zero waste adventure Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/zero-waste-adventure/ Media Perjalanan dan Pariwisata Indonesia Tue, 29 Mar 2022 08:34:59 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/telusuri.id/wp-content/uploads/2023/06/cropped-TelusuRI-TPPSquare-1.png?fit=32%2C32&ssl=1 zero waste adventure Archives - TelusuRI https://telusuri.id/tag/zero-waste-adventure/ 32 32 135956295 Jangan Bakar Sampahmu, Cukup Pastikan Terbuang pada Tempatnya https://telusuri.id/jangan-bakar-sampahmu-cukup-pastikan-terbuang-pada-tempatnya/ https://telusuri.id/jangan-bakar-sampahmu-cukup-pastikan-terbuang-pada-tempatnya/#respond Sun, 14 Feb 2021 06:00:00 +0000 https://telusuri.id/?p=27007 Hujan mulai reda sejak subuh, matahari bersinar cukup terik, membiarkan tenda-tenda basah menguapkan sisa rintik hujan yang meresap di beberapa bagian. Sebagian kelompok pendaki pun mulai keluar untuk merapikan barang-barang mereka, mengepak yang tidak basah,...

The post Jangan Bakar Sampahmu, Cukup Pastikan Terbuang pada Tempatnya appeared first on TelusuRI.

]]>
Hujan mulai reda sejak subuh, matahari bersinar cukup terik, membiarkan tenda-tenda basah menguapkan sisa rintik hujan yang meresap di beberapa bagian. Sebagian kelompok pendaki pun mulai keluar untuk merapikan barang-barang mereka, mengepak yang tidak basah, menandakan mereka siap untuk melanjutkan perjalanan atau kembali pulang ke basecamp.

Mereka mulai memunguti sampah yang sempat berserakan terkena angin atau terbawa hujan, dan mengemasnya dalam kantong sampah yang sepertinya telah disiapkan.

“Dan, mau diapain sampahnya?” Salah satu dari pendaki itu bertanya tentang sampah yang telah Ia kumpulkan kepada rekannya.

“Dibawa turun, taruh di situ aja Mat, nanti ku bawa sekalian.” Orang dipanggil Dan itu masih sibuk membersihkan lokasi tempat mereka mendirikan tenda.

“Enggak kita bakar aja sambil nunggu teman-teman yang lain selesai packing?” Pendaki tadi kembali bertanya

“Jangan, Mat. Kalo dibakar, ntar sisa bakarannya mengeras di tanah dan tidak bisa terurai.” Tungkas orang yang dipanggil Dan.

Aku cukup senang masih ada pendaki seperti Dan, yang peduli bagaimana sebaiknya sampah dikelola dengan bijak. Memang sebagai pendaki, kita sudah tahu betul bahwa ada aturan yang diceritakan turun temurun tentang tidak boleh meniggalkan apapun selain jejak, terutama sampah sisa pendakian.

pendakian minim sampah
Memungut botol minum sekali pakai/Senna R

Sampah yang paling mudah ditemukan sebagai sisa pendakian adalah botol-botol plastik air mineral yang digunakan untuk mengemas air minum dari basecamp atau dari sumber air yang ada di dekat lokasi campground. Botol ini sebagaimana kita tahu berbahan dasar Polypropylene, sebuah bahan kimia yang sulit terurai dalam waktu singkat. Dan salah satu cara untuk mengurainya adalah dengan menggunakan panas, dalam hal ini tentu saja dibakar.

Setidaknya itu yang kita ketahui secara sederhana, sayangnya hal ini tidak cukup bersahabat bagi lingkungan. Pertama, plastik yang dibakar tersebut tidak benar-benar hilang, hanya berubah bentuk menjadi kepingan, yang sebagaimana dijelaskan oleh Dan, tidak bisa terurai. Kedua, plastik yang dibakar akan melepaskan gas karbon monoksida yang tidak baik bagi kesehatan, dan belum lagi resiko yang muncul akibat pelepasan gas karbon monoksida untuk lingkungan.

