naik-gunung-sendirian/#respond Mon, 17 Feb 2020 09:00:49 +0000 https://telusuri.id/?p=10463 Ada yang bilang naik gunung sendirian itu nggak asyik. Siapa bilang? Semua bisa asyik kok asal tahu tips dan triknya. Jadi mending simak dulu deh tips dan trik supaya naik gunung sendirian jadi asyik berikut:...

The post 5 Tips dan Trik supaya Naik Gunung Sendirian Jadi Asyik appeared first on TelusuRI.

]]>
Ada yang bilang naik gunung sendirian itu nggak asyik. Siapa bilang? Semua bisa asyik kok asal tahu tips dan triknya. Jadi mending simak dulu deh tips dan trik supaya naik gunung sendirian jadi asyik berikut:

1. Pilih gunung yang “enak”

quotes tentang gunung

Pegunungan via pexels.com/Stefan Stefancik

Enak di sini relatif sebenarnya. Enak buat kamu belum tentu enak buat orang lain. Jadi, intinya supaya naik gunung sendirian jadi asyik kamu mesti pilih gunung yang sesuai dengan kriteria enak versi kamu.

Jangan ngoyo pilih gunung yang susah, misalnya yang perlu waktu beberapa hari buat ke puncak. Bukannya meremehkan kemampuanmu, tapi kita nggak pernah tahu apa yang bakal menimpa kita di gunung. Lebih baik mengantisipasi ketimbang dievakuasi.

2. Lakukan persiapan fisik dan logistik dengan serius

quotes tentang gunung

Menatap samudra awan via pexels.com/Pixabay

Namanya naik sendirian, apa pun yang terjadi pada dirimu bakal kamu alami sendirian. Mau capek ya capek sendirian, mau laper ya laper sendirian. Makanya kamu mesti mempersiapkan pendakian solomu dengan serius.

Beberapa minggu sebelum nanjak, mending kamu olahraga buat ngeluarin keringet dan melatih tubuh. Kamu juga mesti lebih serius mempersiapkan logistik yang dibawa. Jangan sampai ada barang-barang penting yang lupa. Kalau lupa mau pinjam ke siapa?

3. Riset kecil-kecilan tentang gunung itu

perlengkapan dasar traveling

Tas gunung via pexels.com/Avinash Patel

Kalau kamu sudah pernah nanjak ke gunung itu, mungkin kamu cuma perlu mengingat-ingat kembali pengalamanmu waktu mendakinya. Tapi kalau kamu belum pernah ke gunung itu, sebaiknya kamu melakukan riset kecil-kecilan.

Minimal kamu punya informasi soal berapa jam durasi pendakiannya, di mana tempat berkemah yang aman dan nyaman, dan apakah ada sumber air atau tidak sepanjang jalur pendakian. Kalau sudah riset, kamu bisa terhindar dari banyak persoalan yang mungkin saja bakal terjadi waktu mendaki.

4. Bawa sesuatu yang bisa membantumu melewatkan waktu di gunung

naik gunung sendirian

Sepasang sepatu trekking via pexels.com/Lum3n.com

Salah satu alasan kenapa orang males naik gunung sendirian adalah karena bingung memikirkan cara mengisi waktu di gunung. Naik sendirian mau ngobrol sama siapa?

Kalau supel bisa banget sih kamu join sama pendaki lain buat ngobrol di kamp. Tapi kalau kamu memang pengen coba nanjak sendirian, emang mau niat menyepi dan mendekatkan diri ke alam, kamu bisa membawa sesuatu buat mengusir sepi, misalnya buku. Atau kamu juga bisa bawa headset dan mendengarkan lagu-lagu yang ada di ponselmu.

5. Hindari nonton film horor sebelum mendaki gunung sendirian

persiapan fisik pendakian

Menelusuri jalan setapak via pexels.com/Tamar Wiloughby

Kadang sesuatu menjadi menakutkan karena pikiran kita sendiri. Jadi supaya kamu nggak tersugesti, hindari nonton film horor sebelum melakukan pendakian gunung sendirian.

Sebagai gantinya kamu bisa nonton film-film petualangan yang ceria (misalnya EuroTrip), atau yang dramatis (misalnya Into the Wild). Nonton film-film seperti itu bakal lebih positif efeknya buatmu ketimbang nonton film-film horor.

