transportasi Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/transportasi/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Wed, 18 Dec 2024 22:09:26 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 transportasi Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/transportasi/ 32 32 135956295 Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta https://telusuri.id/angkutan-dan-karikatur-perjalanan-di-jakarta/ https://telusuri.id/angkutan-dan-karikatur-perjalanan-di-jakarta/#respond Tue, 17 Dec 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=44604 Jakarta punya segudang cerita. Sebagai kota metropolitan, beribu fenomena bisa ditemukan di Jakarta. Sayangnya, karena metropolisnya Jakarta pula, kehidupan Jakarta terasa membosankan dan menjemukan. Sudah sejak lama, citra negatif seperti macet dilekatkan pada Jakarta. Kenyataan...

The post Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
Jakarta punya segudang cerita. Sebagai kota metropolitan, beribu fenomena bisa ditemukan di Jakarta. Sayangnya, karena metropolisnya Jakarta pula, kehidupan Jakarta terasa membosankan dan menjemukan. Sudah sejak lama, citra negatif seperti macet dilekatkan pada Jakarta. Kenyataan ini sulit dibantah, apalagi jika melihat warga Jakarta yang berbondong-bondong keluar Jakarta tiap musim liburan. 

Tidak salah jika cara untuk mengisahkan keseharian dengan menarik adalah melalui karikatur. Wagiono Sunarto dalam buku Perang Karikatur: Mengangkat dan Menjatuhkan Soekarno Tinjauan Sejarah 1959-1967 (2013), mengartikan karikatur sebagai ungkapan visual tentang keadaan masyarakat yang melebih-lebihkan salah satu karakteristiknya dan umumnya untuk menyindir. Penggambaran Jakarta melalui karikatur ini dapat dilihat dari karya-karya Benny Rachmadi dan Muh. ”Mice” Misrad alias Benny dan Mice.

Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta
Sampul depan buku Roikan. Buku ini merupakan karya terpilih dalam program Akuisisi Pengetahuan Lokal BRIN/Karunia Haganta

Angkutan Umum dalam Karikatur

Buku Angkutan Umum dan Gaya Hidup: Etnografi Semiotika Kartun Lagak Jakarta Karya Benny Rachmadi Edisi Transportasi (2021) yang ditulis Roikan ini menganalisis penjelajahan yang dilakukan oleh Benny melalui karikaturnya, terutama dalam Lagak Jakarta: Transportasi (1997). Uniknya, Roikan menggunakan autoetnografi untuk menuliskan telaahnya. Autoetnografi adalah cara penulisan etnografi yang menggunakan pengalaman personal untuk memeriksa, mengkritisi fenomena kultural dalam lingkup yang lebih luas (hal. 18). 

Alhasil, kita dibawa menjelajahi pengalaman Roikan mengeksplorasi penjelajahan dalam karikatur Benny dan Mice. Penulisan ini diawali dengan pengalaman Roikan menumpangi bus-bus di Yogyakarta. Menurut Roikan, aspek keseharian ini adalah bagian dari proses kreatif, apalagi bagi seniman. Proses kreatif melalui perjalanan ini yang juga mendorong Roikan untuk melihat kreasi tentang perjalanan transportasi umum, seperti yang dibuat Benny Rachmadi.

Lagak Jakarta: Transportasi memang disusun sendiri oleh Benny, setelah Lagak Jakarta: Trend dan Perilaku (1997) disusun oleh Mice. Beberapa karakter yang ditampilkan di antaranya tukang bajaj, ibu dan anak, tukang tidur dalam bus, dan Benny sendiri. Benny menganggap bahwa karakternya hadir bukan sebagai bentuk narsisme, melainkan pelengkap penderita. Transportasi umum lain juga ada, kecuali KRL. Alasannya adalah KRL saat itu belum tersebar dengan jalur yang “di situ-situ aja” (hal. 40).

Walaupun judul edisinya “Transportasi”, Roikan melihat karikatur ini menggambarkan keseharian warga Jakarta bukan hanya di transportasi umum, melainkan aspek kehidupan lain yang berkaitan dengannya. Kutipan wawancara dengan informan bernama Rendra menggambarkannya secara tepat, “masuk jam delapan berangkat jam enam, artinya ada persiapan dua jam dan itu juga tercatat dalam kartun Lagak Jakarta itu, digambarkan macetnya Jakarta terus, dan kekerasan yang ada di sana” (hal. 51). 