Hal ini bukan hanya berlaku bagi botol plastik, tapi juga untuk sampah kemasan lain yang butuh pengolahan lebih lanjut, sebut saja seperti kemasan makanan ringan yang menggunakan lapisan aluminum. Sampah seperti ini butuh pengolahan tahap lanjut yang hanya bisa dilakukan di satu tempat, yaitu di tempat pembuangan akhir. Lagipula dengan alasan apapun, kita dilarang untuk menyalakan api di lingkungan hutan, ini berlaku untuk semua lokasi pendakian manapun. Setidaknya untuk mencegah resiko kebakaran hutan, yang membahayakan bagi kehidupan semua makhluk hidup, termasuk pendaki itu sendiri.

Lantas, apa yang sebaiknya kita lakukan untuk sampah-sampah pendakian? Hal yang sama seperti yang disarankan oleh Dan, kemas semua sampahmu dalam satu buah tempat atau kantung, dan bawa kembali turun ke basecamp, atau kalau bisa, benar-benar jauh dari lokasi gunung tempat kita berkemah.

Untuk kasus botol plastik, kita bisa menggulung botol-botol sampah tersebut menjadi ukuran terkecil. Cara ini cukup ampuh menghemat ruang, sehingga kita bisa mengemas sampah lain. Memisahkan sampah plastik termasuk langkah bijak dalam mengolah sampah pendakian, seperti memisahkan tutup botol dengan botol plastiknya. Walau sama-sama plastik, materialnya jelas berbeda, pengolahannya tentu akan berbeda juga.

Bersihkan sampah tersebut dari sisa makanan, terutama untuk makanan basah, kita bisa mengubur sisa sampah organik tersebut untuk membantu tanah di sekitar lokasi basecamp tetap subur. Dan untuk kemasan pembungkusnya kita lipat agar tidak mengeluarkan bau.

Kemudian sampah-sampah tadi dikemas dalam kantong plastik yang setidaknya diikat dan di lapisi kembali dengan plastik lainnya. Cara ini untuk memastikan tidak ada kebocoran atau sampah tidak berceceran selama perjalanan kembali ke basecamp untuk kemudian dibuang ke tempat pembuangan.

Dari pendaki seperti Dan, kita bisa belajar bahwa peduli pada lingkungan bisa dimulai dengan sesuatu yang kecil. Dan menularkan semangat yang tepat tentang bagaimana seorang pendaki sebaiknya tidak menganggap remeh perkara membuang sampah di lokasi pendakian ini, setidaknya dengan tidak membakar dan meninggalkan sisa bakaran tersebut.

Seperti kelompok pendaki Dan dan Mat yang sudah selesai berkemas, kami pun merapikan semua perlengkapan kami, memastikan tidak ada yang tertinggal, termasuk sampah-sampah sisa. Memasukan ke dalam satu tempat, dan membawanya turun, Kami lega, dengan kegiatan pendakian ini, tidak ada lingkungan yang dirugikan.

Dan kami berharap dengan langkah seperti ini tetap bisa menjaga tempat bermain kami yang menyenangkan ini tetap asri untuk kami kunjungi lagi di masa depan, dengan kelestarian yang tetap terjaga tanpa ada kekurangan apapun. Dengan semangat, aku mengangkat carrier dan kantong sampah, beranjak pulang.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

The post Jangan Bakar Sampahmu, Cukup Pastikan Terbuang pada Tempatnya appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/jangan-bakar-sampahmu-cukup-pastikan-terbuang-pada-tempatnya/feed/ 0 27007
Karena Gunung Bukan Tempat Sampah https://telusuri.id/karena-gunung-bukan-tempat-sampah/ https://telusuri.id/karena-gunung-bukan-tempat-sampah/#respond Fri, 05 Feb 2021 05:35:44 +0000 https://telusuri.id/?p=26807 Sebuah cerita dari Arnas. Aku memunggungi Izal, kesal, sesekali ku lirik teman pendakianku ini tampak mulai merasa bersalah setelah kupergoki Ia membuang puntung rokoknya sembarangan. Aku tidak percaya Ia masih menjalani kebiasaan menghisap rokok sambil...

The post Karena Gunung Bukan Tempat Sampah appeared first on TelusuRI.

]]>
Sebuah cerita dari Arnas.