Gimana? Kapan mau naik gunung sendirian?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post 5 Tips dan Trik supaya Naik Gunung Sendirian Jadi Asyik appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/tips-trik-naik-gunung-sendirian/feed/ 0 10463
Nutrihiking: Karbohidrat Tepat agar Pendakian Makin Mantap https://telusuri.id/nutrihiking-karbohidrat-tepat-agar-pendakian-makin-mantap/ https://telusuri.id/nutrihiking-karbohidrat-tepat-agar-pendakian-makin-mantap/#comments Thu, 13 Feb 2020 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=19797 Menyambung artikel sebelumnya, Nutrihiking: Rahasia Memilih Bekal Naik Gunung, belum lengkap rasanya jika belum mengupas satu per satu zat gizi dalam bekal naik gunung. Sebelum masuk ke bahasan utama, kembali saya ingatkan bahwa pendakian gunung...

The post Nutrihiking: Karbohidrat Tepat agar Pendakian Makin Mantap appeared first on TelusuRI.

]]>
Menyambung artikel sebelumnya, Nutrihiking: Rahasia Memilih Bekal Naik Gunung, belum lengkap rasanya jika belum mengupas satu per satu zat gizi dalam bekal naik gunung. Sebelum masuk ke bahasan utama, kembali saya ingatkan bahwa pendakian gunung masuk dalam kategori olahraga. Selain persiapan fisik sebelum pendakian, kalori untuk mendukung aktivitas fisik juga perlu dipersiapkan dengan baik. Persiapan ini biasa disebut sebagai manajemen logistik dalam dunia pendakian.

Yak…

Sebenarnya, di setiap acara jalan-jalan, entah piknik chilling out on the beach atau kemcer atau naik gunung, yang namanya makan itu penting. Bedanya, dalam pendakian kita harus menyiapkan makanan secara efektif dan efisien. Mengapa? Ada banyak faktor yang menyebabkan, mulai dari alat masak yang terbatas, waktu pengolahan, maupun ketahanan bahan pangan itu sendiri. Semua harus diatur dengan baik.

Nah, salah satu komponen yang perlu diperhatikan ialah sumber karbohidrat. Karbohidrat adalah bensin utama tubuh kita. Antara 60-70% bahan bakar tubuh kita berasal dari zat gizi ini. Banyak sekali sumber karbohidrat yang tersedia di sekitar kita. Tapi, apakah semua kompatibel untuk dibawa ke gunung?

Bisa iya bisa tidak, tergantung kemampuan memasak kamu. Kali ini saya akan mencoba mengupas tuntas berbagai macam pangan karbohidrat yang bisa kita bawa dalam pendakian. Semua bahan pangan karbohidrat yang tertulis di sini memiliki jumlah energi sebesar 175 Kal, dengan jumlah zat gizi protein sebesar 4 g dan karbohidrat sebesar 40 g dalam satu URT (Ukuran Rumah Tangga). Data yang saya sebutkan merujuk pada panduan DBMP (Daftar Bahan Makanan Penukar) yang bisa kamu lihat di sini. Kuy, ah!

1. Beras

Ketersediaan panganMudah
Teknik memasakBoiling-steaming
URT100 g/tiga per empat gelas
Pilihan menuNasi uduk, nasi liwet, nasi kebuli

Bahan pangan ini paling mudah ditemui karena tersedia di mana-mana. Dengan ukuran pengemasan yang kecil, bahan pangan ini mudah dibawa kemana-mana.

Kekurangan? Tentu ada. Bahan pangan ini merupakan bahan yang agak sulit dimasak menggunakan nesting. Banyak kejadian beras yang dimasak menjadi kletis (tidak matang) atau malah terlalu lembek, yang berdampak pada menurunnya nafsu makan. Namun kelemahan ini tentu dapat diatasi dengan sering berlatih memasak nasi menggunakan nesting sebelum melakukan pendakian. Kelemahan lainnya ialah apabila tidak diolah dengan benar akan meninggalkan kerak yang agak sukar dibersihkan. Tapi jangan takut, kelemahan ini bisa diakali menggunakan kain kukusan. Cara masaknya? Cari sendiri.