Pasalnya, sebagai “kota yang tidak pernah mati”, mobilitas transportasi umumlah yang menghidupkan Jakarta. Pilihan transportasi umum di Jakarta juga sangat beragam dan terkadang untuk pergi ke suatu tempat, seseorang memang harus menggunakan beragam moda transportasi umum. Roikan menjelaskan bahwa Benny menggambarkan masing-masing jenis transportasi umum, seperti ojek, bajaj, maupun bus berdasarkan karakteristik kendaraannya, pengemudinya, penumpangnya, atau keluh kesah mereka. 

Masing-masing moda transportasi memiliki cerita uniknya. Contohnya, pengalaman salah antar yang dialami Roikan saat menggunakan jasa tukang ojek (hal. 64). Ini karena ojek tidak punya trayek, tetapi berdasarkan tujuan yang disebutkan penumpang. Alhasil, karena salah mendengar tujuan, tukang ojek jadi salah mengantarkan. 

Hal serupa bisa dialami juga ketika menaiki bajaj. Bukan karena bajaj tidak memiliki trayek atau salah dengar, melainkan karena supir bajaj kerap merupakan perantau yang baru sampai di Jakarta dan belum mengenali daerah sekitarnya (hal. 83). Setiap kisah unik transportasi umum ini oleh Roikan dipadukan antara pengalaman pribadi, wawancara informan, dan dengan karikatur Benny.

Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta
Beberapa contoh kreatif penggambaran karakter dalam komik Benny yang diulas oleh Roikan/Karunia Haganta

Angkutan yang Bergerak, Kisah yang Berserak

Ini membuktikan bahwa transportasi umum bukan hanya sarana mobilitas. Ada banyak cerita, termasuk interaksi orang-orang di dalamnya, mulai dari pengemudi dengan penumpang, antarpenumpang maupun antarpengemudi, yang telah dikemas dalam karikatur Benny. Terkadang interaksi ini terjadi tidak hanya dalam transportasi umum, tetapi juga lokasi lain, seperti pangkalan ojek. Sebab, transportasi umum tidak hanya berisikan orang-orang yang ingin bepergian, tetapi juga mencari nafkah dari transportasi umum itu. 

Tidak hanya sopir, tetapi juga kondektur dan kernet yang membantu sopir. Ada pula yang turut mencari nafkah di dalam transportasi umum, seperti pengamen, pedagang asongan, atau bahkan yang cenderung negatif seperti pengemis dan pencopet. Semuanya punya cerita masing-masing dan saling membentuk perjalanan setiap orang saat menggunakan transportasi umum.

Tidak salah jika Roikan akhirnya membedah masyarakat dan gaya hidup metropolitan setelah bercerita mengenai transportasi umum. Kutipan wawancara dari informan bernama Irmayanti berikut menjelaskan alasannya: “Mobilitas masyarakat metropolitan tinggi sekali… di situ kan digambarin dari anak-anak, ibu-ibu… ibu-ibunya pun mulai sing dandan rapi sampek sing gawe kebaya segala macem itu menggunakan transportasi Jakarta, jadi seandainya transportasi diilangin yo mati… mati wong Jakarta kebosanan gak bisa ke mana-mana,” (hal. 224). 

Tangkapan layar buku Roikan tentang taksonomi angkutan umum Kota Jakarta (kiri) dan dokumentasi pribadi Roikan saat memotret pengamen bus/Karunia Haganta

Transportasi umum adalah bagian penting gaya hidup metropolitan warganya. Namun, seperti karikatur Benny, transportasi umum juga menjadi tempat warga Jakarta menunjukkan gaya hidupnya, dari pakaian yang digunakan, moda transportasi yang dipilih, sampai dengan komunikasi yang terjadi.

Dalam pandangan saya, buku ini menarik karena mengangkat dua hal yang selama ini kurang diberi perhatian. Pertama, komik yang—sebagai media hiburan—dianggap kurang serius, apalagi untuk dikaji secara ilmiah. Kedua, keseharian warga Jakarta dan transportasi umum yang dianggap membosankan dan terlalu menjemukan untuk dibahas. Penyajian yang dilakukan Roikan dengan turut menuturkan pengalaman pribadinya membuat kedua hal tersebut jadi makin menarik.

Pembaca disuguhkan banyak lapis perjalanan yang mungkin bagi sebagian pembaca juga akan merasa dekat dengan apa yang dikisahkan. Apalagi, buku ini sebenarnya diangkat dari skripsi penulis yang disusun pada 2007. Alhasil, pembaca disuguhkan tidak hanya kisah tentang transportasi umum, tetapi juga nostalgia melalui cerita pengalaman, catatan lapangan, serta foto-foto dari masa itu.

