wwf-indonesia Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/wwf-indonesia/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Thu, 13 Jun 2024 08:05:59 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 wwf-indonesia Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/wwf-indonesia/ 32 32 135956295 Welora dalam Genggaman: Pariwisata Berkelanjutan dari Timur Indonesia https://telusuri.id/welora-dalam-genggaman-pariwisata-berkelanjutan-dari-timur-indonesia/ https://telusuri.id/welora-dalam-genggaman-pariwisata-berkelanjutan-dari-timur-indonesia/#respond Thu, 13 Jun 2024 09:48:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42151 Desa Welora, yang terletak di sisi utara Pulau Dawera, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku, merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di area perairan Laut Banda dan Laut Timor. Terutama bagi pegiat aktivitas bawah laut. ...

The post Welora dalam Genggaman: Pariwisata Berkelanjutan dari Timur Indonesia appeared first on TelusuRI.

]]>
Desa Welora, yang terletak di sisi utara Pulau Dawera, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku, merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di area perairan Laut Banda dan Laut Timor. Terutama bagi pegiat aktivitas bawah laut. 

Pada 30 Mei–2 Juni lalu, Markus Laimera—salah seorang pengurus Desa Welora—ikut serta dalam rangkaian pameran Deep and Extreme Indonesia 2024. Sekadar informasi, Deep and Extreme Indonesia (DXI) merupakan pameran terbesar yang mengakomodasi gaya hidup petualangan dan industri pendukungnya. Seiring pertumbuhan industri, DXI terus berkembang mengikuti tren terkini. Penyelenggara tidak hanya menyediakan platform promosi lengkap untuk menyelam dan olahraga air, tetapi juga olahraga ekstrem dan petualangan luar ruangan untuk semua pencinta adrenalin di seluruh dunia.

Pada tahun ini, pameran olahraga ekstrem tahunan terbesar di Asia tersebut hadir dengan tema “Edge of Tomorrow: Dive Into the Depth of Extreme Sports”. Deep and Extreme Indonesia 2024 berlangsung di Hall A dan B Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta Pusat.

Welora dalam Genggaman: Pariwisata Berkelanjutan dari Timur Indonesia
Markus Laimera (baju putih) aktif untuk mempromosikan Desa Welora sebagai tujuan wisata bahari di pameran Deep and Extreme Indonesia 2024/WWF-Indonesia via M. Irsyad Saputra

Misi Promosi Welora

Sebagai representasi Desa Welora, Markus Laimera menjadi ujung tombak untuk mempresentasikan keberhasilan desanya dalam berproses menuju sebuah desa wisata yang berkelanjutan. Salah satu tahapan yang sedang dipersiapkan untuk menyambut kunjungan wisatawan adalah melakukan kajian daya dukung pariwisata. Tujuannya tak lain semata mendukung program pariwisata berkelanjutan di Desa Welora.

Dengan panorama alam bawah laut serta sejarahnya, Desa Welora secara perlahan mulai dikenal khalayak luas. Markus Laimera menunjukkan kepada semua pihak, mulai dari kalangan wisatawan hingga penyelenggara jasa wisata lainnya selama pameran, bahwa Welora sedang bertransformasi menjadi desa wisata berkelanjutan yang aktivitas pariwisatanya selaras dengan konservasi.

Dahulu, Desa Welora hanyalah sebuah desa yang berfokus pada penangkapan ikan. Markus merupakan salah satu inisiator dalam membuat rancangan sebuah desa wisata. Ia mengajak anak-anak muda desa untuk ikut berpartisipasi merancang tata kelola desa wisata, sebagai upaya menjadikan Welora dan segala potensinya lebih bernilai tambah. Maka dalam kurun beberapa tahun, Desa Welora pun disulap, dari desa nelayan menjadi sebuah desa wisata yang berhasil memenangkan penghargaan Anugerah Pesona Indonesia (API) Award sebagai juara pertama kategori destinasi baru pada tahun 2020.

