waduk sermo Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/waduk-sermo/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Mon, 30 Sep 2024 02:37:38 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 waduk sermo Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/waduk-sermo/ 32 32 135956295 Mengulik Kehidupan Warga di Sekitar Waduk Sermo Kulon Progo https://telusuri.id/mengulik-kehidupan-warga-di-sekitar-waduk-sermo-kulon-progo/ https://telusuri.id/mengulik-kehidupan-warga-di-sekitar-waduk-sermo-kulon-progo/#respond Sun, 29 Sep 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42756 Perlu jarak tempuh 35 km dengan sepeda motor dari Kota Yogyakarta untuk mencapai Waduk Sermo di Kulon Progo. Meski cuaca panas terik, perjalanan panjang melalui Jalan Wates tidak membuatku jenuh karena aku ditemani oleh Afrinola,...

The post Mengulik Kehidupan Warga di Sekitar Waduk Sermo Kulon Progo appeared first on TelusuRI.

]]>
Perlu jarak tempuh 35 km dengan sepeda motor dari Kota Yogyakarta untuk mencapai Waduk Sermo di Kulon Progo. Meski cuaca panas terik, perjalanan panjang melalui Jalan Wates tidak membuatku jenuh karena aku ditemani oleh Afrinola, teman kuliahku yang selalu asyik diajak ngobrol dan bercanda.

Sekitar 11 km sebelum tiba, kami sempatkan istirahat dulu untuk makan di warung Mie Ayam Pakde Wonogiri dan ibadah di masjid terdekat. Setelah itu, perjalanan kami lanjutkan ke Waduk Sermo.

Setelah hampir sampai, kami mencoba masuk melalui jalur utama. Namun, sayang sekali ternyata jalur itu tutup dan sudah dipindah. Akhirnya kami berputar arah dan mengikuti petunjuk untuk mencapainya. Kami dikenakan Tarif Pemungutan Retribusi (TPR) Rp10.000 per orang. Jalur baru yang kami lewati lumayan berkelok disertai tebing dan pepohonan di kiri dan kanan. Jalan yang membelah bukit sangat mengesankan bagiku, mengingatkanku kala study tour SMP dulu ke Pantai Pandawa, Bali.

Begitu waduk terlihat, aku memutuskan untuk berhenti dahulu di tempat yang cocok untuk istirahat dan memandangi waduk. Kami memilih tempat bernama Gumuk Sriti, ada gardu pandangnya di sana. Akan tetapi, gardu pandang yang terbuat dari kayu itu sudah rapuh dan tidak layak digunakan, sehingga kami memilih duduk di rerumputan dan berteduh di bawah pohon. Aku melihat waduk yang begitu luas, perahu lalu-lalang, area camping, beberapa wisatawan, dan nelayan di sekitarnya.

  • Mengulik Kehidupan Warga di Sekitar Waduk Sermo Kulon Progo
  • Mengulik Kehidupan Warga di Sekitar Waduk Sermo Kulon Progo

Waduk sebagai Sumber Pencaharian Warga

Kami mencoba mendekati dan mewawancarai salah satu nelayan untuk menggali lebih dalam kehidupan mereka. Nelayan itu bernama Mas Lovenda.

Mas Lovenda menjelaskan bahwa mencari ikan di Waduk Sermo sudah menjadi mata pencaharian bagi warga sekitar. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak sehabis pulang sekolah atau pada saat liburan kadang juga ikut mencari ikan di waduk. Jenis-jenis ikan yang didapat sendiri banyak, seperti betutu, nila, gurame, bawal, dan gabus.

Cara nelayan menangkap ikan menggunakan dua opsi, yaitu menebar jala atau membentangkan jaring. Tidak ada opsi untuk menggunakan pancing, karena opsi itu menyulitkan nelayan mendapatkan ikan.

“Kalau pake pancing susah kalo kayak kami nelayan. Sulit dapet ikan. Kalau yang mancing ‘kan paling cuma buat hiburan. Bukan buat mata pencaharian,” kata Mas Lovenda.

Saya juga sempat menanyakan perihal waktu yang tepat untuk mendapatkan ikan. Mas Lovenda menjelaskan bahwa waktu untuk mendapatkan ikan tidak pasti. Tidak ada patokan waktu untuk mencari ikan. Akan tetapi, jika kondisi sehabis hujan, ikan sulit didapatkan.