Aku memunggungi Izal, kesal, sesekali ku lirik teman pendakianku ini tampak mulai merasa bersalah setelah kupergoki Ia membuang puntung rokoknya sembarangan.

Aku tidak percaya Ia masih menjalani kebiasaan menghisap rokok sambil mendaki gunung. Padahal kami sudah sepakat, bahwa pendakian ini merupakan langkah awal agar ia mau mulai mengurangi kebiasaan merokoknya, yang menurutku, cukup meresahkan. Beberapa kali bahkan aku resah mendengar suara batuknya sepanjang perjalanan, atau disela-sela break di pos pendakian.

Izal dan Aku merupakan teman lama, sejak SMA kami sudah terbiasa berdebat tentang hal-hal kecil, dan merokok bukan salah satunya. Namun untuk kasus ini, aku memutuskan tegas, bahkan Ibunya sudah berulang kali meneleponku untuk membantu mengurangi kebiasaannya tersebut.

“Nas, gue minta maaf deh, lagian cuma sebatang doang yang tadi gue buang” sahut Izal dari tempatnya.

“Itu.. Yang itu tuh, cuma sebatang.” Ku pasang wajah seseram mungkin, semoga ia belajar, bahwa itu yang menjadi pikiran orang yang membuang sampah berupa puntung rokok di jalur pendakian, atau di pos campground.“ Cuma sebatang menurutmu, dan itu juga menurut mereka yang seenaknya buang sampah puntung rokok di sekitar sini” aku ketus.

Menyalakan rokok/Lulhas (Flickr)

Sebagai sebuah catatan besar, bagi kalian yang sering melakukan pendakian, pasti paham apa yang membuatku kesal, bahwa dengan mudahnya membuang benda kecil berupa filter rokok atau sobekan kemasan di tanah-tanah yang masih berpotensi untuk ditumbuhi rerumputan, apalagi mereka yang meninggalkan puntung rokok dalam keadaan masih menyala baranya.

Untuk puntung yang padam, proses penguraian filter rokok membutuhkan waktu hingga 10 Tahun lamanya. Dalam kurun waktu tersebut, tanah tempat terkuburnya puntung-puntung rokok tersebut tidak akan bisa melakukan tugasnya dalam ekosistem hutan. Apalagi jika puntung tersebut masih menyisakan bara, yang berpotensi membuat kebakaran hutan bila area rerumputan tempatnya terbuang sedang kering.

Kerugian besar akan dialami oleh semua makhluk hidup yang menjadi rantai ekosistem penting di hutan tersebut. Sebagai pribadi yang cukup sering mengunjungi gunung sebagai tempat menyepi, aku sangat menghargai alam dengan selalu berhati-hati dalam memilih logistik perjalanan, bahkan sebisa mungkin mengurangi produksi sampah sebelum, selama, atau setelah pendakian.

Selain sampah puntung, dalam beberapa pendakian, aku bisa menemukan sampah kecil seperti bekas tutup air mineral, yang terlewat atau terjatuh dari packingan sampah menuju perjalanan pulang ke basecamp. Hal sekecil ini kadang luput dari perhatian, namun ada beberapa kelompok pendaki yang tidak segan memungut sampah seperti ini dan memasukannya kedalam kemasan sampah mereka, dan dikumpulkan di basecamp area.

Di beberapa lokasi pendakian, bahkan ranger atau penjaga gunung ada yang sengaja memasukan agenda sapu jalur untuk menemukan sampah-sampah kecil setiap minggu atau setiap bulan, untuk tetap menjaga area campground dan lajur pendakian tetap bersih, dengan begitu pendaki akan tetap nyaman melakukan aktivitas luar ruangnya. Seperti yang dilakukan oleh Ranger Basecamp Mawar, di kaki Gunung Ungaran.

Mereka memberikan sebuah contoh pengolahan sampah dari para pendaki yang pernah berkunjung ke sana. Sampah-sampah botol kemasan plastik diolah sedemikian rupa menjadi berbagai macam hiasan yang bisa memberikan manfaat, atau setidaknya mempercantik area basecamp.

Sedikit tips bagi kalian yang tidak ingin merasakan apa yang dialami Izal, saat melakukan pendakian gunung agar mengurangi produksi sampah. 