Buku ini, akhirnya, menjadi “artefak” dari perjalanan sejarah transportasi umum di Jakarta itu sendiri, yang bisa pembaca nikmati sekian tahun berselang. Terlebih dengan banyaknya perubahan moda transportasi di Jakarta dan status Jakarta yang sudah tidak lagi menjadi ibu kota negara. Buku ini juga dapat diunduh gratis melalui situs penerbitnya di tautan LIPI Press (sekarang Penerbit BRIN).


Judul buku: Angkutan Umum dan Gaya Hidup: Etnografi Semiotika Kartun Lagak Jakarta Karya Benny Rachmadi Edisi Transportasi
Penulis: Roikan
Penerbit: LIPI Press
Cetakan: Pertama, Desember 2021
Tebal: xxviii + 264 hlm.
ISBN: 978-602-496-292-0

Foto sampul: Tangkapan layar salah satu potret karikatur karya Benny Rachmadi dengan judul “Derita Naik Ojek 1” dalam Lagak Jakarta: Transportasi


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Angkutan dan Karikatur Perjalanan di Jakarta appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/angkutan-dan-karikatur-perjalanan-di-jakarta/feed/ 0 44604
Angkutan Kota yang Tak Lagi Jadi Primadona https://telusuri.id/angkot-yang-tak-lagi-jadi-primadona/ https://telusuri.id/angkot-yang-tak-lagi-jadi-primadona/#respond Sat, 18 Dec 2021 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=31544 Meski tidak saban hari, untuk keperluan transportasi, hingga kini saya masih kerap menggunakan angkot. Selama lima tahun terakhir, yang saya amati, setia Meski tidak saban hari, untuk keperluan transportasi, hingga kini saya masih kerap menggunakan...

The post Angkutan Kota yang Tak Lagi Jadi Primadona appeared first on TelusuRI.

]]>
Meski tidak saban hari, untuk keperluan transportasi, hingga kini saya masih kerap menggunakan angkot. Selama lima tahun terakhir, yang saya amati, setia

Meski tidak saban hari, untuk keperluan transportasi, hingga kini saya masih kerap menggunakan angkot. Selama lima tahun terakhir, yang saya amati, setiap kali naik angkot, tak pernah saya dapati angkot yang dalam keadaan penuh penumpang. Padahal dulu, jaman masa-masa saya masih kuliah, sering kali saya harus menunggu berlama-lama lantaran angkot yang hendak saya setop selalu dalam keadaan penuh, terutama di jam-jam sibuk.

Banyaknya alternatif moda transportasi sekarang ini telah nyata-nyata membuat angkot tak lagi jadi primadona. Mungkinkah bisnis angkot telah memasuki masa senja kala, dan hanya tinggal menunggu waktu untuk segera tutup buku mengakhiri riwayatnya? Akankah angkot segera menjadi kenangan yang cuma menyisakan segudang cerita nostalgia, baik dari para mantan pelaku bisnisnya maupun dari mantan para konsumennya?

Penumpang memasuki angkot jurusan Cikole-Lembang/Djoko Subinarto.
Penumpang memasuki angkot jurusan Cikole-Lembang/Djoko Subinarto.

Tatkala mulai beroperasinya angkutan daring (online), salah satu pihak yang kencang melakukan penolakan adalah para supir angkot. Demo supir angkot untuk menolak angkutan daring sempat menghiasi sejumlah kota di Indonesia. Tuntutan  utama para supir angkot yaitu agar pemerintah segera melarang beroperasinya angkutan berbasis daring. Alasannya, kemunculan transportasi daring ikut mengurangi penghasilan para pengemudi angkot.

Jauh sebelum kemunculan angkutan daring seperti ojek daring maupun taksi daring, angkot telah mulai ditinggal para konsumennya seiring hadirnya apa yang diistilahkan sebagai booming sepeda motor akibat adanya berbagai program kredit super murah sepeda motor. Dengan uang muka cuma beberapa ratus ribu rupiah, sepeda motor anyar pun bisa segera kita bawa pulang. Buntutnya bisa ditebak. Makin banyak saja warga memiliki sepeda motor dan kemudian memilih menggunakan sepeda motor ketimbang naik angkot.