Mas Lovenda juga menentukan waktu untuk membentangkan jaring. “Cuma ‘kan kalo jaring dibatasi dari jam 4 sore, baru bisa pasang jaring.”

“Oh, kenapa alasannya, Mas?” tanyaku.

“Kan ada perahu, dari pariwisata itu.”

Mengulik Kehidupan Warga di Sekitar Waduk Sermo Kulon Progo
Potret Mas Lovenda sedang menebar jala di salah satu sisi Waduk Sermo/Danang Nugroho

Kalau malam Mas Lovenda pasang jaring, maka jaring diambil pada pagi hari sebelum wisata Waduk Sermo buka karena takut terkena perahu wisata yang berlalu-lalang. Mas Lovenda dan para nelayan lainnya menebar jaring menggunakan rakit. Nantinya jaring dibentangkan sesuai dengan posisi yang sudah mereka tentukan. Setelah itu mereka mencari ikan lagi dengan cara menebar jala.

Ikan yang mereka dapatkan terkadang dikonsumsi pribadi atau dijual. Biasanya ikan itu dijual ke pengepul. Kalau dijual ke pengepul bisa dapat Rp20.000 per kg, sedangkan jika ke luar pengepul mencapai Rp30.000 per kg.

Mas Lovenda sendiri biasanya menjual ikan ke pengepul karena lebih efektif dan hemat tenaga. Rata-rata per hari bisa mendapat 5 kilogram ikan atau jika dirupiahkan bisa Rp100.000 per harinya. Pikirku, “Jika itu konsisten selama sebulan, maka sudah melebihi UMR Jogja.”

Bagi Mas Lovenda, nelayan itu bebas. Tidak terikat waktu untuk berangkat. Siang dan malam bisa untuk mencari ikan. Karena Mas Lovanda hendak menebar jala, aku dan Afrinola mengucapkan terima kasih dan pamit untuk melanjutkan berkeliling Waduk Sermo. 

Mengulik Kehidupan Warga di Sekitar Waduk Sermo Kulon Progo
Sejumlah tenda pengunjung di salah satu area perkemahan Waduk Sermo/Danang Nugroho

Mengitari Waduk Sermo dalam Sekali Tarikan Gas

Kami memutuskan untuk mengitari waduk menggunakan motor sampai kembali lagi ke tempat awal. Aku menarik gas secara perlahan-lahan. Untuk menikmati perjalanan, kecepatan motor hanya berkisar 15–20 km/jam. 

Di perjalanan awal, aku melihat ada prasasti bertuliskan daftar pengikut transmigrasi terdampak pembangunan Waduk Sermo. Ada beberapa nama warga yang dipindahkan. Ini hal menarik yang perlu digali.

“Kita nanti tanyakan waduk dan prasasti itu ke warung itu ya, Nol,” ajakku.

“Iya, Nang. Nanti coba tanya-tanya seputar waduk dan prasasti itu,” jawab Afrinola.

Setelah melewati prasasti, banyak warung yang berjualan di pinggir jalan. Tidak hanya warung, ada juga bengkel dan beberapa rumah jamur untuk singgah dan istirahat para pengunjung sembari melihat keindahan waduk. Di samping itu, terdapat pula wisma atau vila apabila para pengunjung ingin menginap di sekitar waduk.

Cara lain untuk para pengunjung bisa menginap di dalam area waduk adalah camping atau berkemah. Banyak area camping yang bisa disinggahi. Selain Gumuk Sriti tadi, ada juga Taman Munggur, Mengger Kemuning, Menara Pelangi, Sermo Glamp Camp, Bukit Kelengkeng, dan Panorama Setro. Sepertinya asyik melihat pengunjung yang berkemah, karena bisa berwisata perahu dan memancing ikan untuk konsumsi mereka.

Perjalanan belum usai. Di beberapa sudut waduk airnya surut dan sepi pengunjung. Kami malah melihat beberapa orang sedang mencari rumput. Pikirku, berarti bagian wisata hanya di dekat jalur masuk utama saja, karena kalau sudah jauh dari pintu masuk, tempat ini sepi dan air pun tidak menggenangi sudut-sudut waduk.