Pertama, usahakan untuk mencatat kebutuhan logistik, sebisa mungkin kurangi pembelian logistik dalam kemasan plastik. Untuk air mineral, kita bisa menggunakan botol water bladder yang terbuat dari silikon. Selain kuat, botol minum ini bisa dilipat menjadi ukuran yang lebih kecil dan bisa menghemat ruang penyimpanan di tas kita saat tidak digunakan.

Kedua, sediakan plastik ziplock atau plastik yang bisa membuat udara kedap. Plastik ini cukup bisa diandalkan untuk menyimpan beberapa jenis makanan kering. Setelah dikonsumsi, kita bisa memanfaatkan plastik tersebut untuk tempat menyimpan makanan selama beristirahat di campground. Bahkan plastik ini bisa digunakan untuk mengemas pakaian ganti kalian yang sudah kotor, agar tidak menimbulkan bau tidak sedap ke seluruh isi tas carrier.

Ketiga, akan lebih baik saat selesai beraktivitas di gunung, mengumpulkan sampah secara seksama. Usahakan agar tidak meninggalkan sampah plastik atau sampah berupa puntung rokok dimanapun, kalian bisa mengemas puntung rokok dalam botol sisa minuman mineral atau botol plastik bekas. Dan membuangnya ke tempat yang sudah disediakan oleh pengelola secara terpisah, sampah organik untuk yang mudah di daur ulang, dan sampah anorganik untuk sampah yang tidak bisa didaur ulang. 

Menjaga lingkungan terutama di daerah aktivitas luar ruang seperti gunung adalah tanggung jawab kita bersama, Aku tidak bermasalah bagi mereka yang mau sadar untuk menyimpan sampahnya secara sadar demi kepentingan menjaga kelangsungan ekosistem yang alami, tidak seperti yang dilakukan oleh Izal.

Dengan begitu, kita sudah ikut serta merawat kehidupan untuk kemudian bisa kita wariskan kepada anak cucu kita kelak. Ingat selalu, gunung bukan tempat sampah.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Karena Gunung Bukan Tempat Sampah appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/karena-gunung-bukan-tempat-sampah/feed/ 0 26807
Kembali ke Merbabu, Kali Ini Tanpa Sampah https://telusuri.id/kembali-ke-merbabu-kali-ini-tanpa-sampah/ https://telusuri.id/kembali-ke-merbabu-kali-ini-tanpa-sampah/#respond Thu, 28 Jan 2021 10:33:01 +0000 https://telusuri.id/?p=26653 Tahun lalu tepat 10 tahun lalu dari terakhir saya mendaki ke Gunung Merbabu. Kala itu sekitar 2010, saya masih bersekolah di salah satu SMK di Kota Semarang. Dulu saya tergabung dalam organisasi pecinta alam sekolah...

The post Kembali ke Merbabu, Kali Ini Tanpa Sampah appeared first on TelusuRI.

]]>
Tahun lalu tepat 10 tahun lalu dari terakhir saya mendaki ke Gunung Merbabu. Kala itu sekitar 2010, saya masih bersekolah di salah satu SMK di Kota Semarang. Dulu saya tergabung dalam organisasi pecinta alam sekolah dan menjadi salah satu anggota Gabungan Pelajar Pecinta Alam Semarang (Gappase), jadi banyak aktivitas yang nggak jauh-jauh dari mendaki gunung. Meski begitu, saya baru mendaki gunung-gunung di sekitaran Jawa Tengah dan Jawa Timur saja.

Karena kesibukan yang semakin padat, baru tahun 2020 lalu saya memberanikan diri untuk naik gunung lagi. Rencananya sih ingin mendaki kembali ke Gunung Merbabu, tapi kali ini lewat jalur lain yang lebih pendek yakni Cunthel.

Sejujurnya, sekarang ini saya agak setengah hati dengan kegiatan pendakian. Beberapa waktu belakangan, saya memantau pendakian di social media. Gunung tampak makin ramai, terkadang bising, dan kotor karena sampah-sampah pendaki yang tidak dibawa turun kembali. Ini juga yang menjadi alasan sebagian ‘pendaki veteran’ enggan muncak lagi. 