Menu yang bisa dikembangkan dari bahan ini cukup bervariasi. Jika ingin menjadi nasi uduk cukup tambahkan santan, daun salam, serai, lengkuas, dan garam. Nasi liwet? Bisa tambahkan irisan bawang merah, irisan cabai, salam, serai, dan tentunya teri Medan—yang ternyata malah asli Lampung—yang telah digoreng. Nasi kebuli bisa dimasak dengan menambahkan bumbu kare sachet dan santan. Mudah bukan? Engga, dong. Latihan dulu di rumah kalau mau jadi chef gunung.

2. Kentang

Ketersediaan panganMudah
Teknik memasakBoiling, steaming, grilling, deep-frying
URT210 g/2 buah ukuran sedang
Pilihan menuFrench fries, parsleyed potatoes, grilled potato

Ini bahan pangan favorit saya. Pilihan cara memasak yang banyak membuat saya bisa leluasa berkreasi dengan bahan pangan ini. Kelebihan kentang ialah perlakuan memasak yang tidak membutuhkan skill khusus. Pemula sekali pun akan mudah mengolah bahan pangan ini. Tidak hanya itu, bahan pangan ini juga tidak meninggalkan kotoran di nesting saat diolah. Kelemahan? Tentu ada. Kentang bisa dikatakan yang paling berat dan ukuran pengemasannya lumayan besar. Bahan pangan ini cocok untuk solo hiking. Kalau kelompok? Aduh, kasian porter logistiknya.

Pilihan menunya? Gampang-gampang koq. Bisa kamu potong-potong lalu goreng dan tambahkan bon cabe atau cocol saus: jadilah french fries. Malam datang sambil menunggu perapian kamu bisa bungkus kentangnya dengan aluminium foil lalu taruh di perapian: jadilah grilled potato. Mau agak Western dikit? Potong dadu kentangnya, boleh kamu goreng atau rebus. Lalu tumis dengan mentega, tambahkan bumbu ajian lalu taburkan daun seledri yang telah dicincang halus, tumis sebentar dan—taraaaaparsleyed potatoes-mu telah matang.

3. Bihun

Ketersediaan panganMudah
Teknik memasakBlanching, stir-frying
URT50 g/setengah gelas
Pilihan menuBihun goreng, bihun gulung

Kalau kamu cari yang putih, bersih, dan langsing, mungkin kamu boleh memasukkan bahan pangan ini ke list kandidat pasangan hidupmu. Engga, deng. Faktanya, di balik kesempurnaan estetikanya, bahan ini justru yang paling jarang dipilih. Banyak faktor, sih, mulai dari mindset “ga kenyang kalau ga makan nasi,” karakteristik yang rapuh, sampai ukuran pengemasan yang lumayan besar sehingga sulit dimasukkan ke dalam keril. Kelebihan? Jelas bihun adalah yang paling enteng. Cara memasaknya pun paling mudah. Cukup diseduh dengan air panas, bihun telah matang.

Contoh pertama olahan bihun ialah bihun goreng. Saya biasa memasak ini. Langkah-langkahnya, potong sayuran seperti wortel berbentuk julienne, rebus wortelnya, lalu jika telah matang gunakan air rebusannya untuk menyeduh bihun. Kemudian tumis bihun dan sayuran, tambahkan bumbu ajian dan juga kecap serta jangan lupa irisan daun bawang sebagai pemanis saat dihidangkan. Bihun gulung? Tengok sajalah abang-abang jualan di depan SD.

4. Mi kering

Ketersediaan panganMudah
Teknik memasakBoiling-blanching, stir-frying
URT50 g/gelas
Pilihan menuMi goreng, mi rebus

Inget, ya: mi kering bukan mi instan. Meskipun sama-sama mi, saya lebih menyarankan mi kering alias mi telor. Kenapa? Dalam mi instan terlalu banyak mineral garam yang bersifat diuretik sehingga kita akan menjadi lebih sering buang air kecil. Padahal kita tahu bahwasanya cairan sangat vital dalam pendakian. Terlalu sering BAK tentunya akan mudah membuat kita menjadi dehidrasi. Tak perlu dijelaskan, ya, dampak dehidrasi saat pendakian.

Mi telor sendiri cukup diseduh dengan air panas sehingga irit penggunaan kompor lapangan. Tergolong ringan namun ukuran pengemasannya agak lumayan. Pengolahannya pun cukup mudah, bisa disulap jadi mi goreng atau mi rebus. Cara masaknya? Interview kang nasgor sajalah pas lagi jajan malam.