  • Welora dalam Genggaman: Pariwisata Berkelanjutan dari Timur Indonesia
  • Welora dalam Genggaman: Pariwisata Berkelanjutan dari Timur Indonesia

Penerapan Aturan untuk Melindungi Alam

Menjadi desa wisata, tentu bak dua sisi mata pisau. Dapat membawa efek positif dan negatif di masa depan. Oleh karena itu siapa pun harus berpikir secara jangka panjang. Dimulai sejak hari ini, untuk masa depan yang lebih baik.

Pengelola Desa Welora telah memerhatikan potensi dampak pariwisata terhadap kampung halamannya. Mereka menerapkan sejumlah aturan desa untuk menjaga keanekaragaman laut yang dimiliki. Sebagai contoh, tidak menangkap biota laut yang dilindungi, membatasi penangkapan ikan hanya untuk konsumsi, dan juga senantiasa melakukan kontrol terhadap wilayah laut Welora. Hasilnya, desa yang termasuk ke dalam Kawasan Konservasi Kepulauan Babar ini menjadi minim gangguan dan kerusakan.

Memang jarak tempuh Welora jauh dan terpencil, serta perlu usaha lebih untuk ke sana. Namun, Markus menjamin, siapa pun yang berkunjung ke Welora akan terpesona keindahan lautnya.

“Saya berharap Desa Welora ke depannya semakin dikenal di kalangan wisatawan lokal dan mancanegara. Kami ingin menunjukkan, meskipun letak kami terpencil dan jauh, pengelolaan yang kami canangkan untuk desa wisata berkelanjutan tidak kalah dengan desa-desa lainnya, terutama yang berada di Jawa,” ungkapnya.

Welora dalam Genggaman: Pariwisata Berkelanjutan dari Timur Indonesia
Salah seorang pengunjung stan yang tertarik untuk mengunjungi Desa Welor/WWF-Indonesia via M. Irsyad Saputra

Tanggapan Pengunjung

Keikutsertaan Desa Welora dalam pameran Deep and Extreme Indonesia 2024 menarik perhatian pengunjung. Banyak orang menanyakan cara menuju Welora dan musim yang bagus untuk berkunjung. Semua orang menjadi penasaran bagaimana keindahan yang tersaji di Welora. Markus Laimera juga banyak berkenalan dengan operator live on board dan membincangkan ketersediaan kapal wisata untuk menyertakan Desa Welora ke dalam destinasi mereka.

“Saya sebelumnya sudah pernah ke Maluku, tepatnya Maluku Utara. Sekarang saya menjadi penasaran untuk mengunjungi Desa Welora,” ungkap salah seorang pengunjung stan WWF-Indonesia. Ketertarikannya bukan tanpa alasan. Pasalnya, semakin jauh sebuah tempat wisata maka akan semakin bagus pula alamnya. Setidaknya jauh dari overtourism yang menghantui banyak tempat wisata arus utama di Indonesia.

WWF-Indonesia berkomitmen untuk terus mendorong Desa Welora untuk berkembang ke arah yang lebih baik. Mulai dari segi tata kelola, ketersediaan data, dan juga sumber daya manusia untuk mencapai desa wisata yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga alam sekitar. Harapannya, dengan mengikuti rangkaian kegiatan Deep and Extreme Indonesia 2024, Desa Welora menjadi semakin dikenal banyak orang sebagai salah satu destinasi wisata bahari berkelanjutan yang ada di Indonesia.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Welora dalam Genggaman: Pariwisata Berkelanjutan dari Timur Indonesia appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/welora-dalam-genggaman-pariwisata-berkelanjutan-dari-timur-indonesia/feed/ 0 42151
Ekspedisi Maluku Barat Daya 2024: Mencari yang Hilang, Menemukan yang Baru https://telusuri.id/ekspedisi-maluku-barat-daya-2024-mencari-yang-hilang-menemukan-yang-baru/ https://telusuri.id/ekspedisi-maluku-barat-daya-2024-mencari-yang-hilang-menemukan-yang-baru/#respond Mon, 27 May 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=42028 Nico de Jonge dan Toos van Dijk, dua orang antropolog berkebangsaan Belanda, sekaligus duet penulis Forgotten Islands of Indonesia: The Art & Culture of the Southeast Moluccas (1995), telah lama menyatakan kepulauan di Maluku Barat...