Foto: Dinda Prasetyo (Unsplash)

Namun begitu, tidak ada salahnya untuk mencoba lagi merasakan tanjakan dan indahnya pemandangan  dari puncak Gunung Merbabu.

Persiapan Sebelum Pendakian

Berbeda saat SMK dulu, persiapan mendaki gunung kali ini benar-benar matang. Saya kasih tahu, dulu waktu SMK saya hanya membawa satu tas gunung yang berisi air minum 2 botol besar, 3 mie instan, gula, kopi, teh, penyedap rasa, gula jawa, tenda, dan peralatan memasak. 

Ringkas dan serba instan karena tak ingin membebani tubuh kecil ini dengan bawaan yang berat. Sekarang, persiapan pendakian butuh berhari-hari. Mulai latihan fisik sampai ke peralatan gunung dan logistik yang memadai. 

Beberapa perlengkapan memang sengaja saya beli untuk mengurangi sampah plastik selama mendaki ke Gunung Merbabu. Seminimal mungkin saya menghasilkan sampah plastik atau bahkan kalau bisa tidak menghasilkan sampah plastik sama sekali walau rasanya sulit.

Persiapan pertama dari bahan makanan yang ingin saya bawa. Jika dulu hanya membawa mie instan, sarden, kornet, dan sebagainya; kali ini saya memilih bahan-bahan yang bisa dimasukkan ke dalam kotak makan.

Saya membeli peralatan yang berguna mengurangi sampah plastik dan bisa dipakai untuk jangka panjang. Sebagai contohnya water bladder untuk tempat air, kontainer telur agar tidak pecah selama dibawa, bumbu-bumbu dapur, rempah-rempah, dan penyedap yang sudah saya tempatkan dalam wadahnya masing-masing.  Jadi ketika bahan makanan atau bumbu tersebut habis, saya tinggal mengisinya kembali (refill).

Karena saya hanya menginap semalam saja, maka untuk bahan makanan utama yang saya bawa yakni daging ayam, daging sapi, telur, kentang, jamur, tomat cherry, bawang-bawangan, dan buah-buahan.

Terlihat mewah, bukan?

Naik gunung sudah susah, bawa makanan ya harus mewah. Prinsip ini yang saya dapatkan dari senior saya saat di organisasi pecinta alam dulu. 

Bahan makanan sudah beres, kemudian tinggal peralatan elektronik dan pakaian. Biasanya pendaki membungkus pakaian kering mereka menggunakan plastik agar tidak basah ketika diserang hujan dadakan. 

Saya pun menyiapkan dua tas pouch tahan air yang agak besar. Satu untuk pakaian kering dan bersih, satunya lagi untuk pakaian yang kalau-kalau bakal basah atau kotor. Sebetulnya, membawa pakaian basah turun ke bawah juga akan menambah beban, jadi kalau bisa sebaiknya membawa pakaian berbahan Dri-Fit.

Untuk barang elektronik seperti powerbank, charger, dan kamera ditempatkan pada pouch yang sama. Begitu juga dengan kotak PPGD, raincoat, flysheet, dan tenda. Tak lupa, kami juga membawa serbet sebagai pengganti tisu.

Foto: Dinda Prasetyo (Unsplash)

Setelah semua berada di kontainernya masing-masing, tinggal mengatur dan memasukkannya ke dalam keril. dan dimasukkan ke dalam tas gunung saja. Tak lupa saya selipkan dua buah trashbag ke dalamnya.

Pendakian Gunung Merbabu Via Cunthel

Tepat pukul 8 pagi saya berangkat berdua dari Semarang menggunakan motor menuju pos pendakian Cunthel, Kopeng, Salatiga. Setelah membayar retribusi dan beristirahat selama satu jam, kami melanjutkan perjalanan: mendaki Gunung Merbabu. Jalur awal masih berupa beton karena warga menggunakan jalan ini untuk beraktivitas dengan kendaraan bermotor.