5. Mi basah

Ketersediaan panganSulit
Teknik memasakBlanching, boiling, stir-frying
URT200 g/2 gelas
Pilihan menuMi goreng, mi godog ala Jawa, pecel mi

Bahan pangan ini biasanya tidak dijual di swalayan mini. Kamu harus membelinya di tukang sayur maupun pasar yang dekat dari base camp pendakian. Ketahanan pangan ini juga tak seperti saudaranya di atas, tapi masih kompatibel kalau mau dibawa ke gunung. Nilai plus dari mi basah ialah waktu memasak yang relatif singkat. Cukup diseduh saja dengan air panas. Bumbunya pun sama dengan mi goreng atau mi godog pada umumnya. Sementara untuk pecel mi kamu bisa menggunakan bumbu kacang instan yang beredar luas di pasaran.

6. Pasta

Ketersediaan panganMudah
Teknik memasakBoiling, stir-frying
URT50 g/setengah gelas
Pilihan menuPasta dengan saus Bolognaise atau saus Hollandaise, dll.

Pasta ini banyak macamnya. Yang umum dijual di swalayan, ya, macam spaghetti, macaroni, fusilli (bentuk spiral), dan conchiglie (kerang). Memasaknya cukup dengan direbus, namun agak sedikit lama agar mencapai tekstur kenyal atau al dente. Panganan ini recommended banget, sih, soalnya enteng, ukuran pengemasannya kecil, dan teknik memasaknya mudah. Pengolahan pun tergantung saus yang kita bawa. Gampanglah….

Bahan-bahan di atas adalah sumber karbohidrat kompleks. Mengapa tidak saya masukkan roti, crackers, biskuit, havermout, dan sereal? Ya karena bahan-bahan tersebut tak perlu pengolahan khusus. (Mungkin bahan-bahan pangan itu akan saya ulas mendalam di serial Nutrihiking selanjutnya.) Yang terpenting, semoga dengan ulasan di atas kamu dapat memilah dan memilih sumber pangan karbohidrat yang sesuai untuk diaplikasikan dalam pendakianmu, entah solo hiking, grup, kemcer, dll.

Jadi, kurang-kurangin mi instan, ya.

Untuk merekap, saya ulang lagi bahwa sumber-sumber karbohidrat di atas adalah yang paling kompatibel sepengalaman saya mendaki, dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti kecepatan pengolahan, ketersediaan alat masak, serta ketahanan bahan pangan itu sendiri. Kembali saya ingatkan: URT yang tertulis di tiap bahan berarti 1 URT sama dengan 175 Kal. Artinya apa? Kamu bisa menghitung berapa jumlah bahan makanan yang kamu butuhkan sehingga sesuai dengan kebutuhan kalori kamu saat pendakian.

Ribet, ya? Yaudah, kalau malas masak-masak di gunung, kamu bisa ajak saya kalau mau mendaki.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Nutrihiking: Karbohidrat Tepat agar Pendakian Makin Mantap appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/nutrihiking-karbohidrat-tepat-agar-pendakian-makin-mantap/feed/ 2 19797
Selter 101: Tiada Hujan tapi Kok Rembes? https://telusuri.id/selter-101-tiada-hujan-tapi-kok-rembes/ https://telusuri.id/selter-101-tiada-hujan-tapi-kok-rembes/#respond Fri, 07 Feb 2020 11:36:08 +0000 https://telusuri.id/?p=19730 Klantang klinting klantang klinting…. Alarm berbunyi menandakan pukul 03.00 dini hari. “Summit attack time” rupanya. Dibukanya ritsleting sleeping bag oleh si Adul. “Loh, ini koq kaki kayak basah, ya? Emang semalem hujan?” tanya Adul dalam...

The post Selter 101: Tiada Hujan tapi Kok Rembes? appeared first on TelusuRI.

]]>
Klantang klinting klantang klinting…. Alarm berbunyi menandakan pukul 03.00 dini hari. “Summit attack time” rupanya. Dibukanya ritsleting sleeping bag oleh si Adul.

“Loh, ini koq kaki kayak basah, ya? Emang semalem hujan?” tanya Adul dalam hati. Dilihatnya di sisi-sisi tenda ada titik-titik air yang sedikit demi sedikit mengalir ke bagian footprint.

Benarkah hujan turun ketika Adul tidur?