The post Ekspedisi Maluku Barat Daya 2024: Mencari yang Hilang, Menemukan yang Baru appeared first on TelusuRI.

]]>
Ekspedisi Maluku Barat Daya 2024: Mencari yang Hilang, Menemukan yang Baru
Koloni Porites sp. yang diperkirakan mencapai usia hingga 258 tahun via WWF-Indonesia/Taufik Abdillah

Nico de Jonge dan Toos van Dijk, dua orang antropolog berkebangsaan Belanda, sekaligus duet penulis Forgotten Islands of Indonesia: The Art & Culture of the Southeast Moluccas (1995), telah lama menyatakan kepulauan di Maluku Barat Daya (MBD) sebagai “The Forgotten Islands” karena letaknya yang terisolasi, akses terbatas, serta minim sumber literatur yang membahasnya. Maluku Barat Daya, yang 88 persen wilayahnya berupa laut, menyimpan harta karun yang luar biasa: baik keanekaragaman hayati maupun budaya maritim. Akan tetapi, masih banyak wilayah di kawasan tersebut yang belum dipetakan secara utuh, sehingga memerlukan kajian saintifik yang intensif dan spesifik.

Tahun ini WWF-Indonesia melaksanakan ekspedisi keanekaragaman hayati laut di Kawasan Konservasi Mdona Hiera, Lakor, Moa dan Letti di Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku untuk mendata berbagai macam hal, seperti usia koloni karang, kipas laut, dan spons; E-DNA metabarcoding; potensi pemijahan ikan; pengamatan mangrove. Juga, pengamatan spesies laut dengan BRUV (Baited Remote Underwater Video), pengamatan melalui citra drone, dan melihat indikasi habitat penyu serta hasil tangkapan utama dan sampingan.

Ekspedisi yang berlangsung pada 8–12 Mei 2024 tersebut juga didukung oleh lintas instansi daerah hingga pusat. Di antaranya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Dinas Perikanan Kabupaten Maluku Barat Daya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bionesia Indonesia, dan TNI Angkatan Laut. Pengamatan dilakukan di sekitar Pulau Metimarang dan Pulau Luang.

Proses penurunan BRUV untuk memantau spesies yang ada di sekitaran Kawasan Konservasi Mdona Hiera via WWF-Indonesia/Rizky Erdana

Menemukan Beragam Kehidupan dan Penyadaran Tradisi Lokal

“Dari hasil laporan sementara, koloni karang tertua yang ditemukan diperkirakan berumur hampir 400 tahun, sedangkan gorgonian atau kipas laut ditemukan hingga 32 tahun dan sponge dari jenis Xestospongia Sp. ditemukan berusia hingga 69 tahun. Ini membuktikan kekayaan alam sekitar Pulau Metimarang dan Luang yang diduga merupakan gunung berapi pada masa lalu dan telah membentuk terumbu karang atol dengan koloni-koloni karang yang cukup tua dan masih hidup hingga saat ini,” ujar Erdi Lazuardi, Koordinator Nasional untuk Marine Science and Knowledge Management WWF-Indonesia.

Tidak hanya itu. Tim WWF-Indonesia juga melakukan identifikasi lokasi pemijahan ikan (Spawning Aggregation Sites/SPAGs) untuk melihat titik-titik yang berpotensi menjadi tempat pemijahan ikan kerapu dan kakap. Ikan kerapu dan kakap adalah harapan hidup orang-orang di Metimarang. Sejak dahulu, ikan-ikan tersebut mempunyai nilai ekonomis yang tinggi; baik dijual dengan diasinkan ataupun dijual hidup. Kehilangan ikan tersebut dalam jumlah banyak tentu mengakibatkan penurunan kualitas hidup masyarakat Metimarang.

Pemantauan tidak sekadar dilaksanakan secara langsung dengan menyelam, tetapi juga mewawancarai beberapa pengepul ikan kerapu hidup dan nelayan Pulau Metimarang untuk memastikan keakuratan data. Sembari menyelam, tim juga mengumpulkan sampel, baik dari air laut maupun menggunakan metaprobe untuk mengidentifikasi berbagai organisme bawah laut melalui uji environmental DNA atau E-DNA. 