Sesampainya di Pos Bayangan 1 yang berada di ketinggian 1887 mdpl terdapat satu bangunan permanen yang bisa digunakan untuk tempat beristirahat. Usai melepas lelah, kami melanjutkan perjalanan ke Pos Bayangan 2 Gumuk. Di sini, kita bisa mengisi air dari sumber yang ada.

Butuh waktu 1,5 jam untuk sampai di Pos 1 Watu Putut dari Basecamp Cunthel. Itu saja istirahatnya selama di perjalanan hanya sebentar, sekitar 5 menitan. Makanya sebelum pendakian, saya sarankan kalian untuk melatih fisik secara maksimal.

Selama perjalanan dari Pos 1 Watu Putut sampai ke Pos 2 Kedokan, jalur mulai terbuka dengan sedikit pepohonan dan semak liar yang tinggi. Trek yang dilalui memang dominan menanjak dan hanya sedikit saja yang landai.

Di Pos 2 Kedokan, ada banyak pepohonan rindang, biasanya lokasi ini digunakan untuk alternatif tempat mendirikan tenda. Namun lokasinya masih agak jauh dari puncak Merbabu. Sampai di pos ini, saya sudah berada di ketinggian 2430 mdpl (ada papannya). 

Lanjut menuju Pos 3 Kergo Pasar, hutan tidak tampak lagi. Suasana sekitar didominasi oleh pepohonan kering dan sudah mati, namun saat menoleh ke belakang terlihat Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing dengan lautan awan. Di sini, kami tak berlama-lama karena harus melewati satu tanjakan lagi untuk sampai di Pos Pemancar. Pos ini yang akan menjadi tempat kami mendirikan tenda karena lokasinya tidak terlalu jauh dari puncak dan lebih aman ketika badai datang. 

Nggak terasa, kami melewatkan sekitar lima jam untuk perjalanan ini. Jam tangan saya sudah menunjukkan pukul 4 sore, waktunya untuk mendirikan tenda dan memasak. Kami saling berbagi tugas, saya yang menyiapkan makanan, teman saya yang menyiapkan tenda. 

Slice beef yang dimasak dengan bumbu teriyaki menjadi menu andalan pada pendakian kali ini. Sedikit tips nih kalau membawa bahan makanan seperti daging, masukkanlah ke dalam kontainer kedap air yang berisi ice gel. Dijamin daging akan tetap segar dan tahan lebih lama. Atau kalau mau, kita bisa memarinasinya terlebih dahulu. 

Ada beberapa tenda yang berdiri di sekitar kami, tidak terlalu ramai. Malam itu cuaca juga cerah, tidak ada badai. Sesekali kami bersahut kata dengan rombongan tenda sebelah sebelum memutuskan untuk tidur lebih awal karena berniat summit pada jam 4 pagi untuk menyaksikan sunrise di puncak. Sebelum tidur, kami menyiapkan perlengkapan yang dibawa untuk menuju puncak besok, hanya daypack berisi logistik dan barang berharga. 

Tepat jam 4 pagi, alarm berbunyi dan kami bergegas untuk menuju puncak Gunung Merbabu. Suasana berkabut disertai hembusan angin yang dingin mememani perjalanan kami.  Setelah berjalan sekitar 2 jam, sampailah di pertigaan yang merupakan percabangan ke Puncak Syarif dan ke Puncak Kenteng Songo. Karena masih agak gelap, saya menyempatkan diri untuk mampir ke Puncak Syarif karena jaraknya hanya 5 menit saja dari pertigaan tadi.

Perlahan suasana mulai tampak lebih terang dari sebelumnya. Tak ingin ketinggalan, kami pun bergegas menuju puncak utama yaitu Kenteng Songo. Butuh waktu sekitar 1 jam untuk sampai di puncak ini.

Sesampainya di Puncak Kenteng Songo, suasana memang belum berubah. Kabut yang masih menutupi pemandangan sekitar, ditambah matahari yang mulai menyembul perlahan. 

Dibawa santai saja, saya mengambil kompor dan gas dari tas kecil kemudian mulai merebus air untuk membuat kopi. Setidaknya sampai jam 7 pagi, kabut mulai menghilang dan pemandangan sekitar mulai terlihat.