Faktanya, Adul saat itu mendaki pas musim kemarau. Yang menemaninya malam itu hanyalah bintang dari Bimasakti. Lalu, dari manakah air yang merembes di tenda Adul? Embun pagi? Mungkin saja. Tapi ada kemungkinan lain yang jarang diperhitungkan pendaki sekarang: air itu berasal dari hidung kita sendiri.

Aneh? Tidak kalau memang kamu menamatkan pelajaran biologimu dengan baik.

Mari kita flashback ke pelajaran biologi dulu mengenai respirasi atau pernapasan. Mungkin kita hanya tahu teori bahwasanya oksigen akan bertukar dengan karbon dioksida saat bernapas. Tapi kita mungkin lupa bahwasanya ada uap air yang keluar berbarengan pelepasan CO2. Tidak percaya? Coba bernapas depan cermin, pasti akan ada uap air di situ.

Sampai sini kita sepakat tentang pernapasan ya, Dul?

Terus mari kita bicara tentang tenda. Umumnya, di Indonesia tenda yang beredar menggunakan sistem double layer di mana terdapat bahan yang breathable dan dilapisi dengan layer yang berbahan waterproof atau tahan air. Jika Adul tertidur dalam tenda yang layer-nya tahan air di bagian luar sementara di luar tidak hujan, titik-titik air di bagian dalam tenda ya diproduksi oleh Adul sendiri.

Bingung?

Ribet, sih, memang. Jadi si Adul ini kalau bernapas bisa mengeluarkan uap air sekitar 1 liter dalam semalam, belum ditambah teman pendakiannya yang berjumlah tiga orang. Uap air yang dihasilkan secara total menjadi sekitar 4 liter dalam semalam.

Lalu, mengapa uap airnya bisa muncul di inner tenda? Karena si Adul dkk. ini pendaki pemula, belum pahamlah mereka bagaimana mendirikan tenda dengan benar. Layer terluar tenda Adul hanya terikat dengan tali rafia yang tak teratur bentuknya, memungkinkan lapisan dalam dan luar tenda menempel satu sama lain.

beli gear traveling
Tenda via pexels.com/Snapwire

Tapi apakah titik-titik air ini karena napas semata? Tentu tidak. Sebagaimana kita tahu, udara pegunungan akan lebih lembap saat malam hari, dengan suhu udara yang semakin menurun. Kelembapan air yang menempel di lapisan luar tenda ditambah suhu yang menurun akan membuat layer luar itu bak lapisan es. Terbayang ‘kan bagaimana dinginnya kalau outer ini langsung menempel ke bagian inner?

Terus begini, Dul. Dalam membangun tenda kamu harus memberi ruang antara inner dan outer. Mengapa? Supaya tidak terjadi kondensasi (perubahan wujud gas menjadi cair) yang menyebabkan bagian inner basah. Ruang itu akan memungkinkan uap air keluar dan tenda menjadi kering. Jika kedua layer menempel, uap air akan langsung bertemu layer tahan air yang menyebabkan uap kembali ke dalam berupa titik-titik embun.

Trik supaya tak terjadi kondensasi salah satunya adalah tidak menutup terlalu rapat bagian outer tenda, terutama untuk tenda dengan vestibule—itu loh yang ada teras buat masak-masak. Biarkan terbuka apabila cuaca cerah saat malam hari dan tutup setengah pintu saja apabila hujan. Akan lebih bagus jika layer bagian luar dipasak secara terpisah dari inner, sehingga ruang antara kedua layer makin maksimal dan peluang terjadinya kondensasi dapat diminimalisir.

Ternyata jarak antar-layer saja dapat menentukan keselamatan kita dalam mendaki gunung. Sepele, bukan?

Selain itu, sebenarnya ada hal lain yang juga sangat menentukan: kelembapan tanah. Oleh karena itu, ada baiknya untuk melapisi alas tenda dengan aluminium foil atau emergency blanket sebelum menggelar matras tiga puluh ribuan itu.

Alasan saya menulis ini ialah mengingatkan kembali si Adul tentang keselamatan pendakian, bahwa kecelakaan-kecelakaan dalam pendakian bukan hanya disebabkan oleh trek. Semakin ke sini, semakin sering saya melihat pendaki yang memasang flysheet asal-asalan—diikat dengan tali rafia pula—sehingga air tak bisa mengalir ke tanah karena tegangan tali yang kurang kencang, yang ujung-ujungnya akan memudahkan terjadinya kondensasi. Investasilah sedikit dengan membeli tali prusik.