Kemudian sampailah kami di tempat TPR kedua. Ternyata ada dua tempat untuk jalur masuk dan keluar. Kami diarahkan penjaga TPR ke pintu utama. Penjaga TPR juga menjelaskan kalau kami sudah berjalan 18 km selama mengitari waduk. Kami langsung bergegas kembali menuju jalur utama dan mampir ke warung dekat prasasti transmigrasi tadi.

Prasasti Transmigrasi dan Dongeng dari Pedagang 

Sampailah kami ke TPR awal dan berjalan sedikit untuk singgah di warung dekat prasasti transmigrasi. Kami memesan minum dan berbincang hangat dengan salah satu pedagang bernama Ibu Mursinah. Nama warungnya Warkop Yu Mur.

Aku menanyakan perihal sejarah dari prasasti transmigrasi yang berjarak sekitar 10 meter dari warkopnya. Bu Mursinah menjelaskan, dulu di daerah waduk adalah permukiman penduduk. Kemudian mereka dipindahkan atau ditransmigrasikan ke Desa Taktoi, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, dan Riau. Transmigrasi massal tersebut melibatkan 102 warga yang disebut dengan istilah bedol desa.

Waduk Sermo dibuat saat zaman Presiden Soeharto. Pembangunan mulai tahun 1994 dan diresmikan pada 1996. “Dulu itu sini masih pegunungan. Kemudian bisa seperti ini lantaran diledakkan,” ungkap Bu Mursinah.

Dengan adanya waduk ini, masyarakat di daerah Wates dan sekitarnya bisa mendapatkan manfaatnya. Waduk dikelola Kementerian PUPR untuk pengairan atau irigasi ke sawah daerah sekitar, serta sebagai sumber air bersih untuk minum yang dikelola PDAM setempat.

Lalu seiring berjalannya waktu, Waduk Sermo juga dikelola oleh dinas pariwisata yang bekerja sama dengan warga sekitar untuk dijadikan tempat wisata. Karena bekerja sama, warkop dan pedagang kaki lima yang ada di sekitar waduk tidak dikenakan tarif sewa tempat.

Bu Mursinah sendiri mengungkapkan kalau puncak keramaian sekarang hanya di hari Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional. Selain hari itu sepi pengunjung. “Kalau tahun 2019 ke bawah itu masih ramai, Mas. Waktu itu, kami para pedagang juga menyediakan sewa skuter dan ATV. Tapi karena makin sepi, semua itu rusak dan dijual,” ungkapnya.

Sepinya waduk sendiri, menurut Bu Mursinah, bisa disebabkan oleh beberapa hal. Mulai dari jalan masuk yang dialihkan, wahana wisata yang hanya viral sesaat, dan tarif masuk naik empat ribu rupiah dari yang dulunya Rp6.000.

“Kalau untuk pedagang-pedagang kayak gini, ya, kalau ramai ya ramai, kalau enggak ya tetap sepi pol. Satu hari itu nggak tentu dapet duit,” pungkas Bu Mursinah.

Setelah mendengar pernyataan itu, aku berharap dinas pariwisata dan warga sekitar mampu membuat Waduk Sermo kembali ramai lagi seperti dulu. Menawarkan spot wisata yang lebih menarik. Dengan pemberdayaan seperti itu, warga sekitar juga akan merasakan dampak baiknya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Mengulik Kehidupan Warga di Sekitar Waduk Sermo Kulon Progo appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/mengulik-kehidupan-warga-di-sekitar-waduk-sermo-kulon-progo/feed/ 0 42756
Camping di Waduk Sermo https://telusuri.id/camping-di-waduk-sermo/ https://telusuri.id/camping-di-waduk-sermo/#respond Tue, 23 Feb 2021 09:30:00 +0000 https://telusuri.id/?p=27161 Camping di Waduk Sermo memang bukan menjadi tujuan utama kami karena sebetulnya, tujuan awal kami datang ke sana adalah untuk memancing dan memasak. Itulah mengapa hanya alat pancing, alat masak, dan bahan makanan saja yang...

The post Camping di Waduk Sermo appeared first on TelusuRI.

]]>
Camping di Waduk Sermo memang bukan menjadi tujuan utama kami karena sebetulnya, tujuan awal kami datang ke sana adalah untuk memancing dan memasak. Itulah mengapa hanya alat pancing, alat masak, dan bahan makanan saja yang kami bawa. 