Tampak dari kejauhan terlihat gugusan gunung-gunung yang gagah berdiri di sekitar Gunung Merbabu. Saya seperti dibawa kembali ke sepuluh tahun lalu dengan pemandangan dan suasana yang sama. Tertegun menikmati setiap hembusan angin dingin dari ketinggian 3.142 mdpl.

Sekitar jam 8 pagi, kami memutuskan untuk kembali ke tenda dan bersiap kembali melanjutkan perjalanan pulang. Tak butuh waktu lama karena hanya perlu 1 jam saja untuk sampai di Pos Pemancar. 

Sampah di Merbabu/Mauren Fitri

Sebelum pulang, kami menyempatkan makan siang dahulu dan beristirahat sejenak dan mengisi tenaga. Lauk telur, daging ayam, dan kentang terasa sangat enak ketika masuk ke mulut. Saus pedas dengan sedikit mayo yang saya tambahkan pun juga menambah rasanya jadi lebih enak. Sampai sekarang pun, hanya sampah cangkang telur dan kulit bawang saja yang kami hasilkan.

Setelah semua barang tertata rapi dan perut kenyang, saya mengeluarkan barang pusaka yang wajib dibawa tiap kali naik gunung yaitu trash bag. Budaya kami dalam organisasi pecinta alam dulu memang masih melekat hingga sekarang ini. 

Membersihkan sampah sekitar dengan radius 5 meter dari tenda yang kami dirikan. Jadi bukan hanya sampah yang kami hasilkan saja, tapi sampah orang lain dalam radius tersebut akan kami bawa turun juga. 

Andai kebiasaan ini dilakukan oleh setiap pendaki pasti kita bisa melihat gunung tetap bersih. Beberapa orang mungkin akan menyarankan membakar sampah seperti bungkus mie, kopi atau kresek untuk menyalakan api. Namun hal ini tidak dibenarkan karena jika terlena sedikit saja bisa jadi kebakaran gunung yang besar. Sudah banyak kasus kebakaran hutan akibat satu puntung rokok saja, jadi sebaiknya dibawa turun lagi.

Selama ada niat dan usaha, pasti bisa untuk tidak nyampah di gunung.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

The post Kembali ke Merbabu, Kali Ini Tanpa Sampah appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/kembali-ke-merbabu-kali-ini-tanpa-sampah/feed/ 0 26653
Siska Nurmala: Bicara tentang Gerakan “Zero Waste Adventure” dan Peran Perempuan https://telusuri.id/siska-nurmala-bicara-tentang-gerakan-zero-waste-adventure-dan-peran-perempuan/ https://telusuri.id/siska-nurmala-bicara-tentang-gerakan-zero-waste-adventure-dan-peran-perempuan/#comments Mon, 09 Mar 2020 09:12:32 +0000 https://telusuri.id/?p=20059 Kegiatan alam bebas, salah satunya mendaki gunung, emang lagi naik daun. Tapi, nggak cuma penjualan perlengkapan outdoor yang meningkat, jumlah sampah yang menumpuk di gunung juga ikut naik. Hampir sepuluh tahun belakangan, pemandangan tumpukan sampah...

The post Siska Nurmala: Bicara tentang Gerakan “Zero Waste Adventure” dan Peran Perempuan appeared first on TelusuRI.

]]>
Kegiatan alam bebas, salah satunya mendaki gunung, emang lagi naik daun. Tapi, nggak cuma penjualan perlengkapan outdoor yang meningkat, jumlah sampah yang menumpuk di gunung juga ikut naik. Hampir sepuluh tahun belakangan, pemandangan tumpukan sampah semacam jadi hal yang lazim ditemui saat mendaki gunung. Padahal, seharusnya sampah-sampah ini dibawa kembali turun ke bawah (base camp pendakian), bukan malah ditimbun di gunung lalu dibakar.

Namanya Siska Nirmala. Sejak 2012 ia menjalani gaya hidup zero waste. Zero Waste Adventure sendiri lahir dari kegelisahan Siska melihat banyaknya sampah saat mendaki Rinjani (2010) dan Semeru (2011). Tahun 2013, ia memulai Zero Waste Adventure dengan Ekspedisi Nol Sampah, pendakian lima gunung di Indonesia tanpa menghasilkan sampah.