Kecelakaan pendakian berawal dari hal yang simpel, sesimpel lupanya kita dengan pelajaran biologi dan fisika—atau, sederhananya, IPA—yang telah diajarkan sejak sekolah dasar.

Harga tendamu boleh saja berjuta-juta rupiah. Tapi, kalau tidak mengerti tentang konsep tenda itu sendiri, ya, buat apa?

Jangan lupa: di gunung, tidak ada yang bisa menolong diri kita selain kita sendiri.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Selter 101: Tiada Hujan tapi Kok Rembes? appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/selter-101-tiada-hujan-tapi-kok-rembes/feed/ 0 19730
4 Aktivitas yang Bisa Kamu Lakukan buat Persiapan Fisik sebelum Pendakian https://telusuri.id/persiapan-fisik-pendakian/ https://telusuri.id/persiapan-fisik-pendakian/#respond Mon, 03 Feb 2020 09:00:44 +0000 https://telusuri.id/?p=10231 Supaya nggak kewalahan pas naik gunung, kamu dianjurkan buat melakukan persiapan fisik minimal sejak dua minggu sebelum pendakian. Tapi kamu nggak perlu repot-repot ke gym buat persiapan fisik pendakian. Cukup lakukan 4 aktivitas ini saja:...

The post 4 Aktivitas yang Bisa Kamu Lakukan buat Persiapan Fisik sebelum Pendakian appeared first on TelusuRI.

]]>
Supaya nggak kewalahan pas naik gunung, kamu dianjurkan buat melakukan persiapan fisik minimal sejak dua minggu sebelum pendakian. Tapi kamu nggak perlu repot-repot ke gym buat persiapan fisik pendakian. Cukup lakukan 4 aktivitas ini saja:

Jalan kaki

persiapan fisik pendakian

Menelusuri jalan setapak via pexels.com/Tamar Wiloughby

Salah satu aktivitas buat persiapan fisik pendakian yang bisa kamu lakukan adalah jalan kaki. Jalannya nggak perlu lama-lama. Setengah jam sehari saja sudah cukup—asal konsisten.

Untuk membiasakan diri dengan tanjakan, nggak ada salahnya juga kalau kamu pilih trek yang agak menanjak. Hitung-hitung biar otot kaki kamu nggak kaget pas nanti tiba-tiba disuruh nanjak sementara biasanya cuma dibawa jalan ke tempat-tempat rata.

Jogging

persiapan fisik pendakian

Ilustrasi orang sedang berlari via pexels.com/Burst

Untuk melatih jantung, otot kaki, bahu, dan punggung—empat bagian tubuh yang bakal bekerja keras pas naik gunung—kamu perlu jogging.

Sama kayak jalan kaki, kamu nggak perlu jogging lama-lama, yang penting konsisten. Kalau bisa ada peningkatan. Misalnya, hari pertama kamu jogging empat keliling lapangan, hari kedua lima keliling, hari ketiga enam, dst., sampai beberapa hari sebelum pendakian.

Bersepeda

persiapan fisik pendakian

Sedang bersepeda via pexels.com/Markus Spiske

Bosan jalan kaki dan jogging, kamu bisa melakukan persiapan fisik pendakian dengan cara bersepeda. Selain melatih fisik, kamu juga bisa sekalian refreshing karena kamu bisa mengayuh pedal ke tempat-tempat yang lumayan jauh yang mungkin udaranya masih segar.

Untuk membiasakan diri dengan tanjakan, kamu bisa sepedaan ke wilayah-wilayah yang jalanannya menanjak. Tapi, sama dengan semua persiapan fisik lain, kamu mesti melakukan aktivitas ini dengan konsisten.

Berenang

persiapan fisik pendakian

Seseorang sedang berenang di kolam via pexels.com/Pixabay

Berenang—bener-bener renang lho ya bukan cebur-cebur aja—sangat bermanfaat buat pendakian. Selain melatih otot tangan dan kaki, renang juga bakal melatih pernapasanmu. Nah, teknik bernapas yang bagus bakal membantu banget pas kamu naik gunung nanti.

Percaya, deh. Kalau kamu serius berenangnya, pas nanjak nanti kamu nggak bakal gampang ngos-ngosan.