Awal cerita perjalanan kami dari Solo ke Waduk Sermo memakan waktu sekitar dua setengah jam menggunakan mobil pribadi. Kami berangkat berempat dengan berbekal Google Maps saja untuk sampai di lokasinya. Selama perjalanan memang tidak ada yang spesial, hanya canda tawa kami selama perjalanan yang tak ada habisnya.   

Sesampainya di Waduk Sermo, kami disuguhi dengan pemandangan yang indah. Waduk yang luas dengan suasana damai dan tenang. Masih banyak juga pepohonan yang tumbuh di sekitar waduk, jadi pemandangannya memang sangat memikat. 

Tiket masuk Waduk Sermo

Waduk Sermo via Deta Widyananda
Waduk Sermo via Deta Widyananda

Setelah membayar tiket masuk Waduk Sermo dengan harga Rp5 ribu per orang. Kami pun mulai masuk dan mempersiapkan segala perlengkapan untuk memancing. Menurut beberapa informasi yang kami peroleh, memancing di Waduk Sermo memang butuh perhatian khusus karena ikan yang dipancing tidak bisa diperlakukan sama untuk umpannya. 

Namun karena tak ingin mengambil risiko, kami membawa berbagai umpan yang sekiranya bisa memikat ikan seperti pelet, cacing, dan lumut. 

Dua jam sudah berlalu dan belum ada ikan yang berhasil kami pancing. 

Sambil menunggu yang lainnya asyik memancing, saya berkeliling sejenak untuk sekedar melihat-lihat keindahan Waduk Sermo ini. Pasalnya, waduk ini sangat terawat dan bahkan lokasinya pun bisa dibilang lumayan bersih. Mungkin enak kali ya untuk ngecamp di Waduk Sermo ini, tapi sayangnya kami tidak mempersiapkan alat camping yang memadai. 

Rasa penasaran memang sudah bergejolak sehingga seperti ada yang menyuruh saya untuk melihat-lihat ke bagian loket masuknya tadi. Saya sempat melihat ada tiket untuk camping di Waduk Sermo seharga Rp15 ribu per orangnya. Siapa tahu kami bisa mencari tempat persewaan alat camping terdekat jika semuanya mau. 

Camping di Waduk Sermo

Setelah melihat-lihat sejenak dan sedikit bercengkrama dengan pengelolanya, ternyata di situ memang menyediakan persewaan untuk camping. Ketika saya tanya apakah masih memungkinkan untuk kami camping di waduk ini. Petugasnya bilang kalau masih ada kuota untuk camping kami berempat, beliau kembali menerangkan kalau sebelumnya memang harus reservasi dahulu karena seringnya penuh menjelang sore.

Saya bergegas menemui teman-teman saya dan menawarkan apakah mereka mau menginap semalam di sini Tak butuh banyak kata-kata untuk membujuk karena mereka tertarik dengan suasana dari waduk ini. Bersih, tidak terlalu ramai, dan tenang memang paling pas untuk tempat camping, memancing, dan memasak.

Saya kembali lagi ke tempat pengelolanya tadi berada. Membayar tiket untuk camping dan sewa alat-alat untuk campingnya. Untuk tenda disewakan seharga Rp50 ribu dengan kapasitas empat orang sedangkan untuk lampu emergency disewakan dengan harga Rp15 ribu.  

Fasilitas lengkap

Fasilitas camping di Waduk Sermo bisa dibilang lumayan lengkap. Pengalaman saya berkunjung ke waduk lain memang tidak selengkap ini fasilitasnya. Mulai dari mushola, toilet, area parkir yang luas, area camping yang terawat, hingga fasilitas air bersih pun ada. 

Ditambah lagi untuk kayu bakar tak perlu susah-susah mencarinya karena ada yang jual di dekat pos penjaga. Satu ikat kayu bakar dijual dengan harga Rp20 ribu saja, padahal menurut saya jumlah kayu bakarnya lumayan banyak.  Tak heran jika banyak orang yang merekomendasikan Waduk Sermo ini sebagai tempat camping favorit.

Setelah beberapa jam berlalu, tibalah waktu sore hari di mana matahari sudah ingin menutup shiftnya hari ini. 