Pemantauan menggunakan BRUV dilakukan di 23 titik pada kedalaman 7–70 meter. Meskipun embusan angin memperkuat gelombang dan juga arus, hal tersebut tidak menyurutkan tim WWF-Indonesia menurunkan kamera pemantau di dalam laut maupun secara aerial. Tujuannya untuk melihat pergerakan spesies di laut sekitar Pulau Metimarang dan Pulau Luang, seperti hiu, dugong, pari, lumba-lumba, dan penyu. 

Selain itu, WWF-Indonesia juga melakukan survei terkait habitat penyu dan tangkapan sampingan para nelayan. Menurut penuturan warga, mereka kerap kali melihat penyu, baik saat di pantai untuk bertelur ataupun di laut ketika mereka mencari ikan. Di MBD, penyu masih sering mereka konsumsi pada waktu tertentu, seperti pesta adat atau perayaan personal. Bagaimana dengan spesies ETP (Endangered, Threatened and Protected) yang tidak sengaja tertangkap?

“Semua yang tertangkap, kami bawa untuk dimakan,” ucap salah seorang warga saat diwawancarai tim WWF-Indonesia.

“Bahwa untuk mengurangi tradisi konsumsi penyu yang sudah mendarah daging, perlu edukasi dan ‘penyadartahuan’ agar masyarakat yang awalnya memburu penyu menjadi pelindung penyu. Tentu butuh waktu yang tidak sebentar,” ucap Yuliana Syamsuni, tim species WWF-Indonesia. Tim juga berhasil menyelenggarakan Pelatihan BMP (Best Management Practices) Penanganan Spesies Laut Dilindungi dan Terancam Punah Pada Hasil Tangkapan Sampingan kepada 12 masyarakat nelayan di Dusun Metimarang.

Pemantauan juga dilaksanakan pada area lamun di timur atol Metimarang yang disinyalir menjadi tempat terlihatnya dugong. Tempat menjadi lahan hidup beberapa jenis lamun, seperti Thalassodendron ciliatum dan Halophila ovalis yang merupakan pakan alami para dugong. Sayang sekali, dalam pemantauan tersebut tim WWF-Indonesia belum dapat menemukan dugong secara langsung, meskipun dugong sempat terpantau pada ekspedisi tahun 2022.

Di bagian selatan dari Pulau Metimarang, luasan mangrove tercatat berkisar 11,69 hektare dan ditumbuhi oleh 13 jenis mangrove. Mulai dari Avicennia alba hingga Sesuvium portulacastrum. Adapun di bagian utara juga tercatat 13 jenis yang sama, dengan luasan 11,04 hektare

Bluewater Mangrove di sini merupakan mangrove yang unik. Tidak seperti mangrove pada umumnya yang tumbuh pada lahan lumpur, ini langsung tumbuh di substrat pecahan karang dan air jernih, serta dari 13 spesies mangrove, di antaranya tiga spesies rentan dan terbatas distribusinya, yaitu Rhizophora stylosa, Sonneratia ovata dan Pemphis acidula,” ujar Muhammad Faisal Rachmansyah, peneliti mangrove yang ikut ambil bagian dalam tim. Selain berfungsi sebagai ecosystem services, bluewater mangrove di Pulau Metimarang bisa menjadi mata pencaharian alternatif masyarakat Pulau Metimarang dari pemanfaatan buahnya dan kemungkinan pengembangan wisata snorkeling.

Ekspedisi Maluku Barat Daya 2024: Mencari yang Hilang, Menemukan yang Baru
Selama ekspedisi berlangsung, tim juga mengumpulkan sampel air laut untuk memperoleh E-DNA via WWF-Indonesia/Syauqi Tuasikal

Pelaporan dan Rencana Diseminasi Hasil Ekspedisi

Hasil laporan sementara ekspedisi ini telah dipresentasikan di hadapan 30 orang yang terdiri dari perwakilan dinas perikanan, asisten sekretaris daerah, dinas pariwisata, dinas lingkungan hidup, Kantor Cabang Dinas Gugus Pulau 11, dan Bappedalitbang pada tanggal 13 Mei 2024 di Aula Hotel Golden Nusantara, Tiakur, Wakarleli, Maluku Barat Daya.