Jadi, di antara 4 aktivitas di atas mana persiapan fisik pendakian yang menurutmu paling menyenangkan?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post 4 Aktivitas yang Bisa Kamu Lakukan buat Persiapan Fisik sebelum Pendakian appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/persiapan-fisik-pendakian/feed/ 0 10231
Baca Ini Dulu sebelum Naik Gunung yang Treknya Panjang https://telusuri.id/baca-ini-dulu-sebelum-naik-gunung-yang-treknya-panjang/ https://telusuri.id/baca-ini-dulu-sebelum-naik-gunung-yang-treknya-panjang/#respond Sat, 01 Feb 2020 09:00:45 +0000 https://telusuri.id/?p=11561 Bosan naik gunung Sabtu-Minggu terus pengen nyobain naik gunung-gunung yang treknya lebih panjang? Silakan. Tapi kamu mesti tahu beberapa hal dulu sebelum mulai menelusuri trek pendakian selama berhari-hari: 1. Persiapan harus lebih matang Dibanding pendakian-pendakian...

The post Baca Ini Dulu sebelum Naik Gunung yang Treknya Panjang appeared first on TelusuRI.

]]>
Bosan naik gunung Sabtu-Minggu terus pengen nyobain naik gunung-gunung yang treknya lebih panjang? Silakan. Tapi kamu mesti tahu beberapa hal dulu sebelum mulai menelusuri trek pendakian selama berhari-hari:

Menuju Danau Ciharus via morishige.wordpress.com

1. Persiapan harus lebih matang

Dibanding pendakian-pendakian yang cuma berlangsung dua hari satu malam, tentu saja pendakian berhari-hari perlu persiapan yang lebih matang. Kenapa? Soalnya kamu bakalan lebih lama berada di hutan.

Persiapan fisik bisa kamu lakukan dengan jogging setiap hari minimal selama dua minggu sebelum pendakian. Sementara persiapan yang bersifat logistik, termasuk informasi yang kamu perlukan buat ke sana, juga bisa kamun lakukan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan.

mendaki gunung rinjani
Mendaki bersama teman-teman via instagram.com/failureproject

2. Jangan sembarangan mengajak orang

Zaman sekarang mudah banget kayaknya cari kawan buat naik gunung. Tinggal main ke media sosial aja, atau ke forum-forum, kamu bisa dapat rekan sehobi yang bakal jadi partnermu dalam mencapai puncak selanjutnya.

Tapi kalau yang kamu daki adalah gunung-gunung yang treknya panjang, sebaiknya hindari mencari kawan lewat dunia maya. Lebih baik kamu mengajak kawan-kawan yang sudah kamu kenal, yang kamu yakin bakalan rela membantu kalau kamu kesulitan di gunung.

Sudah banyak ceritanya pendaki yang ditinggal sama kawan-kawan sependakian yang baru dikenal lewat media sosial. Kamu nggak mau jadi yang selanjutnya, ‘kan?

soe hok gie mendaki gunung
Ranu Kumbolo/Fuji Adriza

3. Lebih baik mengajak kawan yang sudah pernah ke sana

Biasanya gunung yang treknya panjang bakal lebih sepi ketimbang yang jalurnya pendek (kecuali yang populer banget kayak Rinjani).

Karena sepi, jarang didaki, kadang jalurnya suka ketutup ilalang atau pohon-pohon yang baru saja tumbang pas musim hujan kemarin. Nah, ketimbang nyasar, akan lebih baik kalau kamu mengajak (minimal) seorang kawan yang sudah pernah ke sana buat jadi pemandu.

Sabana Cikasur di Argopuro/Fuji Adriza

4. Harus siap dengan segala konsekuensinya

Intinya, kamu bakalan merasakan pengalaman yang sangat berbeda pas nanjak ke gunung-gunung yang treknya panjang.

Dibilang seru, pasti seru. Tapi kamu juga mesti siap menerima konsekuensi dari keseruan itu: perjalanan panjang dari pagi sampai matahari terbenam (terus besoknya ulang lagi, dan lagi), tiap hari tidur di kamp yang berbeda, muka jadi belang karena terpapar matahari langsung selama berhari-hari, dll.

Gimana? Masih minat buat coba naik gunung treknya panjang?

The post Baca Ini Dulu sebelum Naik Gunung yang Treknya Panjang appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/baca-ini-dulu-sebelum-naik-gunung-yang-treknya-panjang/feed/ 0 11561