Maka, kalau dulu penumpang cenderung mencari—atau juga mengejar-ngejar—angkot, sekarang justru terbalik keadaannya, angkotlah yang cenderung mencari-cari penumpang. Bahkan, di jam-jam sibuk sekalipun, tidak sedikit angkot yang mengangkut cuma 2-3 penumpang. Alhasil, mereka kerap berhenti atau ngetem berlama-lama agar kursi angkot terisi penuh. Tapi, ngetem seperti itu malah membuat penumpang kesal karena waktu mereka terbuang sia-sia di jalan.

Angkot menunggu penumpang di depan Pasar Caringin, Bandung/Djoko Subinarto
Angkot menunggu penumpang di depan Pasar Caringin, Bandung/Djoko Subinarto

Kian banyaknya warga yang beralih menggunakan sepeda motor—ditambah pula mobil pribadi—sebagai moda transportasi, tentu, didasari oleh kenyataan bahwa angkot secara umum mulai tidak mampu memenuhi ekspektasi masyarakat yang menginginkan transportasi publik yang murah, nyaman, aman dan tepat waktu.

Ketimbang dompet jebol lantaran harus keluar uang lebih banyak untuk naik-turun angkot ketika menjangkau tempat tujuan dengan tanpa jaminan mendapatkan kenyamanan, keamanan, maupun ketepatan waktu, warga pun saat ini lebih memilih mengkredit kendaraan, terutama sepeda motor, dan menjadikannya sebagai alat transportasi utama mereka sehari-hari.

Kalau kita amati, sebagian besar kendaraan bermotor yang wara-wiri di jalanan kota-kota merupakan kendaraan pribadi. Apalagi di akhir pekan atau hari-hari libur nasional, mayoritas kendaraan yang menyesaki jalanan kota adalah kendaraan pribadi. Wajar saja jika kemudian kemacetan lalu lintas semakin akrab merundung kota.

Padahal, di samping membuat lingkungan kian tidak sehat, kemacetan juga menimbulkan gangguan terhadap aktivitas bisnis dan ekonomi. Dalam karyanya bertajuk Measuring the Economic Costs of Urban Traffic Congestion to Business, Weisbrod et al (2003) menyebutkan bahwa kemacetan menaikkan biaya perjalanan, menaikkan biaya logistik serta menurunkan produktivitas.

Oleh karena itu, fasilitas transportasi umum—dibarengi dengan fasilitas bagi para pejalan kaki dan pesepeda—semestinya senantiasa menjadi prioritas dalam perencanaan dan pembangunan kota yang berkelanjutan di mana pun. Dalam konteks keberadaan angkot sebagai transportasi umum, apabila kehadiran angkot hendak dipertahankan sebagai salah satu moda transportasi, maka perlu ada penataan yang lebih serius sehingga pelayanannya dapat benar-benar prima. Selain itu, ongkosnya pun harus benar-benar ekonomis alias ramah di dompet warga.

Angkot jurusan Cipanas-Puncak melintas di Jalan Raya Sindanglaya, Cianjur/Djoko Subinarto.
Angkot jurusan Cipanas-Puncak melintas di Jalan Raya Sindanglaya, Cianjur/Djoko Subinarto.

Sesungguhnya, dengan kondisi di mana sebagian besar angkot di kota-kota kita masih bergantung pada sistem pengelolaan dan pendanaan yang sepenuhnya di tangan swasta perseorangan seperti sekarang ini, memang relatif lebih sulit untuk menjadikan angkot sebagai transportasi umum yang murah, nyaman, aman dan tepat waktu, seperti yang didamba-dambakan masyarakat. Keterbatasan dana boleh jadi merupakan salah satu kendala bagi para pengelola angkot perseorangan untuk melakukan inovasi serta memberikan layanan yang lebih prima kepada para konsumennya. 

Oleh karena itu, rencana beberapa pengelola kota yang kabarnya bakal memberikan subsidi kepada para operator angkot mudah-mudahan saja dapat benar-benar terealisasi. Dengan demikian, pihak operator angkot—termasuk dalam hal ini para pengemudinya— tidak terlalu dipusingkan lagi dengan urusan setoran dan biaya operasional sehari-hari. Mereka dapat benar-benar fokus kepada pelayanan yang prima untuk para konsumen mereka. 

Bagaimanapun, tanpa peningkatan dalam hal kenyamanan, keamanan, maupun ketepatan waktu, angkot bakal semakin sulit menarik hasrat khalayak dewasa ini. Lebih-lebih lagi ketika khalayak memiliki sejumlah alternatif selain angkot untuk moda transportasi mereka sehari-hari.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

The post Angkutan Kota yang Tak Lagi Jadi Primadona appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/angkot-yang-tak-lagi-jadi-primadona/feed/ 0 31544