Dalam acara tersebut, Yafet Lelatobun, Asisten III Bidang Administrasi Pemerintahan Setda Kabupaten MBD, menyatakan ucapan terima kasih serta dukungan untuk ekspedisi ini. Dia mengharapkan semua pihak bahu-membahu untuk menyelenggarakan kawasan konservasi di daerah Maluku Barat Daya.

“Semua wilayah laut di MBD ini adalah tanggung jawab kita untuk mengelolanya agar bisa dimanfaatkan dengan baik dan benar, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada,” ucapnya.

Selanjutnya, setelah analisis lengkap dan laporan selesai, akan dilakukan diseminasi hasil ekspedisi guna memperkuat regulasi dan rekomendasi untuk peraturan perikanan tangkap dan tata kelola kawasan konservasi di Maluku Barat Daya, khususnya meliputi Kawasan Konservasi Mdona Hiera, Moa, Letti, Lakor. Keberadaan kawasan konservasi diharapkan tidak hanya untuk perlindungan keanekaragaman hayati lautnya, tetapi juga bisa memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi masyarakat.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Ekspedisi Maluku Barat Daya 2024: Mencari yang Hilang, Menemukan yang Baru appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/ekspedisi-maluku-barat-daya-2024-mencari-yang-hilang-menemukan-yang-baru/feed/ 0 42028
Menatap Masa Depan Wisata Berkelanjutan di Desa Welora https://telusuri.id/menatap-masa-depan-wisata-berkelanjutan-di-desa-welora/ https://telusuri.id/menatap-masa-depan-wisata-berkelanjutan-di-desa-welora/#respond Tue, 02 Apr 2024 09:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=41586 Sejalan dengan kian bergeliatnya pariwisata pascapandemi COVID-19, desa-desa di banyak daerah di Indonesia bergerak senada. Khususnya yang memiliki potensi daya tarik wisata alam. Tak ketinggalan Desa Welora, yang terletak di sisi utara pulau kecil bernama...

The post Menatap Masa Depan Wisata Berkelanjutan di Desa Welora appeared first on TelusuRI.

]]>
Sejalan dengan kian bergeliatnya pariwisata pascapandemi COVID-19, desa-desa di banyak daerah di Indonesia bergerak senada. Khususnya yang memiliki potensi daya tarik wisata alam. Tak ketinggalan Desa Welora, yang terletak di sisi utara pulau kecil bernama Dawera, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku.

Laiknya daerah kepulauan lainnya, Desa Welora menjadi salah satu destinasi unggulan di area perairan Laut Banda dan Laut Timor. Terutama bagi pegiat wisata minat khusus menyelam, baik itu turis lokal maupun mancanegara yang terhitung sudah banyak berkunjung ke desa ini.

Keunggulan potensi bahari yang terkandung memang luar biasa. Gugusan terumbu karang berwarna-warni yang masih sehat dan berukuran besar. Di sekelilingnya ikan kerapu dengan ukuran hampir sepanjang dua meter berenang ke sana kemari. Tak mau kalah, kumpulan ikan barakuda yang memanjakan mata hingga ikan napoleon pun sering terlihat saat menyelam.

Menatap Masa Depan Wisata Berkelanjutan di Desa Welora
Muhammad Ramadhany/Yayasan WWF Indonesia

Kekayaan biota laut tersebut mengantar Desa Welora sebagai Juara 1 kategori destinasi baru terpopuler dalam ajang Anugerah Pariwisata Indonesia (API Award) pada 2020. Desa Welora meraih suara sebesar 39%, mengungguli Pulau Semau dari Kabupaten Kupang (Juara 2) dan Pasir Timbul, Bone Lambuta dari Kabupaten Buton Tengah (Juara 3). Sebuah pencapaian yang sepadan, karena keasrian desa dengan bangunan berjajar rapi ditambah keramahan penduduknya membuat siapa pun yang berkunjung akan betah untuk tinggal berlama-lama.