Tangkapan ikan dari yang mereka pancing sejumlah 5 ekor ikan nila yang berukuran cukup besar pun juga sudah memuaskan hasrat mereka. Kami saling membantu untuk mendirikan tenda, mempersiapkan masak-masak, dan sedikit mendekorasi camping kami biar terkesan seperti lagi wild camping beneran. 

Empat kursi mancing yang sudah kami tata melingkar di sekitar perapian, tenda yang sudah terbuka dan alat-alat masak pun juga siap digunakan. Api kompor kami nyalakan dan mulai memarinasi slice beef bawaan kami. 

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore dan suasana pun agak lebih gelap. Bau bakaran dari slice beef pun sungguh menyeruak, membuat kami semakin kelaparan. Banyak orang di sekitar kami yang sering curi-curi pandang, karena mungkin bau dari daging ini juga membuat perut mereka iri.

Nasi yang kami panaskan lagi menggunakan nesting juga menjadi pendamping slice beef yang kami masak barusan. Harusnya kami mulai memasak itu saat siang harinya jika tidak menginap semalam di Waduk Sermo ini. 

Menghabiskan malam dengan keriangan

Waduk Sermo via Deta Widyananda
Waduk Sermo via Deta Widyananda

Namun karena perhitungan kami yang hanya membawa perbekalan makanan untuk sekali masak, maka lebih baik memang untuk santap malam saja. Saat siang harinya kami membeli makanan di warung-warung sekitar waduk. 

Sesi santap sudah selesai, maka acara selanjutnya adalah menyalakan api unggun!

Kami membagi tugas, sebagian untuk mencuci perlengkapan makan, sebagian membersihkan ikan, dan saya bertugas untuk menyalakan api unggun. Mereka memang sadar diri karena saat mereka memancing, hanya saya yang sibuk mengurus masalah persewaan tenda tadi. 

Suasana damai ditambah suara kodok dan jangkrik dari berbagai arah memang sungguh menjadi suatu yang tak terlupakan. Mungkin saya cuma bisa bercerta, namun jika kamu benar-benar di posisi saya, tentu akan merasakan hal yang sama. 

Mereka sudah kembali dengan membawa alat makan yang sudah bersih dan ikan yang siap untuk dipanggang. Benar-benar seperti wild camping beneran, sebagian tangkap ikan langsung dibakar di atas bara api, sebagian lagi kami masak di atas kompor.

  • Waduk Sermo via Deta Widyananda
  • Waduk Sermo via Deta Widyananda
  • Waduk Sermo via Deta Widyananda

Ikan kami marinasi terlebih dahulu menggunakan lada, garam, sedikit minyak, dan bubuk bawang-bawangan. Satu jam kami habiskan untuk bercengkrama membahas apapun yang ada di pikiran kami. 

Saat api sudah menyala stabil, ikan kami tusuk menggunakan ranting seadanya dan mulai kami panggang di dekat perapian. Sambil menunggu ikan matang, salah satu dari teman saya membuat kopi untuk sebagai teman bercengkrama. 

Tak berselang lama, ikan sudah matang dan kami icip-icip sampai habis. Bumbu-bumbu marinasi yang meresap hingga ke dalam daging ikannya memang tak ada yang bisa menandinginya. Malam semakin larut dan kami pun beranjak untuk tidur. 

Karena saat ini sedang masa pandemi, sebelumnya pengelola sudah memberikan himbauan untuk mereka yang camping harus sudah mengemasi perlengkapan dan meninggalkan lokasi pada jam 7 pagi. Hal ini untuk mengurangi kepadatan pengunjung agar terhindar dari pengunjung lain yang terpapar virus.  

Bagi kamu yang suka kegiatan alam, tak ada salahnya untuk mencoba camping di Waduk Sermo. Jangan lupa mempersiapkan peralatan camping yang memadai karena suhu udara di sana cukup dingin apalagi memasuki musim penghujan.  

Menurut informasi dari pengelolanya, sebaiknya memang harus reservasi terlebih dahulu agar mendapatkan slot untuk camping. Apabila slot sudah penuh maka pengunjung yang ingin camping tidak diperkenankan untuk masuk ke area, walaupun mereka sudah datang dari tempat yang jauh.

The post Camping di Waduk Sermo appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/camping-di-waduk-sermo/feed/ 0 27161