“Kegelisahan membawa saya berpikir cara mendaki tanpa menghasilkan sampah. Lalu tercetus untuk mendaki dengan konsep zero waste, yakni pendakian dengan tidak membawa perbekalan dan peralatan [yang] berpotensi [menghasilkan] sampah sejak awal. Alternatifnya ya membawa sayur, buah, lap sebagai pengganti tisu, hingga bahan bakar yang minim sampah,” Siska bercerita.

Ekspedisi Nol Sampah sendiri berjalan di Gunung Gede, Gunung Papandayan, Gunung Lawu, Gunung Tambora, dan Gunung Argopuro. Dari yang awalnya menjawab kegelisahan pribadi, Siska menemukan bahwa konsep ini menjadi metode efektif untuk mengampanyekan gaya hidup zero waste ke generasi muda, terutama mereka yang suka berkegiatan di alam bebas.

Sampai sekarang pun, Siska masih aktif mengampanyekan gaya hidup zero waste kepada para penggiat kegiatan petualangan. Misinya, mendobrak budaya petualangan Indonesia yang kental dengan masalah sampah menjadi budaya yang tidak menghasilkan sampah sama sekali, dan menyebarkan gaya hidup zero waste seluas-luasnya.

Tentang bagaimana lingkungan membentuk Siska menjadi seperti sekarang

“Saya percaya jalan hidup terbentuk karena puzzle-puzzle kecil yang selama ini saya temui. Saya merasa, mengampanyekan gaya hidup zero waste adalah titik temu dari semua puzzle kehidupan yang saya jalani selama ini. Ketertarikan saya terhadap isu lingkungan, aktif di organisasi pencinta alam saat kuliah, hingga pekerjaan sebagai jurnalis, berkontribusi besar pada apa yang saya kerjakan saat ini,” ungkap Siska panjang lebar.

Butet Manurung pun menjadi sosok yang menginspirasi Siska. Ia adalah seorang aktivis pendidikan dan juga lingkungan, berjuang untuk pendidikan di rimba dengan metode mendidik yang out of the box. Siska kagum terhadap cara pandang Butet terhadap lingkungan dan bagaimana ia memperjuangan kehidupan Orang Rimba.

Pendapat Siska tentang pemimpin dan pemberdayaan perempuan

Nah, saatnya ngomongin soal perempuan. Menurut Siska, perempuan harus bisa menjadi seorang pemimpin. Katanya, yang terpenting adalah bagaimana kita sebagai perempuan harus bisa mengambil peran masing-masing sesuai dengan porsinya.

“Dalam bidang apa pun perempuan adalah penggerak perubahan. Bahkan, dalam fitrahnya, perempuan memang punya peran besar untuk kehidupan—keluarga, lingkungan, kelestarian alam, bahkan dunia—yang lebih baik,” tutur Siska. “Tentunya dalam porsi yang berbeda-beda. Ada yang porsinya menjadi pemimpin/role model bagi anak-anaknya, lingkungan masyarakat, dunia pendidikan, pemerintahan, dan lain-lain,” Siska berpendapat.

Sedangkan, pemberdayaan perempuan menurutnya adalah melibatkan perempuan dalam bidang apa pun untuk tujuan kebaikan.

“Bukan hanya untuk sekadar memberikan ruang bagi perempuan untuk tampil, tapi, lebih dari itu, pemberdayaan perempuan adalah percaya bahwa perempuan adalah bagian tak terpisahkan dari kelestarian alam dan keseimbangan kehidupan,” ungkapnya.


Dalam rangka Hari Perempuan Sedunia 8 Maret 2020, TelusuRI mempersembahkan #TelusuRIHariPerempuan, sebuah kampanye untuk menceritakan perempuan-perempuan inspiratif dari berbagai bidang yang berkarya dan memberikan inspirasi bagi masyarakat.

The post Siska Nurmala: Bicara tentang Gerakan “Zero Waste Adventure” dan Peran Perempuan appeared first on TelusuRI.

]]>
https://telusuri.id/siska-nurmala-bicara-tentang-gerakan-zero-waste-adventure-dan-peran-perempuan/feed/ 1 20059