Pemerintah Desa Welora mencatat, dalam kurun waktu 2021–2023 terdapat 13 kapal yang telah singgah secara LoB (Live on Board). Total 291 penumpang dari berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, Belanda, dan Jerman berkunjung ke Welora. Catatan positif tersebut membuat para warga dan pengurus desa wisata terus berusaha mengembangkan Desa Welora agar dikenal luas oleh masyarakat. 

Namun, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan agar pariwisata tidak menjadi dua mata pisau bagi Desa Welora. Bukan hanya sekadar kegiatan wisata alam biasa, melainkan konsep-konsep dasar wisata secara berkelanjutan atau ekowisata sebagai masa depan Desa Welora. Seperti dikemukakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada awal 1990, bahwa ekowisata berarti melakukan perjalanan wisata secara bertanggung jawab ke tempat-tempat yang alami dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan budaya lokal, serta meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. 

Untuk itu Pemerintah Desa Welora bekerja sama dengan Yayasan WWF Indonesia mengadakan kajian daya dukung pariwisata bahari di wilayah Desa Welora dan perairan sekitarnya, termasuk area pesisir maupun wisata laut. Kajian ini dilakukan pada 20–24 Maret 2024 di empat titik garis pantai untuk mengetahui karakteristik pantai, serta lima titik penyelaman untuk mengetahui keanekaragaman hayati dan biota laut. Tujuan pelaksanaan kajian ini sebagai upaya pengembangan wisata bahari yang lebih berkualitas, berkelanjutan, ramah lingkungan, dan menghindari potensi terjadinya overtourism

Anastasia Alerbitu, Marine Tourism and Community Officer WWF-Indonesia untuk Maluku Barat Daya, menambahkan perlunya kajian ini dalam sudut pandang konservasi. “Mengetahui potensi desa Welora saat ini, dirasa sangat perlu untuk pengembangan dan tata kelola wisatanya. Kajian yang telah dilakukan dapat mengetahui berapa jumlah batas tampung dari pantai-pantai yang ada di Welora, atau jumlah maksimal penyelam di dalam satu titik selam.”

Ia menambahkan, “Hal ini dapat mendukung Welora menjadi wisata yang berkualitas dan berkelanjutan untuk mencegah terjadinya overtourism.”

Hasil kajian daya dukung tersebut akan menjadi data dasar untuk kajian mendatang, yang terkait pengembangan wisata bahari berkelanjutan—terutama berhubungan dengan keanekaragaman hayati laut. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan promosi wisata Desa Welora, di antaranya informasi peta penyelaman dan persebaran biodiversitas laut yang menjadi potensi wisata bahari dari keindahan Desa Welora.

  • Menatap Masa Depan Wisata Berkelanjutan di Desa Welora
  • Menatap Masa Depan Wisata Berkelanjutan di Desa Welora

Markus Laimera, sekretaris Desa Welora yang juga merupakan salah satu penggagas desa wisata, mengatakan, “Kami merasa sangat terbantu dengan adanya kajian daya dukung wisata ini. Mudah-mudahan dari hasilnya nanti, kami dapat berbenah dan meningkatkan pelayanan wisata hingga pengadaan fasilitas yang belum ada di Welora.”

Suara senada disampaikan oleh Sarjon Walupi, kepala Desa Welora. Ia berterima kasih sebesar-besarnya kepada WWF-Indonesia dan menjanjikan dukungan penuh selama kegiatan kajian daya dukung wisata bahari berlangsung sampai usai.

Lebih lanjut Sarjon menganggap kesempatan untuk bekerja sama dengan WWF-Indonesia semakin menumbuhkan kepercayaan diri masyarakat untuk membentuk desa wisata yang selaras dengan tujuan konservasi. Selama ini, masyarakat desa juga turut berpartisipasi dalam menjaga keanekaragaman hayati di laut sekitar Welora, baik secara personal maupun secara administratif.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Menatap Masa Depan Wisata Berkelanjutan di Desa Welora appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/menatap-masa-depan-wisata-berkelanjutan-di-desa-welora/feed/ 0 41586